Faktor Penghambat Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rutan Klas 1 Surakarta
b. Faktor Penghambat Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rutan Klas 1 Surakarta
1) Perilaku narapidana residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan
Masih ditemukannya perilaku narapidana residivis yang tidak baik saat mengikuti pembinaan yang ternyata menghambat pelaksanaan pembinaan moral. Perilaku tersebut misalnya tidak mengikuti pembinaan dengan berpura- pura karena alasan sakit, narapidana yang malas mengikuti pembinaan dan tidur pada saat proses pembinaan berlangsung. Perilaku narapidana residvis tersebut ternyata mempengaruhi narapidana lainnya untuk ikut-ikutan melakukan hal demikian.
2) Perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana residivis yang rendah Faktor perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana residivis yang rendah mempengaruhi terhambatnya pelaksanaan pembinaan yang menyebabkan sulitnya pembina memberikan materi pembinaan secara maksimal. Masih ditemukan narapidana residivis yang tidak 2) Perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana residivis yang rendah Faktor perbedaan tingkat intelektual yang dilatarbelakangi pendidikan narapidana residivis yang rendah mempengaruhi terhambatnya pelaksanaan pembinaan yang menyebabkan sulitnya pembina memberikan materi pembinaan secara maksimal. Masih ditemukan narapidana residivis yang tidak
3) Terbatasnya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembinaan
Sarana dan prasarana tersebut meliputi kurangnya sarana personil (tenaga pengajar) dan kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program pembinaan.
a) Kurangnya sarana personil dan kesibukan pembina Rutan
Salah satu yang menghambat pelaksanaan pembinaan moral di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang terkait dengan sarana personil adalah kurangnya tenaga pengajar pada pembinaan kesadaran agama seperti ustad, pastur, dan pembina kegiatan koor. Pada pembinaan intelektual masih kekurangan tenaga pengajar seperti guru. Disisi lain, pada pembinaan kemandirian terhambat oleh kesibukan pembina karena tidak dapat mengisi pembinaan. Oleh sebab itu, pelaksanaan pembinaan menjadi tidak maksimal.
Hal tersebut relevan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan yang menyebutkan bahwa :
Kualitas dan kuantitas petugas yang kurang memadai akan menghambat pelaksanaan pembinaan Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak menjadi faktor Kualitas dan kuantitas petugas yang kurang memadai akan menghambat pelaksanaan pembinaan Kekurangan dalam kualitas atau jumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak menjadi faktor
b) Kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan program pembinaan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menyebutkan bahwa kurangnya fasilitas menjadi penghambat pelaksanaan pembinaan. Hambatan
yang terkait dengan fasilitas di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta meliputi kurangnya peralatan atau kurangnya tempat yang terkait dengan
pelaksanan pembinaan. Misalnya dalam kegiatan pembinaan kesadaran keagamaan islam masih harus menggunakan lapangan untuk kegiatan
ceramah sebab masjid tidak bisa menampungnya dan kurangnya fasilitas berupa Al-Q
Dalam kegiatan pembinaan intelektual kendala terkait dengan sarana yaitu ruangan perpustakaan yang sempit, kurangnya buku-buku bacaan, bangku dan kursi. Fasilitas untuk pembinaan kemandirian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta masih kurang dari segi jumlah dan kualitasnya seperti bahan baku tersebut meliputi: las, bahan baku elektronik dan mebelair. Bahkan bahan baku juga diperoleh dari narapidana sendiri.
Hal tersebut relevan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana atau Tahanan Kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumlah maupun mutu telah menjadi penghambat
pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan atau ketertiban (Ismail Sholeh, 1990: 6).
4) Belum ada peraturan tentang pola pembinaan khusus narapidana residivis.
Peraturan yang mengatur mengenai pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis tidak ada. Yang ada adalah pola pembinaan narapidana secara umum (bukan residivis), sehingga dalam pelaksanaannya ditafsirkan sama dengan pola pembinaan narapidana yang bukan residivis. Jika terdapat pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis mungkin, pembinaan dalam Peraturan yang mengatur mengenai pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis tidak ada. Yang ada adalah pola pembinaan narapidana secara umum (bukan residivis), sehingga dalam pelaksanaannya ditafsirkan sama dengan pola pembinaan narapidana yang bukan residivis. Jika terdapat pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis mungkin, pembinaan dalam
5) Stigma negatif masyarakat terhadap narapidana residivis Stigma negatif masyarakat menghambat pelaksanaan pembinaan
moral di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Masyarakat masih kerap memberikan stigma negatif terhadap narapidana residivis yang masih
mengecap citra buruk sebagai mantan penjahat. Hal tersebut menyebabkan hilangnya rasa percaya diri sehingga melakukan tindak pidana kembali. Melihat kondisi demikian, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta harus bekerja ekstra dalam memberikan pembinaan serta upaya mengembalikan rasa percaya diri yang hilang dan citra buruk sebagai mantan penjahat.
Hal tersebut relevan menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan
rhadap mantan narapidana menghambat pelaksanaan pembinaan. Partisipasi masyarakat yang kurang perlu juga ditingkatkan karena masih didapati kenyataan sebagian anggota masyarakat masih eng
(Ismail Saleh, 1990: 6).
Berdasarkan faktor penghambat keberhasilan pelaksanaan pembinaan moral narapidana residivis dalam membentuk good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta maka, hal tersebut relevan dengan pendapat Romli Atmasasmita (1982: 15)
-faktor yang menghambat pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan meliputi: masalah peraturan perundangan, masalah sarana personalia, sarana fisik lembaga pemasyara Selanjutnya ditambahkan pula menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan -faktor yang menghambat pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan meliputi: masalah peraturan perundangan, masalah sarana personalia, sarana fisik lembaga pemasyara Selanjutnya ditambahkan pula menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan