Campur Kode Berwujud Kata

1) Campur Kode Berwujud Kata

Menurut ahli bahasa tradisional (dalam Abdul Chaer, 2003: 162) kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti. Campur kode yang ditemukan dalam iklan berbahasa Jawa pada radio di Kabupaten Sukoharjo adalah campur kode kata dasar, campur kode kata jadian, dan campur kode perulangan kata. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut.

1.1 Campur Kode Kata Dasar

a. Campur Kode Penyisipan Kata Dasar bahasa Jawa di dalam Bahasa Indonesia

Data (16)

O1 : Alhamdulillah ya Mas, berkat doa dan ikhtiar kita sekarang kita sudah dikaruniai keturunan .

„Alhamdulillah ya Mas, berkat doa dan ikhtiar kita sekarang kita sudah dikaruniai keturunan. ‟

O2 : Makane ta Bu, kita harus banyak bersyukur sama Gusti Allah, sampai-sampai kita dipertemukan sama klinik pengobatan alternatif Adi F. Wah, ampuh tenan ya Bu . „Makanya Bu, kita harus banyak bersyukur pada Tuhan, sampai-

sampai kita dipertemukan sama klinik pengobatan alternatif Adi F. Wah, ampuh sekali ya Bu. ‟

[...] (D1/Adi F/RT/2011-2012)

Data (16) adalah iklan komersial yang menawarkan jasa pengobatan alternatif. Pada data (16) di atas membicarakan tentang keberhasilan dalam memperoleh keturunan berkat pengobatan alternatif

commit to user

Adi F. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai istri dan O2 sebagai suami. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Terjadi peristiwa campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata ya „ya‟ dan O2 yaitu pada kata tenan „betul-betul‟.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia juga dapat dilihat pada tuturan sebagai berikut. Data (17)

O1 : Eh Pak LLAJ ta? Itu lho Pak bise itu lho, harusnya di bangjo kan belok kiri jalan terus, kok malah mandheg, iya ta Pak? „Eh Pak LLAJ? Itu Pak bisnya itu, harusnya di lampu lalu lintas belok kiri jalan terus, mengapa berhenti, iya kan Pak? ‟

O2 : Begini, tolong diperhatikan ya Mbak, mulai saat ini di setiap persimpangan jalan pengendara kendaraan hanya dapat belok kiri saat lampu lalu lintas menyala hijau, kecuali ada isyarat rambu khusus, nah seperti itu lho Mbak contohnya. „Begini, tolong diperhatikan ya Mbak, mulai saat ini di setiap persimpangan jalan pengendara kendaraan hanya dapat belok kiri saat lampu lalu lintas menyala hijau, kecuali ada isyarat rambu khusus, nah seperti itu lho Mbak contohnya. ‟

[...] (D4/Larangan Belkilang/RT/2011-2012)

Data (17) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (17) di atas membicarakan tentang adanya peraturan dilarang belok kiri langsung bila ada isyarat rambu khusus. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai wanita pengguna jalan dan O2 yaitu seorang pria sebagai petugas DLLAJ. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata

commit to user

Kata ini merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yang disisipkan ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada tuturan berikut. Data (18)

[...] O2

: Ya dimulai dari diri sendiri ta, yen buang sampah ya pada tempatnya, pengolahan sampah sebagaimana mestinya, kita galakkan penghijauan lebih optimal, dan lain sebagainya Pak. „Ya dimulai dari diri sendiri ta, yen buang sampah ya pada

tempatnya, pengolahan sampah sebagaimana mestinya, kita galakkan penghijauan lebih optimal, dan lain sebagainya Pak.‟

O1 : Luar biasa, pikantuk hidayah napa bar ngidak takir Bune? „Luar biasa, mendapat hidayah atau habis menginjak tempat sesaji

Bu? ‟

[...] (D5/Adipura/RT/2011)

Data (18) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (18) di atas membicarakan tentang predikat Sukoharjo yang telah mendapat penghargaan Adipura. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai suami dan O2 yaitu sebagai istri Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “yen” merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yang berpadanan dengan kata „jika‟ dalam bahasa Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada data berikut.

commit to user

Data (19)

O1 : Hadhuh..hadhuh...hadhuh... Sukoharjo ki thik tambah resik ya Dhik? Tambah jatuh cinta aku, coba lihat itu coba, kawasan bebas rokok, terus itu, mari budayakan PHBS, piye coba? „Haduh..haduh...haduh... Sukoharjo ini tambah bersih ya Dik?

Tambah jatuh cinta aku, coba liat itu coba, kawasan bebas rokok, terus itu, mari budayakan PHBS, bagaimana coba?‟

O2 : Hmmm, Kelurahan Jetis kuwi ta? Lha itu kan didaulat untuk maju ikut lomba PHBS tingkat Provinsi Jateng. „Hmmm, Kelurahan Jetis itu? Itu didaulat untuk maju ikut lomba PHBS tingkat Provinsi Jateng.‟

O1

: Lomba PHBS piye kuwi? „Lomba PHBS bagaimana itu?‟

O2 : Ealah, Perilaku Hidup Bersih Sehat merupakan aset penting bagi masa depan, kayata budaya tidak merokok, olahraga yang teratur, selalu menjaga kebersihan lingkungan, persalinan dengan dibantu tenaga medis dan masih buanyak lagi pokoke. „Ealah, Perilaku Hidup Bersih Sehat merupakan aset penting bagi masa depan, seperti budaya tidak merokok, olahraga yang teratur, selalu menjaga kebersihan lingkungan, persalinan dengan dibantu tenaga medis dan masih buanyak lagi pokoknya.‟

[...] (D9/PHBS/RT/2011)

Data (19) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (19) di atas membicarakan tentang adanya program PHBS yaitu ajakan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai suami dan O2 yaitu sebagai istri. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 dan O2 yaitu pada kata “resik, kuwi, kayata” merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

commit to user

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada tuturan berikut. Data (20)

O1

: S O...SO... L O....LO....SOTO. Eleh kepiye ta iki, maem soto kok ndadak neg Solo. „S O...SO... L O....LO....SOTO. Bagaimana ini, makan soto harus ke Solo.‟

O2 : Kejauhan tu Mas, Soto Carikan aja, deket kok, ayam kampung banget, maknyus tenan, tiada tanding tiada banding. „Kejauhan tu Mas, Soto Carikan saja, dekat kok, ayam kampung banget, maknyus, tiada tanding tiada banding.‟

[...] (D11/Soto Carikan/RT/2011)

Data (20) adalah iklan komersial. Pada data (20) di atas membicarakan tentang adanya soto Carikan yang merupakan salah satu makanan soto ciri khas masyarakat Sukoharjo. Iklan ini berbentuk dialog antara dua orang pemuda yaitu O1 dan O2. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O2 yaitu pada kata “tenan” merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada tuturan berikut.

Data (21)

O1

: Mogok lagi, ajeg. „Mogok lagi, sering.‟

O2 : O Allah Jo, motor apa iki? Dol wae dinggo ndandakke. „Ya Tuhan Jo, motor apa ini? Jual saja untuk dibetulkan.‟

commit to user

O1

: Rasah madani. „Tidak usah mencela.‟

[...] (D14/Tunas Jaya Motor/RT/2011)

Data (21) adalah iklan komersial. Pada data (21) di atas menceritakan tentang motor lama yang sering mogok dan sudah saatnya untuk membeli motor yang baru. Iklan ini berbentuk dialog antara dua orang pemuda. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “ajeg” merupakan kata dalam bahasa Jawa yang artinya sering dalam bahasa Indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada tuturan berikut. Data (22)

[...] O1

: Mandheg lampu merah, banting setir. „Berhenti lampu merah, banting setir.‟

O2

: Langsung disasak wae, cah enom, alah Kowe piye? „Langsung diterjang saja, bagaimana Kamu ini?‟

O1

: Bablas timbang rong puluh ewu aku anjlog, anjlog. „Terus daripada dua puluh ribu aku turun, turun.‟

[...] (D17/Tilang/RT/2011)

Data (22) adalah iklan non-komersial (iklan layanan masyarakat). Pada data (22) di atas memberi gambaran bahwa ada perilaku tidak baik yang biasanya dilakukan oleh anak muda yaitu tidak patuh pada peraturan

commit to user

lalu lintas. Iklan ini berbentuk dialog antara dua orang pemuda yang bersahabat, kemudian munculah O3 yaitu polisi lalu lintas. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “mandheg” yang artinya berhenti/istirahat. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada tuturan berikut. Data (23)

[...] O1

: Pandhawa Taylor pasar Nguter Dhe? „Pandhawa Taylor pasar Nguter?‟

O2 : Masalahe ki nek ndandakne jas nang Pandhawa kuwi ya Le ya, dinggo ki ya isoh peni, penak, rasane ki mantep lho Le. „Masalahnya itu kalau membuat jas di Pandhawa itu ya Nak, dipakai itu ya bagus, nyaman, rasanya mantap Nak.‟

O1 : Haha kok ndadak repot ta Dhe-dhe. Jamane sudah canggih, tinggal ditelfon saja ta, biar timnya Pandhawa Taylor yang datang ke sini buat ngukur, ya fitting, sekalian bawa sampel kainnya. „Haha pakai repot, zamannya sudah canggih, tinggal ditelfon saja, biar timnya Pandhawa Taylor yang datang ke sini buat ngukur, ya fitting, sekalian bawa sampel kainnya.‟

O3 : Wah ya betul itu Pak, kan lebih enak kita cukup duduk manis diam di rumah saja. „Wah ya betul itu Pak, kan lebih enak kita cukup duduk manis diam di rumah saja.‟

[...] (D19/Pandhawa Taylor/RT/2011)

Data (23) adalah iklan komersial. Pada data (23) di atas menceritakan tentang keunggulan Pandhawa Taylor yang memberikan pelayanan kepada pelanggan yang ingin membuat pakaian tidak perlu

commit to user

repot-repot datang langsung, tetapi cukup menelpon karena tim Pandhawa yang akan datang langsung ke rumah kita. Iklan ini berbentuk dialog yang melibatkan 3 partisipan yaitu O1 berperan sebagai keponakan pria, O2 sebagai suami, dan O3 sebagai istri. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode kata yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “jamane”. Kata “jamane” merupakan kata dalam bahasa Jawa, campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode bahasa Jawa di dalam bahasa Indonesia lainnya juga dapat dilihat pada tuturan berikut. Data (24)

O1

: Adhuh Pak. „Aduh Pak.‟

O2

: Kenapa ta Bu? Dari tadi kok hu hu melulu. „Kenapa ta Bu? Dari tadi hu hu melulu.‟

O1 : Ini lho Pak, penyakit asam uratku kambuh lagi, badan sakit semua, padahal tiap hari sudah minum obat nggak sembuh- sembuh Pak?

„Ini Pak, penyakit asam uratku kambuh lagi, badan sakit semua, padahal tiap hari sudah minum obat tidak sembuh- sembuh Pak?‟

O2 : Ibu sih ngeyel, lihat bapak sesudah saya berobat di klinik pengobatan Kuchiba yang ada di Kadipiro Banjarsari itu penyakitku sembuh dan sampai saat ini tidak kambuh lagi. „Ibu sih membantah, lihat bapak sesudah saya berobat di klinik pengobatan Kuchiba yang ada di Kadipiro Banjarsari itu penyakitku sembuh dan sampai saat ini tidak kambuh lagi‟

[...] (D21/Pengobatan Nachan/RS/2011)

commit to user

Data (24) adalah iklan komersial. Iklan ini berbentuk dialog yang melibatkan dua partisipan yaitu O1 sebagai istri dan O2 yang berperan sebagai suami. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode kata dalam bahasa Indonesia yaitu “ngeyel” yang artinya membantah/mendebat dalam bahasa indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

b. Campur Kode Penyisipan Kata Dasar bahasa Indonesia di dalam Bahasa Jawa

Data (25)

O2 : Begini, tolong diperhatikan ya Mbak, mulai saat ini di setiap persimpangan jalan pengendara kendaraan hanya dapat belok kiri saat lampu lalu lintas menyala hijau, kecuali ada isyarat rambu khusus, nah seperti itu lho Mbak contohnya. „Begini, tolong diperhatikan ya Mbak, mulai saat ini di setiap persimpangan jalan pengendara kendaraan hanya dapat belok kiri saat lampu lalu lintas menyala hijau, kecuali ada isyarat rambu khusus, nah seperti itu Mbak contohnya.‟

O1 : O Allah gitu ta? Dadi wis ra isoh belok kiri mak clengkur nu iki? „Ya Tuhan begitu? Jadi sudah tidak bisa belok kiri langsung sekarang ?‟

[...] (D4/Larangan Belkilang/RT/2011)

Data (25) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (25) di atas membicarakan tentang adanya peraturan dilarang belok kiri langsung bila ada isyarat rambu khusus. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai wanita pengguna jalan dan O2 yaitu seorang pria sebagai petugas DLLAJ. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode

commit to user

yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “gitu” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata “gitu” yang berarti kependekan dari kata begitu yang berarti seperti itu; sedemikian itu yang berpadanan kata ngono dalam bahasa Jawa. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (26)

O1 : Sukoharjo itu nyenengke tenan ya Bu, dhasare ya makmur, masarakate ya sadar akan kebersihan, jan kurang apa coba? „Sukoharjo itu menyenangkan sekali ya Bu, pada dasarnya sudah makmur, masyarakatnya juga sadar akan kebersihan, kurang apa coba?‟

O2

: Jane ya mung kurang maksimal aja kok pak. „Sebenarnya hanya kurang maksimal saja kok Pak.‟

[... ] (D5/Adipura/RT/2011)

Data (26) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (26) di atas membicarakan tentang predikat Sukoharjo yang telah mendapat penghargaan Adipura. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai suami dan O2 yaitu sebagai istri. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “itu”. Kata “itu” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata “itu” dapat diartikan tataan kata penunjuk bagi benda (waktu, hal) yang jauh dari pembicara. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

commit to user

Data (27)

O1 : “Pak-pak, tiap taun kok mesthi tambah siji lho, isin aku Pak karo bu RT. Sekarang ini kan zamannya keluarga kecil keluarga bahagia, katanya dua anak cukup.” „Pak-pak, tiap tahun pasti tambah anak satu, malu saya Pak

dengan bu RT. Sekarang ini zamannya keluarga kecil keluarga bahagia, katanya dua anak cukup.‟

O2 : Ah wong barang wis kebacut kok Bune, lha wingi-wingi kon KB ya gur meneng. „Ah sudah terlanjur Bu, kemarin disuruh KB juga hanya diam.

[...] (D7/KB Pria/RT/2011)

Data (27) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (27) di atas membicarakan tentang adanya KB bagi pria yaitu dengan cara vasektomi atau menggunakan kondom. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai istri dan O2 yaitu sebagai suami Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “tiap” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia yang berpadanan dengan kata bên dalam bahasa Jawa. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (28)

O1 : Lha kuwi mau, ngepit ngebut-ngebut, nglanggar bangjo, helm ya mung separo, gek aja-aja ya ra nduwe SIM sisan, hah dhasar cah katrok i. „Itu tadi, naik motor kebut-kebutan, melanggar lampu lalu lintas,

helm ya hanya separuh, jangan-jangan juga tidak punya SIM, hah dasar anak kampung.‟

O2

: Ya wis naknu, manut ben penak. „Ya sudah kalau begitu, taat saja biar enak.‟

[...]

commit to user

(D2/Gerakan Tertib Lalu Lintas/RT/2011)

Data (28) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (28) di atas membicarakan tentang ajakan agar pengguna kendaraan berkendara yang baik dan aman dengan cara memakai helm, melengkapi surat-surat kendaraan, tidak kebut-kebutan, tidak melanggar rambu. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai wanita pengguna jalan dan O2 sebagai pengendara sepeda motor. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “helm”. Kata “helm” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata helm berasal dari bahasa Inggris „helmet‟ yang kemudian berintegrasi

ke dalam bahasa Indonesia menjadi helm dan kata ini sudah dibakukan dalam KBBI. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (29)

O1 : Wah wah wah. semenjak motore baru tambah sumringah, cemlorot cahyane. „Wah wah wah. semenjak motornya baru tambah bahagia, bersinar wajahnya .‟

O2 : Haha, lha ya gini efeknya kalau beli motor Suzuki di Sumber Baru Jaya Gemilang, uang muka mulai tiga ratus ribuan, angsurannya ringan, ga bikin benjut, yang melayani ya ramah- ramah, dijamin seneng atine. „Haha, ya begini efeknya kalau beli motor Suzuki di Sumber Baru

Jaya Gemilang, uang muka mulai tiga ratus ribuan, angsurannya ringan, tidak membuat remuk, yang melayani ramah-ramah, dijamin hatinya senang.‟

[...] (D12/Sumber Baru Jaya Gemilang/RT/2011)

commit to user

Data (29) adalah iklan komersial. Pada data (29) di atas membicarakan tentang kebahagiaan setelah membeli motor baru di dealer Sumber Baru Jaya Gemilang. Iklan ini berbentuk dialog yaitu O1 seorang wanita dan O2 seorang pria, dilihat dari percakapan akrab yang terjalin mereka adalah sepasang sahabat. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “semenjak, baru” yang merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Dalam KBBI “semenjak” artinya adalah sejak; mulai dari, dan “baru” artinya belum pernah ada (dilihat) sebelumnya. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (30)

O1 : Adhuh Pak, dospundi niki Pak? Kambuh melih penyakit kula niki Pak.

„Aduh Pak, bagaimana ini Pak? Kambuh lagi penyakit saya ini Pak.‟

O2 : Sabar ta Bu, aja nyerah! Awake dhewe wajib berusaha, Ibu lak ya weruh ta? RT kae lara tumor, nanging sawise berobat nang nggone bapak Hamdani S. mari total lho Bu. Malah penyakit gawat wae uga mari Bu.

„Sabar Bu, jangan menyerah! Kita wajib berusaha, Ibu melihat? RT itu sakit tumor, tetapi setelah berobat di tempat Bapak Hamdani S

sembuh total Bu. Malah penyakit gawat saja juga sembuh Bu.‟ [...]

(D22/Tabib Hamdani/RS/2011-2012)

Data (30) adalah iklan komersial. Pada data (30) di atas membicarakan tentang pengobatan tabib Hamdani S. yang bisa menyembuhkan penyakit tumor dan penyakit gawat lainnya. Iklan ini berbentuk dialog yang melibatkan dua partisipan yaitu O1 sebagai istri dan

commit to user

O2 yang berperan sebagai suami. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode kata dalam bahasa Indonesia yaitu “kambuh”. Dalam KBBI “kambuh” yang berarti jatuh sakit lagi (biasanya lebih parah daripada yang dulu) yang berpadanan dengan kumat dalam bahasa Jawa. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (31) O1

: Mbak...mbak...mbak, masak apa kowe mbak? „Mbak...mbak...mbak, masak apa kamu mbak?‟

O2 : Ora masak. Iki lho keneku lara buanget, linggih we ora isoh kok, boro-boro masak.

„Tidak masak. Ini di sini sakit sekali, duduk saja tidak bisa, jangankan masak.‟

[...] (D24/Tabib Nita/RT/2011)

Data (31) adalah iklan komersial. Pada data (31) di atas membicarakan tentang tabib Nita, MA. Iklan ini berbentuk dialog antara dua orang wanita yang bertetangga. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode kata yang dilakukan oleh O2 yai tu pada kata „boro-boro‟ merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia yang berpadanan dengan kata nggagas dalam bahasa Jawa. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

commit to user

1.2 Campur Kode Kata Jadian

Data (32)

O1 : O Allah Mas..mas, yen berkendara ki mbok sing dhemes, ora ugal-ugalan, senengane kok menantang maut, mbok ngeman nyawa ta ya..ya . „Ya Tuhan Mas...mas, kalau berkendara itu yang baik dong, jangan ugal- ugalan, sukanya menantang maut, sayangi nyawamu.‟

O2

: Lha ngepit sing dhemes ki sing piye ta? „Naik motor yang baik itu yang bagaimana?‟

[...] (D2/Gerakan Tertib Lalu Lintas/RT/2011)

Data (32) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (32) di atas membicarakan tentang ajakan agar pengguna kendaraan berkendara yang baik dan aman dengan cara memakai helm, melengkapi surat-surat kendaraan, tidak kebut-kebutan, tidak melanggar rambu. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai wanita pengguna jalan dan O2 sebagai pengendara sepeda motor. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “berkendara”. Kata “berkendara” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata “berkendara” dapat diartikan menjalankan kendaraan. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (33)

[...] O1

: Pakdhe ki maksude apa ta? Awakku ki gatel tenan lho dhe, kok malah sing ora-ora . „Paman ini maksudnya apa? Badanku ini gatel betulan lho Man, kok malah yang tidak- tidak.‟

commit to user

O2 : Ora-ora apa ta? Kowe ki dadi wong wedok ya kemprohmu ra eram-eram. Sampah pating jembrung, pakaian pating slampir, genthong ra tau dikuras. Karepku iki usum udan kaya ngene ki sing ngati-ati nduk, sebabe apa? Akeh penyakit sing ngancam, contone ya kaya penyakit kulitmu kuwi! „Tidak-tidak apa? Kamu ini jadi perempuan joroknya minta ampun. Sampah berserakan, pakaian bergantungan dimana-mana, tempayan tidak pernah dibersihkan. Maksudku musim penghujan seperti ini yang hati-hati Nak, sebabnya apa? Banyak penyakit yang mengancam, contohnya ya seperti penyakit kulitmu itu!‟

(D3/PSA-Hujan/RT/2011)

Data (33) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (33) di atas membicarakan tentang peringatan atau himbauan kepada para pendengar agar berhati-hati di musim penghujan ini karena banyak penyakit yang mengancam. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai keponakan dan O2 sebagai paman. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O2 yaitu pada kata “pakaian”. Kata “pakaian” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata “pakaian” dapat diartikan barang apa yang dipakai. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Padanan kata pakaian dalam bahasa Jawa adalah sandhangan.

Data (34)

O1 : E...e...e... bise ki kurang ajar tenan ig, ra ngerti peraturan po piye? Kok malah mandheg, bikin macet saja . „E...e...e... bisnya ini kurang ajar betul, tidak tahu peraturan apa? mengapa berhenti , bikin macet saja.‟

O2

: Selamat siang Mbak, ada yang bisa saya bantu? „Selamat siang Mbak, ada yang bisa saya bantu?‟

[...] (D4/Larangan Belkilang/RT/2011)

commit to user

Data (34) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (34) di atas membicarakan tentang adanya peraturan dilarang belok kiri langsung bila ada isyarat rambu khusus. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai wanita pengguna jalan dan O2 yaitu seorang pria sebagai petugas DLLAJ. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “peraturan”. Kata “peraturan” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata

“peraturan” dapat diartikan tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur. Padanan kata “peraturan” dalam bahasa Jawa

adalah paugeran. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (35)

O1 : Hah, urip seprono-seprene kok tanpa enek perubahan blas, apike ki apa tambah anak wae ya Mah? „Hah, hidup sejak dulu sampai sekarang tidak ada perubahan sama sekali, apa se baiknya tambah satu anak lagi saja ya Mah?‟

O2 : Ya ampun Mas-mas, anak wis loro kok jik kurang wae. „Ya ampun Mas-mas, anak sudah dua masih saja kurang.‟

[...] (D10/KB Baru/RT/2011)

Data (35) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (35) di atas membicarakan tentang adanya program KB. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai suami dan O2 yaitu sebagai istri. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “perubahan” merupakan kata yang berasal dari bahasa

commit to user

Indonesia, dalam KBBI artinya adalah hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (36)

O1 : Eh Pak, pirsanana iki coba, bumbung saomah kok bolong kabeh, marai Panjenengan iki yen nyimpen dhuwit sembarangan og, yen nganti ilang pripun coba? „Eh Pak, coba lihat ini, bambu satu rumah bolong semua, sebab Anda ini kalau menyimpan uang sembarangan, kalau sampai hilang bagaimana coba? ‟

O2 : Lha piye Bune? Apa ditukokne mas-masan wae? Suk yen butuh dhuwit sawayah-wayah isoh didol maneh. „Bagaimana Bu? Apa dibelikan emas-emasan saja? Nanti kalau butuh uang sewaktu- waktu bisa dijual lagi.‟

O1 : Bener kuwi Pak, ning ngendi coba? Toko mas sing regane ora anjlog, apa enek piye? „Benar itu Pak, dimana coba? Toko mas yang harganya tidak turun, apa ada?‟

[...] (D13/Toko Mas Satelit/RT/2011)

Data (36) adalah iklan komersial. Pada data (36) di atas memberikan alternatif agar tidak menyimpan uang sembarangan di rumah lebih baik dibelikan emas di Toko Mas Satelit dan Satelit Silver. Iklan ini berbentuk dialog antara suami istri yaitu antara O1 sebagai istri dan O2 sebagai suami. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “sembarangan” yang merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Dalam KBBI “sembarangan” artinya tidak memilih; asal saja. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

commit to user

Data (37)

O1

: Assalamualaikum. „Assalamualaikum.‟

O2

: Waalaikumsalam. „Waalaikumsalam.‟

O1

: Pak RT wonten Bu? „Pak RT ada Bu?‟

O2 : Ana neng njero kae. Ngene lho Mas, Bapak sakit ora mari-mari. Wis berobat neng ngendi-ngendi durung mari. „Ada di dalam sana. Begini Mas, Bapak sakit tidak sembuh- sembuh. Sudah berobat keman- mana belum sembuh.‟

[...] (D21/Pengobatan Nachan/RS/2011-2012)

Data (37) adalah iklan komersial. Pada data (37) di atas membicarakan tentang Pak RT yang tidak sembuh-sembuh dari sakitnya, hingga akhirnya datanglah seorang tetangga yang menyarankan untuk berobat ke pengobatan Nachan. Iklan ini berbentuk dialog yang melibatkan dua partisipan yaitu O1 sebagai seorang pria yang mencari Pak RT dan O2 yang berperan sebagai bu RT . Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode kata dalam bahasa Indonesia yaitu “berobat”. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

Data (38)

O1

: Lhoh, aku ki kan ya gur mbok menawa kok.

„Saya berkata hanya jika mungkin.‟

O2 : Semuanya itu butuh perhitungan sing mateng, pikirkan dulu sebelum kebacut Mas.

„Semuanya itu butuh perhitungan yang matang pikirkan dulu sebelum terlanjur Mas.‟

commit to user

[...] (D10/KB Baru/RT/2011)

Data (38) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial). Pada data (38) di atas membicarakan tentang adanya program KB. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai suami dan O2 yaitu sebagai istri. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode kata yang dilakukan oleh O2 yaitu pada kata “kebacut” merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yang berpadanan dengan kata terlanjur dalam bahasa indonesia. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.

Data (39)

O1 : Eh Pak, pirsanana iki coba, bumbung saomah kok bolong kabeh, marai Panjenengan iki yen nyimpen dhuwit sembarangan og, yen nganti ilang pripun coba? „Eh Pak, coba lihat ini, bambu satu rumah bolong semua, sebab Anda ini kalau menyimpan uang sembarangan, kalau sampai hilang bagaimana coba? ‟

O2 : Lha piye Bune? Apa ditukokne mas-masan wae? Suk yen butuh dhuwit sawayah-wayah isoh didol maneh. „Bagaimana Bu? Apa dibelikan emas-emasan saja? Nanti kalau butuh uang sewaktu-waktu bis a dijual lagi.‟

[...] (D13/Toko Mas Satelit/RT/2011)

Data (39) adalah iklan komersial. Pada data (39) di atas memberikan alternatif agar tidak menyimpan uang sembarangan di rumah lebih baik dibelikan emas di Toko Mas Satelit dan Satelit Silver. Iklan ini berbentuk dialog antara suami istri yaitu antara O1 sebagai istri dan O2 sebagai suami. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang

commit to user

ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh O1 yaitu pada kata “pirsanana” yang merupakan kata dalam bahasa Jawa ragam basa (krama). Adanya kata “pirsanana” yang disisipkan dalam percakapan basa ngoko ini menyebabkan peristiwa campur kode yang tidak mengganggu pembicaraan karena campur kode ini dilakukan untuk menghormati mitra tutur yaitu suami. Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Jawa ragam basa (krama) ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko.

1.3 Campur Kode Perulangan Kata

Data (40)

O1 : Bise ki jan-jane endi ta ya-ya? Selak telat je, hadhuh gek kepiye iki? „Bisnya ini sebenarnya mana ya? Keburu terlambat, haduh bagaimana ini?‟

O2 : Badhe ndak pundi ta Jeng? Dherekke becak napa pripun? „Mau pergi kemana Jeng? Bagaimana kalau diantar pakai becak?‟

O1 : Mbecak? Selak esuk nu Mas-mas ra tekan-tekan. Ora, ada apa e Mas dari tadi tak enten-enteni kok bise ora lewat-lewat lho ya.

„Becak? Keburu pagi dong Mas-mas tidak sampai-sampai. Tidak, ada apa sih Mas, dari tadi aku tunggu-tunggu tapi bisnya tidak lewat- lewat.‟

[...] (D6/Alih Jalur/RT/2011)

Data (40) adalah iklan layanan masyarakat (non-komersial) tentang pengalihan jalur lalu lintas. Iklan ini berbentuk dialog antara O1 sebagai perempuan yang sedang menunggu bus dan O2 yaitu sebagai pria tukang becak. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan pada kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh

commit to user

O1 yaitu pada kata “lewat-lewat”. Kata “lewat-lewat” merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia, dalam KBBI kata “lewat” dapat diartikan melalui, sedangkan padanan kata dalam bahasa Jawa adalah liwat . Campur kode ini disebut campur kode intern karena menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.