56
3 Pengadaan tanah menurut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian
kepada yang berhak atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan
tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. Ketentuan tentang pengadaan tanah dalam Keputusan Presiden ini semata-mata hanya
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh Pemerintah dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.
42
B. Definisi Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan oleh pemerintah mana pun. Semakin maju masyarakat, semakin
banyak diperlukan tanah-tanah untuk kepentingan umum awam. Sebagai konsekuensi dari hidup bernegara dan bermasyarakat, jika hak milik individu peribadi berhadapan dengan
kepentingan umum maka kepentingan umumlah yang harus didahulukan. Namun demikian negara harus tetap menghormati hak-hak warnanegaranya kalau tidak mau dikatakan melanggar
hak azasi manusia. Persoalan pengambilan tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang yaitu kepentingan
42
Lihat Perpres No 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Universitas Sumatera Utara
57
“pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat”. Dua pihak yang terlibat yaitu “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat” harus sama-sama memperhatikan dan
mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut. Apabila hal itu tidak dihiraukan akan timbul masalahmasalahseperti yang selalu diberitakan oleh media massa, di
mana pihak penguasakerajaan dengan “keterpaksaannya” melakukan tindakan yang dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia dan sebagainya, sedangkan rakyat mau tidak mau
melakukan apa saja untuk menempatkan apa yang diyakininya sebagai hak yang harus dipertahankannya.
43
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak rakyat indonesia, untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata,
serta mengembangkan kehidupan masyarakat ke arah penyelenggaraan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila. Untuk itu, pembangunan diarahkan untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Kemakmuran yang adl dan merata tersebut hanya akan dapat dicapai melalui pembangunan.
Setiap kegiatan pembangunan, baik fisik maupun non fisik, langsung atau tidak langsung, selalu memerlukan tanah sebagai wadah dari kegiatan pembangunan tersebut.
Kebutuhan akan tanah dalam masa pembangunan sekarang sangat meningkat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, karena pada umumnya, hampir semua sektor pembangunan
memerlukan tanah sebagai sarana utama untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan. Untuk memenuhi kebutuhan tanah, dalam usaha untuk melaksanakan pembangunan tersebut,
pemerintah mengadakan atau menyediakan tanah berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 atau dikenal dengan UUPA, dengan kebijakan melalui
43
John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987, hal. 170
.
Universitas Sumatera Utara
58
pencabutan,pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah, yang dihaki oleh rakyat secara pribadi maupun golongan.
44
Dalam banyak pembebasan tanah atau pengambilanpenggusuran tanah-tanah penduduk, selalu menimbulkan “ekses” yang mempunyai dampak cukup besar terhadap
stabilitas masyarakat. Berbagi ketegangan dalam masyarakat timbul karena adanya ketidaksepakatan antara para pemilik tanahpemegang hak atas tanah yang tanahnya akan
diambil untuk keperluan proyek-proyek pembangunan dengan pihak penguasa yang bertugas untuk mlakukanmeminta dilakukannya status hak, besar dan bentuknya ganti kerugian ataupun
pelaksanaan teknis lainnya. Pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, untuk pembangunan berbagai proyek pemerintah,
namun juga diperuntunkan untuk proyek yang dilaksanakan oleh swasta. Hanya saja, dalam penggunaannya berbeda.
Disamping itu juga, penguasaan tanah oleh rakyat dilakukan tanpa alas hak yang sah dan dokumen kepemilikan tanah yang tidak lengkap. Dalam posisi yang demikian, pihak yang
membutuhkan tanah dihadapkan pada suatu keadaan yang dilematis. Keadaan ini dapat melemahkan posisi yang membutuhkan tanah dan berpotensi menimbulkan masalah, yaitu
rakyat tidak memiliki bukti yang lengkap dan cukup atas tanah yang dimilikinya. Hal ini terutama terjadi pada tanah yang belum bersertifikat, kekurangan itu antara lain:
a. Belum adanya penetapan ahli waris pemilik aslinama yang tercantum pada surat
keterangan tanah, yang telah meninggal dunia b.
Tidak ada syrat kuasa untuk melepaskan hak. c.
Dan sebagainya.
44
Erman Rajagukguk, Hukum Dan Masyarakt, Jakarta, Bina Aksara, 1983, hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
59
Keadaan itu bukannya tidak diketahui oleh orang yang memerlukan tanah, akan tetapi dengan berbagai alasan untuk melaksanakan proyek yang telah direncakan tetap dilakukan
pembebasan dengan ganti rugi. Sehingga sulit bagi yang membutuhkan tanah untuk menentukan kepada siapa ganti rugi yang akan diberikan. Oleh sebab itu banyak dijumpai
pembayaran ganti rugi dilakukan pada orang yang sebenarnya tidak berhak, yang akhirnya menimnbulkan sengketa.
45
Konflik juga terjadi antara pemerintah dengan rakyat atau antara rakyat dengan pihak swasta yang membutuhkan tanah, disebabkan karena kurangnya koordinasi antara instansi yang
terkait di bidang pertanahan. Misalnya, tidak adanya sinkronisasi antar suatu sektor dengan sektor lainnya. Banyak sekali peraturan-peraturan yang tidak berjalan, ataupun saling
bertabrakan dengan peraturan lain. Sebagai contoh dapat kita ajukan Undang-undang No 2 Tahun 1961, yang mengatur tentang Pencabutan Hak Tanah oleh Pemerintah Untuk
Kepentingan Umum. Undang-undang ini sangat sederhana dan setelah diundangkan tahun 1961, praktis undang-undang ini tidak pernah “in action” artinya belum pernah dipergunakan
untuk pencabutan hak atas tanah. Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah
untuk keperluan pemerintah maupun swasta dalam praktek, pelaksanaan peraturan tersebut belum berjalan sesuai dengan isi dan jiwa dari ketentuan-ketentuannya. Sehingga, pada satu
pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah, tidak mendapat perlindungan hukum. Sedangkan dari pemerintah atau pihak yang memerlukan tanah juga
mengalami kesulitan-kesulitan dalam memperoleh tanah untuk membangun proyeknya, Secara
45
Amir syamsuddin, Beberapa Masalah Yang Menjadi Penyebab Sengketa Tanah, Jakarta,Sari Pan Pacific Hotel, 1995, hal. 9
.
Universitas Sumatera Utara
60
faktual pelaksanaan pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum bernuansa konflik, baik dari sudut peraturan dan pradigma hukum yang berbeda antara
masyarakat dengan penguasapemerintah serta penerapan hukum dari para hakim sangat bernuansa faham posotivis yang mengabaikan kaedah-kaedah sosial dan kebiasaan serta moral
yang hidup dalam masyarakat.
46
C. Tata Cara Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum