Umur Orangtua Kelainan Genetik

3. Umur Orangtua

Berbagai hipotesis telah dikemukakan untuk menghitung penurunan kualitas reproductive outcome dengan semakin bertambahnya usia orangtua. Pada perempuan telah diketahui adanya hubungan antara pertambahan usia dengan peningkatan abnormalitas kromosom. Selain itu, suatu penelitian menunjukkan adanya efek peningkatan usia terhadap kualitas oocyte dan uterus senescence . Elise and Patrick, 2002 Suatu studi yang dilakukan menggunakan metode fluorescence in-situ hybridization , dibuktikan bahwa pada ayah yang lebih tua ≥ 50 tahun, lebih berisiko memiliki keturunan aneuploid, daripada ayah yang lebih muda 30 tahun. Selain itu, berdasarkan suatu penelitian yang baru-baru ini dilakukan dengan membandingkan antara kelompok laki-laki berusia 23-39 tahun dengan kelompok laki-laki berusia 59-74 tahun, ditarik kesimpulan bahwa pada kelompok laki-laki dengan usia lebih tua mengalami aberasi kromosom sperma lebih besar daripada kelompok laki- laki dengan usia lebih muda. Elise and Patrick, 2002 Hasil-hasil penelitian inilah yang memunculkan dugaan terjadinya peningkatan birth defect pada keturunan ayah yang berusia tua. Batas usia paternal yang berisiko mengalami penurunan kualitas produksi cairan semen adalah sekitar 40 tahun. McIntosh et al ., 1995 Risiko terjadinya birth defect pada keturunan selanjutnya akan meningkat apabila ayah berusia tua, memiliki keturunan dengan ibu yang berusia tua pula dihubungkan dengan fertilisasi dengan oocyte tua. Namun, hal ini masih menjadi perdebatan. Gray et el ., 1995

4. Kelainan Genetik

Faktor genetik memiliki sebagian peranan dalam menyebabkan CP, baik berperan sebagai bagian dalam multi causal pathway maupun sebagai satu–satunya penyebab. Pada suatu kebudayaan atau suatu daerah yang terisolasi, dimana perkawinan sedarah cosanguinous merupakan hal yang biasa, maka genetik dapat muncul sebagai penyebab CP. Suatu studi melaporkan bahwa apabila dalam keluarga terdapat penderita CP, kemungkinan untuk terjadi CP lagi lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Ketika melibatkan variabel kelahiran kembar, jika salah satu meninggal baik di dalam rahim maupun setelah dilahirkan, maka kemungkinan terjadinya CP yang kedua meningkat, baik pada kembar identik atau tidak. Bila diperkirakan kedua anak kembar berjenis kelamin sama, monochorionicity merupakan faktor yang meningkatkan kemungkinan kedua bayi tersebut menderita CP. Stanley et al ., 2000

5. Status Sosial Ekonomi