terdapat banyak perokok yang memulai kebiasaanya kurang dari masa yang diperlukan untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
5.6. Hubungan Masa Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Proses
Press- Packing
Pada penelitian ini didapatkan bahwa dari 19 pekerja terdapat 1orang 12,5 dengan masa kerja
≤ 7 tahun mengalami gangguan fungsi paru dan 3 orang 27,3
dengan masa kerja 7 tahun terdapat mengalami gangguan fungsi paru. Analisa bivariat juga menunjukan hasil uji signifikansi, dimana tidak ada hubungan yang
signifikan antara masa bekerja dengan fungsi paru. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p = 1,000 p 0,05. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Khumaidah 2009 bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p = 0,444. Demikian juga hasil penelitian Sardjanto 2010 didapatkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja dan gangguan fungsi paru dengan nilai p = 0,354 p 0,05.
Menurut Suma‟mur 2009 bahwa masa kerja menentukan lama paparan seseorang terhadap faktor risiko yaitu debu kayu. Semakin lama masa kerja seseorang
kemungkinan besar orang tersebut mempunyai risiko yang besar terkena penyakit paru. Hal ini menujukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
lama pula waktu terjadi paparan terhadap debu kayu tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aditama 2006 menyatakan bahwa pada pekerja yang berada di
Universitas Sumatra Utara
lingkungan dengan konsentrasi debu yang tinggi dalam waktu yang lama 10 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan fungsi paru obstruktif. Masa kerja
mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi saluran pernafasan pada pekerja industri yang berdebu sejak mulai mempunyai masa kerja 5
tahun Hyatt, 2006. Menurut hasil penelitian Suryanta 2009 dalam Sardjanto 2010,
menyebutkan bahwa masa kerja tidak mempunyai hubungan langsung terhadap terjadinya gangguan pernafasan tetapi dapat menjadi faktor risiko terjadinya
gangguan fungsi pernafasan. Keadaan ini disebabkan oleh karena variabel masa kerja tidak secara langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk memengaruhi gangguan
pernafasan, sehingga memerlukan variabel lain untuk bersama-sama mempengaruhi gangguan fungsi pernafasan. Kemungkinan lain yaitu debu yang terhirup
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menimbulkan gangguan pernafasan, karena setiap jenis debu organik maupun anorganik sampai menimbulkan
gangguan pernafasan mempunyai jangka waktu berbeda, tergantung konsentrasi atau kadar serta ukuran debu tersebut dan hal lain kemungkinan adalah adanya kerentanan
pekerja terhadap pollutan. Sesuai dengan prinsip di atas maka masa kerja tidak dapat berdiri sendiri sebagai faktor risiko atas terjadinya gangguan fungsi paru.
Universitas Sumatra Utara
5.7. Hubungan Pemakaian APD dengan Fungsi Paru Pekerja Proses