tahun awal proyek telah disusun berdasarkan asumsi-asumsi yang terlalu optimistis. Sehingga, jika bank tidak melakukan penyesuaian asumsi
dikhawatirkan kreditnya menjadi bermasalah. Mengamati kendala diatas, wajar bila akhirnya perbankan memberikan
persyaratan kredit yang cukup ketat. Implikasinya, walaupun kredit disetujui, investor debitor akan tetap kesulitan mencairkan kredit itu. Dengan demikian,
tidak ada artinya kredit disetujui perbankan, kalau proyek tetap gagal direalisasikan.
IV.6 Upaya Mengatasi Kendala Pendanaan
Dalam upaya mempercepat pembangunan jalan, telah dilakukan reformasi peraturan perundang-undangan melalui UU 382004 terutama pengaturan
wewenang peyelengaraan jalan tol oleh Badan Pengatur Jalan Tol BPJT; operator jalan tol lebih dibuka pada BUMN, BUMD atau BUMS; ruas jalan tol,
tarif dan penyesuaiaanya dilakukan Menteri PU; dilakukan pelelangan secara terbuka dan transparan, serta diterbitkan Rencana Induk Jaringan Jalan Tol
sebagai acuan investasi. Serta dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur, yang menjelaskan syarat-syarat suatu proyek dapat dilakukan dengan metode pembiayaan Public Private Partnership
. Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk mengatasi
masalah tersebut antara lain, membentuk Badan Pengatur Jalan Tol BPJT
Universitas Sumatera Utara
sebagai institusi pemerintah yang khusus menangani penyelengaraan jalan tol serta menyiapkan kerangka administrasi yang transparan dan efektif.
Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan dan Permen PU No. 259PRTM2005 tentang BPJT berperan sebagai bahan regulator yang
berkedudukan di bawah Menteri PU dan bertindak atas nama pemerintah, sedangkan PT.Jasa Marga tetap sebagai BUMN yang mempunyai peran tunggal
sebagai operator, sehingga tidak terjadi dwifungsi dalam satu institusi pemerintah. Dengan ini diharapkan peyelenggaraan jalan tol dapat mengalami peningkatan.
IV.6.1 Pembebasan Lahan Jalan Tol
Pembebasan lahan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi jadwal waktu konstruksi dan dimulainya pengoperasian suatu proyek jalan tol
baru. Mundurnya pelaksanaan proyek akibat masalah pembebasan lahan
mengakibatkan naiknya biaya konstruksi dan hilangya potensi pendapatan.
Pembebasan lahan dapat dilakukan setelah diselesaikannya studi kelayakan. Pembebasan lahan dilakukan dengan pembentukan Tim Pengadaan
Tanah yang dibentuk oleh Menteri Pekerjaan Umum atas nama Pemerintah. Tim Pengadaan tanah selanjutnya akan berkoordinasi dengan Pemerintah daerah
melakukan negosiasi dengan pemilik lahan. Pemerintah bertanggung-jawab untuk menentukan besarnya nilai kompensasi yang harus dibayarkan kepada pemilik
lahan sebagai pengganti pelepasan lahan yang dimilikinya yang kemudian diserahkan kepada Pemerintah untuk kepentingan pembangunan proyek jalan tol.
Dibawah ini merupakan persentase kepemilikan lahan jalan tol Medan- Kualanamu-Tebing tinggi dalam diperlihatkan dalam tabel dan gambar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel IV.2 Persentase Kepemilikan Lahan Jalan Tol Medan – Kuala Namu -
Tinggi
No Nama Perusahaan
Total Luas Ha Jumlah
1 PTPN II
69,25 15,80
2 PTPN III
56,74 12,95
3 PTPN IV
16,08 3,67
4 PT.Lonsum
34,71 7,92
5 Lahan Masyarakat
222,17 50,70
6 PT. Indah Poentjan Kbn.Deli Muda
30,01 6,85
7 PT.Socfin Indonesia
6,81 1,55
8 Departemen PU Tol Belmera
2,92 0,67
T O T A L 438,17
100
Grafik IV.1 Persentase Kepemilikan Lahan Jalan Tol Medan – Kuala Namu - Tinggi
15.79 12.93
4 7.91
50.64 6.84
1.55 0.67
PTPN II PTPN III
PTPN IV PT.Lonsum
Lahan Masyarakat PT. Indah Poentjan Kbn.Deli
Muda PT.Socfin Indonesia
Departemen PU Tol Belmera
Universitas Sumatera Utara
Pembebasan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan dana yang disediakan oleh pemerintah BLU atau oleh pemegang hak pengusahaan jalan tol.
Pemerintah menyediakan dana bergulir untuk pembebasan lahan yang harus dibayar kembali oleh pemegang hak pengusahaan jalan tol segera setelah satu
bagian segmen jalan tol diserahkan untuk dapat dibangun. Untuk tender jalan tol di masa mendatang, Perseroan berharap Pemerintah dapat menyetujui usulan
bahwa nilai kompensasi yang harus dibayarkan kepada pemilik lahan dibatasi sampai dengan 110 dan besarnya biaya yang telah dicantumkan dalam anggaran
pemegang hak pengusahaan jalan tol. Tabel dibawah menunjukkan biaya ganti rugi untuk pemakaian lahan jalan tol.
Tabel IV.3 Estimasi Biaya Ganti Rugi
No Kegiatan kepemilikan
Kuantitas Tanah
Rp Tanaman
Rp Total
Rp
Tanah Tanaman
1 PTPN II
A. Deli Serdang 399,728
4,286 5,596,192,000
1,003,160,000 6,599,352,000
B. Serdang Bedagai 292,768
3,090 2,093,291,200
726,150,000 2,819,441,200
2 PTPN II
A. Tanah Raja IIC 90,343
1,396 903,430,000
328,060,000 1,231,490,000
B. Tanah Raja Trase 103,395
11,975 739,274,250
930,505,000 1,669,779,250
C. Kebun Rambutan 373,698
822 3,736,980,000
207,270,000 3,944,250,000
3 PTPN IV
160,792 2,493
1,149,662,800 21,514,000
1,171,176,800 T O T A L
1,420,724 24,062
14,218,830,250 3,216,659,000
17,435,489,250
Masalah dalam pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur jalan tol ini disebabkan oleh:
1. Pembebasan lahan dilakukan dengan azas musyawarah sesuai Perpres
362005, hal ini dimanfaatkan pemilik lahan untuk mengajukan harga yang tidak wajar.
2. Ketidaksepakatan hargahanya bisa diselesaikan melalui pencabutan hak
oleh Presiden sesuai UU 201961 yang memakan waktu sangat lama dan
Universitas Sumatera Utara
secara politis sulit diterima, sehingga proses negosiasi menjadi berlarut- larut karena posisi tawaran dari pemilik lahan tanah yang sangat sulit.
3. Adanya spekulan yang memanfaatkan situasi ini dengan memborong tanah
pemilik asli dengan harga yang rendah kemudian mengajukan harga yang tinggi diatas kewajaran kepada Pemerintah.
4. Tumpang tindih kepemilikan karena surat -surat ganda baik asli maupun
palsu 5.
tidak jelasnya batas tanggung jawab antara panitia, Tim Pembebasan Lahan dan penyedia dana dimana sering sekali penyedia dana menjadi
korban apabila terjadi masalah. Upaya dalam mengatasi kendala pembebasan lahan dalam pembangunan
jalan tol dapat dilakukan dengan: 1.
Proses penyusunan dan penetapan Right of Way Plan ROW Plan yang harus dilakukan secara rahasia. ROW Plan segera diikuti penetapan
koridor oleh BupatiWalikota atau Gubernur sehingga jual beli dalam koridor dapat segera di Freeze sesuai Perpres 362005
2. Menggunakan Lembaga Penilaian Independen yang ditunjuk oleh Panitia
dan disepakati oleh wakil pemilik untuk menetapkan harga tanah yang wajar, sebagai acuan negosiasi.
3. Disarankan adanya surat Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang
Perpu yang memungkinkan pekerjaan konstruksi infrastruktur dilaksanakan meskipun belum tercapai kesepakatan harga. Namun pemilik
tetap memiliki hak untuk mengajukan kompensasi yang wajar, bila perlu sampai ke Pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
4. Perpu diikuti dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 20 Tahun
1961 mengenai mekanisme pencabutan hak dengan mengakomodir substansi dalam point 3
5. Untuk lebih fokus pada sasaran pembebasan lahan agar dibentuk suatu
Task Force khusus yang dikoordinir oleh Badan Pertanahan Nasional setempat dengan anggota sari Dep. PU, Pemda dan aparat hukum terkait.
Task force memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan pembayaran kepada pemilik lahan yang sah
6. Sebelum proses pembebasan lahan, perlu ditetapkan suatu mekanisme
baku antara Pemerintah dan penyedia dana yang mengatur: 7.
Batas atas harga tanah land capping 8.
Jadwal dan anggaran pembebasan lahan 9.
Kepastian keterbatasan dana investor melalui pembentukan rekening khusus dana tanah oleh investor yang besarnya senantiasa sama dengan
nilai tanah yang telah dibebaskan mirror account
IV.6.2 Upaya Mengatasi Kendala Pendanaan Pembangunan Jalan Tol
Dalam melakukan pemdanaan pembangunan infrastruktur, pemerintah telah melakukan beberapa langkah penting seperti yang telah dijabarkan oleh
Kantor Menteri Perekonomian ISEI, 2005: 1.
Reformasi Pengaturan Infrastruktur. Dalam hal ini berbagai kebijakan mengenai infrastruktur diperbaharui sehingga pada prinsipnya meliputi:
a. Peningkatan kembali peran swasta dalam pembangunan infrastruktur
sebaiknya hanya untuk infrastruktur yang commercially viable.
Universitas Sumatera Utara
sedangkan Pemerintah lebih terfokus pada infrastruktur dasar dan non_commercially viable tetapi economically feasible seperti jalan
desa dan irigasi. Pemerintah sedang berupaya untuk merevisi Kepres No.7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Swasta dalam Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur. Namun sejauh ini hasil akhir revisi Kepres tersebut belum ditetapkan.
b. Mengakomodasi peran daerah. Sejak diterapkannya kebijakan
otonomi daerah mulai 1 Januari 2001, Pemerintahan daerah seharusnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam
menetapkan arah pembangunannya, termasuk dalam pembangunan infrastruktur. Dengan semakin luasnya peran daerah dalam
pembangunan infrastruktur memungkinkan daerah membangun infrastrukturnya sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
c. Penyediaan infrastruktur terbuka bagi BUMNBUMD, Badan Usaha
swasta, Masyarakat, Koperasi dan lembaga berbadan hukum. Dengan terlibatnya peran swasta dan institusi lain dalam penyediaan
infrastruktur diharapkan terjadi kompetisi yang pada akhirnya penyediaan infrastruktur tersebut dapat efisien.
d. Pengaturan tarif bagi infrastruktur yang disediakan oleh swasta.
Kerangka pengaturan tarif yang jelas akan mendorong swasta untuk melakukan investasi dalam penyediaan infrastruktur. Tarif ditentukan
berdasarkan atas azaz pemulihan biaya untuk infrastruktur yang menciptakan penghasilanpemasukan. Tarif ditetapkan dengan kontrak
Universitas Sumatera Utara
guna member kepastian atas arus penerimaan dan mengurangi resiko atas proyek.
e. Pemisahan peran operator dan regulator. Disamping dibukanya
kesempatan penyediaan infrastruktur oleh swasta dan institusi lain, peningkatan efisiensi penyediaan infrastruktur juga dapat dilakukan
dengan memisahkan peran operator dan regulator. Disamping itu diperlukan Badan Pengatur yang independen sehingga kepentingan
public terlindungi dan sikap adil terhadap investor sehingga prinsip komersial dapat dijaga.
f. Memperkenankan
prinsip pemisahan pelayanan. dengan diberlakukanya prinsip unbunding, penyelenggaraan infrastruktur dari
hulu ke hilir tidak dilakukan oleh satu institusi, sehingga memungkinkan efisiensi pelayanan.
2. Implementasi Undang-undang Jalan, Undang-undang Perhubungan dan
Pengaturan Pembebasan Tanah untuk kepentingan pembangunan infrastruktur. Sejauh ini, pemerintah telah melakukan Reformasi di bidang
pengaturan regulasi mengenai jalan umum dengan merevisi Undang- undang No. 131980 tentang Jalan yang ditetapkan dalam Undang-undang
No. 382004. Selain merevisi regulasi tentang jalan umum, Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah No.152005 tentang Jalan Tol.
Dalam hal pembebasan tanah, Pemerintah telah menetapkan Perpres No. 362005.
3. Membuat prioritas proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan. Mengingat
keterbatasn dana dalam pembangunan infrastruktur, maka perlu penajaman
Universitas Sumatera Utara
prioritas proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan. Permasalahan- permasalahan dalam pembangunan infrastruktur yang terjadi selama ini
hendaknya diselesaikan tanpa harus mengganggu pelaksanaan prioritas pembangunan infrastruktur.
Saat ini merupakan kesempatan bagi bank-bank pemerintah untuk mengoptimalisasi pendanaan kepada sector infrastruktur khususnya jalan tol.
Karena saat ini pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol BPJT telah memiliki rambu-rambu yang juga cukup ketat seperti sejumlah persyaratan yang
mewajibkan pemenang konsesi melakukan setoran jaminan proyek 1 dari nilai proyek dan pembebasan tanah 5 dari nilai pembebasan tanah serta tersedianya
pembiayaan sendiri dan bank.
IV.6.3 Aspek Resiko dalam Pendanaan Pembangunan Jalan Tol
Departemen Pekerjaan Umum saat ini tangah menunggu persetujuan Departemen Keuangan mengenai revisi Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol PPJT
yang memasukkan pembagian resiko antara Pemerintah dan investor. Perbaikan terhadap PPJT tersebut dilakukan karena PPJT yang lama dinilai hanya
membebankan resiko terhadap investor sehingga investor masih enggan berinvestasi di bidang jalan tol. Saat ini usulab kontrak baru sedan dan masih
dipelajari oleh Menteri Keuangan karena ada pasal yang mengatur resiko jika terjadi default tidak hanya investor yang menanggung resiko tetapi juga
pemerintah. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pembebasan Tanah Bagi Kepentingan Umum, masalah
Universitas Sumatera Utara
pembebasan tanah masih menjadi resiko terbesar bagi investor. Bisa saja sebuah proyek tol terhenti bertahun-tahun hanya karena sebidang tanah yang tidak dapat
dibebaskan karena pemilik tanah tidak mau atau menetapkan haraga terlalu tinggi dari NJOP. Hal tersebut membuat investor khawatir karena investasi yang
ditanamkan pada bidang ini cukup besar. Di dalam kontrak yang baru, jika harga tanahnya naik maka kenaikannya akan menjadi tanggung jawab pemerintah juga
apabila masa pembebasan tanahnya melebihi jadwal maka pemerintah juga akan memberikan ganti rugi kepada investor.
IV.6.4 Peran Pemerintah dalam Mengatasi Kendala Pendanaan
Faktor teknis dan lapangan harus diatasi di awali dengan proses pembebasan tanah. Begitu pembebasan tanah selesai tentunya pengerjaan
konstruksi harus pula di control dengan baik. Peran bank dan project controller disini sangat penting untuk memastikan kualitas pengerjaan konstruksi.
Kenyataan yang ada, Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa Negara yang memulai pembangunan jalan tol jauh setelah Indonesia memulai
membangun tol pertama. Ketertinggalan membutuhkan upaya yang penuh terobosan dan keberanian
dari berbagai kalangan tidak saja pemerintah tetapi juga swasta serta perbankan khususnya bank pemerintah. Disadari jumlah pemain swasta dalam
pengembangan tol tidaklah banyak, namun dengan risiko intern yang ada tentunya pihak swasta yang terjun ke bisnis jalan tol telah menimbang masak-masak
untung atau ruginya.
Universitas Sumatera Utara
IV.7 Implementasi dalam Kasus Jalan Tol Tanjung Morawa-Tebing Tinggi