pekerjaan proyek tersebut. apakah menguntungkan atau tidak. Hal ini dapat kita simpulkan dari rencana pengeluaran atau investasi, semua biaya yang diperlukan
selama masa pengerjaan proyek mulai dari pembebasan lahan, biaya konstruksi, biaya design sampai pemeliharaan. Setelah itu dapat kita perhitungkan berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali modal atau bahkan memperoleh keuntungan. Dapat dipelajari mengenai keuntungan yang didapat dari suatu
proyek PPP, mis. bandara, jalan tol, pelabuhan tanpa mengeluarkan biaya secara penuh.
II.3 Permasalahan Yang Terjadi Pada Kerjasama PPP
II.3.1 Negara-Negara berkembang
Argentina: Jalan tol program konsesi dialihkan ke operator swasta sepertiga dari sistem jalan antar kota dan sebagian besar jalan akses ke Buenos
Aires. Masalah utama adalah kompleks penawaran kriteria dan aturan untuk renegosiasi kontrak; angka waktu periode konsesi; respon publik negatif; perlunya
hukum yang jelas dan peraturan rezim, dan pentingnya lembaga. China: Perkiraan lebih dari 70 persen perkiraan peningkatan lalu lintas di
1994-2000 telah memicu pembangunan 130.000 km jalan baru pada tahun 2000, yang membutuhkan lebih dari US 150 miliar investasi.Meskipun tetap ada
kekurangan substansial dalam pembiayaan untuk implementasi, Cina telah meletakkan dasar untuk substansial yang panjang. Masalah sektor swasta adalah:
memanfaatkan aset yang ada untuk jalan raya dana baru di pasar modal; perlunya peraturan hukum dan lingkungan kondusif untuk pembiayaan swasta untuk jalan
raya tol baru; kebutuhan kapasitas kelembagaan yang memadai dan kompensasi
Universitas Sumatera Utara
atas pembebasan tanah dan pemukiman kembali; kredit dan komitmem dari entitas publik; perlukan untuk mengisi formulir yang fleksibel perusahaan proyek
dalam rangka memfasilitasi; investasi asing, dan kebutuhan akan prosedur kontrak transparan.
Perancis: Pembangunan jalan-kinerja tinggi di Perancis dapat dibagi menjadi empat fase. Pada tahap pertama, 1955-69, Perancis membuat komitmen
untuk penggunaan tol untuk konstruksi jalan raya pembiayaan oleh perusahaan- perusahaan publik. Tahap kedua, salah satu liberalisasi dan privatisasi,
berlangsung 1969-1981. Tahap ketiga, dari tahun 1982 sampai 1993, melibatkan manajemen krisis melalui pengambilalihan negara dan sistem nasional subsidi
silang. Tahap saat ini, dimulai pada tahun 1993, merupakan salah satu kesepakatan dan perencanaan konsolidasi dalam sektor publik. Masalah utama
adalah: keuntungan relatif dan kekurangan pembiayaan motorway melalui subsidi silang, keuntungan relatif dan kekurangan pembiayaan tol jalan raya; efisiensi
konsesi swasta untuk jalan bebas hambatan; dilema mengatur tarif tol dari pemegang konsesi; pentingnya menjaga terhadap potensi konflik kepentingan
ketika perusahaan konstruksi berpartisipasi dalam konsesi; dan relatif kemampuan perusahaan swasta dan publik untuk mengambil pertimbangan lingkungan ke
rekening.
II.3.2 Di Indonesia
Pelaksanaan proyek KPS di Indonesia dimulai sejak awal tahun 1990-an sampai dengan akhir tahun 1997. Proyek KPS yang dilakukan antara lain dalam
bidang listrik, telekomunikasi dan transportasi. Penyelenggaraan proyek KPS
Universitas Sumatera Utara
pada periode ini belum tertata dengan baik. Kelemahan-kelemahan yang ada pada proyek KPS ini antara lain karena kurangnya reformasi struktural, peraturan yang
kurang mendukung, kurangnya persaingan serta kurangnya perhatian pada aspek governance dalam pengadaan proyek KPS.
Selanjutnya, dalam rangka penataan terhadap proyek KPS, Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 1998 tentang Kerjasama antara
Pemerintah dan Perusahaan Swasta dalam Pembangunan danatau Pengelolaan Infrastruktur Keppres 71998. Keppres ini dibuat dalam rangka perbaikan
governance dari proyek, terutama pada aspek keterbukaan dan persaingan, serta perlindungan pada kepentingan investor dan konsumen. Agar proyek dapat
memberikan manfaat yang optimal greater value for money, Keppres mengatur bagaimana proyek KPS harus dijalankan serta menetapkan mekanisme
pemantauan atas proyek-proyek tersebut. Selain untuk menciptakan iklim investasi untuk mendorong keikutsertaan
badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat, Perpres 672005 dibentuk untuk menciptakan keseimbangan yang adil
antara kepentingan konsumen, masyarakat dan badan usaha. Perpres tersebut menetapkan mekanisme yang memungkinkan terciptanya keseimbangan tersebut.
Prepres menetapkan mekanisme pelelangan yang akan menciptakan persaingan yang sehat dan menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan efisien. Sedangkan
dari kepentingan Badan Usaha, Perpres memberikan insentif kepada swasta serta memberikan kepastian pengembalian investasi.
Badan Usaha yang dapat bekerjasama dengan Pemerintah adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas PT, Badan Usaha Milik Negara
Universitas Sumatera Utara
BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD, dan koperasi. Perpres ini memperluas definisi badan usaha. Keppres 798 hanya mencakup badan usaha
swasta yang berbentuk badan hukum Indonesia. Sehingga, saat ini, BUMN, BUMD dan koperasi dapat berpartisipasi dalam pengadaan infrastruktur.
Partisipasi sektor swasta atau disebut ‘Badan Usaha’ dalam Perpres dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu ‘Perjanjian Kerjasama’ Konsesi atau ’Izin
Pengusahaan’ Lisensi. Dalam perjanjian kerjasama, MenteriKepala LembagaKepala Daerah mengadakan perjanjian tertulis dengan Badan Usaha
untuk menyediakan infrastruktur melalui pelelangan umum. Sedangkan Izin pengusahaan ditetapkan melalui pelelangan izin auction dan dilakukan apabila
penguraian unbundling infrastruktur dan jasa pelayanan tidak mungkin atau sulit dilaksanakan, misalnya pada sektor telekomunikasi, pemipaan minyak dan gas,
dan transmisi tenaga listrik. Kerjasama penyediaan infrastruktur dilakukan antara MenteriKepala
LembagaKepala Daerah dan Badan Usaha. Kedua belah pihak ini menentukan bentuk kerjasama yang akan dilakukan, apakah melalui perjanjian kerjasama atau
izin pengusahaan. Dalam melakukan kerjasama ini para pihak harus memperhatikan prinsip-prinsip: adil, terbuka, transparan, bersaing, bertanggung-
gugat, saling menguntungkan, saling membutuhkan serta saling mendukung.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN