Elemen-elemen Dasar Semiotika Ruang Lingkup Tentang Semiotika

22 berubah. Dengan demikian tanda bersifat statis, umum, lugas dan obyektif. 2 Lambang Lambang adalah sesuatu yang mengantarkan pemahaman si subyek kepada obyek. Suatu lambang biasanya selalu dikaitkan dengan tanda-tanda yang secara kultural, situasional, dan kondisional mengacu pada pengertian tertentu. Lambang kebanggaan negara berupa bendera. Warna pada bendera tersebut mempunyai makna sesuai dengan kultur, situasi, dan kondisi. Lambang bagi Peirce merupakan bagian dari tanda. Setiap lambang adalah tanda dan tidak setiap tanda itu sebagai lambang. Adakalanya tanda dapat menjadi lambang secara keseluruhan yaitu dalam bahasa. Sebagai sistem tanda yang arbiter, setiap tanda dalam bahasa merupakan lambang. Puisi sebagai karya dengan medium bahasa di dalamnya terdapat lambang yang berupa bunyi, baik vokal maupun konsonan yang menyiratkan makna tertentu. 3 Isyarat Isyarat merupakan hal atau keadaan yang diberikan oleh si subyek kepada obyek. Isyarat bersifat temporal karena subyek berbuat sesuatu untuk memberitahukan kepada obyek pada saat tertentu. Isyarat jika ditangguhkan akan menjadi tanda atau perlambang. Dalam puisi isyarat telah menjadi tanda atau perlambang. Hal itu terjadi karena puisi merupakan hasil reduksi isyarat pada 23 diri penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan pada waktu lain. Bagi Peirce tanda mempunyai dua tataran, yakni tataran kebahasaan dan tataran mitis. Tataran kebahasaan merupakan tanda yang acuan maknanya mantap. Karena itu, tataran ini petandanya sebagai makna lugas. Sedangkan tataran mitis penafsir harus menemukan makna yang terdapat di dalamnya karena pada tataran ini kata bermakna kias, majas, figuratif, subyektif, dan makna- makna sertaan lainnya. 14 b. Aksi Tanda Di dalam konteks strukturalisme bahasa, tanda tidak dapat dilihat hanya secara individu, tetapi dalam relasi dan kombinasinya dengan tanda-tanda lainnya di dalam sebuah sistem. Analisis tanda berdasarkan sistem atau kombinasi yang lebih besar ini kalimat, buku, kitab melibatkan apa yang disebut aturan pengkombinasian rule of combination, yang terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatic paradigmatic, yaitu pembendahraan tanda atau kata Cara pengkombinasiaan tanda-tanda biasanya dilandasi oleh kode code tertentu yang berlaku di dalam sebuah komunitas bahasa. “Kode” adalah seperangkat aturan atau konvensi bersama yang didalamnya tanda-tanda dapat dikombinasikan sehingga memungkinkan pesan dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lain. “Kode” menurut Umberto Eco, di dalam A Theory of Semiotics , adalah “aturan yang 14 Chaer, A. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, h.44. 24 menghasilkan tanda-tanda sebagai penampilan kongkretnya didalam hubungan komunikasi”. 15 c. Tingkatan Tanda Cara pengkombinasian tanda serta aturan yang melandasinya memungkinkan untuk dihasilkannya makna sebuah teks. Oleh karena hubungan antara sebuah penanda dan petanda bukanlah terbentuk secara alamiah. Melainkan hubungan yang terbentuk berdasarkan konvensi. Maka sebuah penanda pada dasarnya membuka berbagai peluang petanda atau makna. d. Relasi Antar tanda Selain kombinasi tanda, analisis semiotika juga berupaya mengungkap interaksi di antara tanda-tanda. Meskipun bentuk interkasi di antara tanda-tanda ini sangat terbuka luas, tetapi ada dua bentuk interaksi utama yang dikenal, yaitu metafora metaphor dan metonimi metonymy. “Metafora” adalah sebuah model interaksi tanda, yang didalamnya sebuah tanda dari sebuah sistem digunakan untuk menjelaskan makna untuk sebuah sistem yang lainnya. Misalnya penggunaan metafora „kepala batu’ untuk menjelaskan seseorang yang tidak mau diubah pikirannya. Metafora merupakan sebuah 15 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya 2004, h.94. 25 kecenderungan yang kini banyak digunakan di dalam berbagai desain produk dan desain komunikasi visual. 16 “Metonim” adalah interaksi tanda, yang didalamnya sebuah tanda diasosiasikan dengan tanda lain, yang didalamnya terdapat hubungan bagian part dengan keseluruhan whole. Misalnya, tanda botol bagian untuk mewakili „pemabuk’ total. Untuk menjelaskan makna-makna secara tidak langsung.

3. Teori Semiotika

Roland Barthes adalah salah seorang pakar ahli semiotika dari perancis yang membahas strukturalisme kepada semiotika teks dan mengembangkan dua tingkatan pertandaan staggered systems, yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi denotation dan konotasi connotation. Roland Barthes menggambarkan kekuatan penggunaan semiotika untuk membongkar struktur makna yang tersembunyi dalam gambar film, pertunjukan dan konsep-konsep umum. Secara historis tokoh yang lahir dan dibesarkan di sebelah Barat Daya Prancis ini sering disebut sebagai penerus dari teori Saussurean. Barthes mengembangkan sebuah model relasi antara apa yang disebut sistem, yaitu pembendaharaan tanda kata, visual, gambar, benda dan sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu. 17 Selain itu Barthes pada tahun 1950-an menarik perhatian dengan telaahnya tentang media dan budaya pop menggunakan semiotika sebagai alat teoritisnya. Tujuan utamanya 16 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya 2004, h.95. 17 Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna,Yogyakarta: Jalasutra, 2003h.303. 26 ialah mempelajari bagaimana media massa menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri. Seperti : 1 apa yang dimaksudkan atau dipresentasikan oleh sesuatu; 2 bagaimana makna itu digambarkan; dan 3 mengapa ia memiliki makna sebagaimana ia tampil. 18 Penjelasnnya seperti berikut : a. “Denotasi” adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi denotative meaning, dalam hal ini, adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah Soeharto berarti wajah Soeharto yang sesungguhnya. Denotasi adalah tanda yang penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi. 19 b. “Konotasi” adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Ia menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan. Misalnya, tanda bunga mengkonotasikan „kasih sayang’ atau tanda tengkorak mengkonotasikan „bahaya’. Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisit,tersembunyi, yang disebut makna konotatif connotativ meaning. 20 18 Marcel Danesi, Semiotika Media, Yogyakarta, Jalasutra : 2010, h.34-35. 19 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya 2004, h.94. 20 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, h.94. 27 c. “Mitos” dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut dengan “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Jadi mitos adalah suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos atau singkatnya mitos merupakan suatu kejadian yang terjadi berulang-ulang disuatu kelompok masyarakat sehingga diakui sebagai kebudayaan yang ada didalam masyarakat tersebut. 21 Bagi Barthes, Faktor penting dalam konotasi adalah penandaan dalam tatanan pertama. Penanda tatanan pertama merupakan tanda konotasi. Lewat unsur verbal dan non verbal, diperoleh dua tingkatan makna, yakni makna denotativ yang didapat pada semiosis tingkat pertama dan makna konotatif yang didapat dari semiosis tingkat berikutnya. Pendekatan semiotik terletak pada tingkat kedua atau tingkat signified, makna pesan dapat dipahami secara utuh. Dalam pemahaman Barthes semiotika adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial. 22 Bagi Barthes, mitos adalah sistem semiologis urutan kedua atau metabahasa. Mitos adalah bahasa kedua yang berbicara tentang bahasa tingkat pertama penanda dan petanda yang membentuk makna denotatif menjadi penanda pada urutan kedua pada makna mitologis konotatif. 23 21 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, h.95. 22 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: JALASUTRA 2009, h.15. 23 Tommy Christomy, Semiotika Budaya, h.94-95.