Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria yang dikemukakan Suherman 2003:170 sebagai berikut :
Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran Interpretasi
IK=0,00 Soal terlalu sukar
0,00IK ≤ 0,30
Soal sukar 0,30IK
≤ 0,70 Soal sedang
0,70IK ≤ 1,00
Soal mudah IK
= 1,00 Soal terlalu mudah
Hasil perhitungan tingkat kesukaran digunakan Anates Versi 4.0, diperoleh tingkat kesukaran tiap item soal tes kemampuan komunikasi matematis dan
kemampuan pemecahan masalah matematis terangkum dalam Tabel 3.8 dan Tabel 3.9 berikut ini. Hasil perhitungan secara lengkapnya dapa dilihat pada lampiran
B.2.
Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Item Soal Komunikasi Matematis
No. Soal Tingkat Kesukaran
Interpretasi 1
40,63 Soal sedang
2 45,31
Soal sedang 3
93,75 Soal mudah
Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Item Soal Pemecahan Masalah Matematis
No. Soal Tingkat Kesukaran
Interpretasi 1
26,56 Soal Sukar
2 46,88
Soal Sedang 3
39,06 Soal Sedang
Tingkat kesukaran untuk item soal kemampuan komunikasi matematis dua soal termasuk dalam kategori sedang yaitu soal nomor 1 dan 2, dan satu soal
termasuk dalam kategori mudah yaitu soal nomor 3. Soal nomor 3 yang termasuk soal mudah, peneliti melakukan penggantian soal, karena pada umumnya siswa
mampu menjawab soal tersebut, sedangkan soal lainnya sudah layak untuk digunakan dalam penelitian.
Tingkat kesukaran untuk kemampuan pemecahan masalah matematis soal nomor 1 termasuk dalam kategori sukar. Untuk soal nomor 2 dan 3 termasuk
dalam kategori soal sedang, pada soal ini sudah layak untuk digunakan dalam penelitian.
d. Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk
membedakan antara siswa yang pandai upper group dan siswa yang kurang pandai lower group atau antara siswa yang sudah menguasai kompetensi tertentu
dengan siswa yang belumkurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa
yang pandai dapat mengerjakan soal dengan baik, dengan siswa yang kurang pandai tidak dapat mengerjakan soal dengan baik.
Purwanto 2009 mengatakan untuk menghitung daya pembeda terlebih dahulu kita kelompokkan siswa dengan menentukan 25 termasuk kelompok
pandai upper group dan 25 siswa yang termasuk kelompok kurang lower group. Menghitung daya pembeda dapat digunakan rumus yang dikemukakan
oleh Suherman, 2003: 159 sebagai berikut: =
−
keterangan: DP = Daya Pembeda
= jumlah skor pada kelompok atas pada butir soal yang diolah
= jumlah skor pada kelompok bawah pada butir soal yang diolah = jumlah skor ideal salah satu kelompok pada butir soal yang dipilih
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman, 2003: 161 seperti tabel di bawah
ini:
Tabel 3.10 Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00
Sangat rendah 0,00 DP
≤ 0,20 Rendah
0,20 DP ≤ 0,40
Sedang cukup 0,40 DP
≤ 0,70 Baik
0,70 DP ≤ 1,00
Sangat baik Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes kemampuan komunikasi dan
kemampuan pemecahan masalah matematis juga digunakan Anates Versi 4.0 yang disajikan masing-masing dalam Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 berikut ini. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B2.
Tabel 3.11 Daya Pembeda Tes Komunikasi Matematis
No. Soal Indeks Daya Pembeda
Interpretasi 1
81,25 Sangat baik
2 90,63
Sangat baik 3
0,00 Sangat rendah
Tabel 3.12 Daya Pembeda Tes Pemecahan Masalah Matematis
No. Soal Indeks Daya Pembeda
Interpretasi 1
21,88 Sedang
2 62,50
Baik 3
59,38 Baik
Dari kedua tabel di atas untuk item soal tes kemampuan komunikasi soal nomor 1 dan 2 mempunyai daya pembeda yang sangat baik, sedangkan soal
nomor 3 mempunyai daya pembeda yang sangat rendah, sehingga peneliti mengganti soal nomor 3 ini. Untuk kemampuan pemecahan masalah item soal
nomor 1 mempunyai daya pembeda yang sedang, pada soal nomor 2 dan 3 mempunyai daya pembeda yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, pada tabel berikut ini disajikan rangkuman uji coba yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian.
Tabel 3.13 Hasil Uji Coba Tes Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis
Validitas Reliabilitas
IK DP
Kom PM
Kom PM
Kom PM
Kom PM
0,814 0,445
0,66 0,44
40,63 26,56
81,25 21,88
0,887 0,767
45,31 46,88
90,63 62,5
0,065 0,664
93,75 39,06
0,00 59,38
Berdasarkan tabel di atas, terdapat satu soal komunikasi matematis yang validitasnya rendah, untuk reliabilitas kedua kemampuan pada tingkatan sedang,
pada indeks kesukaran satu soal komunikasi matematis pada kategori mudah dan sebuah soal pemecahan masalah matematis pada kategori sukar, sedangkan pada
daya pembeda kedua kemampuan tersebut terdapat satu soal yang daya pembedanya sangat rendah yaitu pada soal nomor tiga tes kemampuan
komunikasi matematis. Oleh karena soal tes kemampuan komunikasi matematis mempunyai validitas yang rendah, indeks kesukaran yang terlalu mudah, dan daya
pembeda yang rendah, maka soal tes ini diganti.
3. Instrumen Skala Sikap
Skala sikap siswa bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap proses pembelajaran dengan mengunakan strategi REACT. Dalam penelitian ini angket
skala sikap disusun dengan mengacu pada skala Likert. Pada angket disediakan
empat skala pilihan yaitu: Sangat Setuju SS, Setuju S, Tidak Setuju TS dan Sangat Tidak Setuju STS. Pilihan ragu-ragu RR tidak digunakan, untuk
menghindari jawaban aman, sekaligus mendorong siswa untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap pernyataan yang diajukan. Penyusunan skala sikap
diawali dengan pembuatan kisi-kisi, agar afektif yang hendak diukur terangkum secara proporsional.
Langkah-langkah mengukur skala sikap sebagai berikut: pemberian skor butir skala sikap dengan berpedoman kepada model skala Likert, yaitu 1 untuk
pernyataan positif, jawaban SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1; 2 untuk pernyataan negatif, jawaban SS diberi skor 1, S diberi
skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4. Kemudian mencari skor netral butir skala sikap, membandingkan skor sikap siswa untuk setiap item, indikator
dan klasifikasi skala sikap dengan sikap netralnya, untuk melihat kecenderungan sikap siswa. Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar dari
sikap netralnya, sebaliknya disebut negatif jika skor sikap siswa lebih kecil dari skor netralnya.
4. Lembar Observasi
Purwanto 2009: 149 mengatakan bahwa observasi adalah cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku
dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang