Pencegahan Primordial Pencegahan Primer

Setiawan,2012 mengemukakan bahwa populasi yang bekerja di institusi kesehatan sangat berisiko terhadap virus Hepatitis B karena profesi mereka sangat erat kontak langsung dengan darah maupun sekret orang yang terinfeksi. 30

d. Imunitas

Semua orang rentan terhadap infeksi Hepatitis B. Biasanya penyakit lebih ringan dan sering anicteric pada anak-anak, dan pada bayi biasanya asimtomatis. Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila terbentuk antibodi terhadap HBsAg anti-HBs dan HBsAg negatif. 2

e. Riwayat Penyakit

Seseorang dengan sindroma down, penyakit lymphoproliferative, infeksi HIV pasien dengan hemodialisis, yang selalu memerlukan transfusi darah dan penderita yang mendapat terapi. Orang-orang yang memiliki kelainan kekebalan seluler merupakan riwayat penyakit yang berisiko terinfeksi HBV dan lebih mudah menderita infeksi kronis. 2

2.12. Pencegahan

Pencegahan dilakukan untuk menurunkan angka mobilitas dan mortilitas akibat infeksi virus Hepatitis B HBV yang meliputi pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier.

2.12.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial adalah suatu upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidupmaupun kondisi lain yang merupakan faktor risiko untuk munculnya suatu Universitas Sumatera Utara penyakit. 12 Pencegahan ini ditujukan untuk semua orang. Pencegahan primordial yang dapat dilakukan adalah : 7 a. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang b. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga dan istirahat yang cukup c. Memberikan ASI pada bayi karena ASI mengandung antibodi untuk melawan penyakit d. Meningkatkan hygine perorangan.

2.12.2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadiketika seseorang sudah terpapar faktor risiko. 14 Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah : 5 a. Melakukan upaya pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan kepada masyarakat atau orang yang berisiko mengenai segala hal tentang Hepatitis B. b. Melakukan skrining bagi pendonor darah. Semua darah yang akan didonorkan harus dilakukan pemeriksaan dengan teknik yang sensitif RIA atau EIA untuk melihat adanya HBsAg dalam darah donor. Selain itu, juga perlu dilakukan skrining ibu hamil yaitu pemeriksaan dilakukan pada awal dan pada trimester ketiga kehamilan, terutama pada ibu yang berisiko terinfeksi HBV c. Melakukan perlindungan khusus bagi tenaga kesehatan yang berisiko kontak dengan darah yaitu mensterilisasi benda-benda yang tercemar dengan pemanasan menggunakan sarung tangan, menggunakan pakaian khusus pada Universitas Sumatera Utara waktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak penderita pada tempat khusus, selain itu perlu melakukan skrining Hepatitis B yaitu dengan pemeriksaan HBsAg pada petugas kesehatan untuk menghindarkan kontak antar petugas kesehatan dengan penderita d. Mencegah kontak mikrolesi seperti yang dapat terjadi melalui pemakaian sikat gigi dan sisir atau gigitan anak pengidap HBV e. Pemberian imunisasi Hepatitis B untuk bayi, anak-anak, remaja maupun dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi Virus Hepatitis B. f1. Imunisasi aktif : Pemberian vaksin Hepatitis B rekombinan. Vaksin ini dibuat dengan mengekspresikan antigen HBs pada sel ragi Saccharomyces cerevisae atau Hansenuela polymorpha. Tujuan imunisasi aktif HBV adalah memotong jalur transmisi HBV terhadap bayi baru lahir dan kelompok risiko tinggi tertular HBV. Anak yang belum pernah memperoleh imunisasi pada bayi, harus diimunisasi secepatnya catch up immunization, paling lambat saat berusia 11-12 tahun. Strategi imunisasi diberikan pada usia pra pubertas dikaitkan dengan perilaku remaja dan peningkatkan risiko paparan terhadap HBV. Untuk mencapai konsentrasi anti-HBs protektif, imunisasi harus diberikan 3 kali dan jadwal yang banyak dianut 0,1,6 bulan. Universitas Sumatera Utara Jadwal tiga kali pemberian ini dapat bervariasi dengan beberapa panduan: a. Interval terpendek antara suntikan ke-1 dan ke-2 adalah 1 bulan, antara suntikan ke-2 dan ke-3 adalah 2 bulan, tetapi suntikan ke-3 tidak boleh diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan b. Interval yang memperoleh imunisasi pada usia 2 bulan, jarak antara suntikan ke-1 dan ke-3 minimal 4 bulan c. Pada bayi, imunisasi harus lengkap tiga kali paling lambat pada usia 18 bulan. Pada remaja, imunisasi dapat diberikan dengan jadwal 0,1,6, bulan atau 0,2,4 bulan Efektivitas vaksin Hepatitis B dalam mencegah HBV lebih dari 95. Memori sistem imun diperkirakan menetap sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi. Vaksin rekombinan terbukti aman dan hanya 1-6 resipien yang mengalami efek samping bersifat lokal, ringan dan sementara. f2. Imunisasi pasif Imunisasi pasif adalah pemberian Hepatitis B immune globulin HBIg. HBIg dibuat dari kumpulan plasma donor yang mengandung anti-HBs titer tinggi serta bebas HIV dan anti HCV. HBIg terindikasi pada paparan akut HBV dan harus diberikan segera setelah seseorang terpajan HBV. HBIg akan memberikan perlindungan sampai 6 bulan. Paparan akut yang dimaksud adalah kontak dengan darah yang menagndung HBsAg, baik melalui mekanisme inokulasi, tertelan, atau terciprat ke mukosa atau ke mata. HBIg juga terindikasi pada bayi baru lahir dari Ibu pengidap Universitas Sumatera Utara HBV. Bayi dari ibu pengidap HBV diberi HBIg secara intramuskular dengan dosis 100 U0,5ml dalam waktu 12 jam setelah lahir. Diberikan bersamaan dengan vaksin aktif HBV pada sisi tubuh yang berbeda. 5 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vaksin Hepatitis B yang diberikan kepada bayi yang dilahirkan oleh ibu HBsAg positif segera setelah dilahirkan maka efektivitasnya mencapai 75 dalam mencegah infeksi HBV. Sedangkan bila diberikan HBIg dan vaksin Hepatitis B maka efektivitasnya mencapai 85-90. 28 2.12.3.Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan kearah kerusakan atau ketidakmampuan, sehingga dapat mencegah kondisi untuk berkembang, menyebar didalam populasi, dan dapat menghentikan atau memperlambat perkembangan penyakit, ketidakmampuan, gangguan atau kematian. 14 Pencegahan sekunder inidapat dilakukan melalui: a. Pemeriksaan Laboratorium Ada beberapa rangkaian pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosa hepatitis B yaitu: 6 a1. Pemeriksaan HBsAg untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam darah. Hasil yang positif berarti seseorang telah terinfeksi virus Hepatitis B baik akut ataupun kronis dan dapat menularkan virus kepada orang lain. Universitas Sumatera Utara Sedangkan jika pemeriksaan negatif berarti seseorang tidak memiliki virus Hepatitis B dalam darahnya. Jika HBsAg menetap selama6 bulan maka infeksi dinyatakan kronis. a2. Pemeriksaan anti-HBs untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen pada virus Hepatitis B. Jika pemeriksaan positif berarti seseorang telah dilindungi atau kebal dari virus Hepatitis B karena telah divaksinasi atau ia telah sembuh dari infeksi akut. a3. Pemeriksaan anti-HBc untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap bagian dari virus Hepatitis B yang disebut antigen inti. Hasil dari pemeriksaan ini seringkali tergantung pada hasil dari dua pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg. Pemeriksaan positif berarti seseorang saat ini terinfeksi dengan virus Hepatitis B atau pernah terinfeksi sebelumnya. a4. Pemeriksaan IgM anti HBc dan anti HBc total. Pada infeksi HBV akut didapatkan IgM anti HBc positif. Pada infeksi HBV kronis anti HBc total positif atau meningkat. a5. Pemeriksaan HBeAg untuk mendeteksi protein HBeAg yang ditemukan dalam darah selama infeksi virus Hepatitis B aktif. Pemeriksaan positif berarti seseorang memiliki virus tingkat tinggi dalam darahnya dan dapat dengan mudah menyebarkan virus ke orang lain. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan untuk Hepatitis B kronis. a6. Pemeriksaan HBeAb atau anti-HBe untuk mendeteksi antibodi HBeAb atau anti-HBe yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap Hepatitis B Universitas Sumatera Utara antigen ā€œeā€. Pemeriksaan positif berarti seseorang terinfeksi virus Hepatitis B kronis tetapi berada pada risiko rendah untuk terkena masalah penyakit hati karena rendahnya tingkat virus Hepatitis B dalam darah. a7. Pemeriksaan HBV DNA untuk mendeteksi seberapa besar HBV DNA dalam darah dan hasil replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan positif berarti virus ini berkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat menularkan virus kepada orang lain. Jika seseorang memiliki Hepatitis B infeksi virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk memantau efektivitas terapi obat untuk infeksi virus Hepatitis B kronis. a8. Faal Hati. SGPT Serum Glutamic Pirivuc Transaminase dan SGOT Serum Glutamic Oksalat Transaminase merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B aktif dan memerlukan pengobatan anti virus. Pemeriksaan ini mutlak dilakukan, pada infeksi HBV akut baik SGPT maupun SGOT dapat meningkat puluhan hingga ratusan kali diatas nilai normal sedangkan pada infeksi HBV kronis umumnya hanya meningkat ringan dan persisten. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan albumin untuk menilai fungsi sintesis hati. Pada keadaan penyakit hati yang luas, maka terjadi penurunan kadar albumin. 36 Menurut WHO untuk mendeteksi virus Hepatitis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: Radioimmunoassay RIA, Enzim Linked Imunonusorbent Assay Elisa dan imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang tinggi. Untuk meningkatkan spesifisitas digunakan antibodi monoklonal dan untuk mendeteksi DNA dalam serum digunakan Universitas Sumatera Utara probe DNA dengan teknik hibridasi. 28 Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah metode ELISA. Metode ELISA digunakan untuk mengetahui kerusakan pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel. Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah. Pemeriksaan enzim yang sering dilakukan untuk mengetahui kelainan hati adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT. Penderita Hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar bilirubin, kadar alkaline fosfat. b. Pengobatan spesifik Tidak ada pengobatan spesifik tersedia untuk Hepatitis B akut. Para calon yang akan menerima pengobatan sebaiknya sudah terbukti menderita Hepatitis B kronis yaitu dengan melihat hasil biopsi. Pengobatan dengan interferon dan lamividine ini paling efektif jika diberikan pada seseorang dengan infeksi pada fase replikasi tinggi positif HbeAg karena mereka paling sering simtomatis, infeksius dan risiko tinggi terjadi gejala sisa dalam jangka waktu lama. Penelitian menunjukkan bahwa alpha interferon telah berhasil menghentikan perkembangan virus sekitar 25 - 40 dari pasien yang diobati. Uji klinis pengobatan jangka panjang dengan lamivudine memperlihatkan terjadinya pengurangan DNA HBV secara berkelanjutan pada serum, diikuti dengan perbaikan kadar serum aminotransferase dan terjadi perbaikan histologis. 2 Universitas Sumatera Utara

c. Pemantauan berkala dilakukan setiap 6 bulan yaitu pemeriksaan HBsAg,