Faktor-Faktor Penghambat dan Penunjang Pendidikan Agama Islam

pelajaran dalam satu minggu, yang sesungguhnya merupakan hambatan, tetapi ini dapat diatasi oleh semua penanggung jawab pendidikan, antara lain melalui keluasan, kedalaman atau penambahan jumlah jam pelajaran oleh sekolah atau juga degan dasar integrasi tanggung jawab pendidikan agama, yaitu bukan hanya oleh guru agama, tetapi juga oleh kepala sekolah, dan semua guru di sekolah yang bersangkutan. Demikian pula perlunya kerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka melaksanakan prinsip keterpaduan. 65 Telah dipaparkan beberapa factor pelemah atau penghambat dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah, selain factor penghambat terdapat pula factor penunjang. Artinya bahwa hal-hal yang berhubungan dengan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi pelaksanaan keberhasilan Pendidikan Agama Islam. Faktor-faktor penunjang itu diantaranya adalah: 1. Hasil yang diharapkan Kompetensi dasar pendidikan agama sebagai hasil yang diharapkan secara eksplisit terhadap dalam rumusan-rumusan yang tercantum dalam kurikulum persekolahan, yaitu kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, dan materi pokok. 2. Materi dan Alokasi Waktu Materi dan alokasi waktu yang disediakan untuk mencapai kompetensi diperlukan materi. Makin jelas kompetensi pendidikan agama itu, maka makin jelas pula materi yang diperlukan. 3. Metode Salah satu factor yang berkaitan dengan hasil belajar materi adalah metode dan teknik pengajaran yang dipilih secara tepat dan strategis. 4. Siswa sebagai peserta didik Pengalaman empirik menunjukan bahwa kondisi awal siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah sangat beragam, terutama dilatarbelakangi oleh asal sekolah dan pendidikan orang tua di lingkungan keluarga, serta dari pengalaman keagamaan yang dijalaninya. 5. Orang tua siswa . 0 , 3 Orang tua atau dewasa lainnya merupakan pendidik di dalam keluarga. Pendidikan di sekolah juga memerlukan bantuan keluarga, apalagi untuk pendidikan agama. 6. Lingkungan Pendidikan Pendidikan agama secara langsung menyentuh esensi yang sangat mendasar pada diri anak, terutama dari segi nilai, sikap, dan pengamalan agamanya. Dapat dipastikan sekolah akan memberikan nilai, sikap, dan tuntutan perilaku serta contoh keagamaan yang positif. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan agama atau juga bahkan sebaliknya, kegagalannya akan dipengaruhi berbagai factor lingkungannya, antara lain kontribusi dari teman sejawat, keluarga, media massa dan lainnya. Namun sekarang bagaimana menciptakan agar lingkungan dapat diwujudkan sebagai lingkungan yang menunjang secara positif bagi pendidikan agama. 7. Guru Agama Keberhasilan atau kegagalan pendidikan agama sering dialamatkan kepada guru agama sebagai sumber utama. Serta guru agama menjalankan tugasnya secara professional dan menjadi panutan bagi peserta didik. 66 Jadi dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari pelaksanaan pendidikan agama Islam lebih banyak bermuara pada aspek metodologi pembelajaran PAI dan orientasinya yang lebih bersifat normative, teoritis, dan kognitif, termasuk di dalamnya aspek gurunya yang kurang mampu mengaitkan dan berinteraksi dengan mata pelajaran dan guru non-pendidikan agama. Aspek lainnya yang banyak disoroti adalah menyangkut aspek muatan kurikulum atau materi pendidikan agama, sarana pendidikan agama, termasuk di dalamnya buku-buku dan bahan-bahan ajar pendidikan agama. Adapun factor penunjang Pendidikan Agama Islam diantaranya: Hasil yang diharapkan, materi dan alokasi waktu, metode, siswa sebagai peserta didik, orang tua siswa, lingkungan pendidikan, dan guru agama. .. 0 , .

B. Kerangka Berfikir

Persepsi merupakan aktifitas mengindera, mengorganisasi, dan menginterprestasikan serta menilai stimulus yang ada dalam lingkungan. Dalam hal ini stimulus yang sama belum tentu membuat seseorang mempunyai persepsi yang sama terhadap suatu hal. Berdasarkan pengertian persepsi di atas dapat diketahui bahwa persepsi terkait erat dengan panca indera karena persepsi terjadi setelah objek yang bersangkutan melihat, mendengar atau merasakan sesuatu dan kemudian mengorganisasi serta menginterpretasi sehingga timbullah persepsi. Proses yang sama juga terjadi pada persepsi siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam. Siswa akan membuat persepsi mengenai pelajaran Pendidikan Agama Islam dari apa yang ditangkap oleh inderanya, kemudian dari hasil persepsinya itu siswa akan bereaksi. Reaksi yang muncul dapat berupa tindakan-tindakan yang menunjang kearah tercapainya kemampuan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, seperti mudah menghafal, menguasai materi, mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dll. Oleh karena itulah persepsi siswa mempunyai hubungan dengan pelajaran Pendidikan Agama Islam, karena persepsi yang berbeda-beda untuk setiap individu, maka pembelajaran pendidikan agama Islam sangat tergantung kepada persepsinya, sehingga dapat dikatakan ada persepsi yang positif dan persepsi yang negative terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskkriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya. Untuk memperoleh data yang obyektif, maka dapat diperoleh melalui penelitian lapangan Field research, yakni pengumpulan data dengan cara langsung turun ke lapangan dengan melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam, observasi serta penyebaran kuesioner atau angket kepada siswa-siswi SMA Negeri 3 Kota Tanggerang Selatan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan yang terletak di Jl. Benda timur 11. Pamulang 2. Adapun penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan Februari 2010, dengan tahapan sebagai berikut : Melihat keadaan sekolah, membuat proposal penelitian, studi pustaka, penyusunan instrument, dan mengadakan penelitian.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi. 67 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 3 Kota Tanggerang Selatan yang berjumlah 325 orang. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 15 dari populasi yang ada, dengan demikian populasinya berjumlah 50 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling, yang dalam hal ini peneliti tidak mengendalikan salah satu variabel tersebut dan setiap .5 + 1 -