Persepsi Siswa Kelas XI Terhadap Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan

(1)

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI 8

TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

LOLA NURHIDAYATY

NIM: 1112011000035

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M


(2)

(3)

(4)

(5)

Lola Nurhidayaty (NIM: 1112011000035). Persepsi Siswa Kelas XI Terhadap Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan. Skripsi: Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Kata Kunci: Persepsi Siswa, Profesionalisme, Guru PAI.

Penelitian ini dilatarbelakangi karena tidak sedikitnya skala prioritas guru dalam mengajar ialah aktifitas dan peran guru itu sendiri, padahal pembelajaran yang sesungguhnya adalah siswa aktif dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu, persepsi siswa yang kurang baik terhadap profesionalisme guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah, salah satunya yaitu menanamkan nilai dan norma serta ajaran agama kepada siswa sehingga siswa mampu menerapkan nilai-nilai tersebut di kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa tentang profesionalisme guru PAI yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional sehingga siswa dapat menjadikan guru PAI sebagai teladan yang baik, karena guru adalah cermin bagi generasi bangsa di masa depan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian analisis deskripsi. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan: 1) observasi yaitu untuk mengetahui sikap siswa selama proses pelaksanaan pembelajaran di kelas pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan, 2) angket, yaitu berupa pernyataan yang berkaitan dengan profesionalisme guru PAI yang disebarkan kepada siswa kelas XI di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan, 3) wawancara, yaitu untuk mengetahui persepsi siswa secara langsung dan mengetahui kebenaran atas hasil angket, dan 4) dokumentasi, yaitu berupa data tentang sekolah dan dokumen selama penelitian berlangsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas XI SMA Negeri 8 Tangerang Selatan memiliki persepsi yang baik terhadap profesionalisme guru PAI adalah tergolong baik dengan rata-rata skor persentase sebesar 77,60%. Adapun persepsi siswa yang baik terhadap kompetensi pedagogik guru PAI, kompetensi sosial guru PAI, dan kompetensi profesional guru PAI. Selain itu, persepsi siswa terhadap kompetensi kepribadian guru PAI dinyatakan sangat baik.


(6)

Lola Nurhidayaty (NIM: 1112011000035). Students Perception of Islamic Teacher Professionalism in State High School 8 South Tangerang. Thesis: Islamic Education Department. Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Key Words: Perception, Student, Profesionalism, Islamic Teacher.

This research is conducted based on several backgrounds including; priority on learning is how to teaching, but actually the learning is how to make student active in class room every level. Besides, there is not good perception throughout students of Islamic Teacher Professionalism for being responsibility of role, including; comprehend of values and norms, also dogma in order to student can implementing those values etc in every single day.

This research aims to understand student perception of Islamic teacher professionalism that including; pedagogic competence, social competence, personality competence, and professional competence. That is why teacher can be a good model for students, because he/she is the best model for next generation.

This research is classified as qualitative field research with descriptive research method. The data are collected through: 1) observation, which aims to know students attitude as long as learning process in Islamic Education learning at State High School 8 South Tangerang, 2) questioner, which several statements about Islamic teacher professionalism for students in class 11th at State High School 8 South Tangerang, 3) interview, which to find out students perception and the truth of their answer in questioner, the last 4) documentation, which to collect data related about the research and school.

The result of this research shows that students in class 11th have the good perception about Islamic teacher professionalism with percentage mean 77,60%. This is known that students have good perception of pedagogic competence Islamic teacher, social competence Islamic teacher, and professional competence Islamic teacher, also they have very good perception of personality competence Islamic teacher.


(7)

ﺴ�

ﲓﺣﺮﻟا ﻦﲪﺮﻟا ﷲ

ﻪﺗﰷﺮ� و ﷲ ﺔﲪر و ﲂﯿﻠ� مﻼﺴﻟا

Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, Rabb Semesta Alam yang senantiasa memberikan rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga atas kehendak-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Persepsi Siswa Kelas XI terhadap Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa penulis sanjungkan kepada Rasulullah, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarga, para sahabat, para tabi’in, dan kepada seluruh umatnya yang insya Allah istiqamah dalam menjalankan sunnah-nya sehingga selamat dan bahagia dunia akhirat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini terdapat banyak kekurangan dan belu mencapai hasil yang sempurna. Oleh karena itu penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran, dan bantuan selama penulisan skripsi ini dari berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti bimbingan dan arahan beliau pada kelas Mata Kuliah Pengembangan Profesi Keguruan.

2. Prof. Ahmad Thib Raya, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku ketua jurusan program studi Pendidikan Agama Islam atas bimbingan dan arahan yang selalu menjadi motivasi.

4. Marhamah Saleh, MA, selaku sekretaris jurusan program studi Pendidikan Agama Islam atas bimbingan dan arahan yang selalu menjadi motivasi.


(8)

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Ahmad Gholib, MA selaku dosen penasihat akademik yang memberikan motivasi dan bimbingan serta arahan selama 4 tahun penulis menempuh pendidikan UIN Syarif Hidayatullah.

7. Dosen dan staf jurusan Pendidikan Agama Islam yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, khususnya yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah.

8. Bapak Imam Supingi, S.Pd, MM, selaku kepala sekolah yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melaksanakan penelitian di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan.

9. Ibu Asni S. Lubis, S.Pd selaku wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penelitian di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan.

10.Bapak Ahmad Zaenuddin, S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam yang telah meluangkan waktu untuk penulis agar penelitian tetap berjalan sesuai dengan prosedur sekolah, dan atas segala informasi terkait penelitian yang penulis lakukan.

11.Siswa siswi kelas XI SMA Negeri 8 Tangerang Selatan yang mendukung penulis mengumpulkan data-data untuk penelitian.

12.Teristimewa, orang tua (ibu Supartini dan bapak Badrudin Dedi Permana) yang selalu mendoakan, menginspirasi, memotivasi, dan memberikan kasih sayang kepada penulis dalam setiap keadaan.

13.Seluruh keluarga dan sahabat penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan serta memberikan motivasi kepada penulis.

14.Keluarga besar PAI angkatan 2012, khususnya Annisa Khanza Fauziyah, Karimah, Rina Winarni, dan Rizky Wahyuning Esa, terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman yang telah kita jalani bersama.

15.Keluarga besar Bidikmisi UIN Jakarta angkatan 2012, terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman yang telah kita jalani bersama.


(9)

kesempatan bagi penulis untuk mempelajari ilmu Al-Qur’an, khususnya atas mendampingi penulis dalam menghafal Kalam Ilahi.

17.Murabbi, ustazah Ervin, dan khususnya teman-teman sejawat halaqah; Dwi Fitria Astari Lubis, Rizky Noor Aulia, dan Puspa.

18.Alumni Pendidikan Agama Islam, khususnya kak Albert Ferdinand Donggala, terima kasih atas ilmu dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

19.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis.

Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan kalian dengan kehidupan yang penuh berkah dan kebahagiaan. Akhir kata mohon maaf atas segala kekurangan skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

ﲔﳌﺎﻌﻟا بر � ﺪﶵا

ﻪﺗﰷﺮ� و ﷲ ﺔﲪر و ﲂﯿﻠ� مﻼﺴﻟا و

Jakarta, Januari 2017

Penulis


(10)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Persepsi ... 8

1. Pengertian Persepsi ... 8

2. Proses Pembentukan Persepsi ... 9

3. Faktor-Faktor Persepsi ... 10

B. Profesionalisme Guru ... 12

1. Pengertian ... 12

2. Kompetensi Guru ... 16

3. Prinsip Profesionalisme Guru ... 22

C. Guru Pendidikan Agama Islam ... 24

1. Pengertian ... 24

2. Syarat Guru PAI ... 25

3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PAI ... 28

D. Penelitian yang Relevan ... 30

E. Kerangka Berpikir ... 31


(11)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel ... 34

D. Instrumen Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

B. Deskripsi Data ... 54

C. Analisis dan Interpretasi Data ... 81

D. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(12)

Gambar 2.1 Proses Pembentukan Persepsi ... 9

Gambar 2.2 Segitiga Profesionalisme ... 13

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Ilustrasi Perbandingan Sikap Profesional dengan Amatir ... 14

Tabel 2.2 Kompetensi dan Subkompetensi Dasar Guru ... 17

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen ... 35

Tabel 4.1 Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Tangerang Selatan ... 42

Tabel 4.2 Keadaan Guru ... 43

Tabel 4.3 Kondisi Guru ... 44

Tabel 4.4 Keadaan Tata Usaha ... 44

Tabel 4.5 Keadaan Siswa dan Rombongan Belajar ... 44

Tabel 4.6 Jumlah Ruangan dalam Bangunan Sekolah ... 45

Tabel 4.7 Visi SMA Negeri 8 Tangerang Selatan ... 46

Tabel 4.8 Misi SMA Negeri 8 Tangerang Selatan ... 47

Tabel 4.9 Daftar Guru SMA Negeri 8 Tangerang Selatan ... 49

Tabel 4.10 Prestasi Siswa ... 51

Tabel 4.11 Prestasi Guru ... 53

Tabel 4.12 Skor Masing-Masing Responden dalam Angket ... 81


(13)

Lampiran 1 Lembar Angket Siswa

Lampiran 2 Lembar Observasi Aktifitas Pembelajaran Lampiran 3 Pedoman Wawancara Siswa

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Guru PAI Lampiran 5 Rekapitulasi Skor Angket

Lampiran 6 Perhitungan Persentase dari tiap Sub Variabel Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Siswa

Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Guru PAI Lampiran 9 Hasil Observasi Aktifitas Pembelajaran

Lampiran 10 Foto Kegiatan Penelitian di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan Lampiran 11 Struktur Organisasi SMA Negeri 8 Tangerang Selatan

Lampiran 12 Struktur Organisasi Tata Usaha SMA Negeri 8 Tangerang Selatan Lampiran 13 Struktur Organisasi Pelayanan BK SMA Negeri 8 Tangerang Selatan Lampiran 14 Surat Keterangan Penelitian di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan Lampiran 15 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 16 Biodata Penulis


(14)

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Pendidikan mempunyai suatu keunikan, di satu sisi merupakan bagian dari kebudayaan, namun di sisi lain merupakan bentuk proses pembudayaan (enculturation) yang bersifat spesifik, berbeda antara satu masyarakat dengan yang lainnya. Kajian pendidikan pun menembus batas kurikulum dan strategi pembelajaran, dalam hal ini diartikan interaksi yang baik antara para guru, siswa dan orang tua serta seluruh cara sekolah dalam mengkonseptualisasikan sifat-sifat belajar dan mengajar.1

Lembaga pendidikan formal atau dikenal dengan sekolah memiliki peran penting dalam perkembangan siswa, karena sekolah memberikan pengaruh sejak dini sesuai dengan perkembangan konsep dirinya. Sekolah pun memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan memerikan kesempatan pertama kepada siswa untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistik.2 Hal ini tidak terlepas dari peran seorang guru yang mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah.

Guru merupakan bagian komponen pendidikan yang strategis, pendidikan pun tidak dapat berjalan tanpa peran seorang guru. Guru juga biasa disebut tombak proses pendidikan, yang mengantarkan anak didiknya menuju kesuksesan bagi pembangunan bangsa. Karena pentingnya peran guru, salah satu pakar pendidikan Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat, “andaikata tidak ada kurikulum secara tertulis, tidak ada ruang kelas dan prasarana belajar mengajar lainnya, namun ada guru, maka pendidikan masih dapat berjalan.”3

1

Dadang Supardan, “Peluang Pendidikan dan Hubungan Antar Etnik”, Sosio Didaktika, Vol. I, No 1, Juni 2014 , h. 13-14.

2

Masri Mansoer, “Perilaku Religiusitas Remaja”, Refleksi: Jurnal Kajian Agama dan FIlsafat,

Vol. X, No 3, 2008, h. 307. 3

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Daras/Ajar, 2005), h. 127.

1


(15)

Di samping itu pula, guru adalah pribadi yang dapat menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa dan peradaban manusia. Di tangannya, seorang anak yang awalnya tidak tahu apa-apa menjadi pribadi jenius, dan melalui bimbingannya lahir generasi unggul.4

Perkembangan zaman pun mempengaruhi tugas dan peran profesi keguruan, yang pada awalnya bersifat transfer of knowledge (menyampaikan ilmu pengetahuan), kini juga bersifat transfer of values and norms (menyampaikan nilai dan norma) yang menjadikan tugas guru sebagai mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.5

Namun seringkali terdengar bahwa tidak sedikit guru yang masih terjebak dengan skala prioritas atau fokus pada aspek pengajaran saja. Pengertian pengajaran dipahami sebagai 1) proses, cara, perbuatan mengajar/mengajarkan, 2) perihal mengajar; segala sesuatu mengenai mengajar, 3) peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya). Sedangkan kata kerja mengajar, dalam hal ini tersirat makna bahwa yang berperan aktif adalah guru, dengan kata lain proses dan seluruh aktifitasnya cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Maka impelementasi pendidikan yang harus diprioritaskan adalah pembelajaran. Kata pembelajaran mengandung makna bahwa guru dituntut untuk membuat para muridnya aktif dalam proses pendidikan; mengajar, membimbing, dan melatih, karena seluruh aktifitas berpusat pada siswa (student centered).6

Seorang guru dikatakan ideal ketika ia mampu membaca dan memprediksi kemampuan murid-muridnya, yaitu mengetahui gaya belajar setiap murid yang berbeda-beda, serta memahami karakter murid-muridnya sehingga guru mampu memposisikan diri dengan baik dalam menghadapi murid-muridnya sesuai dengan gaya belajar dan karakter mereka secara tepat. Seorang guru harus mampu

4

Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Yogyakarta: Diva Press, 2010), cet. II, h. 8. 5

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2016, h. 2, (sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-tentang-guru-dan-dosen.pdf).

6

Tanenji, “Menjadi Guru yang Inspiratif”, Tahdzib: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. III, 2009, h. 92-93.


(16)

menarik perhatian murid-muridnya dengan berbagai strategi dan metode pembelajaran agar proses kegiatan belajar mengajar berlangsung secara efektif dan efisien.

Kelayakan mengajar seorang guru sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah telah merancang dan menetapkan Undang-Undang terkait standar kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi guru sebagai usaha untuk menghasilkan guru profesional agar tercapai fungsi dan tujuan pendidikan pada umumnya, khususnya bangsa yang beragama. Dapat diidentifikasikan beberapa karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional: (1) mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik, (2) mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat, (3) mampu bekerja untuk mewujudkan pendidikan di sekolah, (4) mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.7

Di samping itu, khususnya bagi masyarakat muslim memasuki abad ke-15 Hijriyah ini dengan penuh harapan, tetapi juga penuh dengan rasa cemas. Harapan karena ada kemajuan yang dicapai, namun cemas sebab kemajuan tersebut telah membawa pula masalah-masalah baru yang penyelesaiannya belum diketahui.

Mengutip dari Ronald Higgins (1978) seorang ahli ekonomi di dalam bukunya “The Seventh Enemy”, Hasan Langgulung menyimpulkan tujuh ancaman yang mencemaskan manusia seluruh dunia di masa yang akan datang, yaitu:

1. Ledakan penduduk yang telah mengancam dunia.

2. Kelaparan dan kekurangan zat makanan mengancam jutaan penduduk di negara-negara berkembang dan belum terdapat tanda-tanda bahwa krisis ini bisa diatasi di masa datang.

3. Semakin berkurang sumber daya alam berhadapan dengan kebutuhan yang semakin meningkat, seperti minyak, mineral, kayu dan sebagainya.

4. Menurunnya kualitas lingkungan sehingga semakin sukar menopang kehidupan manusia.

5. Ancaman nuklear yang berkembang di tangan beberapa negara tanpa kendali.

7

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. VII, h. 38.


(17)

6. Pertumbuhan ilmu dan teknologi yang pesat di luar kendali manusia. Bahkan sebaliknya, manusia cenderung dikendalikan oleh ilmu dan teknologi.

7. Hancurnya moral manusia dengan kadar kesadaran yang rendah, tanpa melibatkan diri untuk memecahkan tantangan ini secara sungguh-sungguh dan tanpa dorongan semangat keperluan yang mendesak.8

Selain penjelasan tersebut, dapat ditemukan pula dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beberapa poin di atas merupakan tanda-tanda hari kiamat. Sebagaimana hadits tersebut berbunyi:

ﺎَﻨَﺛ�ﺪَ� ِثِراَﻮْﻟا ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻨَﺛ�ﺪَ� َخو�ﺮَﻓ ُﻦْ� ُنﺎَبْي َﺷ ﺎَﻨَﺛ�ﺪَ�

ُﷲ �ﲆ َﺻ ِﷲ ُلﻮ ُﺳَر َلﺎَﻗ : َلﺎَﻗ ٍ ِ�ﺎَﻣ ُﻦْ� ُﺲَ��أ ِﲎَﺛ�ﺪَ� ِحﺎ�ﯿ�ﺘﻟا ﻮُﺑ�أ

َو ُْﲅِﻌْﻟا َﻊَﻓْﺮُ� ْن�أ ِﺔَ�ﺎ �ﺴﻟا ِطاَ ْﴍ�أ ْﻦِﻣ َ�ﲅ َﺳ َو ِﻪْﯿَﻠَ�

(ﲅﺴﻣ ﻩاور) َ�ِّﺰﻟا َﺮَﻬ ْﻈَﯾ َو ُﺮْﻤَﺨْﻟا َبَ ْﴩُ� َو ُﻞْﻬَﺠْﻟا َﺖُبْﺜَﯾ

9

“Syaiban bin Farrukh telah memberitahu kepada kami, Abdul Warits telah memberitahu kepada kami, Abu At-Tayyah telah memberitahu kepada kami, Anas bin Malik telah memberitahu kepadaku, ia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, banyak meminum arak, dan timbulnya perzinaan yang dilakukan secara terang-terangan.’” (HR Muslim)

Maka untuk memecahkan permasalahan ini, Higgins mencari jawaban di bidang pengembangan rohani. Ia berkesimpulan bahwa suatu etika kesadaran baru harus ditumbuhkan dengan dimensi kehidupan rohani yang (1) mampu mematahkan pemujaan manusia terhadap “tuhan-tuhan sekuler” (secular gods), (2) mampu membangkitkan kesadaran bahwa manusia tidak tergantung pada bumi ini (artinya beriman pada hari akhirat), dan (3) perlu menjalin persaudaraan rohaniah yang kukuh antara sesama manusia untuk memecahkan tantangan permasalahan ini.10

Adapun beberapa syarat yang harus dimiliki seorang guru, yaitu 1) guru harus mengerti ilmu mendidik dengan sebaik-baiknya sehingga seluruh tindakannya dalam mendidik disesuaikan dengan jiwa murid-muridnya, 2) guru harus memiliki bahasa yang baik sehingga segala perkataannya dapat membuat murid-murid 8

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan,

(Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1995), cet. III, h. 265-266. 9

Imam Muslim, Sahih Muslim, Terj. Mahmoud Matraji, (Beyrouth: Dar El Aker, 1993), h. 442. 10

Langgulung. loc. cit.


(18)

tertarik dengan materi yang diajarkannya, 3) guru mencintai muridnya, dalam hal ini menjadikan murid-muridnya sebagaimana anak sendiri yang harus dijaga dan dididik dengan sebaik-baiknya karena mereka adalah titipan Tuhan, 4) guru bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 5) guru harus berilmu, 6) guru harus sehat jasmani, 7) guru harus berakhlak mulia, dan 8) guru memiliki jiwa nasional.11

Guru Agama harus memahami benar dan merealisasikan nilai-nilai Islam dan menginternalisasikan dalam kehidupannya, sehingga tercermin oleh murid untuk meneladani sikap sang guru. Di sisi lain, karena menjadi tokoh yang dipatuhi dan ditiru, maka dalam memerankan status kedudukannya, tenaga pendidik harus berusaha merealisasikan nilai dan norma kependidikan di dalam dirinya. Dengan kata lain, ia pun terikat dengan kode etik. Dengan berusaha mewujudkan nilai dan norma kependidikan di dalam dirinya, seorang pendidik menjadi berwibawa terhadap muridnya.

Di samping itu pula, sifat-sifat guru yang disukai oleh murid-muridnya yaitu guru yang menjelaskan materi dengan jelas dan mendalam, memiliki humor, bersikap akrab seperti sahabat, menunjukkan simpati dan empati terhadap murid-muridnya, memahami kebutuhan dan keinginan murid-murid-muridnya, membangkitkan semangat belajar di kelas, menguasai ruang kelas dalam proses belajar mengajar, bersikap adil di dalam kelas, tidak suka marah, dan memiliki kepribadian yang menyenangkan.12

Sementara pada kenyataannya di lapangan masih ada guru yang belum bisa dijadikan sebagai panutan bagi murid-muridnya. Hal ini disebabkan karena guru tersebut terkadang bolos dalam mengajar sehingga banyak materi pembelajaran yang tertinggal bahkan berbeda-beda di setiap kelas. Tidak sedikit pula guru yang sangat minim dalam menggunakan media pembelajaran sehingga murid kurang berminat dalam belajar di kelas. Kemudian dalam kepribadian guru yang bersikap tidak adil, memiliki anak emas, kurang tegas dalam mengendalikan kelas, kurang memahami keadaan dan karakteristik murid-muridnya, bahkan adapula guru yang bersikap kasar terhadap murid-muridnya.

11

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: CV Pustaka Setia, 2005), h. 71. 12

Nasution, Diktat Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 15.


(19)

Hal tersebut peneliti ketahui dari hasil observasi dan wawancara terhadap beberapa murid. Jika hal ini terus berlanjut maka bukan hanya kualitas guru saja yang akan buruk, tetapi suatu lembaga pendidikan itu akan tercemar akibat kualitas pendidik yang tidak kompeten dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan dasar inilah penulis tertarik untuk membahas dan menuangkan masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul: “PERSEPSI SISWA KELAS XI TERHADAP PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI 8 TANGERANG SELATAN”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, maka dapat didentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Tugas dan peran guru bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of values and norms yang menjadikan guru harus bisa menanamkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya.

2. Tidak sedikit skala prioritas guru dalam mengajar ialah aktifitas dan peran guru itu sendiri, padahal pembelajaran yang sesungguhnya adalah murid aktif dalam seluruh kegiatan pengajaran, pembimbingan, dan pelatihan di sekolah. 3. Adanya persepsi siswa yang kurang baik terhadap profesionalitas guru dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah.

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas selanjutnya peneliti memfokuskan dan membatasi penelitian pada persepsi siswa tentang profesionalisme guru Agama Islam, yaitu meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian yang akan diteliti yaitu, “Bagaimana persepsi siswa SMA Negeri 8 Tangerang Selatan terhadap profesionalisme guru PAI yang meliputi kompetensi


(20)

pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional?”

E.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban atas permasalahan penelitian yang telah tersusun dalam bentuk rumusan masalah. Maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas XI terhadap profesionalisme guru PAI di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan.

F.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain: 1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah kependidikan, khususnya tentang persepsi siswa terhadap profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam serta dapat menjadi pertimbangan bagi mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini.

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kepala sekolah dan guru untuk meningkatkan profesionalitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Manfaat bagi siswa diharapkan dapat memberikan sikap dan pandangan positif terhadap profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam, sehingga dapat meneladani guru-guru PAI sebagai panutan yang baik dalam berkehidupan.


(21)

KAJIAN TEORITIS

A.

Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Persepsi (perception) dalam arti sempit adalah penglihatan atau cara bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas adalah pandangan seseorang tentang bagaimana ia mengartikan dan menilai sesuatu. Maka persepsi itu bersifat selektif. Karena setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya yaitu kebutuhan, harapan, dan minat yang dimiliki oleh setiap individu.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persepsi merupakan tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu.2 Dalam Kamus Psikologi, persepsi adalah proses untuk mengingat atau mengidentifikasikan sesuatu; biasanya dipakai dalam persepsi rasa, bila benda yang diingat atau diidentifikasikan merupakan objek yang mempengaruhi organ perasaan.3 Atau dapat dikatakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya. Disebutkan pula, persepsi diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

M. Alisuf Sabri mendefinisikan persepsi atau pengamatan adalah aktivitas jiwa yang memungkinkan manusia mengenali rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, dengan kemampuan inilah kemungkinan manusia mengenali lingkungan hidupnya.4

Persepsi merupakan suatu proses identifikasi dan interpretasi terhadap suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima. Stimulus tersebut diterima melalui lima panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perasa, peraba dan penciuman. Setelah tubuh mendapatkan stimulus, pada tahap 1

Akyaz Azhari, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004), h. 107. 2

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), cet. IV, h. 1061.

3

Nancy Simanjutak, Terj, Kamus Psikologi, (Penguin Books Ltd., 1988), cet. II, h. 338-339. 4

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 2006), h. 45.

8


(22)

selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan tahap interpretasi. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi sehingga akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Hasil seleksi tersebut kemudian akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna.5

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi ialah pandangan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan pancaindera, pengalaman, dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya sehingga ia secara sadar mengenal dan memahami lingkungan sekitarnya.

2. Proses Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

(Gambar 2.1. Proses pembentukan persepsi)6

a. Proses penerimaan rangsangan

Proses pertama dalam pembentukan persepsi adalah penerimaan rangsangan data dari berbagai sumber. Sumber-sumber diterima individu melalui panca indera yang dimiliki dan akan diberikan respon sesuai dengan penilaian dan pendirian arti terhadap rangsangan lain.

5

Valentina Rosa Manihuruk, “Persepsi Tentang Konseling Pranikah Pada Siswa Tingkat Akhir”,

Skripsi pada Sarjana FIK UI, Jakarta, 2012, h. 25-26, tidak dipublikasian. 6

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kiki Brother’s, 2006), cet. I, h. 70.


(23)

b. Proses menyeleksi rangsangan

Dengan banyaknya rangsangan dapat beragam yang masuk dan diterima, maka proses kedua adalah proses penyeleksian terhadap rangsangan-rangsangan yang diterima. Hal ini terjadi karena tidak memungkinkan untuk memperhatikan keseluruhan rangsangan yang datang dan diterima.

c. Proses pengorganisasian

Setelah penyeleksian maka dilanjutkan dengan proses penyusunan data atau rangsangan yang telah diterima ke dalam suatu bentuk.

d. Proses interpretasi

Setelah data atau rangsangan diterima dan disusun, proses selanjutnya adalah individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah rangsangan atau data tadi ditafsirkan. Persepsi pada prinsipnya adalah memberikan arti kepada berbagai data, dan ada beberapa persepsi yang dapat mempengaruhi penafsiran.

3. Faktor-Faktor Persepsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, internal dan eksternal.

a. Faktor personal

1) Kebutuhan atau motif. Contohnya seperti orang yang kesehariannya kurang makan akan memberi perhatian ekstra terhadap informasi tentang makanan. Atau seorang karyawan percetakan akan memilih membaca berita tentang kelangkaan kertas ketika membaca koran di pagi hari daripada berita lainnya.

2) Sikap, nilai, preferensi, dan keyakinan. Contohnya: Seorang siswa yang memiliki kegemaran di bidang musik akan memilih berita tentang pertunjukan musik di televisi, sedangkan siswa yang memiliki minat di bidang sastra akan lebih memilih untuk membaca buku.

3) Tujuan.


(24)

5) Gaya komunikasi. Contoh: siswa yang introvert atau pemalu cenderung memilih bertanya kepada teman sebangku daripada bertanya langsung kepada guru.

6) Pengalaman dan kebiasaan. Hal ini terbentuk dari pendidikan dan budaya.

b. Faktor eksternal

1) Karakter fisik. Contohnya: ukuran, warna, intensitas, dan sebagainya. 2) Pengorganisasian pesan, yaitu cara bagaimana pesan diatur atau

diorganisasikan mempengaruhi persepsi seseorang.

3) Novelty (kebaruan, keluarbiasaan). Hal-hal yang baru atau luar biasa akan lebih dapat menyedot perhatian seseorang bahkan suatu kelompok, dibandingkan dengan hal-hal yang rutin atau biasa saja. 4) Mode, yaitu bagaimana informasi itu diserap oleh panca indera (bisa

melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, atau pengecapan).

5) Asal mula informasi. Asal informasi mempengaruhi seseorang dalam menyerap pesan. Ada informasi yang berasal dari lingkungan fisik, dari diri sendiri, dari orang lain (melalui komunikasi antarpribadi), dari media massa, dan lain-lain.7

Adapun faktor-faktor berbedanya persepsi setiap orang, disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

a. Perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada di sekitar kita secara sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja.

b. Set adalah harapan seseorang tentang rangsangan yang akan timbul. Misalnya, pada seorang pelari yang siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar bunyi pistol disaat ia harus mulai lari.

c. Kebutuhan, termasuk kebutuhan sesaat dan kebutuhan yang menetap pada diri seseorang mempengaruhi persepsi orang tersebut.

d. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi. Suatu eksperimen di Amerika Serikat menunjukkan 7

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kiki Brother’s, 2006), cet. I, h. 63.


(25)

bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga miskin mempersepsikan mata uang logam lebih daripada uang yang sebenarnya.

e. Ciri kepribadian juga mempengaruhi persepsi. Contohnya A dan B bekerja di kantor yang sama di bawah pengawasan seorang atasan. A yang pemalu dan penakut mempersepsikan atasannya sebagai tokoh yang menakutkan, sedangkan B yang memiliki kepercayaan diri menganggap atasannya sebagai tokoh yang dapat diajak bergaul seperti orang biasa lainnya.

f. Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi.8

B.

Profesionalisme Guru

1. Pengertian

Profesionalisme bersal dari bahasa Inggris ‘Profession’ yang berarti mata pencaharian atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.9 Ketika seseorang bekerja sesuai dengan keahliannya dan mencapai hasil yang bagus maka dikatakan bahwa ia adalah seorang yang profesional. Maka dalam hal ini ia patut mendapatkan jaminan dan tunjangan (feedback) atas prestasi yang telah ia capai dalam bidangnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesionalisme ialah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen, teori, dan atau paham para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.10 Ahmad Tafsir memberikan pengertian profesionalisme sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.11

8

Akyaz Azhari, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Teraju Mizan Publika, 2004), h. 108-109. 9

M. Jhons Echols, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), cet. XXIII, h. 499. 10

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 17.

11

Ibid., h. 6.


(26)

Profesional (professional) merupakan sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuannya dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan yang kemudian menjadi matang. Selain itu, dalam bidang apapun profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal, yaitu keahlian, komitmen, dan keterampilan. Ketiga hal tersebut dikembangkan melalui pendidikan pra-jabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan dalam jabatan.12

(Gambar 2.2. Segitiga Profesionalisme)

Dalam bahasa populer, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran. Seorang amatir dianggap belum mampu bekerja secara terampil, cekatan, dan baru taraf belajar. Secara sosiologis, suatu profesi merupakan refleksi dari adanya tuntutan dalam masyarakat akan proses dan hasil kerja yang bermutu, penuh tanggung jawab, bukan sekedar asal dilaksanakan. Sebagaimana persepsi Vollmer, yang dikutip oleh Ali Mudlofir dalam bukunya berjudul Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia (2012: 4) menyatakan bahwa dalam kajian sosiologik, profesi itu sesungguhnya hanya merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Namun demikian, bukan hal yang mustahil pula untuk mencapai perwujudannya dengan upaya yang sungguh-sungguh.

Berikut ilustrasi perbandingan sikap profesionalitas guru dan sikap amatir. 12

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 5.


(27)

Tabel 2.1.

(Ilustrasi Perbandingan Sikap Profesional dengan Amatir)13

PROFESIONAL AMATIR

Guru memandang tugas sebagai bagian ibadah

Guru memandang tugas semata-mata bekerja

Guru memandang profesi guru adalah mulia dan terhormat

Guru memandang profesi guru biasa saja

Guru menganggap kerja adalah amanah

Guru memandang kerja hanya mencari nafkah

Guru memandang profesi guru sebagai panggilan jiwa

Guru memandang profesi guru sebagai keterpaksaan

Guru menganggap kerja itu nikmat dan menyenangkan

Guru memandang kerja itu beban dan membosankan

Guru menganggap kerja itu sebagai bentuk pengabdian

Guru memandang kerja itu murni mencari penghasilan

Guru memiliki rasa/ruhul jihad dalam mengajarnya

Guru mengajar sekedar menggugurkan kewajiban

Guru mempelajari setiap aspek dari tugasnya

Guru mengabaikan untuk mempelajari tugasnya

Guru akan secara cermat menemukan apa yang diperlukan dan diinginkan

Guru menganggap sudah merasa cukup apa yang diperlukan dan diinginkan

Guru memandang, berbicara, dan berbusana secara sopan dan elegan

Guru berpenampilan dan berbicara semaunya

Guru akan menjaga lingkungan kerjanya selalu rapi dan teratur

Guru tidak memperhatikan lingkungan kerjanya

Guru bekerja secara jelas dan terarah

Guru bekerja secara tidak menentu dan tidak teratur

Guru tidak membiarkan terjadi kesalahan

Guru mengabaikan atau menyembunyikan kesalahan

Guru berani terjun kepada tugas Guru menghindari pekerjaan yang 13

Ibid, h. 111-112.


(28)

sulit dianggap sulit Guru akan mengerjakan tugas

secepat mungkin

Guru akan membiarkan pekerjaannya terbengkalai

Guru akan senantiasa terarah dan optimistik

Guru bertindak tidak terarah dan pesimis

Guru akan memanfaatkan dana secara cermat

Guru akan menggunakan dana tidak menentu

Guru bersedia menghadapi masalah orang lain

Guru menghindari masalah orang lain

Guru menggunakan nada emosional yang lebih tinggi seperti antusias, gembira, penuh minat, bergairah

Guru menggunakan nada emosional rendah seperti marah, sikap permusuhan, ketakutan, penyesalan, dan sebagainya

Guru akan bekerja sehingga sasaran tercapai

Guru akan berbuat tanpa memedulikan ketercapaian sasaran Guru menghasilkan sesuatu

melebihi dari yang diharapkan

Guru menghasilkan sekedar memenuhi persyaratan

Guru menghasilkan suatu produk atau pelayanan bermutu

Guru menghasilkan produk atau pelayanan dengan mutu rendah Guru mempunyai janji untuk masa

depan

Guru tidak memiliki masa depan yang jelas

Berdasarkan dari tabel di atas, dapat dikatakan bahwa suatu profesi yang yang sesungguhnya adalah suatu jabatan yang dijalani seseorang dengan berlandaskan amanat dari Sang Pencipta, sehingga dia menjalankan tugas dan tanggung jawab atas profesinya dengan bersungguh-sungguh dan mengembangkan seluruh potensi maupun kemampuan yang dimilikinya. Maka sudah seharusnya bagi seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan keahliannya dan menjunjung tinggi kode etik serta profesional dalam bekerja. Hal ini sebagaimana diungkapkan pula dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut.


(29)

�ﺪَ� ٍنﺎَﻨ ِ�ﺳ ُﻦْ� ُﺪ�ﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَﺛ�ﺪَ�

َ� ُﻦْ� ُل َﻼِﻫ ﺎَﻨَﺛ�ﺪَ� َنﺎَﻤْﯿَﻠ ُﺳ ُﻦْ� ُﺢْﯿَﻠُﻓ ﺎَﻨَﺛ

ِﻦْ� ِءﺎ َﻄَﻋ ْﻦَﻋ ٍّ ِﲇ

ٍرﺎ َﺴَ�

َﻋ

ﷲ َ ِﴇ َر َةَﺮْ�َﺮُﻫ ِﰊ�أ ْﻦ

َﻗ . َﺔَ�ﺎ �ﺴﻟا ِﺮ ِﻈَﺘْﻧﺎَﻓ ُﺔَﻧﺎَﻣ� ْ�ا ْﺖَﻌِّﯿ ُﺿ اَذ�ا : َ�ﲅَﺳ َو ِﻪْﯿَﻠَ� ُﷲ َﲆ َﺻ ِﷲ ُلْﻮ ُﺳَر َلﺎَﻗ : َلﺎَﻗ ُﻪْﻨَﻋ

َلﺎ

َ� ﺎَ ُﳤَﻋﺎ َﺿ

ا َﻒْﯿَﻛ :

َﺔَ�ﺎ �ﺴﻟا ْﺮ ِﻈَﺘْﻧﺎَﻓ ِ ِ�ْﻫ�أ ِ ْﲑَ� َﱃ�ا ُﺮْﻣ� ْ�ا َﺪِﻨ ْ�ﺳ�أ اَذ�ا : َلﺎَﻗ ؟ ِﷲ َلْﻮ ُﺳَر

(ىرﺎ�ﺒﻟا ﻩاور)

14

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.’ Seorang sahabat bertanya: ‘Bagaimana maksud amanat disia-siakan?’ Nabi menjawab: ‘Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.’” (HR Bukhari)

2. Kompetensi Guru

Kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat agar dianggap mampu untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.15 Dalam pengertian lain disebutkan bahwa kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya fisik) yang terwujud dalam bentuk perbuatan.16

Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, juga Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, standar kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PP 74/2008 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Empat kompetensi guru tersebut bersifat holistik, artinya merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling terkait. Khusus untuk guru PAI berdasarkan Permenag

14

ﺪﺒﻋ مﺎﻣﻹا ,يرﺎﺨﺒﻟا ﻞﯿﻋﺎﻤﺳإ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ّسا

,يرﺎﺨﻨﻟا ﺢﯿﺤﺻ

,ﻊﯾزﻮﺘﻟا و ﺮﺸﻨﻠﻟ ﺔﯿﻟوﺪﻟا رﺎﻜﻓﻷا ﺖﯿﻧ :ضﺎﯾﺮﻟا)

۱۹۹۸ ( ص , ۱۲۴۵ . 15

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 5. 16

Syaiful Sagala, Kemampuan Peofesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 23.


(30)

Nomor 16/2010 Pasal 16 ditambah satu kompetensi lagi, yaitu kompetensi kepemimpinan.17

Tabel 2.2.

(Kompetensi dan Subkompetensi Dasar Guru)18

Kompetensi Subkompetensi

Kompetensi pedagogik

Memahami peserta didik secara mendalam.

Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran.

Melaksanakan pembelajaran.

Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.

Kompetensi kepribadian

Kepribadian yang mantap dan stabil. Kepribadian yang arif.

Kepribadian yang berwibawa.

Berakhlak mulia dan dapat menjadi tauladan. Kompetensi

profesional

Menguasai struktur keilmuan/mapel yang diajarkan. Memahami kurikulum, silabus, dan RPP mapel yang diajarkan.

Kompetensi sosial

Mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

17

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 106.

18

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 115-116.


(31)

Menguasai struktur dan metode keilmuan.

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.19 Hal ini sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor 16/2012 ayat (1) meliputi:

a. pemahaman karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual;

b. penguasaan teori dan prinsip belajar pendidikan agama; c. pengembangan kurikulum pendidikan agama;

d. penyelenggaraan kegiatan pengembangan pendidikan agama;

e. pemaanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan agama;

f. pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki dalam bidang pendidikan agama;

g. komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik;

h. penyelenggaraan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar pendidikan agama;

i. pemanfaatan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran pendidikan agama; dan

j. tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan agama.20

Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.21 Hal ini sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:

a. tindakan yang sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia;

b. penampilan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

19

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2016, h. 41, (sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-tentang-guru-dan-dosen.pdf).

20

Ibid., h. 106-107. 21

Ibid., h. 9.


(32)

c. penampilan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa;

d. kepemilikian etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; serta

e. penghormatan terhadap kode etik profesi guru.22

Berdasarkan kompetensi tersebut, sebagaimana Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa guru harus memberi contoh yang baik dan teladan yang indah di mata murid sehingga anak senang. Kemudian guru juga harus berjiwa halus, sopan serta lapang dada (tasamuh), murah hati, dan terpuji. Dalam hal ini, Al-Ghazali memandang pemberian teladan sebagai sesuatu yang harus dilakukan oleh pendidik karena peserta didik senang dan mudah meniru. Ayat Al-Qur’an pun menyebutkan hal tersebut yang berbunyi:23

ْ ِﰲ ْ ُﲂَﻟ َن َﰷ ْﺪَﻘَﻟ

اَ ْﲑِﺜَﻛ َﷲ َﺮَﻛَذ َو َﺮِﺧ� ْ�ا َمْﻮَﯿْﻟا َو َﷲ اﻮُﺟْﺮَ� َن َﰷ ْﻦَﻤِّﻟ ٌﺔَﻨ َ�ﺴَﺣ ٌةَﻮ ْﺳ�أ ِﷲ ِلْﻮ ُﺳَر

: باﺰﺣٔ�ا)

۲۱

(

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi kamu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat. Dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab/33: 21)

Selanjutnya kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat.24 Hal ini sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi: a. sikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif berdasarkan

jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi;

b. sikap adaptif dengan lingkungan sosial budaya tempat bertugas; dan

22

Op. cit.

23

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 226-227. 24

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2016, h. 40, (sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-tentang-guru-dan-dosen.pdf).


(33)

c. sikap komunikatif dengan komunitas guru, warga sekolah dan warga masyarakat.25

Kompetensi Profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.26 Hal ini sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:

a. penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran pendidikan agama;

b. penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan agama;

c. pengembangan materi pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama secara kreatif;

d. pengembangan profesionalitas secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif; dan

e. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.27

Kompetensi kepemimpinan yaitu kompetensi yang dikhususkan kepada guru Pendidikan Agama. Kompetensi ini memberikan perhatian khusus kepada seorang pendidik Agama agar dapat menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya untuk masyarakat luas. Selain itu, guru Pendidikan Agama memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang sesuai berdasarkan ajaran agama yang dianut dan keharmonisan budaya Indonesia. Hal ini sebagaimana dimaksud pada Permenag Nomor 16/2010 ayat (1) meliputi:

a. kemampuan membuat perencanaan pembudayaan pengalaman ajaran agama dan perilaku akhlak mulia pada komunitas sekolah sebagai bagian dari proses pembelajaran agama;

b. kemampuan mengorganisasikan potensi unsur sekolah secara sistematis untuk mendukung pembudayaan pengamalan ajaran agama pada komunitas sekolah;

c. kemampuan menjadi inovator, motivator, fasilitator, pembimbing dan konselor dalam pembudayaan pengamalan ajaran agama pada komunitas

25

Ibid., h. 10. 26

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 226-227. 27

Op. Cit.


(34)

sekolah dan menjaga keharmonisan hubungan antar pemeluk agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.28

Guna mencapai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang profesi ahli Guru, menurut Undang Undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal 11, diwajibkan bagi seluruh angkatan lulusan dari program Diploma IV atau Sarjana 1 untuk melaksanakan Sertifikasi Guru, sehingga guru dapat menjalankan kewajiban profesinya dan mempertanggungjawabkan setiap tugasnya serta mendapatkan hak yang layak sebagaimana yang telah diatur oleh UU Pemerintah.

Keutamaan profesi seorang guru sangatlah besar sehingga Allah Ta’ala menjadikan sebagai tugas yang diemban oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana sabdanya:

َﲆ َﺻ ِﱯ�ﻨﻟا ِﻦَﻋ ﺎَﻤُ ْﳯَﻋ ُﷲ َ ِﴇ َر َﺮَ ُﲻ ِﻦْ�ا ِﻦَﻋ َو

َو , ِﻪِﺘ�ﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌل ْوُﺆ ْﺴَﻣ ْ ُﲂ� ُﳇ َو ٍعاَر ْ ُﲂ� ُﳇ : َلﺎَﻗ َ�ﲅ َﺳ َو ِﻪْﯿَﻠَ� ُﷲ

َﻓ ِﻩِ َ� َو َو ﺎَ ِ� ْوَز ِﺖْيَﺑ َﲆَ� ِﻪِﺘ�ﯿِﻋاَر ُة�أْﺮَﻤْﻟا َو ِﻪِتْيَﺑ ِﻞْﻫ�أ َﲆَ� ٍعاَر ُﻞُ��ﺮﻟا َو , ٍعاَر ُ ْﲑِﻣ� ْ�ا

�ﯿِﻋَر ْﻦَﻋ ٌل ْوُﺆ ْﺴَﻣ ْ ُﲂ� ُﳫ

ﻖﻔتﻣ) ِﻪِﺘ

(ﻪﯿﻠ�

29

“Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Ketahuilah bahwa setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (penguasa) adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan akan ditanya kepemimpinannya. Dan seorang laki-laki adalah pemimpin bagi istri dan anaknya dan akan ditanya tentang keluarganya. Camkanlah bahwa kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.’” (HR Bukhari)

Bukhari Umar menjelaskan didalam bukunya yang berjudul Ilmu

Pendidikan Islam (2010), menyatakan bahwa keberhasilan pendidik dalam

menjalankan tugasnya berdasarkan pada kompetensi berikut ini: a. Kompetensi personal-religius

28

Umar, loc. cit.

29 29

,يرﺎﺨﺒﻟا ﻞﯿﻋﺎﻤﺳإ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ّسا ﺪﺒﻋ مﺎﻣﻹا

,يرﺎﺨﻨﻟا ﺢﯿﺤﺻ

,ﻊﯾزﻮﺘﻟا و ﺮﺸﻨﻠﻟ ﺔﯿﻟوﺪﻟا رﺎﻜﻓﻷا ﺖﯿﻧ :ضﺎﯾﺮﻟا)

۱۹۹۸

(

ص , ۱۲۴۵

.


(35)

Kemampuan yang menyangkut kepribadian agamis; artinya, pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didik. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan dihayati oleh peserta didik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Kompetensi sosial-religius

Kemampuan yang menyangkut kepedulian terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong royong, tolong menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim dalam rangka proses pemindahan penghayatan nilai-nilai sosial antara pendidik dan peserta didik.

c. Kompetensi profesional-religius

Kompetensi ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus dan dapat mempertanggungjawabkannya berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.30

3. Prinsip Profesionalisme Guru

Asean Programme of Educational Innovation for Development (APEID) pada tahun 1976 di Tokyo yang membahas tentang pendidik, menyebutkan bahwa walaupun setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda, tetapi terdapat beberapa indikator yang merupakan karakteristik dari guru profesional, yaitu:

a. Menghubungkan murid dengan kebudayaan lingkungan. b. Membimbing ke arah berpikir ilmiah.

c. Merupakan sumber ilmu pengetahuan tertentu dengan belajar seumur hidup.

d. Mengorganisasi belajar murid, sebagai promotor, fasilitator, organisator, korektor, dan manager belajar murid.

e. Sebagai pembimbing atau penghubung murid terhadap lingkungannya yang masih kabur.

30

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 93-94.


(36)

f. Mengembangkan filsafat moral anak dan pandangan positif terhadap dunia.

g. Mengembangkan kreativitas dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi masa yang akan datang.

h. Sebagai koordinator lembaga-lembaga non formal di luar sekolah. i. Sebagai petugas pendidikan sosial.

j. Mengintegrasikan pengetahuan untuk kepentingan sekolah dan masyarakat.31

Menurut Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat (1) menerangkan bahwa: Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas;

e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. Memiliki kesempatan kerja untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesionalan guru.32

Prinsip-prinsip profesionalisme tersebut menempatkan guru sebagai sebuah profesi yang disamping memiliki kualitas akademik dan kompetensi kelimuan, guru juga harus mempunyai keikhlasan serta panggilan jiwa. Oleh karena itu, guru memainkan fungsi peranan penting dalam pendidikan yaitu,

31

Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana, Guru Profesional, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), cet. I, h. 130.

32

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2016, h. 9, (sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-tentang-guru-dan-dosen.pdf).


(37)

membina akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian anak didik yang menjadi landasan utama dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

C.

Guru Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal.33 Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1) guru itu sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan dan konseling atau guru bimbingan karier; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas.34

Maka dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam, ialah orang yang beragama Islam dan ia mengamalkan ajaran Islam, serta memiliki peran sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, penilai, dan evaluator terhadap peserta didik pada lembaga pendidikan formal.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 (Ayat 2) jabatan guru dinyatakan sebagai jabatan profesional. Teks lengkap sebagai berikut:

“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.”35

Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat 1, prinsip profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealisme.

33

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 119.

34

Ibid., h. 120. 35

Undang Undang RI Sistem Pendidikan Nasional No 20 Th. 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 27.


(38)

b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. d. Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi.

e. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan.

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan

keprofesionalan.

i. Memiliki organisasi profesi yang berkaitan dengan keprofesian.36

2. Syarat Guru PAI

Guru bukanlah pekerjaan yang mudah sebagaimana dibayangkan oleh sebagian orang. Profesi sebagai seorang guru bukanlah sebatas menyampaikan materi kepada siswa. Guru dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan sebagainya.

Seorang guru dituntut dengan sejumlah persyaratan, antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya.

Hasil studi beberapa ahli mengenai sifat atau karakteristik profesi guru menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, yaitu jenjang pendidikan tinggi yang di dalamnya termasuk pelatihan-pelatihan khusus yang berkaitan dengan keilmuan profesinya kelak.

36

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, 2016, h. 5, (sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/02/uu-nomor-14-tahun-2005-tentang-guru-dan-dosen.pdf).


(39)

b. Memiliki pengetahuan spesialisasi, penguasaan bidang keilmuan tertentu yang lebih khusus/spesialisasi seperti guru yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu.

c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.

d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan, seorang guru harus mampu berkomunikasi supaya apa yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa.

e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization, pekerjaan yang dia lakukan dapat dikelola sendiri tanpa bantuan orang lain.

f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan kepada anak didiknya pada saar dibutuhkan baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

g. Memiliki kode etik.

h. Memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas. i. Mempunyai system upah.

j. Budaya profesional.37

Dalam perspektif agama, syarat menjadi guru yang ideal ada dua puluh macam seperti halnya yang disampaikan KH. Hasyim Asy’ari, yaitu:38

a. Selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah Ta’ala. Muraqabah yaitu melihat Allah Ta’ala dengan mata hati dan menghubungkan dengan perbuatan yang telah dilakukan selama ini;

b. Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan;

c. Bersikap tenang;

d. Bersikap wara’ yaitu keluar dari setiap perkara syubhat dan intropeksi diri dalam setiap keadaan;

e. Selalu bersikap tawadhu, yaitu merendahkan diri dan melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah, hukum dan kebijaksanaan;

37

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. I, h. 71. 38

Aris Shoimin, Excellent Teacher, (Semarang: Dahara Prize, 2013), h. 19-21.


(40)

f. Selalu bersikap khusyu’ kepada Allah Ta’ala;

g. Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam setiap keadaan;

h. Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, atau agar lebih maju dibanding dengan orang lain;

i. Tidak diskriminatif terhadap murid;

j. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang tidak membahayakan diri sendiri, keluarga, sederhana dan qana’ah;

k. Menjauhkan diri dari tempat-tempat rendah dan hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci adat setempat;

l. Menjauhkan diri dari tempat kotor dan maksiat walaupun jauh dari keramaian;

m. Selalu menjaga syiar Islam dan zhahir hukum, seperti salat berjama’ah di masjid, menyebarkan salam, amar ma’ruf nahi munkar dan senantiasa berlaku sabar terhadap musibah yang dihadapi;

n. Menegakkan sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah, menegakkan segala hal yang mengandung kemaslahatan dengan jalan yang dibenarkan;

o. Membiasakan diri untuk melakukan sunnah yang bersifat syariat baik qauliyah atau fi’liyah;

p. Bergaul dengan akhlak yang baik;

q. Membersihkan hati dan tindakan dari akhlak jelek dan dilanjutkan dengan perbuatan baik;

r. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam setiap aktivitas;

s. Tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang;

t. Membiasakan diri untuk menyusun dan merangkum pengetahuan.

Dari poin yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa syarat menjadi guru harus memiliki landasan keagamaan yang kokoh dan disiplin, memahami visi misi pendidikan secara holistik dan integral, mempunyai kemampuan intelektual yang memadai, menguasai teknik pembelajaran yang kreatif.


(41)

Dari penjelasan tersebut pun, pada intinya guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu membedah aspek profesioanlisme guru berarti mengkaji kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi yang dimaksud telah penulis sebutkan sebelumnya pada poin kompetensi guru.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Ali Mudlofir mengemukakan tugas dan tanggung jawab pokok profesi guru dalam mengembangkan profesinya ada enam, yaitu:

a. Guru bertugas sebagai pengajar, dalam hal ini lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Untuk memenuhi tugas ini, guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya.

b. Guru bertugas sebagai pembimbing, dalam hal ini ditekankan kepada tugas memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu, tetapi juga menyangkut pembinaan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.

c. Guru bertugas sebagai administrator kelas, yang pada hakikatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Namun yang lebih diutamakan pada profesi guru ialah ketatalaksanaan bidang pengajaran.

d. Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum, yang mana guru dituntut untuk selalu mencari gagasan baru, penyempurnaan praktik pendidikan, khususnya dalam praktik mengajar.


(42)

e. Guru bertugas untuk mengembangkan profesi, yang dasarnya ialah tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya.

f. Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat, yang berarti guru harus dapat berperan menempatkan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaru masyarakat.39

Pendidik yang sebenarnya bukan hanya menjalankan tugas-tugas tersebut, tetapi juga bertanggung jawab atas pengelolaan (manager of learning), pengarah (director of learning), fasilitator, dan perencanaan (planner of future society). Maka fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan memiliki tiga bagian, yaitu:

a. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta melaksanakan penilaian setelah program dilakukan.

b. Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah Ta’ala menciptakannya.

c. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.40

Peran dan tugas guru tersebut meminta agar guru menguasai metodologi pendidikan, baik untuk menciptakan suasana belajar maupun untuk mendidik murid. Guru juga diminta mampu mengelola sistem pengajaran dan mengembangkan materi pelajaran, hal ini menyangkut pengetahuan guru tentang pengembangan kurikulum. Selanjutnya, guru juga dituntut mampu mengorganisasi, hal ini pun sejalan dengan tugas guru agar dapat 39

Ali Mudlofir, Pendidik Profesional: Konsep, Strategi dan Aplikasinya dalam Peningkatan Mutu Pendidik di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 62.

40

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 92-93.


(43)

berkomunikasi dengan baik pada murid-murid dan masyarakat sekitar. Kemampuan komunikasi ini sekaligus akan meningkatkan kemampuan guru sebagai staf bimbingan di sekolah dan masyarakat dalam rangka pemikiran pendidikan seumur hidup.41

D.

Penelitian yang Relevan

Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam SMP Islam Al-Fajar Kedaung Pamulang (Deskripsi Analisis Penelitian Kualitatif). Oleh Bakrudin. Mahasiswa UIN Jakarta 2011. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Hasil penelitian diketahui bahwa: sebagian besar guru PAI SMP Islam Al-Fajar kurang professional, karena masih banyak kekurangan dalam beberapa kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi personal, maupun kompetensi profesional.42

Profesionalisme Guru dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tematik Ayat-Ayat Al-Qur’an). Oleh Rian Ariandi. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Hasil penelitian diketahui bahwa seorang guru yang profesional tentunya menguasai berbagai macam kompetensi untuk menunjang kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Terdapat ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pada kompetensi guru, antara lain:

1. Al-Muzakki, yaitu senantiasa membersihkan diri dan muridnya dari

pengaruh negatif yang merusak akhlak, serta menjauhkan diri dari berbuat dosa dan maksiat, yang terdapat pada QS Al-Baqarah[2]:151.

2. Al-Mu’allim, paham terhadap murid, merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan teori dan strategi belajar, yang terdapat pada QS Al-Baqarah[2]:151.

41

Ibid. 42

Bakrudin, “Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam SMP Islam Al-Fajar Kedaung Pamulang (Deskripsi Analisis Penelitian Kualitatif)”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta, 2011).


(44)

3. Ulul Albab, mengemban misi sebagai pembangun masa depan peradaban bangsa serta menjadi bagian dari masyarakat, yang terdapat pada QS Ali Imran[3]:190-191.

4. Ulama, senantiasa mempelajari ilmu dengan kegiatan penelitian, sehingga mengantarkan dirinya memiliki rasa takut menggunakan berbagai teori itu tujuan yang bertentangan dengan kehendak Allah Ta’ala, yang terdapat pada QS Faathir[35]:27-28.43

E.

Kerangka Berpikir

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi untuk mencetak generasi yang berkembang dan madani di masa yang akan datang. Salah satu faktor keberhasilan suatu sekolah ialah guru yang berkualitas. Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting, khususnya dalam pendidikan formal untuk mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran yang tertuang dalam kurikulum. Selain itu pula guru merupakan kurikulum hidup yang memfungsikan program pembelajaran serta sebagai ujung tombak keberhasilan pelaksanaan pembelajaran.

Tujuan sekolah akan dapat tercapai jika guru yang mengajar di sekolah bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya dan menunjung kode etik dalam menjalankan profesinya sebagai guru. Maka ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat dikatakan sebagai tenaga pendidik profesional, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi personal, kompetensi profesional, serta khususnya kompetensi kepemimpinan bagi guru agama.

Dalam proses pembelajaran, siswa akan memperhatikan sikap yang mencerminkan prinsip dan komitmen seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Siswa akan mempersepsikan apa yang dilihatnya sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Persepsi siswa yang baik terhadap gurunya akan berdampak positif terhadap siswa tersebut dalam mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung. Begitu pun sebaliknya, persepsi siswa yang 43

Rian Ariandi, “Profeisonalisme Guru dalam Perspektif AL-Qur’an (Kajian Tematik Ayat-Ayat Al-Qur’an)”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta, 2015).


(45)

kurang baik terhadap gurunya dapat berdampak negatif terhadap siswa sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan sulit dicapai oleh siswa.


(46)

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan yang terletak di jalan Cirendeu Raya 5, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus hingga bulan November 2016.

B.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti. Adapun penelitian persepsi siswa kelas XI (sebelas) terhadap profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 8 Tangerang Selatan ini termasuk pada penelitian deskriptif (Descriptive Research), yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.1 Tipe umum dari penelitian deskriptif meliputi penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan, atau prosedur.2 Seltiz, Wrightsman, dan Cook mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian insight stimulating, peneliti terjun ke lapangan tanpa dibebani dan diarahkan oleh teori.3

Di dalam penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif.4 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif karena peneliti ingin memberikan gambaran data secara jelas mengenai persepsi siswa terhadap

1

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian: Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 47.

2

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2006), cet. XI, h. 11. 3

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h. 24.

4

Ibid., h. 70.

33


(47)

profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini berhubungan erat dengan pendekatan yang bersifat interpretatif dari sudut informan.

C.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.5 Dalam pengertian lain, populasi merupakan seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan.6 Jadi populasi adalah wilayah yang terdiri dari subjek dan objek yang mempunyai karakteristik tertentu sehingga menjadi perhatian peneliti.

Sampel diartikan sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh (master) yang diambil dengan cara-cara tertentu. Nurul Zuriah dalam bukunya Metodologi Penelitian: Sosial dan Pendidikan (2006) menyebutkan bahwa sampel diartikan sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan cara-cara tertentu. Sampel yang telah ditentukan merupakan perwakilan dari populasi yang ada.7

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa reguler kelas XI SMA Negeri 8 Tangerang Selatan tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 325 yang terbagi dalam 8 kelas. Jumlah penelitian ini menetapkan besar sampel dengan menggunakan populasi terbatas yaitu:

� = 1+�

(�)(�)

� = 325

1 + 325 (0,1)(0,1)

� = 325

4,25

� = 76,47

Peneliti menambah jumlah sampel sebanyak 10% dari jumlah sampel sebenarnya yaitu 76 menjadi 84 responden. Penambahan sampel ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan dalam pengisian 5

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h. 88.

6

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian: Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 116.

7

Ibid., h. 119.

Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = derajat ketepatan (10%)


(48)

instrumen seperti cacat, robek, rusak, tidak diisi atau adanya responden yang mengundurkan diri.

Adapun siswa yang dijadikan sampel penelitian dipilih secara acak dari masing-masing kelas dengan batas jumlah sampel ditentukan banyaknya sesuai dengan ketentuan di atas. Dengan demikian siswa memiliki kesempatan (peluang) yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Hal ini penulis menggunakan teknik penarikan sampel dengan menggunakan random sampling.

D.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan oleh penulis adalah angka dan dalam angket ini penulis memberikan pernyataan-pernyataan terkait dengan persepsi siswa terhadap profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel kisi-kisi instrumen penelitian di bawah ini:

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Persepsi Siswa Terhadap Profesionalisme Guru Agama Islam

No Dimensi Indikator Butir

Soal 1. Kompetensi Pedagogik

1.1.Memahami peserta didik secara mendalam.

− Mengidentifikasi bekal ajar siswa − Memahami karakteristik belajar

siswa

2

4 1.2.Merancang pembelajaran,

termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran.

− Menentukan strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan kompetensi materi.

13

1.3.Melaksanakan pembelajaran. 1.4.Merancang dan melaksanakan

evaluasi pembelajaran.

− Menata latar pembelajaran dan penilaian

− Menganalisis hasil penilaian untuk perbaikan kualitas program

1


(49)

1.5.Mengembangkan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensinya.

− Memfasilitasi siswa untuk

mengembangkan potensi akademik

dan non akademik 24, 15

2. Kompetensi Sosial

2.1. Mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik.

− Berinteraksi dengan siswa secara komunikatif

− Berinteraksi dengan siswa secara efektif

16

3

2.2. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

− Berinteraksi secara komunikatif dan efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

25

2.3. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

− Berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali siswa dan masyarakat sekitar

17

3. Kompetensi Kepribadian 3.1. Kepribadian yang mantap dan stabil.

− Bersikap secara konsisten sesuai dengan norma hokum

18

3.2. Kepribadian yang arif. − Terbuka dalam berpikir dan

bertindak

− Berpenampilan yang baik dalam menjalankan tugas

20

6 3.3. Kepribadian yang

berwibawa.

− Bersikap positif dan disegani

− Bertanggung jawab atas peran dan tugasnya

7, 23

22, 5 3.4. Berakhlak mulia dan dapat

menjadi tauladan.

− Bertindak sesuai norma religious dan memiliki perilaku yang diteladani siswa

21

4. Kompetensi Profesional


(50)

keilmuan/mata pelajaran yang diajarkan.

secara kreatif

− Menentukan sumber belajar − Memahami struktur pengetahuan

− Menguasai substansi materi

pelajaran

12 11

10 4.2. Memahami kurikulum,

silabus, dan RPP mata pelajaran yang diajarkan.

− Mengembangkan profesi dengan melakukan tindakan reflektif − Memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi untuk

berkomunikasi dan mengembangkan diri

19

14

Instrumen tersebut menggunakan skala likert dan skor dengan ketentuan sebagai berikut:

Sangat Sering (SS) = 5

Sering (S) = 4

Kadang-kadang (KK) = 3

Pernah (P) = 2

Tidak Pernah (TP) = 1

E.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk memudahkan data, fakta dan informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu: melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).

1. Metode Library (penelitian kepustakaan) penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari buku-buku dan literatur-literatur yang ada hubungan dengan objek yang diteliti. Riset kepustakaan ini ditunjukkan untuk mencari landasan teori yang berhubungan dengan penyusunan skripsi melalui membaca buku referensi serta dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Metode ini dimaksudkan untuk


(51)

memperoleh pengertian secara teoritis sebagai bahan yang mendasari pengumpulan data dilapangan serta analisis yang dilakukan.

2. Metode Field Research (penelitian lapangan)

Untuk memperoleh data lapangan, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Angket atau kuesioner, yaitu suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.8 Angket atau disebut juga dengan kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari siswa. Teknik ini dipilih peneliti dengan pertimbangan efektivitas, waktu dan biaya.

b. Wawancara (interview), yaitu alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Maka ciri utamanya ialah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewee).9 Wawancara ini dilakukan kepada 10 orang siswa kelas IPA dan atau IPS secara random. Informan dalam hal ini diambil sebanyak 10% dari sampel yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Observasi, yaitu dengan cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap keprofesionalan guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.

d. Dokumentasi, yaitu memperoleh data yang didokumentasikan oleh pihak sekolah. Data yang akan dikumpulkan melalui teknik dokumentasi meliputi: data tentang guru, siswa, pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana.

8

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori - Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), cet. I, h. 182.

9

Ibid, h. 179.


(52)

F.

Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan memerlukan ketelitian serta kekritisan dari peneliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam hal ini yaitu untuk menguraikan keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami bukan hanya oleh peneliti, tetapi juga orang lain. Adapun langkah-langkah yang ditempuh berdasarkan instrumen penelitian, adalah sebagai berikut:

1. Angket (Kuesioner)10

Perlu diketahui sebelumnya instrumen kuesioner dalam penelitian ini merupakan bagian dari triangulasi data, yaitu dimana keabsahan data diuji dan kemudian dijadikan

a) Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau

kuesioner yang berhasil dikumpulkan.

b) Scoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket.

c) Tabulating, yaitu peneliti memindahkan jawaban responden ke dalam

blanko yang tersusun rapi dan rinci dalam bentuk tabel. Dalam menghitung data-data yang didapat, peneliti menggunakan rumus prosentase, yaitu sebagai berikut:

� = ��100% Keterangan: P = angka prosentase

F = frekensi jawaban N = jumlah responden

Sedangkan untuk menyimpulkan tentang persepsi siswa terhadap profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam, penulis menggunakan statistik deskriptif yaitu melalui nilai mean (rata-rata) yang didapatkan melalui rumus prosentase sebagai berikut:

� = ��

���100% Keterangan: M = nilai rata-rata

NS = nilai skor NH = nilai harapan

10

Hadeli, Metode Penelitian Pendidikan, (Ciputat: PT Ciputat Press, 2006), cet. I, h. 91.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Bekasi, 29 Juli 1994 anak ke-empat dari lima bersaudara, sebagai anak perempuan pertama keluarga Bapak Badrudin Dedi Permana dan Ibu Supartini. Alamat rumah di Jln. Pulo Sirih Utara 3 Blok D/D No 119 RT 02/RW 14 Perumahan Pekayon Indah, Pekayon, Jatiasih, Bekasi Selatan, 17148.

Penulis menyelesaikan pendidikan di tempat kelahirannya yaitu mulai dari TK Salsabila selama 2 tahun selesai pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan di SD Negeri Pekayon Jaya VII dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya penulis memilih untuk menempuh pendidikan di asrama selama 6 tahun, yaitu SMP IT Tashifia Boarding School (lulus pada tahun 2009) dan SMA IT YAPIDH (lulus pada tahun 2012). Penulis kemudian melanjutkan perkuliahan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2012, dan dinyatakan lulus Sarjana pada awal tahun 2017.

Selama duduk di bangku perkuliahan penulis pernah aktif mengikuti program tahfiz di LTTQ (Lembaga Ta’lim dan Tahfiz al-Qur’an) Masjid Fathullah yang bertepatan di depan kampus UIN Jakarta pada tahun 2013-2014. Pada tahun yang sama, penulis dipercaya menjadi guru bimbel (bimbingan belajar) Bahasa Arab untuk tingkat Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab di Bekasi. Kemudian pada tahun 2015 penulis mendapat kesempatan untuk menimba ilmu dan penerapan ilmu pendidikan di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan dalam Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT).

Demikian biodata penulis ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui email nurhidayatylola@gmail.com.


Dokumen yang terkait

ANALISIS TERHADAP MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMAN11 TANGERANG SELATAN

0 3 108

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menangkal Bahaya Terorisme (Studi Di Sma Negeri 9 Tangerang Selatan)

0 5 109

Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Di Smp Negeri 6 Tangerang Selatan

3 26 108

Bagaimana Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SDN Rambutan 03 Pagi Jakarta

1 5 90

Persepsi siswa terhadap profesionalisme guru agama hubunganya dengan minat belajar pendidikan agama islam : studi kasus di sma 28 oktober 1928 jakarta selatan

0 13 0

Pengaruh Keterampilan Guru Dalam Pengelolaan Kelas Terhadap Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 7 Tangerang Selatan

0 5 91

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

1 5 18

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAMDALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Sd Negeri Natah Nglipar Gunungkidul.

0 2 13

PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Sd Negeri Natah Nglipar Gunungkidul.

0 3 15

PERANAN SUPERVISI PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI SE-SALATIGA - Test Repository

0 1 124