F. Sistem Pembagian Zakat
Untuk mengarah kepada daya guna dan hasil guna dari harta zakat, perlu adanya pengarahan dan pembinaan bagi mustahik zakat, baik untuk mustahik yang
bersifat pribadi maupun yang bersifat umum, karena harta zakat yang terkumpul
harus diberikan kepada mustahik delapan.
Menurut Ulama Abu Hanifah dan Imam Malik, zakat boleh dibagikan kepada satu golongan saja dari mustahik yang delapan. Bahkan menurut Abu Hanifah, zakat
boleh diberikan kepada satu orang saja dari salah satu asnaf, yaitu diberikan kepada yang paling membutuhkan.
58
Surat At-Taubah ayat 60 diturunkan untuk menjelaskan kategori orang-orang yang berhak untuk menerima zakat. Harta zakat yang terkumpun di utamakan untuk
diberikan kepada golongan yang lebih membutuhkan, karena maksud zakat adalah untuk menutupi kebutuhan, terutama untuk golongan fakir miskin.
59
Menurut Abu Hanifah, surat At-Taubah ayat 60 memberi pengertian bahwa harta zakat ini tidak boleh diberikan kepada selain delapan asnaf, akan tetapi dalam
pembagiannya boleh memilih diantara delapan asnaf tersebut yang mana lebih membutuhkan.
60
58
Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, t. t., al-Imam, t. th. jilid 6, h. 192.
59
Sjechul Adi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Jakarta: Pustaka Firdaus. 1996, h. 26.
60
Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, t. t., al-Imam, t. th. jilid 6, h.224.
Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar mengemukakan bahwa adanya perbedaan pendapat antara ulama salaf dan ulama-ulama sekarang dibeberapa Negara dalam
masalah ini, menunjukkan bahwa tidak adanya sunah amaliah di zaman Rasulullah SAW, dalam hal pengelolaan dan pendistribusian harta zakat.
61
Pada surat At-Taubah ayat 60 pun tidak terdapat perincian cara pembagian harta zakat. Ayat tersebut hanya menetapkan orang-orang yang berhak menerima
zakat, yaitu hanya kepada delapan golongan yang disebut saja. Bahkan Nabi SAW sendiri pun tidak pernah menerangkan cara pembagian itu. Beliau membagikan harta
zakat kepada mustahik sesuai kebutuhan yang diperlukan dan disesuaikan pula
dengan jumlah persediaan harta zakat yang ada.
Golongan Hanafiyah membolehkan distribusi zakat dengan qimah, yaitu penukaran harta zakat yang sudah ditentukan dengan benda lain atau dengan uang
tunai. Mereka beralasan bahwa, maksud dari zakat adalah untuk menutupi kebutuhan hidup dan menjadikan orang fakir atau miskin berkecukupan, menyelenggarakan
kemaslahatan umum baik bagi agama maupun umat, demi menjunjung tinggi kalimat Allah SWT.
62
BAZIS DKI Jakarta, dalam memudahkan pengumpulan dan penyaluran zakat, cenderung mengikuti pendapat golongan hanafiyah, yaitu sahnya mengeluarkan zakat
dengan uang tunai jika dikehendaki oleh kemaslahatan.
63
61
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Beirut: Dar al-Ma’arif, t. t, jilid 10, h.593.
62
Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Fath al-Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, t.t Al-Maktabah as- Salafiyah, t. th., jilid 4, h. 54.
63
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Badan Amil Zakat, Infak dan Shadaqah BAZIS, Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, Jakarta: 2002, h. 30.
BAB III GHARIM DALAM PANDANGAN FUKAHA DAN