Latar Belakang Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak (Adoptie) Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing (Sk Menteri Sosial Ri No.13 / Huk / Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utar

Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran anak dalam suatu perkawinan selalu dianggap merupakan salah satu syarat yang amat penting untuk terciptanya suatu keluarga yang “bahagia” baik pada masyarakat tradisional maupun modern. Bagi masyarakat arti anak dalam sebuah perkawinan justru dianggap lebih penting karena anak dianggap sebagai unsur penting bagi terciptanya keluarga bahagia, juga dianggap sebagai penerus keturunan, sebab tujuan perkawinan itu adalah meneruskan garis keturunan dari kerabat ibu, bapak atau ibu-bapak dari pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Jika dalam suatu perkawinan tidak diperoleh anak berarti tidak ada yang melanjutkan keturunan dan kerabatnya, yang dapat mengakibatkan punahnya kerabat tersebut. Oleh karena itu orang akan melakukan cara apa saja dan mengorbankan biaya apa saja untuk mendapatkan anak dalam perkawinan, bahkan ada yang melakukan program bayi tabung, tidak jarang juga mendapatkan anak, walaupun telah berusaha secara maksimal sehingga pengangkatan anak adopsi dianggap sebagai jalan terakhir. Hasil penyelidikan dari H. David Kirk mengungkapkan adanya orang tua angkat yang tidak mempunyai anak sama sekali hendak menutupi pengangkatan anaknya rejection of difference dan ia ingin dipandang sebagai orang tua asli. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Orang mempunyai naluri untuk menutup-nutupi hal-hal yang dianggap kurang baik karena dalam kehidupan masyarakat pada keluarga “normal” terdapat keluarga karena hubungan darah, maka keluarga yang terjadi bukan hubungan darah dianggap atau kurang normal. Cara seperti itu tentu bertentangan dengan hukum karena menggelapkan status keperdataan seseorang dan dapat dituntut pidana. 1 Masalah pengangkatan anak semakin menarik perhatian untuk dikaji setelah berlakunya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, oleh karena Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya hubungan hukum alimentasi antara anak angkat dan orang tua angkat berupa wasiat Pengangkatan anak yang lazim disebut adopsi adoption merupakan lembaga hukum yang dikenal sejak lama dalam budaya masyarakat Indonesia. Bermacam-macam motif orang melakukan pengangkatan anak, mungkin hanya sebagai pemancing atau sebagai pelanjut keturunan atau untuk pemeliharaan karena didasarkan pada rasa belas kasihan atau karena alasan-alasan yang lain. Peraturan mengenai tata cara dan akibat hukum dari pengangkatan anak itu sendiri juga bersifat pluralistik di Indonesia. Masing-masing etnis dan golongan penduduk mempunyai aturan sendiri mengenai prosedur dan akibat hukum pengangkatan anak. Keanekaragaman ini sering menyebabkan ketidakpastian dan masalah hukum yang tidak jarang menjadi sengketa di pengadilan. 1 Runtung, Bahan Kuliah Kapita Selekta Hukum Adat, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, h.32 Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 wajibah dalam Pasal 209. sehingga mengenai pengangkatan anak merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri itu terbentur pada Takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai. Pada umumnya manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan tersebut. Dalam hal pemilikan anak, usaha yang mereka lakukan adalah mengangkat anak “adopsi”. Eksistensi adopsi di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum sinkron, sehingga masalah adopsi masih merupakan problema bagi masyarakat, terutama dalam masalah yang menyangkut ketentuan hukumnya. Ketidaksinkronan tersebut sangat jelas dilihat, kalau dipelajari ketentuan tentang eksistensi lembaga adopsi itu sendiri dalam sumber-sumber yang berlaku di Indonesia, baik hukum barat yang bersumber dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Burgerlijk Wetboek BW; hukum adat yang merupakan”the living law” yang berlaku di masyarakat Indonesia, maupun hukum islam yang merupakan konsekuensi logis dari masyarakat Indonesia yang mayoritas mutlak beragama islam. 2 Dalam BW tidak diatur tentang masalah adopsi atau lembaga pengangkatan anak. Dalam beberapa pasal BW hanya menjelaskan masalah pewarisan dengan istilah “ anak luar kawin” atau anak yang diakui erkend kind. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Sedangkan menurut hukum adat terdapat keanekaragaman hukumya yang berbeda, antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, sehingga dengan perbedaan lingkaran hukum adat, seperti yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven “di Indonesia terdapat 19 lingkaran hukum adat rechtskring”, sedang tiap-tiap rechtskring pun terdiri dari beberapa kukuban hukum rechtstgouw”. 3 Dalam hukum Islam lebih tegas dijelaskan, bahwa pengangkatan seorang anak dengan pengertian menjadikannya sebagai anak kandung didalam segala hal, tidak dibenarkan. Hal ini sesuai dengan pembahasan Al Ustadz Umar Hubies dalam bukunya “Fatwa”. Hanya yang perlu digarisbawahi disini adalah bahwa larangan yang dimaksudkan adalah pada status pengangkatan anak menjadi anak kandung sendiri; dengan menempati status yang persis sama dalam segala hal Dengan demikian tentunya akan terdapat beberapa perbedaan pada masing-masing daerah hukum di Indonesia , tentang masalah status anak angkat itu. 4 2 Muderis Zaini, Adopsi: Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, h. 1 3 Ibid 4 Muderis Zaini, Loc. Cit. . Dari apa yang dikemukakan diatas maka jelaslah ketidaksinkronan dari tiga sistem hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dalam BW tidak dikenak kedudukan anak angkat itu sendiri, tetapi khusus bagi orang-orang yang termasuk golongan Tionghoa, lembaga adopsi ini diatur dalam staatsblad 1917 Nomor 129. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Dalam hukum adat masih terdapat ketentuan-ketentuan yang beranekaragam, namun demikian masih pula terdapat titik tautnya, sesuai dengan keanekaragaman budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam bentuk lambang negara Indonesia. Dalam Hukum Islam ada indikasi yang tidak menerima lembaga adopsi ini, dalam artian persamaan status anak angkat dan anak kandung. 5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW, yang diwarisi dari pemerintah Hindia Belanda tidak mengenal mengenai lembaga pengangkatan anak. Hal ini disebabkan BW memandang suatu perkawinan sebagai bentuk hidup bersama, bukan untuk mengadakan keturunan. 6 Hanya bagi golongan Tionghoa yang diadakan pengaturannya secara tertulis di dalam stb 1917 Nomor 129. KUHPerdata Indonesia tidak memuat peraturan mengenai adopsi, sebab dalam BW Nederland yang belum dirubah sebelum Perang Dunia II, materi tersebut tidak diatur, dan berdasarkan asas konkordansi, KUHPerdata Indonesai tidak pula mengenalnya. Pada tahun 1956 Nederland memasukkan ketentuan-ketentuan adopsi dalam BW. Tetapi oleh karena Nederland dan Indonesia tidak lagi terdapat hubungan konstitusional maka tidak ada lagi penyesuaian KUHPerdata Indonesia dengan BW Nederland. 7 5 Ibid. 6 Ali Affandi, Hukum Keluarga, Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada , Yogyakarta, h.57 7 Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982 h.1. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Nederland baru menerima lembaga adopsi itu setelah Perang Dunia II, meskipun Nederland sudah berabad-abad lamanya merevisi dasar-dasar hukum Romawi yang sudah lama mengenal lembaga adopsi dengan akibat timbulnya hubungan perdata penuh antara yang mengangkat anak dan anak angkatnya. Dari kenyataan itu, bahwa lembaga adopsi dengan akibat-akibat perdata seperti yang dikenal dalam hukum Romawi, memang tidak dikenal dalam hukum bangsa Belanda asli. Setelah Perang Dunia II yang mengakibatkan banyak anak-anak terlantar, lembaga adopsi diterima sebagai salah satu penyelesaian dalam masalah sosial yang sangat serius itu. 8 Bangsa Tionghoa yang sistem kekeluargaannya partilineal dan kepercayaannya berdasarkan pemeliharaan arwah nenek moyang memerlukan keturunan laki-laki untuk melakukan upacara-upacara yang ditujukan kepada nenek moyang tersebut. Karena itu hukum adat mereka mengenal lembaga adopsi yang terbatas pada anak laki-laki. 9 8 Ketentuan-Ketentuan Hukum Perdata Anak Penelitian dan Saran-Saran, Badan Koordinasi Nasional untuk Kesejahteraan Keluarga dan Anak BKN-KKA, Jakarta, 1972, h.. 17- 18. 9 Djaja S. Meliala, Loc. Cit Dengan memperhatikan hal itu pemerintah Hindia Belanda, sesuai pula dengan politik hukumnya devide et impera membuat peraturan tertulis mengenai pengangkatan anak khusus bagi golongan Tionghoa yang tidak berlaku bagi golongan Indonesia asli. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Oleh karena peraturan tersebut berasal dari negara asing, maka ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal yang bersangkutan sejak semula adalah tidak sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia, dan kini bahkan seluruh perangkat peraturan dalam Stb. 1917 Nomor 129 sudah tidak memadai, karena telah tertinggal oleh perkembangan zaman. Golongan pribumi Indonesia atau sekarang disebut warga negara Indonesia asli mengenal lembaga pengangkatan anak yang diatur dalam hukum adat masing-masing yang bercorak pluralistis. Mengangkat anak dengan berbagai akibat hukum banyak dilakukan oleh orang Indonesia asli, dan atau oleh warga negara asing terhadap anak-anak Indonesia dan sebaliknya, juga oleh mereka yang memeluk agama Islam, padahal hukum Islam tidak mengenal lembaga adopsi. 10 10 S. Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku ketujuh, jilid ketiga Bagian Pertama, PT. Kinta, Jakarta, 1969, h. 117 Hal ini menunjukan bahwa dikalangan orang Indonesia asli dirasakan kebutuhan akan lembaga pengangkatan anak tersebut. Karena itu lembaga adopsi perlu diatur dalam hukum perdata Nasional yang dicita-citakan, hal ini disamping untuk memberi kepastian hukum pada lembaga adopsi yang dirasakan kebutuhannya itu, juga sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah-masalah anak-anak terlantar dan anak yatim piatu. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Hukum positif tidak dapat terlepas dari pengaruh hukum agama dan hukum adat, maka perlu dicari bentuk pengangkatan anak yang tidak bertentangan dengan perasaan agama dan kebiasaan masyarakat, yang telah meresap dan telah mendarah daging dalam perasaan hukum masyarakat Indonesia. 11 R. Soepomo, memberi rumusan terhadap adopsi, bahwa adopsi adalah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri. 12 Seorang sarjana hukum Belanda yang khusus mempelajari tentang adopsi, yaitu J.A. Nota, memberi rumusan, bahwa adopsi adalah suatu lembaga hukum een rechtsintelling, melalui mana seseorang berpindah kepada ikatan keluarga yang lain baru, dan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan secara keseluruhan atau sebagian hubungan-hubungan hukum yang sama seperti antara seorang anak yang dilahirkan sah dengan orang tuanya. 13 Di berbagai negara, seperti: Jerman, Belgia, dan Austria, adopsi dipandang sebagai suatu kontrak, sebagai “vertrag”, atau ”overeenkomst”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa adopsi atau pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang memberi kedudukan kepada seorang anak orang lain yang sama seperti seorang anak yang sah. 14 11 Djaja S. Meliala, Op. Cit, h. 2 12 R. Soepomo, Hukum Perdata Adat Jawa Barat, terjemahan Ny. Nani Soewondo, Djambatan, Jakarta, 1967, h. 27 13 J.S. Nota, De Adoptie, Kluwer-Deventer, h. 3, dalam Djaja S. Meliala, Op.Cit, h. 3 14 S. Gautama, Op.Cit, h. 99 Dalam Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 pembagian hukum perdata materil 15 15 Soedirman Kartohadiprojo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, cetakan kelima, Pembangunan, Jakarta, 1967, h. 61-62. adopsi terletak dalam lapangan hukum keluarga. Hukum keluarga adalah semua kaidah-kaidah yang mengatur dan menentukan syarat-syarat, dan cara mengadakan hubungan abadi serta seluruh akibat hukumnya. Pada mulanya pengangkatan anak adopsi dilakukan semata-mata untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunanmarga, dalam suatu keluarga yang tidak mempunyai anak kandung. Di samping itu juga untuk mempertahankan ikatan perkawinan, sehingga tidak timbul perceraian. Tetapi dalam perkembangannya kemudian sejalan dengan perkembangan masyarakat, tujuan adopsi telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum pula dalam pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang berbunyi: “Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak”. Masih ada juga penyimpangan-penyimpangan, seperti misalnya ingin menambahmendapatkan tenaga kerja yang murah. Adakalanya keluarga yang telah mempunyai anak kandung, merasa perlu lagi untuk mengangkat anak, yang bertujuan untuk menambah tenaga kerja dikalangan keluarga atau karena merasa kasihan terhadap anak yang terlantar itu. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Dalam situasi ini, anak yang hendak diangkat diambil dari lingkungan keluarga dekat, jika tidak ada, baru dari lingkungan keluarga yang jauh. Dan kalau itu pun tidak ada, baru mengangkat anak orang lain. Pengangkatan anak lazim dilakukan di seluruh Indonesia. Akan tetapi caranya adalah berbeda-beda menurut hukum adat setempat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan unifikasi hukum…. 16 Perubahan-perubahan dalam hidup bernegara mempengaruhi sekali pertumbuhan hukum adat. Antara lain daripadanya adalah pertumbuhan penduduk, perkembangan industri dengan perkembangan teknik modern, perhubungan komunikasi modern, hubungan internasional. Hal-hal itu sangat menonjol dan membawa perubahan kepada kesadaran hukum bangsa. Oleh karena itu bila hendak mengadakan hukum nasional sesuai dengan apa yang sudah ditentukan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dengan memperhatikan kesadaran hukum masyarakat, hukum adat Indonesia, maka faktor-faktor yang , sehubungan dengan hal itu perlu ditinjau terlebih dahulu hukum adat itu, apa lagi dalam perkembangannya sekarang. Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1978 mencantumkan peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional dengan antara lain pembaharuan kodifikasi dan unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 mempengaruhi itu harus turut diperhitungkan. Yang telah berhasil dengan baik dimasukkan dalam Perundang-undangan nasional ialah lembaga hak ulayat dengan hak-hak yang bersumber padanya. 17 1 Ingin mempunyai keturunan, ahli waris Pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandung sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. Perumusan ini adalah perumusan umum untuk pengangkatan anak yang mempunyai beberapa bentuk perwujudan yang berkaitan dengan situasi dan kondisi masyarakat tertentu pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya apabila masalah pengangkatan anak ini diamati menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional, maka akan ditemukan hal- hal yang menjadi perhatian pengangkatan anak dan menyangkut hukum pengangkatan anak. Dari defenisi di atas dapat ditarik pemahaman yang menjadi sebab seorang melakukan pengangkatan anak adalah sebagai berikut: 2 Ingin mempunyai teman untuk dirinya sendiri atau untuk anaknya karena kesepian; 16 BPHN, “ Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional”, Kerjasama Badan Pembinaan Hukum Nasional dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, tanggal 15-17 Januari 1975 di Yogyakarta, Kesimpulan, h. 251. 17 Boedi Harsono dalam B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat, Serta Akibat-Akibat Hukumnya di Kemudian Hari, Rajawali, Jakarta, 1983, h. 1-2 Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 3 Ingin mewujudkan rasa sosial, belas kasihannya terhadap orang lain, bangsa lain yang dalam kesulitan hidup sesuai dengan kemampuannya; 4 Adanya peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pelaksanaan pengangkatan anak; 5 Adanya orang-orang tertentu yang menganjurkan pengangkatan anak untuk kepentingan pihak tertentu. 18 Kenyataan sosial yang tidak dapat lagi dipungkiri ialah bahwa pengangkatan anak merupakan salah satu aspek dalam hubungan antar bangsa dan anak negara. Pengangkatan anak semacam itu menimbulkan masalah baru yaitu masalah pengangkatan anak antar negara. Namun demikian hingga kini belum dijumpai literatur yang memadai tentang Pengangkatan Anak Antar Negara, demikian pula mengenai Undang-Undang tentang Pengangkatan Anak yang sejak tahun 1982 masih tetap dalam taraf Rancangan Undang-Undang. 19 Indonesia sebagai negara yang sudah memasuki kancah dalam hubungan dunia internasional tidak dapat terlepas dari masalah pengangkatan anak antar negara dimaksud, yang timbul lebih kurang sejak tahun 1912. 20 Pengangkatan anak untuk kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, 18 Shanti Dellyana, Wanita dan Anak Di Mata Hukum, edisi pertama, cetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 1988, h. 29 19 Ny. Erna Sofwan Syukrie, Pengaturan adopsi Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, 1992, h. 2 Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 tercantum dalam pasal 12 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Sementara Undang-Undang Pengangkatan anak di Indonesia masih dalam tahap pembentukan, yang ternyata hingga kini masih berupa “Rancangan Undang-Undang” namun demikian banyaknya masalah pengangkatan anak antar Negara yang dihadapi menuntut penyelesaian dengan segera, sedangkan peraturan-peraturan yang ada ketentuan adopsi untuk lingkungan golongan penduduk Tionghoa yang di atur dalam Stb. 1917 No. 129 dan Undang-Undang No.62 Tahun 1958 yang telah diganti dengan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI” sudah tidak lagi memadai. Oleh karenanya untuk menyelesaikan permohonan-permohonan pengangkatan anak baik antar negara maupun antar warga negara yang sebagi pedoman, semula diatur oleh Mahkamah Agung R.I. dengan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 M.A. Perub 0296 1979 tanggal 7 April 1979. Pengaturan tersebut adalah berdasarkan kewenangan Mahkamah Agung yang diuraikan dalam Pasal 131 Undang-Undang Mahkamah Agung R.I. No. 1 Tahun 1950 bab VIII. Peraturan rupa-rupa yang berbunyi: “jika dalam jalan peradilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka Mahkamah Agung dapat menentukan sendiri secara bagaimana soal itu harus dibicarakan”. Mendahului Surat Edaran Mahkamah Agung R.I. tersebut ialah Surat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 0754 A Pan.Kep 1972 tanggal 5 Juni 1972, disusul dengan Surat Edaran dari Menteri Kehakiman No.JHA 1 1 2 20 Ibid; Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 tanggal 24 Februari 1978. sementara itu dikeluarkan pula Surat Edaran dari Menteri Sosial No. HUK.3-1-58 78 tanggal 7 Desember 1978 perihal: Petunjuk sementara dalam pengangkatan anak adopsi Internasional. Juga peraturan Menteri Sosial R.I. No.13 tahun 1981 tentang Organisasi Sosial yang dapat menyelenggarakan usaha penyantunan anak terlantar, tanggal 25 Agustus 1981. 21 Hal ini tentunya juga tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Tidak boleh menutup mata akan adanya kasus pengangkatan anak yang dalam batas- Dari berbagai peraturan yang telah dikeluarkan oleh masing-masing instansi nampak bahwa peraturan tentang Pengangkatan Anak Antar Negara sangat diperlukan dalam pembangunan dan pengembangan hukum nasional. Dalam proses pengangkatan anak, anak tidak mempunyai kedudukan yang sah sebagai pihak yang membuat persetujuan. Anak merupakan objek persetujuan yang dipersoalkan dan dipilih sesuai dengan selera pengangkat. Tawar menawar seperti dalam dunia perdagangan dapat selalu terjadi. Pengadaan uang serta penyerahannya sebagai imbalan kepada yang punya anak dan mereka yang telah berjasa dalam melancarkan pengangkatan merupakan petunjuk adanya sifat bisnis pengangkatan anak. Sehubungan dengan ini, maka harus dicegah pengangkatan anak yang menjadi suatu bisnis jasa komersial. Karena hal ini sudah bertentangan dengan azas dan tujuan pengangkatan anak. 21 Ibid. Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 batas tertentu merupakan suatu keberhasilan peningkatan kesejahteraan anak. Kelihatan jelas perbaikan segi fisik, meteriilnya. Yang sulit diketahui, dijajaki adalah peningkatan segi mental, spiritual kesejahteraannya. Kecukupan kemakmuran materiil tidak dapat dipakai sebagai ukuran kepastian adanya kebahagiaan, kemakmuran spritual yang lestari. Permasalahan mental, spritual akan timbul apabila anak sudah mulai berpikir kritis. Hal ini apabila tidak ditangani secara bijaksana akan menimbulkan pertentangan-pertentangan antar orang tua dan anak angkat, yang dapat berakibat perpecahan hubungan orang tua dan anak yang lebih muda. Salah satu faktor pendukung perpecahan ini adalah hubungan orang tua dan anak yang tidak asli serta tidak alamiah keputusan pengadilan antara lain. 22 Menurut azas pengangkatan anak, maka seorang anak berhak atas perlindungan orang tuanya, dan orang tuanya wajib melindungi anaknya dengan berbagai cara. Oleh sebab itu hubungan antara seorang anak dengan orang tua harus dipelihara dan dipertahankan sepanjang hidup masing-masing. Pelaksanaan pengangkatan anak pada hakekatnya merupakan suatu bentuk pemutusan hubungan antara orang tua kandung dengan anak kandung. Dengan demikian, Hubungan kasihnya adalah lain jika dibandingkan dari orang tua kandungnya. Ini tidak menutup kamungkinan adanya orang tua angkat yag lebih baik daripada orang tua kandung. 22 Shanty Delliana, Op.Cit, h. 34 Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 maka pengangkatan anak adalah pada dasarnya tidak sesuai dengan azas pengangkatan anak dan tidak dapat dianjurkan. Pengangkatan anak pada hakekatnya dapat dikatakan sebagai salah satu penghambat usaha perlindungan anak. Oleh sebab pengangkatan anak yang pada hakekatnya memutuskan hubungan antara ayah kandung dengan anak kandung, menghambat seorang ayah kandung melaksanakan tanggungjawabnya terhadap anak kandungnya dalam rangka melindungi anak mental, fisik dan sosial. Pengangkatan anak tidak memberikan kesempatan anak melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap orang tua kandungnya. Hal ini tidak mendidik dan membangun kepribadian seorang anak. Pengangkatan secara langsung atau tidak langsung menyangkut kepentingan pelayanan anak yang dapat mempunyai dampak positif dan negatif pada masa depan yang bersangkutan. Oleh sebab itu perlu adanya suatu usaha pencegahan penyalahgunaan pengangkatan anak secara individual dan kolektif yang menyebabkan anak angkat menjadi korban mental, fisik, sosial. Usaha pencegahan ini harus dilakukan secara terpadu integrative yang menjurus kearah penanganan yang interdepartemental dan interdisipliner akibat pengamatan secara makro integrasi. 23 Pengangkatan anak menyangkut nasib anak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu pengangkatan anak menjadi pokok perhatian perlindungan anak, serta 23 Ibid, h. 35 Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 pelaksanaannya harus diamankan oleh hukum perlindungan anak demi perlakuan adil dan sejahtera bagi kehidupan anak. Apabila diperhatikan apa yang dikemukakan diatas mengenai keuntungan dan kerugian mengenai pelaksanaan pengangkatan anak, maka jelaslah bahwa pengangkatan anak bukanlah jalan atau cara terbaik untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan anak dan orang tua kandung sekeluarga dan pengangkatan anak hanya boleh dilakukan apabila benar-benar diperlukan dan harus tidak bertentangan dengan azas-azas pengangkatan anak. Pelaksanaan pengangkatan anak harus merupakan suatu pengecualian dan kondisi tertentu. Pada hakekatnya pengangkatan anak itu merupakan sesuatu yang bernilai ganda ambivalent dan yang kontradiktif dan berkaitan benar dengan atau erat dengan situasi dan kondisi tertentu yang tidak dapat dihindarkan. Antara lain pengangkatan anak itu merupakan sesuatu yang bersifat positif dan negatif, dapat merugikan dan menguntungkan yang bersangkutan, tidak dapat dilarang, tetapi juga tidak dapat dianjurkan. Berdasarkan hasil sidang tim PIPA tanggal 24 Agustus 2005 dihasilkan rekomendasi terhadap kasus-kasus adopsi yang telah mempunyai penetapan Pengadilan Negeri namun tidak sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan adopsi yang berlaku, guna diajukan ke Mahkamah Agung untuk meninjau kembali Penetapan Pengadilan Negeri tersebut, antara lain : Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 1. Penetapan PN Makassar No. 76 Pdt.P 2002PN.Mks tanggal 20 Juni 2002, dimana seharusnya melalui proses inter country adoption tetapi Pengadilan Negeri Makassar menetapkan proses adopsi yang dilakukan menggunakan domestic adoption. 2. Penetapan PN Malang No. 63Pdt.P2005PN.Mlg, dimana orang tua kandung asal beragama islam sedangkan orang tua angkat beragama kristen, hasil ini bertentangan dengan ketentuan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3. Penetapan PN Bogor No. 92Pdt.P2001PN Bogor, pengangkatan anak dilakukan oleh orang tua tunggal single parent yang harus mendapat persetujuan sosial, namun yang bersangkutan tidak pernah mengajukan permohonan ke Menteri Sosial. Dengan demikian kelihatan dengan jelas betapa kompleksnya, rumitnya permasalahan pengangkatan anak ini dan dapat membuat anak yang tidak mampu melindungi dirinya sendiri menjadi korban non struktural dan struktural korban suatu sistem struktur tertentu. Pengangkatan anak juga dapat dikatakan sebagai hasil suatu interaksi karena adanya interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Yang penting sekarang fenomena mana yang relevan dan dominan yang mempengaruhi adanya pengangkatan anak. Hal ini adalah penting dalam rangka menentukan kebijaksanaan untuk menyusun strategi dalam Rianto Sitorus : Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Adoptie Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Sk Menteri Sosial Ri No.13 Huk Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 mengatasi permasalahan pengangkatan anak. Yang rasional, positif, dapat di pertanggungjawabkan dan bermaanfaat bagi yang bersangkutan. Dengan banyaknya permohonan pengangkatan anak antar negara ada pihak-pihak yang menarik banyak keuntungan yang tidak pada tempatnya. Kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari kelurahan atau kepala desa dan kurangnya pengamatanpenelitian dapat mengakibatkan lolosnya permohonan pengangkatan anak antar negara tampa memperhatikan aspek keamanan negara. 24 1. Bagaimana proses pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing?

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

1 84 161

Peran Imigrasi Dalam Penanganan Pengungsi Warga Negara Asing Di Kota Medan

8 83 120

Perjanjian Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh Indonesian Nominee Kepada Warga Negara Asing

6 86 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak (Adoptie) Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing (Sk Menteri Sosial Ri No.13 / Huk / Tahun 1993 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak - Study Di Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 29 139

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak (Adoptie) Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara...

1 43 5

Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

5 114 133

Pengangkatan Anak Bagi Warga Muslim Di Pengadilan Negeri Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

0 8 103

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas. - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 10

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 20