16
pada kasus 6, antibiotika ampisilin-sulbactam pada kasus 7, antibiotika cotrim forte dan aciclovir pada kasus 15, antibiotika tazobac pada kasus 21.
10. Pemberian antibiotika yang tidak tepat rute pemberian kategori IIC
Rute pemberian antibiotika merupakan salah satu faktor penting dalam proses keberhasilan terapi. Rute pemberian antibiotika harus disesuaikan dengan
kebutuhan klinis dan kondisi pasien. Berdasarkan hasil evaluasi tidak ditemukan kasus dengan pemberian antibiotika yang tidak tepat rute pemberian.
11. Peresepan antibiotika tidak tepat waktu pemberian kategori I
Waktu pemberian antibiotika merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi ketersediaan obat di dalam sirkulasi sistemik yang berdampak
pada efek terapetik yang dihasilkan Yuniftiadi, 2009. Dalam penelitian ini, untuk menentukan waktu pemberian antibiotika dalam penyembuhan penyakit
dengan menggunakan acuan
Drug Information Handbook
2011. Berdasarkan hasil evaluasi tidak ditemukan kasus dengan pemberian antibiotika yang tidak
tepat waktu.
12. Peresepan tepat kategori O
Terapi pengobatan dikatakan tepat jika telah memenuhi indikator tepat penderita, tepat indikasi penyakit, tepat obat, tepat dosis dosis, jumlah, cara,
waktu dan lama pemberian obat harus tepat untuk mencapai efek terapi dan tepat penilaian kondisi pasien Depkes RI, 2008. Tepat penderita terkait dengan tingkat
keparahan infeksi yang akan mempengaruhi dosis, rute, interval dan lama pemberian antibiotika. Tepat indikasi adalah peresepan antibiotika dengan tujuan
untuk menghentikan infeksi. Tepat obat artinya pilihan antibiotika yang digunakan efektif untuk jenis bakteri yang diperkirakan atau berdasarkan hasil
kultur. Tepat dosis berarti pasien telah menerima antibiotika dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan klinis dan kondisi fisiologi pasien. Tepat penilaian
kondisi pasien yaitu penggunaan antibiotika disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus memperhatikan kontraindikasi, komplikasi, kehamilan,
17
menyusui, lanjut usia atau bayi. Berdasarkan, hasil evaluasi ditemukan peresepan antibiotika meropenem pada kasus 2, 6, 8, 17 dan 19, antibiotika cefriaxon pada
kasus 6, antibiotika amoclav pada kasus 13, antibiotika ofloxacin pada kasus 15, antibiotika klacid pada kasus 21, antibiotika ampicillin-sulbactam pada kasus 23.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah pasien ICU yang paling banyak ditemui laki
– laki 61 dan kelompok lansia 74 dengan lama perawatan sesuai standar yang kurang dari 10 hari 70. Antibiotika paling
banyak diresepkan untuk pasien ICU adalah meropenem 23 dengan cara pemberian intravena 43, frekuensi pemberian 8 jam dan lama pemberian 4-7
hari sesuai dengan standar DIH. Penyakit infeksi yang banyak ditemui pada pasien ICU adalah penyakit sepsis 22. Berdasarkan kriteria
gyssens
, antibiotika yang digunakan adalah 31 masuk dalam kategori O, 6 masuk
dalam kategori IIA, 14 masuk dalam kategori IIB, 31 masuk dalam kategori IIIA dan 17 masuk dalam kategori IIIB.
SARAN
Mengingat antibiotika dengan kategori O yang digunakan masih rendah 31, maka disarankan perlunya pengawasan penggunaan antibiotika oleh tenaga
medis di rumah sakit yang bersangkutan guna menjaga dan meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotika serta melakukan standarisasi dengan DIH
apabila pasien tidak memiliki resintensi terhadap antibiotika yang digunakan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
DAFTAR PUSTAKA Arulanantham, R., Pathmanathan, S., Ravimannan, N., and Niranjan, K., 2012,
Alternative Culture Media for Bacterial Growth Using Different Formulation of Protein Sources,
Scholars Research Library
, pp. 1-4. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A., and Mietzner, T.A., 2013,
Medical Microbiology
, 26
th
edition, Mc Graw-Hill Companies, USA, pp. 755-760.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008,
Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan
, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, hal. 6-8.
Gyssens, I.C., and Meer, J.M.W.V., 2001,
Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital
,
Clinical Microbiology Infection
, Volume 7, pp. 12-15.
Hopkins, J., 2015,
Antibiotic Guidelines 20152016
, John Hopkins Medicine, USA, pp. 8-20, 24-28, 32, 42-50, 54-56, 82-90, 99-100, 110-114, 137-144.
Kaldhudal, M., and Lovland, A., 2002, Clostridial Necrotic Enteritis and Cholangiohepatitis,
The Elanco Global Enteritis Symposium
, pp.1-14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a,
Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik
, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 15, 21, 27, 35-36.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, P., and Lance, L.L., 2011,
Drug Information Handbook
, 20
th
edition, Lexi-Comp Inc, USA, pp. 105-109, 119-121, 320-323, 366-370, 378-380, 382-384, 565-568, 1095-1096, 1136-
1138, 1394-1396, 1642-1644, 1790-1791. Martantya, R.S., Nasrul, E., dan Basyar, M., 2014, Gambaran Hitung Jenis
Leukosit Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang,
Artikel Penelitian
, hal. 1-4. Mckendrick, M.W., Mcgill, J.I., White, J.E., Wood, M.J., 1986, Oral Aciclovir in
Acute Herpes zoster,
British Medical Journal
, pp. 1-4. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010,
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit ICU Di Rumah Sakit
, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, hal. 4.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011,
Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan RI
, hal. 16-18,19-22. MIMS, 2015,
MIMS Petunjuk Konsultasi
, Edisi 15, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
hal. 166,
180, 186-187,
188-189, 190-191,
196-197, 199, 201, 207-209, 221, 223.
Nascimento, Y.A., Carvalho, W.A., and Acurcio, F.A., 2009, Drug-Related Problems Observed in a Pharmaceutical Care Service, Belo Horizonte,
Brazil,
Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences
, p. 1-10. Notoatmodjo, 2012,
Metodologi Penelitian Kesehatan
, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 35-36.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003,
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia
, PDPI, Jakarta, hal. 2-4, 7-9.
Pratiwi, S.T., 2008,
Mikrobiologi Farmasi
, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 152, 154-164
Siswandono, dan Soekardjo, B., 2000,
Kimia Medisinal
, Universitas Airlangga Press, Surabaya, hal. 109-161.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002,
Obat-Obat Penting
, Edisi Kelima, PT Gramedia, Jakarta, hal. 60-61.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2007,
Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya
, Edisi VI, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 65-67.
Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edision, Mc Graw Hill, USA, p. 1-8,
26-35, 185-193, 221-230, 251-255, 293, 313-322, 361-404, 418-447, 490- 499.
20
WHO, 2001,
WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance
, WHO, Switzerland, p. 24-25.
21
LAMPIRAN
22
Lampiran 1
Gambar 1. Diagram Alir Kualitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria
Gyssens
23
Penilaian peresepan antibiotika dengan menggunakan metode
gyssens
terbagi dalam kategori 0-VI. Kategori pengkajian kualitas peresepan antibiotika menurut
metode
gyssens
Gyssens, 2001: Kategori 0
Penggunaan antibiotika tepat atau bijak Kategori I
Penggunaan antibiotika tidak tepat waktu Kategori IIA
Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis Kategori IIB
Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian Kategori IIC
Penggunaan antibiotika tidak tepat cara atau jalur pemberian Kategori IIIA
Penggunaan antibiotika terlalu lama Kategori IIIB
Penggunaan antibiotika terlalu singkat Kategori IVA
Ada antibiotika lain yang lebih efektif Kategori IVB
Ada antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih aman Kategori IVC
Ada antibiotika lain yang lebih murah Kategori IVD
Ada antibiotika lain yang spektrum anti bakterinya lebih sempit
Kategori V Penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi
Kategori VI Rekam medis tidak lengkap untuk dievaluasi
24
Lampiran 2 Tabel I. Profil Golongan dan Jenis Antibiotika Pada Pasien ICU RSH
Jerman Periode Januari – September 2015
Golongan Antibiotika Jenis Antibiotika
Jumlah Antibiotika
Persentase
Penisillin Amoksisilin
1 3
Amoclav 1
3 Ampicillin-
Sulbactam 2
6 Sefalosporin
Cefriakson 1
3 Carbapenem
Meropenem 8
23 Antibiotika lain sebagai inhibitor
sintesis dinding sel Vancomycin
1 3
Kuinolon Ciprofloxacin
1 3
Ofloxacin 1
3 Makrolida
Klacid Clarithromycin
4 11
Tetrasiklin Doxycylin
3 8
Metronidazol Metronidazol
2 6
Piperacillin Tazobac
3 9
Sulfonamida Cotrim Fote
3 8
Antivirus Aciclovir
4 11
Total Antibiotika 35
100
25
Lampiran 3 Tabel II. Profil Cara Pemberian Antibiotika Pada Pasien ICU RSH Jerman
Periode Januari – September 2015
Nama Antibiotika Jumlah Antibiotika
Cara Pemberian Antibiotika
Amoksisilin 1
Intravena Amoclav
1 Oral
Ampisilin-Sulbactam 2
Intravena Cefriaxon
1 Intravena
Meropenem 8
Intravena Vancomycin
1 Oral
Ciprofloxacin 1
Oral Klacid Clarithromycin
4 Oral
Doxycyclin 3
Oral Metronidasol
2 Oral
Tazobac 3
Intravena Cotrim Forte
3 Oral
Aciclovir 4
Oral Ofloxacin
1 Oral
Total Antibiotika Oral 20 57,14
Total Antibiotika Intravena 15 42,86
26
Lampiran 4 Tabel III. Hasil Pemeriksaan Kultur Bakteri Pada Pasien ICU RSH
Jerman Periode Januari – September 2015
Nama Pasien Penyakit Infeksi
Hasil Kultur Bakteri
Kasus 1 V.a pneumonia dan infeksi
saluran kemih -
Kasus 2 Peritonitis akut dan sepsis
- Kasus 3
Keracunan makanan Clostridium enteritis positif
-
Kasus 4 Sepsis
Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada
kultur darah secara mikroskopis
Kasus 5 Pielonefritis akut
ISK komplikasi -
Kasus 6 Herpes zoster enzefalitis,
pneumonia aspirasi,sepsis dan COPD
Tidak ada bakteri dan jamur pada
kultur darah
secara mikroskopis
Kasus 7 Pneumonia nosokomial oleh
MS Staphylococcus aureus -
Kasus 8 Peritonitis akut dan sepsis
- Kasus 9
Sepsis -
Kasus 10 Septic arthritis
- Kasus 11
Pneumonia aspirasi dan sepsis
- Kasus 12
Clostridium difficile terkait sepsis
Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada
kultur darah secara mikroskopis
Kasus 13 Pneumonia aspirasi dan
COPD Ada bakteri aerobik dan anaerobik
maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis
Kasus 14 Pneumonia nosokomial oleh
MRSA MRSA tidak terdeteksi
Kasus 15 COPD dan septic arthritis
Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada
kultur darah secara mikroskopis
Kasus 16 Herpes zoster dan infeksi
saluran kemih. -
27 Kasus 17
COPD dan sepsis Terdapat
Bacillus dan
Staphylococcus epidermidis banyak Kasus 18
Septic arthritis dan peptic ulcer
Helicobacter pylori
positif Tidak ada bakteri aerobik dan
anaerobik maupun fungi pada kultur darah secara mikroskopis
Kasus 19 Infeksi vagina oleh
Escherichia dan Klebsiella -
Kasus 20 Pneumonia nosokomial dan
COPD -
Kasus 21 COPD dengan komplikasi
eksaserbasi uncomplicanted -
Kasus 22 Pneumonia nosokomial oleh
MRSA MRSA tidak terdeteksi
Kasus 23 V.a pneumonia dan COPD
Tidak ada bakteri aerobik dan anaerobik maupun fungi pada
kultur darah secara mikroskopis
28
Lampiran 5 Contoh Rekam Medis Kasus 1
Nama Pasien : Kasus 1
No RM :
78652
Umur :
60 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Tanggal Masuk :
10.01.2015
Riwayat : - Tanggal Keluar :
26.01.2015
Diagnosa Penyakit :
Ventilator associated pneumonia Infeksi saluran kemih terdapat nitrit positif
Serangan jantung tahap pertama Hipertensi arteri
Hipokalemia
Hasil Laboratorium : -
Tabel IV. Profil Penggunaan Antibiotika dan Obat Lain Pada Kasus 1 Nama
Antibiotika Dosis
Antibiotika Aturan
Pemakaian Lama
Pemberian Jalur
Pemberian
Tazobac 4,5 g
3x1 sehari 3 hari
Intravena
Nama Obat Lain Dosis Obat
Aturan Pemakaian
Lama Pemberian
Jalur Pemberian
Pantozol 40 mg
2x1 sehari 16 hari
Oral Xarelto
15 mg 1x sehari
16 hari Oral
Metoprolol 47,5 mg
3x1 sehari 16 hari
Oral Ramipril
5 mg 2x1 sehari
16 hari Oral
Bricanyl 250 mcg
2x 12 ampul 16 hari
Subkutan NAC
600 mg 1x sehari
16 hari Oral
Insulin Rapid -
jika dibutuhkan -
Intravena Terapi inhalasi
dengan larutan -
3x1 sehari 16 hari
Inhaler Bifiteral obat
sirup 20 mL
2x1 sehari 16 hari
Oral PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Tabel V. Analisis Antibiotika Pada Kasus 1 Berdasarkan Diagram Alir
Gyssens
Antibiotika : Tazobac 4,5 g
Kategori Gyssens Hasil Assesment Lolos Tidak Lolos Per Kategori
Kategori VI
Lolos kategori VI Data rekam medis pasien lengkap Assesment : Data rekam medis lengkap.
Kategori V
Lolos kategori V Ada indikasi infeksi bakteri Assesment : Pada pasien ini menderita penyakit ventilator
associated pneumonia yang ada indikasi infeksi bakteri diduga adanya bacilli gram negatif yang lain dan infeksi saluran kemih
yang terdapat nitrit positif yang mengindikasikan adanya bakteri gram negatif, misalnya E.coli Hopkins, 2015.
Kategori IV A
Lolos kategori IV A Tidak ada antibiotika yang lebih efektif Assesment : Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif,
antibiotika lini pertama untuk pengobatan V.a pneumonia dan infeksi saluran kemih adalah tazobac 4,5 g bentuk injeksi sudah
tepat Lacy
et al
, 2011 and Hopkins, 2015.
Kategori IV B
Lolos kategori IV B Tidak ada antibiotika yang lebih aman Assesment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak
ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien kecuali bagi pasien yang hipersensitivitas terhadap penisilin dan inhibitor beta
laktamase serta tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan kecuali dengan probenecid Lacy
et al
, 2011.
Kategori IV C
Lolos kategori IV C Tidak ada antibiotika yang lebih murah Assesment : Harga antibiotika tazobac 4,5 g merek Tazocin
Perusahaan Pfizer per vial adalah Rp 65.912,00 dibandingkan tazobac 4,5 g merek Pybactam Perusahaan Sandoz per vial adalah
Rp 230.000,00 MIMS, 2015. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Kategori IV D
Lolos kategori IV D Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik
Assesment : Tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien pada awal diagnosa,
sehingga pemberian antibiotika dilakukan secara empiris. Antibiotika tazobac 4,5 g merupakan golongan piperacillin yang
berspektrum sempit untuk membunuh bakteri gram negatif bersifat bakterisid sehingga dalam pengobatan V.a pneumonia
yang diduga disebabkan bacilli gram negatif dan infeksi saluran kemih yang terdapat nitrit positif indikasi adanya bakteri gram
negatif, E.coli sudah tepat pengobatannya Lacy
et al
, 2011; Hopkins, 2015; Perhimpunan Paru Indonesia, 2003.
Kategori III A
Lolos Kategori III A Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama
Assessment : Penggunaan antibiotika tazobac 4,5 g secara intravena tidak terlalu lama, waktu yang dianjurkan 7-14 hari
sedangkan penggunaan antibiotika tazobaz 4,5 g secara intravena diberikan selama 3 hari Lacy
et al
, 2011.
Kategori III B
Tidak Lolos Katgeori III B Penggunaan antibiotika terlalu singkat
Assessment : Penggunaan antibiotika tazobac 4,5 g secara intravena terlalu singkat, waktu yang dianjurkan 7-14 hari
sedangkan penggunaan antibiotika tazobac 4,5 g secara intravena yang diberikan selama 3 hari Lacy
et al
, 2011.
Kesimpulan Penggunaan antibiotika terlalu singkat kategori III B
31
Lampiran 6 Contoh Rekam Medis Kasus 2
Nama Pasien : Kasus 2
No RM :
72172
Umur :
49 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal Masuk :
04.07.2015
Riwayat :
Abdomen akut Kuadran peritonitis perforasi lambung
Penggumpalan darah, leukopenia Gagal ginjal akut
Tanggal Keluar :
04.07.2015
Diagnosa Penyakit :
Peritonitis akut Penggumpalan darah sepsis
Gangguan ginjal kronis
Hasil Laboratorium :
Leukosit 2,7 x 103 µl normal : 4,4 - 10,1 CRP C-Reactive Protein 47,6 mgL normal : 0,50 mgL
PCT Procalcitonin 100 ngmL normal 0,5 ngmL
Antibiotika yang Digunakan : Meropenem
Dosisnya 1 g Aturan pemakaian 3x1 sehari
Lama pemberian 4-5 hari Jalur pemberian intravena
32
Tabel VI. Analisis Antibiotika Pada Kasus 2 Berdasarkan Diagram Alir
Gyssens
Antibiotika : Meropenem 1 g
Kategori Gyssens Hasil Assesment LolosTidak Lolos Per Kategori
Kategori VI
Lolos Kategori VI Data rekam medis pasien lengkap Assesment : Data rekam medis lengkap.
Kategori V
Lolos Kategori V Ada indikasi infeksi bakteri Assesment : Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri.
Peritonitis akut merupakan respon inflamasi pada lapisan peritoneum yang disebabkan oleh bakteri secara spontan
dapat berupa bakteri gram positif maupun gram negatif dan beresiko tinggi pada pasien gagal ginjal. Sedangkan penyakit
sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik sekunder terhadap infeksi bakteri disebabkan bakteri gram negatif.
Selain ini juga didukung dengan nilai leukosit yaitu 2,7 x 103 µl normal : 4,4 - 10,1,nilai CRP C-Reactive Protein 47,6
mgL menunjukkan risiko tinggi pada kardiovaskuler dan nilai PCT Procalcitonin 100 ngmL menunjukkan risiko
tinggi sepsis berat yang berada di luar batas normal sehingga menunjukkan adanya infeksi bakteri Wells
et al
, 2015.
Kategori IV A
Lolos Kategori IV A Tidak Ada antibiotika yang lebih efektif
Assessment : Tidak ada antibiotika yang lebih efektif sehingga pengobatan peritonitis akut yang disebabkan bakteri secara
spontan dan penyakit sepsis menggunakan Meropenem 1g bentuk injeksi sudah tepat karena pasien mempunyai riwayat
abdomen akut Hopkins, 2015.
Kategori IV B
Lolos Kategori IV B Tidak ada antibiotika yang lebih aman
Assessment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien
seperti terjadi reaksi anaphylactic dan tidak ada interaksi dengan obat lain yang digunakan kecuali dengan probenecid
Lacy
et al
, 2011. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Kategori IV C
Lolos Kategori IV C Tidak ada antibiotika yang lebih murah
Assessment : Harga antibiotika meropenem 1 g merek Merabot Perusahaan Interbat adalah Rp 330.000,00 lebih
murah dibandingkan meropenem 1 g merek Eradix Perusahaan Pharos adalah Rp 350.000,00 MIMS, 2015.
Kategori IV D
Lolos Kategori IV D Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik
Assessment : Tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien pada awal diagnosa,
sehingga pemberian antibiotika dilakukan berdasarkan riwayat pasien dan secara empiris. Antibiotika meropenem 1 g bentuk
injeksi merupakan golongan beta-laktam yang berspektrum luas sehingga tepat digunakan untuk pengobatan peritonitis
akut dan sepsis yang bakteri tidak diketahui dengan jelas yang dapat berupa bakteri gram negatif maupun gram positif
Hopkins, 2015 and Wells
et al
, 2015.
Kategori III A
Lolos Kategori III A Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama
Assessment : Penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena tidak terlalu lama, waktu yang dianjurkan 4-7 hari
sedangkan penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena diberikan selama 4-5 hari Lacy
et al
, 2011.
Kategori III B
Lolos Kategori III B Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat
Assessment : Penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena tidak terlalu singkat, waktu yang dianjurkan 4-7 hari
sedangkan penggunaan antibiotika meropenem 1 g secara intravena diberikan selama 4-5 hari Lacy
et al
, 2011.
Kategori II A
Lolos Kategori II A Penggunaan antibiotika tepat dosis Assessment : pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g
secara intravena dengan dosis 3 x 1 gram setiap 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan dosis terapi meropenem untuk peritonitis
akut dan sepsis yaitu 3x1 gram setiap 4-7 hari Lacy
et al
, 2011.
34
Kategori II B
Lolos Kategori II B Penggunaan antibiotika tepat interval pemberian
Assessment : pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g secara intravena dengan interval pemberian setiap 8 jam dalam
3x1 gram setiap 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan interval pemberian dalam terapi meropenem 1 g untuk peritonitis akut
dan sepsis yaitu setiap 8 jam dalam 3x1 gram setiap 4-7 hari Lacy
et al
, 2011.
Kategori II C
Lolos Kategori II C Rute pemberian antibiotika tepat Assessment : Pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g
dengan jalur pemberian secara intravena dengan aturan pemakaian 3x1 gram selama 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan
jalur pemberian secara intravena dalam terapi meropenem 1 g untuk peritonitis akut dan sepsis dalam aturan pemakaian 3x1
gram setiap 4-7 hari Lacy
et al
, 2011.
Kategori I
Lolos Kategori I Waktu pemberian antibiotika tepat Assessment : pasien diberikan antibiotika meropenem 1 g
secara intravena dengan waktu pemberian 3x sehari dalam 1 gram setiap 4-5 hari. Hal ini sesuai dengan waktu pemberian
dalam terapi meropenem 1 g untuk peritonitis akut dan sepsis yaitu 3x sehari dalam 1 gram setiap 4-7 hari Lacy
et al
, 2011.
Kategori O Penggunaan antibiotika tepat atau bijak
35
Lampiran 7 Contoh Rekam Medis Kasus 3
Nama Pasien : Kasus 3
No RM :
34172
Umur :
83 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal Masuk : 11.01.2015
Riwayat :
Sesak napas Pusing dan mual
Alergi penisillin
Tanggal Keluar :
16.01.2015
Diagnosa Penyakit :
Keracunan makanan Clostridium enteritis positif Tidak suara sesak nafas
Perut kembung Tidak ada tekanan rasa sakit
Neurologis pasien terganggu kelainan pada sistem saraf
Hasil Laboratorium : Tanggal 11.01.2015 :
CK Kreatin Kinase 43 U L normal : 167 UL CRP C-Reactive Protein 2,02 mgL normal : 0,50 mgL
Kalsium 2,37 mmol L normal : 9 - 11 mgdL Kreatinin 1,05 mgdL normal : 0,8 – 1,4 mgdL
Eritrosit 5,4 x 106 µL normal : 4,0 – 5,2 Leukosit 19,6 x 103 µl normal : 4,4 - 10,1
Trombosit 226 x 103 µL normal : 1,5
– 4,0 GFR Glomerular Filtration Rate 67 mL min normal : 60 – 89
Glukosa 108 mgdL normal : 70 – 110 mgdL Hemoglobin 17,0 gdL normal : 12,0 – 16,0 gdL
Kalium 4,67 mmolL normal : 3,5 – 5,3 mmolL Natrium 135 mmol L normal : 135 - 145 mmolL
LDH Lactate Dehidrogenase 169 U L normal : 110- 210 UL Neutrofil 90 normal : 50 – 70
Monosit 6 normal : 4 - 11 Limfosit 4 normal : 16 - 46
Eosinofil 0 normal : 0 - 8 Hematokrit 48,4 normal : 42 - 52
Urea 26 mgdL normal : 7 – 22 mgdL PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Tanggal 12.01.2015 :
Status urin 0 mgdL normal : 0,5 – 1,2 mgdL Status urin eritrosit 50 µL normal : 25
Warna urin kecoklatan
Tabel VII. Profil Penggunaan Antibiotika dan Obat Lain Pada Kasus 3 Nama
Antibiotika Dosis
Antibiotika Aturan
Pemakaian Lama
Pemberian Jalur
Pemberian
Metronidazol 400 mg
2x1 sehari 9 hari
Oral
Nama Obat Dosis Obat
Aturan Pemakaian
Lama Pemberian
Jalur Pemberian
ASS 100 mg
1x sehari 6 hari
Oral Simvahexal
30 mg 1x sehari
6 hari Oral
Bisoprolol 5 mg
12 dalam 2x sehari 6 hari
Oral Ramipril
2,5 mg 1x sehari
6 hari Oral
37
Tabel VIII. Analisis Antibiotika Pada Kasus 3 Berdasarkan Diagram Alir
Gyssens
Antibiotika : Metronidazol 400 mg
Kategori Gyssens Hasil Assesment LolosTidak Lolos Per Kategori
Kategori VI
Lolos Kategori VI Data rekam medis pasien lengkap Assessment : Data rekam medis lengkap
Kategori V
Lolos Kategori V Ada indikasi infeksi bakteri Assessment : Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri
yaitu pada keracunan makanan terdapat clostridium enteritis positif disebabkan oleh clostridium perfringens Bacilli gram
positif yang menyebabkan infeksi pada usus. Selain itu juga didukung dengan nilai leukosit 19,6 x 103 µl normal : 4,4-
10,1, nilai limfosit 4 normal : 25-40, nilai neutrofil 90 normal : 50-70, nilai CRP Protein C-reaktif 2,02 mg dL
normal : 0,50, nilai GFRCKD-EPI 67 mL min normal : 90-120 yang berada di luar batas normal, warna urin
kecoklatan Kaldhusdal Lovland, 2002 and Wells
et al
, 2015.
Kategori IV A
Lolos Kategori IV A Tidak ada antibiotika yang lebih efektif
Assessment : Tidak ada antibiotika yang lebih efektif, antibiotika lini pertama untuk Clostridium enteritis positif
yaitu Metronidazol 400 mg bentuk oral yang efektif untuk spesies Clostridium Hopkins, 2015 and Wells
et al
, 2015.
Kategori IV B
Lolos Kategori IVB Tidak ada antibiotika yang lebih aman
Assessment : Antibiotika ini cukup aman digunakan karena tidak ada kontraindikasi dengan kondisi fisiologis pasien
seperti hipersensitivitas terhadap metronidazol dan derivatif nitroimidazol serta tidak ada interaksi dengan obat lain yang
digunakan kecuali dengan alkohol, busulfan, kolkisin, eplerenon dan antagonis vitamin K Lacy
et al
, 2011. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Kategori IVC
Lolos Kategori IVC Tidak ada antibiotika yang lebih murah
Assessment : Harga antibiotika metronidazol 400 mg merek Metrolet Perusahaan Harsen adalah Rp 576,00 dibandingkan
antibiotika metronidazol merek Trichodazol Perusahaan Sanbe adalah Rp 1.008,00 MIMS, 2015.
Kategori IVD
Lolos Kategori IVD Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik
Assessment : Tidak dilakukan kultur bakteri sehingga tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien pada awal diagnosa,
sehingga pemberian antibiotika secara empiris. Antibiotika metronidazol 400 mg secara oral adalah turunan nitroimidazol
yang berspektrum luas sehingga tepat untuk pengobatan keracunan makanan yang terdapat clostridium enteritis positif
disebabkan oleh clostridium perfringens Kaldhusdal Lovland, 2002 and Wells
et al
, 2015.
Kategori IIIA
Tidak Lolos Kategori IIIA Penggunaan antibiotika terlalu lama
Assessment : Penggunaan antibiotika metronidazol 400 mg secara oral terlalu lama, waktu yang dianjurkan adalah 4-7
hari. Hal ini tidak sesuai penggunaan antibiotika metronidazol 400 mg secara oral dalam pengobatan keracunan makanan
yang terdapat clostridium enteritis positif disebabkan oleh clostridium perfringens pada pasien adalah 9 hari Lac
y et
al,
2011. Kesimpulan