Kaitan Hasil Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS dengan Hasil Penelitian

29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan hasil dari penelitian tentang perilaku nongkrong, konsumsi fast food, dan status gizi terhadap kadar gula darah responden. Pembahasan hasil akan dikategorikan menjadi 3 bagian utama yaitu perilaku nongkrong, perilaku konsumsi, dan kaitan hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dengan hasil penelitian pada responden.

A. Kaitan Hasil Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS dengan Hasil Penelitian

Pada Responden Para responden dilakukan pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk mengetahui kaitannya dengan pola konsumsi dan kebiasaan nongkrong. Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil pengecekan rata-rata kadar gula darah sewaktu KGDS sebagai berikut: Tabel 4.1. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS Pada Responden Hasil Pengecekaan KGDS mgdl Laki-Laki 90,76 Perempuan 92,63 Rata-rata 91,45 Berdasarkan data Tabel 4.1. diketahui bahwa rata-rata hasil pengecekan KGDS Kadar Gula Darah Sewaktu pada responden laki-laki yaitu sebesar 90,76 mgdl, pada responden perempuan yaitu sebesar 92,63 mgdl, dan rata-rata keseluruhan hasil pengecekan pada responden yaitu sebesar 91,45 mgdl. Kemudian berdasarkan 30 hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk hasil pengecekan terendah dan tertinggi diketahui yaitu sebesar 63 mgdl dan sebesar 168 mgdl. Dari hasil pengecekan ini, KGDS para responden masih tergolong normal. Hal ini dikarenakan seseorang diketahui ada tidaknya mengidap diabetes melitus apabila hasil pemeriksaan gula darah sewaktunya 200 mgdL, apabila dalam keadaan puasa minimal 8 jam kadar gula darah 126 mgdL dan 2 jam setelah makan kadar gula darah 200 mgdL Cahyono, 2012. Kadar gula seeorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik responden jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal yaitu adanya riwayat diabetes melitus dalam keluarga dan kebiasaan sarapan Saufika, dkk. 2012. Pada Tabel 4.2., 4.3., dan 4.4. menunjukkan kaitan antara faktor tersebut dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu. Tabel 4.2. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS antara Jenis Kelamin dengan Keadaan Sarapan Jenis Kelamin KGDS mgdl Sarapan Tidak Sarapan Laki-Laki 91,70 88,45 Perempuan 96,35 86,12 Rata-rata total 93,29 87,47 Tabel 4.3. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS antara Jenis Kelamin dengan Riwayat Diabetes Melitus DM pada Keluarga Responden Jenis Kelamin KGDS mgdl Ada Riwayat DM pada Keluarga Tidak Ada Riwayat DM pada Keluarga Laki-Laki 83,85 92,32 Perempuan 89,2 93,64 Rata-rata total 84,72 92,79 31 Tabel 4.4. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS antara Jenis Kelamin, Kegiatan Sarapan, dan Riwayat Diabetes Melitus pada Keluarga Responden Jenis Kelamin KGDS mgdl Sarapan dan Memiliki Riwaya DM Keluarga Sarapan dan Tidak Ada Riwayat DM pada Keluarga Tidak Sarapan dan Memiliki Riwaya DM Keluarga Tidak Sarapan dan Tidak Ada Riwayat DM pada Keluarga Laki-laki 84,2 93,40 83 89,67 Perempuan 91,5 98,3 80 87 Rata-rata 87,44 94,93 82 88,5 Data pada tabel tersebut memberikan informasi bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi hasil kadar gula darah responden. Diketahui rata-rata KGDS perempuan lebih tinggi daripada laki-laki baik ditunjukkan pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. Hal ini dikarenakan pada perempuan memiliki LDL low-density lipoprotein atau kolesterol jahat yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. LDL merupakan pengangkut kolesterol tertinggi pada manusia Botham dan Mayes, 2009. Menurut Kemenkes 2010 kadar kolesterol yang tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisiti yang dapat menyebabkan sel beta pankreas menjadi rusak dan mengakibatkan terjadinya penyakit diabetes melitus tipe-2. Lipotoksisiti merupakan penganggu proses pengambilan glukosa dan sekresi insulin akibat kelebihan jumlah asam lemak. Hal ini yang menyebabkan perempuan lebih beririko mengalami diabetes mellitus Jelatik dan Haryati, 2014. Namun, Tabel 4.4. tidak menunjukkan bahwa hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki yaitu pada hasil 32 pengecekan responden tidak sarapan dan memiliki riwayat DM dalam keluarga sebesar 80 mgdl pada responden perempuan dan 83 mgdl pada responden laki- laki. Hasil pengecekan pada responden yang tidak sarapan dan tidak memiliki riwayat DM dalam keluarga menunjukkan hasil yang sama bahwa KGDS responden laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 89,67 mgdl daripada responden perempuan yaitu sebesar 87 mgdl. Hal ini dapat dipengaruhi aktivitas dan gaya hidup sehari –hari para responden. Diketahui bahwa tidak sedikit remaja perempuan melewatkan waktu makan untuk mengurangi jumlah makanan yang dikonsumsi dengan alsan khawatir menjadi gemuk. Pengecekan kadar gula darah sewaktu sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi makanan dikarenakan setelah makan terjadi proses pencernaan zat makanan yaitu pemecahan glukosa yang akan digunakan sebagai energi, sehingga kandungan glukosa akan meningkat dalam darah Istiany dan Rusilanti, 2013. Hal ini juga menjelaskan Tabel 4.2. bahwa hasil pengecekan KDGS pada responden yang sarapan lebih tinggi yaitu sebesar 93,29 mgdl dari responden yang tidak sarapan yaitu 87,47 mgdl. Begitu pula pada Tabel 4.4. menunjukkan hasil pengecekan responden yang melakukan kegiatan sarapan lebih tinggi daripada responden yang tidak sarapan. Menurut Fatmawati 2010, orang dengan riwayat keluarga diabetes melitus memiliki risiko 2,97 kali untuk mengidap diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus dalam keluarga. Apabila salah satu orang tuanya menderita diabetes melitus, maka risiko seseorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 menderita diabetes melitus adalah sebesar 15. Jika kedua orang tua memiliki riwayat diabetes melitus maka risiko untuk menderita diabetes melitus adalah 75. Namun, pada Tabel 4.3. menunjukkan responden yang memiliki riwayar keluarga DM, hasil pengecekan kadar gula darah sewaktunya lebih rendah yaitu sebesar 84, 72 mgdl dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat DM dalam keluarga sebesar 92,79 mgdl. Cahyono 2010 menjelaskan bahwa seseorang yang di dalam keluarganya memiliki riwayat DM risiko DM diturunkan dapat dihindari apabila seseorang dalam kesehariannya melakukan pola makan yang sehat dan aktivitas yang cukup. Aktivitas fisik dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas hormone insulim, sehingga glukosa dalam darah dapat dikendalikan Misnadiarly, 2006. Pola makan sehat bertujuan untuk menjaga berat badan dalam batas normal Indeks Massa Tubuh 18,50 – 24,99, dikarenakan sesorang yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes melitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas Sujaya, 2009. Akibat dari obesitas ialah kandungan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid FFA dalam sel mengalami peningkatan. Peningkatan FFA ini akan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga menyebabkan terjadinya resisten insulin dan menganggu kerja penyerapan glukosa ke plasma membran Teixeria- Lemos dkk, 2011. Obesitas didefinisi sebagai berat badan berlebih. Untuk mengetahui sesorang mengalami obesitas dengan melihat status gizinya. Status gizi dapat menunjukkan keadaan tubuh seseorang dari akibat konsumsi makanan dan gizi Istianty dan Rusilanti, 2013. 34 Menurut Oktaviani, dkk 2012 klasifikasi obesitas apabila hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh sebesar ≥ 30. Status gizi dapat diketahui berdasarkan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh. Untuk hasil pengukuran berat badan dan IMT responden ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan 4.6. Tabel 4.5. Data Berat Badan Responden Berat Badan kg Terendah 43,50 Tertinggi 143,30 Rata-rata 61,64 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh dan Status Gizi Responden IMT Persentase Kurus 18,50 23,33 Normal 18,50 – 24,99 56,67 Gemuk 25,00 – 29,99 13,33 Obesitas ≥ 30 6,67 Jumlah 100 Menurut Tabel 4.5. diketahui berat badan tertinggi adalah 143,30 kg dan berat badan terendah adalah 43,50 kg, dan rata-rata berat badan responden ialah 61,64 kg. Berat badan tertinggi mau terendah belum dapat digunakan sebagai penentu seseorang mengidap kegemukan atau obesitas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengetahui seseoramg mengidap obesitas perlu melihat hasil perhitungan indek massa tubuhnya. Dari hasil perhitungan indeks massa tubuh pada responden ditunjukkan oleh Tabel 4.6. didapati sebanyak 6,67 mengalami obesitas dan sebanayak 13,33 mengalami kegemukan. Kegemukan dan obesitas merupakan akibat dari gizi berlebih yang dapat berdampak di usia dewasa nantinya berisiko menyebabkan 35 penyakit degenartif, salah satunya diabetes mellitus DM aoabila tidak segera melakukan pencegahan dengan merubah pola hidup menjadi lebih sehat. Selanjutnya, hasil dan pembahasan dari uji korelasi antara faktor yang diteliti yaitu perilaku nongkrong yang diketahui berdasarkan frekuensi nongkrong yang dilakukan oleh responden, konsumsi fast food oleh responden, dan IMT responden terhadap hasil pengecekan KGDS responden. Tabel 4.7. menunjukkan uji korelasi anatara indeks massa tubh dengan kadar gula darah sewaktu. Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara Indeks Massa Tubuh dengan Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS KGDS IMT KGDS Pearson Correlation 1 .010 Sig. 2-tailed .942 N 60 60 IMT Pearson Correlation .010 1 Sig. 2-tailed .942 N 60 60 Berdasarkan hasil Uji Korelasi Product Moment Pearsonpada Tabel 4.7. diketahui bahwa IMT para responden tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengecekan KGDS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,942 atau lebih besar dari nilai alpha yakni sebesar 0,05. Nilai koefisiesn korelasi r IMT dengan KGDS diperoleh yaitu sebesar 0,010 yang berarti hubungan antar dua variable tersebut sangat lemah. Pada Tabel 4.8. menunjukkan hasil uji korelasi antara frekuensi nongkrong dengan kadar gula darah sewaktu. Berdasarkan hasil uji dengan Uji Korelasi 36 Product Moment Pearson diketahui bahwa frekuensi nongkrong responden tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengecekan KGDS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,686 atau lebih besar dari nilai alpha yakni sebesar 0,05. Nilai koefisiesn korelasi r IMT dengan KGDS diperoleh yaitu sebesar 0,053 yang berarti hubungan antar dua variable tersebut sangat lemah. Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara Frekuensi Nongkrong dengan Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS Frekuensi Nongkrong KGDS Frekuensi Nongkrong Korelasi Pearson 1 .053 Sig. 2-tailed .686 N 60 60 KGDS Korelasi Pearson .053 1 Sig. 2-tailed .686 N 60 60 Pada Tabel 4.9. menunjukkan hasil uji korelasi antara frekuensi nongkrong dengan kadar gula darah sewaktu. Berdasarkan hasil uji dengan Uji Korelasi Product Moment Pearson diketahui bahwa frekuensi konsumsi fast food responden tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengecekan KGDS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,394 atau lebih besar dari nilai alpha yakni sebesar 0,05. Nilai koefisiesn korelasi r IMT dengan KGDS diperoleh yaitu sebesar 0,112 yang berarti hubungan antar dua variable tersebut sangat lemah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 Tabel 4.9. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu KGDS KGDS Frekuensi Konsumsi Fast Food KGDS Korelasi Pearson 1 .112 Sig. 2-tailed .394 N 60 60 Frekuensi Konsumsi Fast Food Korelasi Pearson .112 1 Sig. 2-tailed .394 N 60 60 Dari hasil penelitian ini didapati tidak ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh, perilaku nongkrong, dan pola konsumsi fast food dengan kadar gula darah sewaktu. Hal ini dikarenakan dari hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu masih tergolong dalam batas normal 200 mgdL. Faktor yang dapat mempengaruhi adalah pengecekan kadar gula darah sewaktu, seperti yang diungkapkan oleh Khoirul 2013 bahwa kadar gula dalam sehari bersifat fluktuatif atau berubah- ubah, dimana kadar gula akan menjadi normal kembali 2 jam setelah makan. Adanya aktivitas fisik dalam mengubah glukosa menjadi energi juga mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah. Glukosa dalam darah dapat dikontrol dengan cara melakukan olahraga secara teratur PERKENI, 2015. Olahraga yang teratur dapat mempertahankan dan menurunkan berat badan sehingga insulin dapat dikompensasi secara maksimal. Saat seseorang mengonsumsi makanan dan minuman manis di atas batas normal maka pankreas akan memerintah sel beta untuk memproduksi hormon insulin. Insulin akan masuk ke dalam aliran darah untuk memecah gula menjadi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 glukosa. Namun, apabila reseptor pada sel tubuh tidak peka untuk membuka jalan glukosa agar dapat masuk ke dalam sel maka hal ini yang menyebabkan menumpuknya glukosa di dalam darah sehingga kadar gula dalam darah menjadi tinggi. Kadar gula darah tinggi inilah yang menjadi indikasi seseorang didiagnosa menderita penyakit diabetes melitus hyperglikemia apabila disertai dengan keluhan seperti banyak buang air kecil BAK, sering merasa haus, dan penuruanan berat badan secara drastis Cahyono, 2008.

B. Perilaku Nongkrong

Dokumen yang terkait

Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food Dan Aktivitas Fisik Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Remaja Di SMA Santo Thomas 1 Medan

4 62 87

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH POSTPRANDIAL PADA ANGGOTA KEPOLISIAN Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Postprandial Pada Anggota Kepolisian Resor Karanganyar.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH POSTPRANDIAL PADA ANGGOTA KEPOLISIAN Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Postprandial Pada Anggota Kepolisian Resor Karanganyar.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA USIA, INDEKS MASSA TUBUH DAN TEKANAN DARAH DENGAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA DI DESA BATURAN Hubungan Antara Usia, Indeks Massa Tubuh Dan Tekanan Darah Dengan Kadar Gula Darah Pada Lansia Di Desa Baturan Kecamatan Colomadu.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH ( IMT ) DAN LINGKAR LENGAN ATAS ( LILA ) DENGAN KADAR GULA DARAH DAN KOLESTEROL Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Lingkar Lengan Atas (LILA) Dengan Kadar Gula Darah Dan Kolesterol Pada Wanita Usia Subur (WUS

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH ( IMT ) DAN LINGKAR LENGAN ATAS ( LILA ) DENGAN KADAR GULA DARAH DAN KOLESTEROL Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dan Lingkar Lengan Atas (LILA) Dengan Kadar Gula Darah Dan Kolesterol Pada Wanita Usia Subur (WUS

0 1 11

Pengaruh variasi konsumsi pangan terhadap status gizi pelajar kelas XI SMA Pangudi Luhur dan SMAN 8 Yogyakarta.

4 10 113

Pengaruh pola konsumsi makanan cepat saji terhadap kadar kolesterol siswa kelas XI SMA Negeri 8 dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

1 5 137

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

1 2 61

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 73