Hubungan perilaku nongkrong, pola konsumsi Fast Food, dan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur dan SMAN 8 Yogyakarta.
HUBUNGAN PERILAKU NONGKRONG, POLA KONSUMSI FAST FOOD, DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH SISWA
KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR DAN SMAN 8 YOGYAKARTA
Benedicta Rah Kalbu Aji Universitas Sanata Dharma
2016
ABSTRAK
Perkembangnya era globalisasi memberikan dampak terhadap perubahan gaya hidup di masyarakat perkotaan. Gaya hidup yang berkembang yaitu perilaku nongkrong dan konsumsi fast food. Kedua hal tersebut umumnya dilakukan oleh orang dengan usia produktif seperti remaja yang dapat meningkatkan terjadinya gizi lebih. Berdasarkan riset oleh Departemen Kesehatan (Depkes), World Health Organization (WHO),dan International Diabetes Federation (IDF) diperoleh gaya hidup tidak sehat mengakibatkan meningkatnya penyakit metabolik seperti diabetes melitus (DM) bahkan terjadi pada usia remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari perilaku nongkrong, pola konsumsi fast food, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar gula darah sewaktu pada pelajar SMA di Yogyakarta sebagai indikasi risiko penyakit diabetes melitus pada usia dini. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dan kuantitatif (uji korelasi Pearson) dengan desain cross-sectional.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan perilaku nongkrong (p>0,05; p = 0.686), frekuensi konsumsi fast food (p>0,05; p = 0.394), dan IMT (p>0,05; p = 0.942) dengan kadar gula darah sewaktu. Berdasarkan dari hasil analisis, kesimpulan yang diperoleh adalah tidak ada hubungan di semua variabel.
(2)
CORRELATION BETWEEN HANGING OUT, FAST FOOD CONSUMPTION, AND BODY MASS INDEX (BMI) TOWARD BLOOD GLUCOSE LEVELS OF GRADE XI STUDENTS AT PANGUDI LUHUR SENIOR HIGH SCHOLL AND
STATE SENIOR HIGH SCHOLL 8 YOGYAKARTA
Benedicta Rah Kalbu Aji Sanata Dharma University
2016 ABSTRACT
Globalization causes the chages of lifestyle in an urban community such as hanging out and fast food consumption. Those things are usually affect teenager in productive age that could cause overnutrition. Health Departement, WHO, and IDF identified that lifestyle can lead to metabolism disease such as diabetes mellitus moreover for teenager.
This research aims to identify the correlation between hanging out and fast food consumption, and Body Mass Index (BMI) toward blood glucose levels of High School student using quantitative (Pearson Correlation) and qualitative descriptive method with cross sectional design.
The result of this research found out that there was no relation between hanging out as a lifestyle (p>0,05; p = 0.686), fast food consumption (p>0,05; p = 0.394), and BMI (p>0,05; p = 0.942) with blood glucose levels. Based on the analysis there is no correlation among all variables.
(3)
HUBUNGAN PERILAKU NONGKRONG, POLA KONSUMSI FAST FOOD, DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH SISWA
KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR DAN SMAN 8 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
Benedicta Rah Kalbu Aji NIM : 121434026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
HUBUNGAN PERILAKU NONGKRONG, POLA KONSUMSI FAST FOOD, DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH SISWA
KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR DAN SMAN 8 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
Benedicta Rah Kalbu Aji NIM : 121434026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv PERSEMBAHAN
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, dan yang menaruh harapannya pada TUHAN! ( Jeremiah 17 : 7 )
Sebab bagi ALLAH tidak ada yang mustahil. (Lukas 1 : 37)
FIGHTING for your DREAMS ISN’T always EASY,
butIT’S
always WORTH IT.(Anonim)
Kupersembahkan teruntuk: Ibu-Bapakku, Ungkapan rasa hormat dan baktiku Adik-adikku, Keluargaku, Para Sahabat
(8)
(9)
(10)
vii KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PERILAKU NONGKRONG, POLA KONSUMSI FAST FOOD, DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH SISWA KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR DAN SMAN 8 YOGYAKARTA”. Skripsi ini dipersiapkan dan disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ditemukan kendala dan kesulitan, namun karena doa, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, semua dapat diatasi sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan hati-Nya dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
2. Universitas Sanata Dharma sebagai lembaga pendidikan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan mendapatkan banyak pengalaman berharga dengan dinamika yang dialami oleh penulis. 3. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, khususnya Program Studi Pendidikan
Biologi yang telah banyak memberi kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu dan pengalaman.
4. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma.
5. Ibu Retno Herrani Setyati, M.Biotech selaku Wakil Kepala Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma
6. Ibu Yoanni Maria Lauda Feroniasanti M.Si. selaku dosen pembimbing yang tidak henti-hentinya selalu sabar dalam membimbing, memberi solusi dan dukungan serta semangat ketika penulis mengalami kesulitan.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf di Program Studi Pendidikan Biologi Uuniversitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Ibu dan Bapak yang selalu mendoakan, memberi semangat, nasihat, dukungan tanpa putus, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
(11)
(12)
ix
HUBUNGAN PERILAKU NONGKRONG, POLA KONSUMSI FAST FOOD, DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA DARAH SISWA
KELAS XI SMA PANGUDI LUHUR DAN SMAN 8 YOGYAKARTA
Benedicta Rah Kalbu Aji Universitas Sanata Dharma
2016
ABSTRAK
Perkembangnya era globalisasi memberikan dampak terhadap perubahan gaya hidup di masyarakat perkotaan. Gaya hidup yang berkembang yaitu perilaku nongkrong dan konsumsi fast food. Kedua hal tersebut umumnya dilakukan oleh orang dengan usia produktif seperti remaja yang dapat meningkatkan terjadinya gizi lebih. Berdasarkan riset oleh Departemen Kesehatan (Depkes), World Health Organization (WHO),dan International Diabetes Federation (IDF) diperoleh gaya hidup tidak sehat mengakibatkan meningkatnya penyakit metabolik seperti diabetes melitus (DM) bahkan terjadi pada usia remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari perilaku nongkrong, pola konsumsi fast food, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar gula darah sewaktu pada pelajar SMA di Yogyakarta sebagai indikasi risiko penyakit diabetes melitus pada usia dini. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif deskriptif dan kuantitatif (uji korelasi Pearson) dengan desain cross-sectional.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan perilaku nongkrong (p>0,05; p = 0.686), frekuensi konsumsi fast food (p>0,05; p = 0.394), dan IMT (p>0,05; p = 0.942) dengan kadar gula darah sewaktu. Berdasarkan dari hasil analisis, kesimpulan yang diperoleh adalah tidak ada hubungan di semua variabel.
(13)
x
CORRELATION BETWEEN HANGING OUT, FAST FOOD CONSUMPTION, AND BODY MASS INDEX (BMI) TOWARD BLOOD GLUCOSE LEVELS OF GRADE XI STUDENTS AT PANGUDI LUHUR SENIOR HIGH SCHOLL AND
STATE SENIOR HIGH SCHOLL 8 YOGYAKARTA
Benedicta Rah Kalbu Aji Sanata Dharma University
2016 ABSTRACT
Globalization causes the chages of lifestyle in an urban community such as hanging out and fast food consumption. Those things are usually affect teenager in productive age that could cause overnutrition. Health Departement, WHO, and IDF identified that lifestyle can lead to metabolism disease such as diabetes mellitus moreover for teenager.
This research aims to identify the correlation between hanging out and fast food consumption, and Body Mass Index (BMI) toward blood glucose levels of High School student using quantitative (Pearson Correlation) and qualitative descriptive method with cross sectional design.
The result of this research found out that there was no relation between hanging out as a lifestyle (p>0,05; p = 0.686), fast food consumption (p>0,05; p = 0.394), and BMI (p>0,05; p = 0.942) with blood glucose levels. Based on the analysis there is no correlation among all variables.
(14)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 6
1. Remaja ... 6
2. Gaya Hidup dan Pola Konsumsi ... 7
3. Makanan Cepat Saji (Fast Food) ... 8
4. Kadar Gula Darah ... 11
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 16
C. Kerangka Berpikir ... 17
D. Hipotesis ... 18 BAB III. METODE PENELITIAN
(15)
xii
A. Jenis Penelitian ... 20
B. Batasan Penelitian ... 20
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
1. Tempat Penelitian ... 21
2. Waktu Penelitian ... 22
D. Alat dan Bahan ... 22
1. Alat ... 22
2. Bahan ... 22
E. Cara Kerja ... 23
1. Persiapan ... 23
2. Pelaksanaan ... 24
F. Metode Analisa Data ... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kaitan Hasil Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) dengan Hasil Penelitian Pada Responden Perilaku Nongkrong ... 29
B. Perilaku Nongkrong ... 38
C. Perilaku Konsumsi ... 44
D. Keterbatasan Masalah ... 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
C. Aplikasi Penelitian Sebagai Sumber Pembelajaran Biologi ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN
(16)
xiii DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT ...…... 10 Tabel 2.2. Gambaran Jumlah Kalori pada Beberapa Fast Food ... 10 Tabel 2.3. Kriteria Pengendalian Kadar Gula Darah
pada Penderita DM ... 13 Tabel 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ……… 22 Tabel 3.2. Pedoman Menentukan Tingkat Keeratan Korelasi ... 27 Tabel 4.1. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah
Sewaktu (KGDS) ... 29 Tabel 4.2. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu
(KGDS) antara Jenis Kelamin dengan Keadaan
Sarapan …... 30 Tabel 4.3. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu
(KGDS) antara Jenis Kelamin dengan Riwayat Diabetes Melitus (DM) pada Keluarga Responden... 30 Tabel 4.4. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu
(KGDS) antara Jenis Kelamin, Kegiatan Sarapan, dan
Riwayat Diabetes Melitus pada Keluarga Responden ... 31 Tabel 4.5. Data Berat Badan Responden ... 34 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh dan
Status Gizi Responden ... 34 Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara
IMT dengan KGDS ... 35 Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara
Frekuensi Nongkrong dengan KGDS ... 36 Tabel 4.9. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara
(17)
xiv DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Mekanisme Kontrol Kadar Gula Darah ………... 12 Gambar 2.2. Mekanisme Siklus Gula Darah pada Penderita
Diabetes Melitus tipe-2 ………. 14 Gambar 2.3. Kerja Hormon Insulin ………... 15 Gambar 2.4. Bagan Kerangka Berpikir ... 18 Gambar 4.1. Persentase Frekuensi Nongkrong dalam Seminggu … 39 Gambar 4.2. Persentase Orang yang Menemani Responden
Saat Nongkrong ………. 40
Gambar 4.3. Persentase Tingkat Pengaruh Teman dalam Referensi
Tempat Nongkrong ……… 41
Gambar 4.4. Persentase Tempat Nongkrong yang Sering
Dikunjungi ………. 42
Gambar 4.5. Persentase Menu yang Sering Dikonsumsi Saat
Nongkrong ……….. 43 Gambar 4.6. Persentase Kesukaan Responden dalam
Mengonsumsi Makanan dan Minuman Manis ………. 45 Gambar 4.7. Persentase Frekuensi Konsumsi Makanan dan
Minuman Manis dalam Seminggu ……….. 46 Gambar 4.8. Persentase Frekuensi Konsumsi Minuman Bersoda … 47
(18)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus ... 55
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 62
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 75
Lampiran 4 Instrumen dan Pedoman Penilaian ... 82
Lampiran 5 Data Mentah Hasil Survei Frekuensi Nongkrong, Frekuensi Konsumsi Fast Food, dan Pengecekan KGDS ... 97
Lampiran 6 Data Mentah Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan Status Gizi Responden ... 99
Lampiran 7 Data Mentah Hasil Survei pada SMA N 8 Yogyakarta dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta ... 101
Lampiran 8 Analisis Statistik Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test Frekuensi Nongkrong, Frekuensi Konsumsi Fast Food, IMT, dengan KGDS... 106
Lampiran 9 Instrumen Penelitian ... 108
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi hormon insulin atau kondisi tubuh yang tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Diabetes ini dikenal dengan diabetes tipe 2 karena tubuh resisten terhadap hormon insulin. Hormon insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel β pankreas yang berguna tubuh untuk mengatur glukosa darah dalam tubuh (Manaf, 2006). Hormon ini berperan dalam proses glycogenesis. Glycogenesis merupakan proses kerja hormon insulin mengubah glukosa menjadi glikogen. Kadar insulin akan meningkat hingga mampu menurunkan kadar glukosa darah ke tingkat yang normal. Resistensi insulin adalah keadaan terjadinya gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk menurunkan kadar glukosa dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak daripada yang seharusnya (normal) atau yang seharusnya disekresikan sesuai dengan kadar glukosa darah dalam tubuh (Merentek, 2006).
Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat. Sekitar 422 juta orang atau 8,5% dari penduduk dunia yang menderita diabetes melitus berusia 18 tahun (Depkes, 2013). Data tersebut diperkirakan akan meningkat hingga sekitar 366 juta orang pada tahun 2030.
(20)
Diabetes menjadi salah satu penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia yaitu dengan persentase 6,7 %. Menurut Infodatin (2014), data dari Riskesdas terjadi peningkatan prevalensi penderita diabetes melitus dari 5,7 % pada tahun 2007 menjadi 6,9 % pada tahun 2013 yaitu sekitar 9,1 juta penduduk Indonesia menderita diabetes melitus. Data dari IDF (2016) memperkirakan sebanyak 10 juta penduduk Indonesia menderita diabetes melitus. Berdasarkan data dari Kemenkes RI tahun 2014 di D.I. Yogyakarta, penyakit nomor 4 dalam sepuluh besar penyakit pada puskesmas di Kabupaten/Kota di Provinsi Yogyakarta ialah diabetes melitus dengan jumlah penderita sebanyak 72.207 orang dan penyebab kematian nomor 6 dengan jumlah kematian sebanyak 214 pada tahun 2014.
Adanya peningkatan prevelensi tersebut diakibatkan perubahan gaya hidup atau akibat konsumsi makanan tidak sehat. Perkembangan globalisasi telah mempengaruhi pola makan menjadi buruk yaitu membuat orang-orang mengonsumsi makanan cepat saji yang memiliki kandungan kalori yang tinggi, yang populer sebagai fast food ataupun junk food (Ramani, dkk. 2012). Banyak bermunculannya gerai-gerai makanan cepat saji membuat konsumen mudah membeli makanan cepat saji akibatnya tingkat konsumsi makanan cepat saji juga menjadi tinggi.
Gerai-gerai makanan ini selain menyajikan makanan cepat saji yang bervariasi, juga memberikan fasilitas menarik seperti akses internet gratis dan tempat yang nyaman, serta harga menu yang ditawarkan terjangkau, sehingga produk dari gerai tersebut diminati oleh kalangan orang dewasa hingga remaja. Kebiasaan nongkrong di tempat makan menjadi suatu gaya hidup remaja Indonesia, begitu pula remaja di
(21)
Yogyakarta. Pola makan yang tidak sehat pada remaja dapat berdampak pada masalah gizi. Masalah gizi yang dialami remaja umumnya seperti kelebihan berat badan/obesitas atau kekurangan zat gizi. Usia remaja memerlukan asupan gizi yang seimbang untuk masa pertumbuhannya terutama memasuki pubertas dimana banyak pematangan pada sistem biologis remaja termasuk sistem reproduksi.
Gaya hidup seperti kebiasaan nongkrong menyebabkan remaja mengonsumsi kalori berlebih yang dapat menyebabkan gizi berlebih atau obesitas. Obesitas merupakan faktor pemicu munculnya penyakit seperti diabetes melitus. Obesitas yang dialami oleh remaja dapat diketahui melalui status gizinya yaitu dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT).
+Melihat adanya fakta ditemukannya penderita diabetes melitus pada usia remaja, tren gaya hidup kekinian seperti perilaku nongkrong yang meningkatkan pola konsumsi fast food, maka perlu dilakukan surveI di kalangan remaja. Penelitian yang dilakukan bermaksud untuk melihat kaitan antara perilaku nongkrong, pola konsumsi fast food, status gizi remaja (IMT) terhadap kadar gula darah sewaktu pada siswa SMA di Yogyakarta. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan pencegahan dan penanggulangan dini terhadap risiko penyakit diabetes melitus.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat diangkat pada penelitian ini antara lain adalah:
(22)
1. Bagaimana hubungan perilaku nongkrong pada siswa SMA kelas XI di Yogyakarta terhadap hasil pengecekan kadar gula dalam darah sewaktu? 2. Bagaimana hubungan pola konsumsi fast food pada siswa SMA kelas XI di
Yogyakarta terhadap hasil pengecekan kadar gula dalam darah sewaktu? 3. Bagaimana hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMA
kelas XI di Yogyakarta dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui hubungan perilaku nongkrong pada siswa SMA kelas XI di Yogyakarta terhadap hasil pengecekan kadar gula dalam darah sewaktu. 2. Mengetahui hubungan pola konsumsi fast food pada siswa SMA kelas XI di
Yogyakarta terhadap hasil pengecekan kadar gula dalam darah sewaktu. 3. Mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMA kelas
XI di Yogyakarta dengan hasil pengecekan kadar gula darah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi atau sumber referensi bagi peneliti selanjutnya tentang hubungan perilaku nongkrong dan pola konsumsi fast food terhadap risiko penyakit diabetes melitus di kalangan siswa SMA.
(23)
2. Bagi Lembaga pendidikan
Dapat menjadi masukan dan informasi dalam melaksanakan pola makan yang sehat pada siswa SMA.
(24)
6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Remaja
Masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa disebut remaja. Remaja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sudah bukan anak-anak, mulai dewasa, hampir cukup untuk memiliki pernikahan. Menurut Batubara (2010) masa remaja merupakan masa yang mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis pada seorang individu. Secara fisik, pada usia remaja akan mengalami pematangan pada fungsi-fungsi reproduksi, dan secara psikososial mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis.
Menurut Monks (2009), tahap perkembangan masa remaja dibagi menjadi :
1) Masa remaja awal (12 – 15 tahun) 2) Masa remaja tengah (15 – 18 tahun) 3) Masa remaja akhir (18 – 21 tahun).
Menurut WHO, remaja adalah individu berusia 10 – 19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja ialah penduduk dengan usia 10 – 18 tahun, sedangkan remaja ialah penduduk dengan usia 10 – 24 tahun menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana atau BKKBN (2010) dan belum menikah.
(25)
Penelitian ini menggunakan sampel pelajar SMA yang berusai kisaran 17-19 tahun yang tergolong masa remaja tengah hingga akhir. Masa remaja terjadi perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Perubahan pada wanita ditandai dengan mulainya menstruasi dan membesarnya buah dada. Pada laki-laki perubahan yang terjadi ialah perubahan suara, otot yang membesar, dan mengalami mimpi basah. Hal ini yang menyebabkan remaja dianggap sebagai masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa karena terjadi proses pamatangan termasuk pada sistem reproduksinya (Istiany dan Rusianti, 2013).
Perkembangan tiap-tiap remaja dalam mengalami pubertas dapat berbeda antar individu. Hal yang dapat mempengaruhi adalah asupan gizi. Masa remaja adalah masa dimana individu mulai mencari jati diri dan mengubah konsep diri, yang apabila mereka tidak dibimbing dan diarahkan dengan baik dapat muncul masalah. Termasuk didalamnya adalah kebiasaan makan yang tidak sehat dapat berdampat pada kesehatan remaja itu sendiri. Kebiasaan makan yang tidak tepat akan berdampak pada masalah gizi remaja. Masalah gizi yang sering dialami remaja diantaranya gizi berlebih atau kekurangan gizi.
2. Gaya Hidup dan Pola konsumsi
Gaya hidup seseorang mencerminkan interaksinya dengan lingkungan sekitarnya (Kotler, 2006). Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku konsumsi seperti kegiatan untuk mendapatkan dan memanfaatkan barang atau jasa. Gaya hidup menunjukkan selera,
(26)
minat, dan ketertarikan pada hal-hal tertentu. Salah satu gaya hidup yang berkembang saat ini dikenal dengan gaya hidup hedonis yaitu gaya hidup yang merujuk pada mencari kesenangan, seperti kebiasaan berkumpul di tempat ramai dan menghabiskan waktu luang di luar rumah (Chaney, 2004).
Salah satu gaya hidup dengan kebiasaan berkumpul dikenal dengan sebutan nongkrong. Nongkrong merupakan kata resapan dari tongkrong yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan bersantai, duduk santai tanpa melakukan kegiatan bekerja. Nongkrong dapat dilakukan dimana saja, seperti di kafe, tempat makan, dan tempat berkumpul lainnya.
Gaya hidup yang praktis di perkotaan memungkinkan masyarakat mendapatkan makanan yang lebih cepat dan instan. Ini mempengaruhi pola konsumsi yang kurang baik karena tanpa mempertimbangkan prinsip menu seimbang dan sehat (Kristianti, dkk. 2009).
Pola konsumsi merupakan suatu perilaku konsumsi yang telah dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan yang apabila ingin diubah membutuhkan waktu. Pola konsumsi adalah gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan dalam setiap hari.
3. Makanan Cepat Saji (Fast Food)
Makanan cepat saji atau yang dikenal dengan fast food merupakan makanan yang memiliki kandungan serat yang rendah tetapi memiliki
(27)
kandungan lemak dan kalori yang tinggi (Virgianto dan Purwaningsih, 2006). Fast food merupakan makanan yang dapat disajikan dengan cepat setelah pemesanan. Fast food adalah makanan atau minuman yang mudah atau cepat disajikan, praktis, dan pengolahannya sederhana. Contoh fast food yaitu Kentucky Fried Chicken, California fried chicken, burger, Pizza, Dunkin Donuts, pecel, gado-gado, dan masih banyak lainnya. Fast food berbeda dengan junk food, junk food merupakan makanan dengan kandungan nutrisi yang terbatas dan mengutamakan cita rasa(Heryanti, 2009).
Selain jumlah kalori yang tinggi, dalam tiap konsumsi fast food kandungan lemak, gula, dan garam juga tinggi sedangkan rendah serat, vitamin, kalsium, dan folat. Konsumsi fast food yang tidak terkendali akan menyebabkan gizi berlebih yang berujung pada obesitas. Obesitas adalah kelebihan berat badan dari berat badan normal atau ideal yang dapat dihitung dengan standar IMT (Indeks Masa Tubuh). Obesitas muncul akibat dari konsumsi kalori berlebih dari kebutuhan tubuh sebagai sumber energi yang disimpan dalam bentuk lemak. Obesitas dapat memicu risiko penyakit lain seperti diabetes melitus, jantung koroner, hipertensi, stroke, kanker, dan gangguan ginjal (Cahyono, 2012). Rumus IMT:
(28)
Selanjutnya IMT digunakan untuk menentukan status gizi seseorang apakah kategori obesitas apa tidak. Klasifikasi status gizi ditunjukkan pada Tabel 2.1. sebagai berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut WHO
Indeks Massa Tubuh Kategori < 18,50 Gizi kurang (kurus)
18,50 – 24,99 Normal
25,00 – 29,99 Overweight (gemuk)
≥ 30 Obesitas
Contoh menentukan status gizi pada responden. Diketahui berat badan responden sebesar 42 kg dan tinggi badan sebesasr 151 m. Maka perhitungan dengan rumus IMT sebagai berikut:
��� = , ��2 = 8,8 ��/ 2
Berdasarkan hasil perhitungan nilai IMT responden tersebut adalah 18,81 maka responden termasuk kategori normal.
Pada Tabel 2.2. menggambarkan kisaran jumlah kalori pada beberapa makanan cepat saji (fast food) secara umum:
Tabel 2.2. Gambaran Jumlah Kalori pada Beberapa Fast Food No. Macam Fast food Jumlah Kalori
1 Pizza 483 Kkal/100 g
2 Hamburger 267 Kkal/100 g
3 Fried Chicken 298 Kkal/100 gr
4 Kentang Goreng 220 kalori
5 Nugget 250 kalori/6 potong
6 Donut 210 kKal/ potong
(29)
4. Kadar Gula Darah
Kadar gula darah adalah kandungan glukosa dalam darah. Glukosa merupakan karbohidrat yang dipecah oleh tubuh melalui proses pencernaan yang disimpan dalam bentuk glikogen dan berfungsi sebagai sumber energi dalam bentuk ATP (Adenosin trifosfat). Karbohidrat yang dipecah menjadi glukosa merupakan karbohidrat kompleks (Nix, 2005).
Kadar gula dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin dan glukagon. Fungsi hormon insulin dan glukagon ialah menjaga kadar gula darah dalam batas normal, yang menurut WHO berkisar 70 – 120 mg/dL saat puasa dan < 180 mg/dL setelah makan. Hormon insulin dihasilkan oleh sel beta pada pankreas sedangkan glukagon oleh sel alpha. Kedua hormon ini bekerja berlawanan (Ganong, 2005).
Glukagon berfungsi menjaga kadar glukosa darah saat berpuasa atau tidak mengonsumsi makanan dengan cara menaikkan kadar gula yang distimulasi dari hati melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Pada saat kadar gula dalam darah tinggi maka pankreas akan menstimulus sel beta untuk menghasilkan hormon insulin agar glukosa diubah menjadi glikogen yang sebagian akan disimpan di hati.
(30)
Gambar 2.1. Mekanisme Kontrol Kadar Gula Darah (Sumber: Bawono, 2008)
Pada keadaan tertentu yaitu ketika pankreas tidak mampu menstimulus hormon untuk mengontrol kadar gula dalam darah terutama hormon insulin disebut resitensi insulin. Resistensi insulin ialah penurunan sensitivitas reseptor insulin untuk menyerap glukosa oleh jaringan target seperti otot atau terjadi intoleran glukosa (Wu dan Garvey, 2010). Hal ini menyebabkan terjadi tumpukan glukosa dalam aliran darah yang dapat memicu penyakit diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa di dalam darah di luar batas normal.Untuk deteksi awal dapat
(31)
diketahui dari hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu (tanpa puasa) > 200 mg/dL yang disertai dengan keluhan banyak kencing, perasaan haus, dan penurunan berat badan. Dapat pula dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa (munimal 8 jam) dan 2 jam setelah makan. Apabila hasil kadar gula darah puasa > 126 mg/dL dan kadar puasa 2 jam setelah makan > 200 mg/dL, maka seseorang tersebut dapat didiagnosa menderita penyakit DM (Cahyono, 2012).
Tabel 2.3. Kriteria Pengendalian Kadar Gula Darah pada Penderita DM
Pemeriksaan Baik Sedang Buruk
Gula darah puasa (mg/dL)
80 - 109 110 – 125 >126 Gula darah 2 jam
(mg/dL)
110 - 144 145 - 179 >180
Tabel 2.3. menjelaskan kriteria batas hasil pengecekan kadar gula darah yang bertujuan untuk pengendalian pada perita DM. Hipoglikemi merupakan keadaan kadar glukosa darah rendah, sedangkan hiperglikemi merupakan keadaan kadar glukosa yang tinggi. Diabetes melitus yang ditandai dengan penurunan fungsi hormon insulin dikenal dengan diabetes melitus tipe 2.
Insulin sangat diperlukan oleh tubuh dikarenakan insulin merupakan kunci yang membuka pintu sel agar glukosa dapat masuk, oleh karena itu resisten insulin membuat insulin tidak peka atau jumlahnya tidak memadai akibatnya terjadi tumpukan glukosa yang berada dalam aliran darah. Insulin merupakan hormon anabolisme
(32)
untuk pembentukan atau sintesis jaringan. Selain menyebabkan kenaikan kadar gula darah, kurangnya produksi insulin menyebabkan terjadinya kenaikan kadar lemak (trigliserida, kolesterol LDL). Hal ini menjelaskan bahwa obesitas dan diabetes melitus saling berkaitan (Dewi, 2007).
Gambar 2.2. Mekanisme pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Sumber: Dansinger, 2016)
Pada Gambar 2.2. menjelaskan perbedaan antara mekanisme proses pengikatan glukosa oleh hormon insulin pada orang normal dengan orang yang menderita DM tipe-2. Pada orang yang sehat atau normal tiap insulin mengikat satu glukosa, yang kemudian akan dibawa menuju sel tubuh, sehinnga tidak terjadi penumpukan glukosa dalam aliran darah. Pada penderita DM tipe 2 terjadi penumpukan glukosa di dalam aliran darah yang diakibatkan oleh resisten insulin.
(33)
Gambar 2.3. Kerja Hormon Insulin (Sumber: Emmerman, 2016) Gambar 2.3. menjelaskan mekanisme kerja hormon insulin dapat aktif ketika insulin telah menempel pada reseptor insulin, yang kemudian dapat membuka GLUT4. GLUT4 merupakan protein yang berperan untuk mentransfer glukosa masuk ke dalam sel, sehingga tidak terjadi penumpukan glukosa dalam aliran darah.
Beberapa cara agar dapat menjaga kestabilan gula dalam darah antara lain yaitu:
1. Kontrol makanan, seperti kurangi konsumsi kalori berlebih. Konsumsi kalori sesuai dengan kebutuhan berat badan ideal. Hindari makanan yang tinggi lemak dan gula.
2. Perbanyak konsumsi sayuran dan buah yang kaya serat, buah dan sayuran memiliki kalori rendah namun dapat mengenyangkan. 3. Melakukan aktivitas fisik, seperti berolahraga. Olahraga dapat
(34)
dan peningkatan kadar insulin. Selain itu, aktivitas fisik dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan lemak baik (HDL).
4. Melakukan pengecekan kesehatan di laboratorium guna memantau kesehatan (Cahyono, 2012).
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian relevan yang sesuai dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kristianti, dkk (2009) tentang hubungan pengetahuan gizi dan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi siswa SMA Negeri 4 Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian didapati tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan satus gizi (p = 0,228, p>0,05) dan tidak ada hubungan antara konsumsi fast food dengan status gizi (p = 0,116, p>0,05) . Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2012) mengenai hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik, pola konsumsi, karakteristik remaja dan orang tua dengan ondeks massa tubuh (IMT) (studi kasus pada siswa SMA N ( Semarang tahun 2012). Diketahui hasil penelitian yaitu pada subyek laki-laki sebanyak 37,3 % memiliki kadar gula normal dan 9,8 % memiliki kadar gula darah rendah, sedangkan pada subyek perempuan sebanyak 45,1 % memiliki kadar gula darah normal dan sebanyak 7,8 % memiliki kadar gula darah rendah.
Persamaan penelitian ini ialah melakukan pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk melihat risiko diabetes melitus pada subyek yang dipengaruhi oleh perubahan pola hidup yaitu gaya hidup tidak sehat. Perbedaanya yaitu
(35)
lokasi penelitian, usia subyek, dan aspek yang ingin diketahui kaitannya. Untuk lokasi yang dilakukan oleh penelitian oleh Anshari di Padang dan oleh Adriansyah di Manado, dan untuk subyek keduanya memilih mahasiswa.
C. Kerangka Berpikir
Akibat perkembangan era modern terjadi pergeseran pola hidup akibat gaya hidup tidak sehat. Gaya hidup tidak sehat terlihat dari maraknya perilaku nongkrong yang dilakukan masyarakat perkotaan. Perilaku nongkrong banyak dilakukan oleh individu dengan usia produktif seperti pelajar dan pekerja. Nongkrong sering dilakukan di tempat makan atau kafe-kafe yang umumnya menawarkan makanan cepat saji (fast food).
Kebiasaan konsumsi fast food yang tidak terkontrol dan tidak diimbangi dengan mempertimbangkan konsumsi menu seimbang akan berakibat pada gizi berlebih. Gizi berlebih akan berdampak tidak baik bagi kesehatan karena dapat memicu berbagai penyakit, salah satunya risiko diabetes melitus. Untuk mengetahui adanya gizi berlebih maka perlu dilakukan pengecekan satus gizi yang dapat dilihat dari hasil pengecekan indeks massa tubuh. Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Untuk melihat risiko diabetes melitus yang diakibatkan oleh gaya hidup tidak sehat maka perlu dilakukan pengecekan lebih awal dengan cara mengukur kadar gula dalam darah. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan glucose blood test. Dari hasil pengecekan inilah dapat dijadikan dasar untuk
(36)
dilakukannya pencegahan risiko lebih dini (remaja) dari bahaya penyakit, salah satunya diabetes melitus.
Kerangka berpikir dari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Bagan Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Hipotesa pada penelitian ini adalah :
1. Perilaku nongkrong pada siswa SMA di Yogyakarta memiliki hubungan dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
2. Pola konsumsi fast food oleh siswa SMA di Yogyakarta memiliki hubungan dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
Kebiasaan Konsumsi atau Frekuensi Konsumi Fast Food tidak mempengaruhi Status Gizi atau IMT pada Pelajar SMA Ditemukan penderita diabetes
melitus pada usia remaja (15-19 tahun) prevalensi sebesar 8,5% dari survei oleh Depkes
tahun 2013
Usia remaja memerlukan asupan gizi yang seimbang untuk masa pertumbuhannya. Namun, Pola
makan yang tidak sehat (konsumsi fast food) pada remaja
dapat berdampak pada masalah gizi.
Mengetahui hubungan pola hidup tidak sehat yaitu kebiasaan konsumsi fast food, perilaku nongkrong, dan indeks massa tubuh pada pelajar SMA
Pangudi Luhur dan SMAN 8 Yogyakarta terhadap kadar gula darah sewaktu.
(37)
3. Indeks Massa Tubuh siswa SMA di Yogyakarta memiliki hubungan dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
(38)
20 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasi dan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode survei. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data berupa angka dari suatu penelitian yang ingin diketahui hasilnya. Penelitian kuantitatif korelasi adalah salah satu tipe penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara suatu faktor terhadap faktor lainnya, yang diacu menurut koefisien korelasi pada variabel yang ingin diteliti (Sujarweni, 2015).
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif yang memusatkan perhatian kepada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan hubungan antara berbagai variabel. Dalam teknik penyajiannya menggunakan pola deskriptif yaitu dengan menjabarkan fakta-fakta suatu keadaaan (Sujarweni, 2015).
B. Batasan Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu hasil kadar gula dalam darah dengan rapid test glucose blood kit merk Roche, gaya hidup yang meliputi perilaku nongkrong dan pola konsumsi fast food, serta Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa kelas XI SMA di Yogyakarta. Untuk batasan masalah perilaku nongkrong ialah kegiatan bersantai yang disertai dengan kegiatan mengonsumsi makanan atau
(39)
minuman tertentu (fast food). Perilaku nongkrong yang diteliti terdiri dari frekuensi nongkrong dalam seminggu, orang yang menemani ketika nongkrong, tingkat pengaruh teman dalam memberikan referensi tempat nongkrong, tempat nongkrong yang dikunjungi, dan menu yang dikonsumsi saat nongkrong. Pola konsumsi fast food, batasan masalah meliputi persentase kesukaan responden dalam mengonsumsi makanan dan minuman manis, frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis dalam seminggu, dan frekuensi konsumsi minuman bersoda. Adapun makanan dan minuman manis yang diteliti berkaitan untuk mengetahui hubungan dengan hasil pengecekan kadar gula dalam darah pada responden.
Subyek yang menjadi bahan penelitian adalah siswa kelas XI di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dan SMA N 8 Yogyakarta. Sampel penelitian adalah 30 siswa/i kelas XI di sekolah tersebut yang dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Variabel bebas : perilaku nongkrong, pola konsumsi fast food, dan IMT 2. Variabel terikat : kadar gula darah sewaktu (KGDS)
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian bertempat di dua sekolah di kota Yogyakarta yaitu SMA Negeri 8 Yogyakarta yang beralamat di Jalan Sidobali No. 1, Muja Muju, Umbulharjo, Kota Yogyakarta; dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dengan alamat di Jalan Senopati No. 18, Daerah Istimewa Yogyakarta.
(40)
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data Penelitian Hari/Tanggal Lokasi Penelitian Senin, 15 Desember 2015 SMA Negeri 8 Yogyakarta Rabu, 17 Desember 2015 SMA Pangudi Luhur
Sampel yang diambil dari kedua sekolah tersebut sebanyak 30 siswa/i untuk tiap sekolah dengan menggunakan teknik sampel yaitu simpel random sampling. Teknik ini merupakn teknik pengambilan sampel secara acak dengan sampel dalam populasi memiliki peluang yang sama dan tidak bergantung untuk terpilih menjadi sampel. Total sampel yang digunakan sebanyak 60 orang dengan kisaran usia yaitu 17 – 20 tahun (Istiany, 2013).
D. Alat dan Bahan 1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner, bolpoin, alat tes darah, timbangan berat badan digital, pengukur tinggi badan dan lancing device.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alcohol swab, jarum lanset, dan strip pegecekan gula darah merk Roche.
(41)
E. Cara Kerja 1. Persiapan
a. Perizinan
Perizinan diawali dengan pembuatan surat yang ditujukan kepada sekolah yang akan digunakan untuk tempat penelitian, surat izin dibuat oleh sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Surat izin yang dibuat ditujukan untuk SMA N 8 Yogyakarta dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Surat yang telah dibuat kemudian diantar kepada sekolah yang bersangkutan dan menunggu konfirmasi izin dan kesediaan untuk pelaksanaan penelitian.
b. Penyediaan alat dan bahan
Setelah peneliti mendapat persetujuan izin pihak sekolah, maka alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dipersiapkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini diperlukan alat yaitu glucose blood test kit untuk mengukur kadar gula dalam darah sewaktu.
c. Pembuatan kuesioner
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Dalam pembuatan kuesioner ini peneliti beberapa kali melakukan pengecekan uji kelayakan kuesioner bersama dosen pembimbing. Kuesioner merupakan instrumen untuk mendapatkan data berisi beberapa pernyataan dan pertanyaan yang perlu dijawab atau ditanggapi oleh responden. Untuk penyusunan kuesioner, penelti menggunakn referensi dari penelitian yang dilakukan oleh Saufika, dkk. (2012) dan beberapa
(42)
contoh yang dikembangkan dari hasil bimbingan bersama dosen pembimbing. Kuesioner terdiri dari data identitas responden yang terdiri atas nama, usia, jenis kelamin, uang saku, dan pola konsumsi; informasi dasar; kebiasaan makan di keluarga; pola makan atau konsumsi pribadi; dan pengetahuan tentang pola gizi seimbang.
2. Pelaksanaan
a. Pengisian kuesioner
Pelaksanaan penelitian dilakukan yaitu pada Selasa, 15 Desember 2015 dengan responden siswa/i kelas XI di SMA N 8 Yogyakarta dan pada Kamis, 17 Desember 2015 di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. kuesioner yang telah disusun dan dibuat oleh peneliti, diisi oleh para responden.
b. Pengecekan kadar gula responden
Data utama penelitian ialah hasil pengecekan kadar gula dalam darah sewaktu dengan rapid test blood glucose kit. Sebagai data pendukung digunakan data penelitian yang berasal dari kuesioner
Dalam pengecekan kadar gula darah sewaktu dilakukan dengan cara: 1) strip cek darah dipasang pada alat test,
2) jarum tusuk (lanset) dipasang pada lancing device,
3) salah satu jari responden diolesi menggunakan alcohol swab¸ 4) lancing device ditekan dan ditusuk pada jari responden ,
(43)
5) darah yang keluar dari jari diteteskan pada strip yang telah dipasang pada alat test,
6) alat test ditunggu beberapa saat hingga hasil pengecekan gula darah sewaktu muncul,
7) kemudian hasil pembacaan kadar gula darah oleh alat test dicatat. c. Pengukuran berat badan (BB)
Dalam pengumpulan data diperlukan data berupa berat badan responden. Data dikumpulkan dengan cara responden diminta untuk menimbang berat badannya. Alat yang digunakan untuk menimbang berat badan yaitu timbangan berat badan digital, setelah tiap responden ditimbang, hasil pembacaan BB oleh timbangan dicatat.
d. Pengukuran tinggi badan
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan. Tiap responden diukur tinggi badannya, kemudian hasil pengukuran dicatat.
e. Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Setelah didapati data berat badan dan tinggi badan maka IMT setiap responden dapat dihitung. Untuk rumus IMT ialah:
� � � � ℎ = �� ��� � ��2
IMT tiap responden dihitung berdasarkan data berat badan dan tinggi
(44)
F. Metode Analisa Data
Jenis penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan desain penelitian deskriptif survei. Penelitian ini menjabarkan atau mendeskripsikan mengenai hubungan antara hal umum dengan variabel tertentu. Umumnya penelitian ini menjawab permasalahan bagaimana hubungan antara variabel yang ingin diteliti (Sujarweni, 2015).
Analisis data juga dilakukan dengan analisis korelasi. Analisis korelasi digunakan untuk mencari hubungan atau kaitan antara perilaku nongkrong dan pola konsumsi fast food dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu pada responden. Uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Product Moment Pearson yang ditentukan berdasarkan uji normalitas terlebih dahulu. Uji dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dari dua variabel yaitu antara variabel terikat dan variabel bebas. Rumus uji korelasi Product Moment Pearson yaitu:
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N = Banyaknya responden
X = Nilai frekuensi nongkrong, pola konsumsi fast food, dan IMT Y = Nilai kadar gula darah sewaktu
Keputusan
Jika Sig > 0.05 maka Ho diterima Jika Sig < 0.05 maka Ho ditolak
(45)
Hipotesa yang digunakan dalam uji korelasi Product Moment Pearson 1. Perilaku nongkrong
Ho : Tidak terdapat hubungan antara perilaku nongkrong dengan kadar gula darah sewaktu
Ha : Terdapat hubungan antara perilaku nongkrong dengan kadar gula darah sewaktu
2. Pola konsumsi fast food
Ho : Tidak terdapat hubungan antara pola konsumsi fast food dengan kadar gula darah sewaktu
Ha : Terdapat hubungan antara antara pola konsumsi fast food dengan kadar gula darah sewaktu
3. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Ho : Tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kadar gula darah sewaktu Ha : Terdapat hubungan antara IMT dengan kadar gula darah sewaktu
Nilai koefisien korelasi digunakan untuk menentukan keeratan hubungan antara variabel yang diuji. Pada Tabel 3.2. menjelaskan pedoman untuk menentukan keeratan hubungan:
Tabel.3.2 Pedoman Menentukan Tingkat Keeratan Korelasi
Interval koefisien (r) Tingkat hubungan 0,00 sampai dengan 0,20 Keeratan sangat lemah 0,21 sampai dengan 0,40 Keeratan lemah 0,41 sampai dengan 0,70 Keeratan kuat 0,71 sampai dengan 0,90 Keeratan sangat kuat 0,91 sampai dengan 0,00 Keeratan kuat sekali
1 Sempurna
(46)
Sebelum dilakukan uji korelasi data yang dimiliki terlebih dahulu dilakukan pengkodingan. Pengkoding bertujuan untuk mengubah data dengan skala ordinal menjadi rasio agar dapat dilakukan pengolahan uji korelasi (Safar, 2007). Pengkodingan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengkodingan frekuensi nongkrong dan frekuensi konsumsi fast food
Setiap hari : 3
3x/minggu : 2
>3x/minggu dan lainnya : 1
2. Pengkodingan Indeks Massa Tubuh (IMT) Gemuk dan obesitas : 3
Normal : 2
Kurus : 1
3. Kadar gula darah sewaktu (KGDS) (Cahyono, 2012) Tinggi ( > 200 mg/dL) : 3
Normal ( 80 – 200 mg/dL) : 2 Rendah (< 80 mg/dL) : 1
(47)
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan hasil dari penelitian tentang perilaku nongkrong, konsumsi fast food, dan status gizi terhadap kadar gula darah responden. Pembahasan hasil akan dikategorikan menjadi 3 bagian utama yaitu perilaku nongkrong, perilaku konsumsi, dan kaitan hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dengan hasil penelitian pada responden.
A. Kaitan Hasil Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) dengan Hasil Penelitian Pada Responden
Para responden dilakukan pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk mengetahui kaitannya dengan pola konsumsi dan kebiasaan nongkrong. Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil pengecekan rata-rata kadar gula darah sewaktu (KGDS) sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) Pada Responden
Hasil Pengecekaan KGDS
(mg/dl)
Laki-Laki 90,76
Perempuan 92,63
Rata-rata 91,45
Berdasarkan data Tabel 4.1. diketahui bahwa rata-rata hasil pengecekan KGDS (Kadar Gula Darah Sewaktu) pada responden laki-laki yaitu sebesar 90,76 mg/dl, pada responden perempuan yaitu sebesar 92,63 mg/dl, dan rata-rata keseluruhan hasil pengecekan pada responden yaitu sebesar 91,45 mg/dl. Kemudian berdasarkan
(48)
hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk hasil pengecekan terendah dan tertinggi diketahui yaitu sebesar 63 mg/dl dan sebesar 168 mg/dl. Dari hasil pengecekan ini, KGDS para responden masih tergolong normal. Hal ini dikarenakan seseorang diketahui ada tidaknya mengidap diabetes melitus apabila hasil pemeriksaan gula darah sewaktunya > 200 mg/dL, apabila dalam keadaan puasa (minimal 8 jam) kadar gula darah > 126 mg/dL dan 2 jam setelah makan kadar gula darah > 200 mg/dL (Cahyono, 2012).
Kadar gula seeorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik responden (jenis kelamin), sedangkan faktor eksternal yaitu adanya riwayat diabetes melitus dalam keluarga dan kebiasaan sarapan (Saufika, dkk. 2012). Pada Tabel 4.2., 4.3., dan 4.4. menunjukkan kaitan antara faktor tersebut dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
Tabel 4.2. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) antara Jenis Kelamin dengan Keadaan Sarapan
Jenis Kelamin
KGDS (mg/dl)
Sarapan Tidak Sarapan
Laki-Laki 91,70 88,45
Perempuan 96,35 86,12
Rata-rata total 93,29 87,47
Tabel 4.3. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) antara Jenis Kelamin dengan Riwayat Diabetes Melitus (DM) pada Keluarga Responden
Jenis Kelamin
KGDS (mg/dl) Ada Riwayat DM
pada Keluarga
Tidak Ada Riwayat DM pada Keluarga
Laki-Laki 83,85 92,32
Perempuan 89,2 93,64
(49)
Tabel 4.4. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) antara Jenis Kelamin, Kegiatan Sarapan, dan Riwayat Diabetes Melitus pada Keluarga Responden Jenis Kelamin KGDS (mg/dl) Sarapan dan Memiliki Riwaya DM Keluarga Sarapan dan Tidak Ada Riwayat DM pada Keluarga Tidak Sarapan dan Memiliki Riwaya DM Keluarga Tidak Sarapan dan Tidak Ada Riwayat DM pada Keluarga
Laki-laki 84,2 93,40 83 89,67
Perempuan 91,5 98,3 80 87
Rata-rata 87,44 94,93 82 88,5
Data pada tabel tersebut memberikan informasi bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi hasil kadar gula darah responden. Diketahui rata-rata KGDS perempuan lebih tinggi daripada laki-laki baik ditunjukkan pada Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. Hal ini dikarenakan pada perempuan memiliki LDL (low-density lipoprotein) atau kolesterol jahat yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. LDL merupakan pengangkut kolesterol tertinggi pada manusia (Botham dan Mayes, 2009). Menurut Kemenkes (2010) kadar kolesterol yang tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi lipotoksisiti yang dapat menyebabkan sel beta pankreas menjadi rusak dan mengakibatkan terjadinya penyakit diabetes melitus tipe-2. Lipotoksisiti merupakan penganggu proses pengambilan glukosa dan sekresi insulin akibat kelebihan jumlah asam lemak. Hal ini yang menyebabkan perempuan lebih beririko mengalami diabetes mellitus (Jelatik dan Haryati, 2014).
Namun, Tabel 4.4. tidak menunjukkan bahwa hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki yaitu pada hasil
(50)
pengecekan responden tidak sarapan dan memiliki riwayat DM dalam keluarga sebesar 80 mg/dl pada responden perempuan dan 83 mg/dl pada responden laki-laki. Hasil pengecekan pada responden yang tidak sarapan dan tidak memiliki riwayat DM dalam keluarga menunjukkan hasil yang sama bahwa KGDS responden laki-laki lebih tinggi yaitu sebesar 89,67 mg/dl daripada responden perempuan yaitu sebesar 87 mg/dl.
Hal ini dapat dipengaruhi aktivitas dan gaya hidup sehari–hari para responden. Diketahui bahwa tidak sedikit remaja perempuan melewatkan waktu makan untuk mengurangi jumlah makanan yang dikonsumsi dengan alsan khawatir menjadi gemuk. Pengecekan kadar gula darah sewaktu sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi makanan dikarenakan setelah makan terjadi proses pencernaan zat makanan yaitu pemecahan glukosa yang akan digunakan sebagai energi, sehingga kandungan glukosa akan meningkat dalam darah (Istiany dan Rusilanti, 2013).
Hal ini juga menjelaskan Tabel 4.2. bahwa hasil pengecekan KDGS pada responden yang sarapan lebih tinggi yaitu sebesar 93,29 mg/dl dari responden yang tidak sarapan yaitu 87,47 mg/dl. Begitu pula pada Tabel 4.4. menunjukkan hasil pengecekan responden yang melakukan kegiatan sarapan lebih tinggi daripada responden yang tidak sarapan.
Menurut Fatmawati (2010), orang dengan riwayat keluarga diabetes melitus memiliki risiko 2,97 kali untuk mengidap diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus dalam keluarga. Apabila salah satu orang tuanya menderita diabetes melitus, maka risiko seseorang
(51)
menderita diabetes melitus adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki riwayat diabetes melitus maka risiko untuk menderita diabetes melitus adalah 75%. Namun, pada Tabel 4.3. menunjukkan responden yang memiliki riwayar keluarga DM, hasil pengecekan kadar gula darah sewaktunya lebih rendah yaitu sebesar 84, 72 mg/dl dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat DM dalam keluarga sebesar 92,79 mg/dl.
Cahyono (2010) menjelaskan bahwa seseorang yang di dalam keluarganya memiliki riwayat DM risiko DM diturunkan dapat dihindari apabila seseorang dalam kesehariannya melakukan pola makan yang sehat dan aktivitas yang cukup. Aktivitas fisik dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas hormone insulim, sehingga glukosa dalam darah dapat dikendalikan (Misnadiarly, 2006). Pola makan sehat bertujuan untuk menjaga berat badan dalam batas normal (Indeks Massa Tubuh 18,50 – 24,99), dikarenakan sesorang yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes melitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas (Sujaya, 2009).
Akibat dari obesitas ialah kandungan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel mengalami peningkatan. Peningkatan FFA ini akan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga menyebabkan terjadinya resisten insulin dan menganggu kerja penyerapan glukosa ke plasma membran (Teixeria-Lemos dkk, 2011). Obesitas didefinisi sebagai berat badan berlebih. Untuk mengetahui sesorang mengalami obesitas dengan melihat status gizinya. Status gizi dapat menunjukkan keadaan tubuh seseorang dari akibat konsumsi makanan dan gizi (Istianty dan Rusilanti, 2013).
(52)
Menurut Oktaviani, dkk (2012) klasifikasi obesitas apabila hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh sebesar ≥ 30. Status gizi dapat diketahui berdasarkan hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh. Untuk hasil pengukuran berat badan dan IMT responden ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.5. Data Berat Badan Responden
Berat Badan (kg)
Terendah 43,50
Tertinggi 143,30
Rata-rata 61,64
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh dan Status Gizi Responden IMT
Persentase (%)
Kurus (< 18,50) 23,33
Normal (18,50 – 24,99) 56,67
Gemuk (25,00 – 29,99) 13,33
Obesitas (≥ 30) 6,67
Jumlah 100
Menurut Tabel 4.5. diketahui berat badan tertinggi adalah 143,30 kg dan berat badan terendah adalah 43,50 kg, dan rata-rata berat badan responden ialah 61,64 kg. Berat badan tertinggi mau terendah belum dapat digunakan sebagai penentu seseorang mengidap kegemukan atau obesitas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengetahui seseoramg mengidap obesitas perlu melihat hasil perhitungan indek massa tubuhnya.
Dari hasil perhitungan indeks massa tubuh pada responden ditunjukkan oleh Tabel 4.6. didapati sebanyak 6,67% mengalami obesitas dan sebanayak 13,33% mengalami kegemukan. Kegemukan dan obesitas merupakan akibat dari gizi berlebih yang dapat berdampak di usia dewasa nantinya berisiko menyebabkan
(53)
penyakit degenartif, salah satunya diabetes mellitus (DM) aoabila tidak segera melakukan pencegahan dengan merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
Selanjutnya, hasil dan pembahasan dari uji korelasi antara faktor yang diteliti yaitu perilaku nongkrong yang diketahui berdasarkan frekuensi nongkrong yang dilakukan oleh responden, konsumsi fast food oleh responden, dan IMT responden terhadap hasil pengecekan KGDS responden. Tabel 4.7. menunjukkan uji korelasi anatara indeks massa tubh dengan kadar gula darah sewaktu.
Tabel 4.7. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara Indeks Massa Tubuh dengan Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS)
KGDS IMT
KGDS Pearson Correlation 1 .010
Sig. (2-tailed) .942
N 60 60
IMT Pearson Correlation .010 1
Sig. (2-tailed) .942
N 60 60
Berdasarkan hasil Uji Korelasi Product Moment Pearsonpada Tabel 4.7. diketahui bahwa IMT para responden tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengecekan KGDS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,942 atau lebih besar dari nilai alpha yakni sebesar 0,05. Nilai koefisiesn korelasi r IMT dengan KGDS diperoleh yaitu sebesar 0,010 yang berarti hubungan antar dua variable tersebut sangat lemah.
Pada Tabel 4.8. menunjukkan hasil uji korelasi antara frekuensi nongkrong dengan kadar gula darah sewaktu. Berdasarkan hasil uji dengan Uji Korelasi
(54)
Product Moment Pearson diketahui bahwa frekuensi nongkrong responden tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengecekan KGDS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,686 atau lebih besar dari nilai alpha yakni sebesar 0,05. Nilai koefisiesn korelasi r IMT dengan KGDS diperoleh yaitu sebesar 0,053 yang berarti hubungan antar dua variable tersebut sangat lemah.
Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara Frekuensi Nongkrong dengan Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS)
Frekuensi
Nongkrong KGDS
Frekuensi Nongkrong
Korelasi Pearson 1 .053
Sig. (2-tailed) .686
N 60 60
KGDS Korelasi Pearson .053 1
Sig. (2-tailed) .686
N 60 60
Pada Tabel 4.9. menunjukkan hasil uji korelasi antara frekuensi nongkrong dengan kadar gula darah sewaktu. Berdasarkan hasil uji dengan Uji Korelasi Product Moment Pearson diketahui bahwa frekuensi konsumsi fast food responden tidak berpengaruh nyata terhadap hasil pengecekan KGDS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,394 atau lebih besar dari nilai alpha yakni sebesar 0,05. Nilai koefisiesn korelasi r IMT dengan KGDS diperoleh yaitu sebesar 0,112 yang berarti hubungan antar dua variable tersebut sangat lemah.
(55)
Tabel 4.9. Hasil Uji Korelasi Product Moment Pearson antara Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS)
KGDS
Frekuensi Konsumsi Fast Food
KGDS Korelasi Pearson 1 .112
Sig. (2-tailed) .394
N 60 60
Frekuensi Konsumsi Fast Food
Korelasi Pearson .112 1
Sig. (2-tailed) .394
N 60 60
Dari hasil penelitian ini didapati tidak ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh, perilaku nongkrong, dan pola konsumsi fast food dengan kadar gula darah sewaktu. Hal ini dikarenakan dari hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu masih tergolong dalam batas normal (< 200 mg/dL). Faktor yang dapat mempengaruhi adalah pengecekan kadar gula darah sewaktu, seperti yang diungkapkan oleh Khoirul (2013) bahwa kadar gula dalam sehari bersifat fluktuatif atau berubah-ubah, dimana kadar gula akan menjadi normal kembali 2 jam setelah makan. Adanya aktivitas fisik dalam mengubah glukosa menjadi energi juga mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah. Glukosa dalam darah dapat dikontrol dengan cara melakukan olahraga secara teratur (PERKENI, 2015). Olahraga yang teratur dapat mempertahankan dan menurunkan berat badan sehingga insulin dapat dikompensasi secara maksimal.
Saat seseorang mengonsumsi makanan dan minuman manis di atas batas normal maka pankreas akan memerintah sel beta untuk memproduksi hormon insulin. Insulin akan masuk ke dalam aliran darah untuk memecah gula menjadi
(56)
glukosa. Namun, apabila reseptor pada sel tubuh tidak peka untuk membuka jalan glukosa agar dapat masuk ke dalam sel maka hal ini yang menyebabkan menumpuknya glukosa di dalam darah sehingga kadar gula dalam darah menjadi tinggi. Kadar gula darah tinggi inilah yang menjadi indikasi seseorang didiagnosa menderita penyakit diabetes melitus (hyperglikemia) apabila disertai dengan keluhan seperti banyak buang air kecil (BAK), sering merasa haus, dan penuruanan berat badan secara drastis (Cahyono, 2008).
B. Perilaku Nongkrong
Nongkrong merupakan kegiatan berkumpul yang sering dilakukan para remaja termasuk para pelajar. Nongkrong dapat dilakukan dimana saja seperti di kafe-kafe atau tempat berkumpul lainnya. Kegiatan ini biasa dilakukan untuk mengisi waktu luang.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi responden dalam melakukan kegiatan nongkrong yaitu sebanyak < 3x seminggu sebesar 40% dan terendah yaitu tingkat frekuensi nongkrong setiap hari sebesar 12%. Alasan nongkrong tentu akan beragam tiap individu, kebanyakan remaja nongkrong karena alasan untuk berkumpul bersama atau sekedar untuk mendapatkan akses internet gratis yang disediakan oleh tempat nongkrong yang mereka kunjungi.
Gaya hidup merefleksikan aktivitas dan minat yang melibatkan proses sosial, modal, dan selera. Nongkrong merupakan salah satu gaya hidup. Kebiasaan nongkrong ini juga melibatkan kehidupan sosial responden, modal dan selera.
(57)
Gambar 4.1. Persentase Frekuensi Nongkrong Responden dalam Seminggu
Responden yang memiliki kehidupan sosial yang baik seperti memilikiteman-teman yang banyak akan mempengaruhi kebiasaan nongkrong. Teman dapat berpengaruh dalam memberikan referensi tempat nongkrong. Modal (uang saku) yang banyak akan memberikan peluang lebih tinggi untuk responden melakukan kegiatan nongkrong dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki uang saku yang banyak. Selera menurut KBBI, memiliki arti nafsu makan, kesukaan atau kegemaran, maka selera dapat mempengaruhi perilaku nongkrong seseorang dikarenakan selera membuat seseorang memiliki kemauan untuk berbuat sesuatu termasuk kegiatan nongkrong.
Seperti alasan yang telah dijelaskan bahwa kebanyakan responden memilih nongkrong untuk berkumpul bersama, maka pada Gambar 4.2., orang-orang yang nongkrong bersama dengan responden yaitu keluarga (orang tua, sanak saudara), teman atau sahabat, dan pacar, serta beberapa menjawab lainnya (sendiri atau dengan kenalan). Berdasarkan pada Gambar 4.2., dinyatakan bahwa persentase
23%
40% 12%
25%
3x/minggu < 3x/minggu Setiap hari Lainnya
(58)
terendah responden menjawab lainnya yaitu 5% dan tertinggi yaitu ditemani oleh sahabat atau teman sebesar 59%.
Pada usia remaja banyak terjadi perubahan sikap dan perbuatan yang menandakan individu tersebut menjadi mandiri. Kemandirian pada remaja ditunjukkan dengan perilaku memilih dan memutuskan keinginan yang mereka mau tanpa bergantung pada orangtua. Selain itu, remaja akan lebih banyak beraktivitas di luar rumah yang artinya mereka perlu melakukan penyesuaian diri dengan kelompok termasuk dengan teman sebaya. Salah satu bentuk penyesuaian diri seorang remaja adalah mencari jati diri dan memiliki kecenderungan dengan mencari dukungan dari teman sebaya (Steinberg, 2002). Hal inilah yang menyebabkan para responden lebih banyak melakukan kegiatan nongkrong bersama sahabat atau temannya.
Gambar 4.2. Persentase Orang yang Menemani Responden Saat Nongkrong
Berdasarkan tingginya persentase responden yang menjawab orang yang menemani nongkrong adalah teman atau sahabat maka pada Gambar 4.3. di bawah
15% 12%
59% 9%
5%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%
Orang tua Saudara (kakak/adik/sepupu/dsb) Sahabat/teman Pacar Lainnya
(59)
ini menunjukkan persentase tingkat pengaruh teman dalam memberikan referensi tempat nongkrong. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 45% responden menyatakan bahwa teman sedikit berpengaruh dalam menentukan referensi tempat nongkrong, sedangkan responden yang menjawab sangat berpengaruh sebanyak 17%. Hal ini dapat menjelaskan bahwa kebiasaan nongkrong responden tidak begitu dipengaruhi oleh temannya walaupun ketika mereka nongkrong lebih banyak waktu yang dihabiskan bersama teman maupun sahabat. Hal ini juga didasari pada saat remaja, mereka telah memiliki kebebasan untuk memilih dan memutuskan apa yang mereka inginkan.
Gambar 4.3. Persentase Tingkat Pengaruh Teman dalam Referensi Tempat Nongkrong
Menurut Steinberg (2002), bahwa seorang individu dikatakan mandiri apabila dalam memutuskan sesuatu menurut diri sendiri dan tidak tergantung pada yang dipercayai orang lain. Kemandirian remaja ialah kemampuan untuk mengambil tindakan yang berasal dan diatur diri sendiri guna perkembangan kemampuan sosial secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, dalam perkembangan sosialnya seorang
16%
45% 22%
17%
Sangat berpengaruh Sedikit berpengaruh Berpengaruh
Sangat tidak berpengaruh
(60)
remaja memiliki kemandirian untuk bebas menentukan dengan siapa mereka dan dimana mereka akan nongkrong.
Gambar 4.4. Persentase Tempat Nongkrong yang Sering Dikunjungi
Tempat nongkrong favorit dan umum dikunjungi responden berdasarkan penggolongan menurut Heryanti (2009), ditunjukkan pada Gambar 4.4. Berdasarkan data pada Gambar 4.4. kecenderungan responden dalam memilih tempat nongkrong ialah 29% ke McD, KFC, AW, Pizza; 28% memilih warung indomie/burjo; 21% memilih Cha-cha milktea, Starbucks; serta lainnya 16% menyatakan ke tempat makan seperti warung nasi atau restoran seafood; dan 6% menyatakan ke JCo, Dunkin' Donuts. Tempat-tempat makan tersebut menyajikan makanan dan minuman manis. Menu dengan kandungan kalori yang tinggi dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat, dan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dengan kurun waktu yang lama maka di dalam tubuh akan terjadi penumpukan gula.
Macam menu yang disajikan oleh tempat-tempat makan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5., dan menu-menu ini merupakan menu yang biasa dikonsumsi oleh responden.
0% 10% 20% 30% 40%
Cha-cha Milktea, Starbucks
Jco, Dunkin' Donuts
McD, KFC, AW, Pizza
Warung Indomie/Burjo
(61)
Gambar 4.5. Persentase Menu yang Sering Dikonsumsi Saat Nongkrong
Berdasarkan pada Gambar 4.4. di atas walaupun persentase tertinggi tempat yang dikunjungi oleh responden merupakan tempat yang menyajikan makanan dengan kandungan lemak yang tinggi seperti McD, KFC, dan AW yaitu sebesar 29%. Namun, persentase tertinggi menu yang dikonsumsi oleh responden yaitu sebesar 35% merupakan makanan dan minuman manis berkalori tinggi seperti menu kopi, milkshake, milktea, soft drink, serta 19% menjawab mengonsumsi ice cream atau cakes, dan makanan berlemak (fast food) dengan persentase sebanyak 16%, serta lainnya yaitu 14% yang menjawab rumah makan seafood. Hal ini dikarenakan bahwa gerai-gerai tersebut selain menjual makanan cepat saji juga menjual minuman seperti soft drink, ice cream yang umumnya dijual dengan harga yang relative lebih murah.
Hal inilah yang dapat mengakibatkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi apabila tidak diimbangi dengan pola hidup yang sehat seperti pengaturan pola makan dan aktivitas fisik (olahraga). Kebiasaan konsumsi fast food yang berlebih dapat berakibat munculnya masalah gizi seperti kelebihan berat badan/obesitas atau
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
Kopi, milkshake, milktea, soft
drink
Ice cream, cakes Fried chicken, burger
French fries, nugget, sossis,
popcorn
(62)
kekurangan zat gizi. Pola makan fast food yang dilakukan terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan pada usia selanjutnya. Hal-hal tersebut dapat memicu risiko penyakit salah satunya diabetes melitus.
Apabila melihat data pada Gambar 4.1. bahwa 12% responden dengan persentase frekuensi nongkrong setiap hari jika tidak diiringi persentase frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis yang tinggi pula maka risiko terkena diabetes melitus masih dapat dicegah. Begitu pula untuk responden dengan persentase frekuensi lainnya apabila tidak memiliki kencenderungan frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis yang tinggi maka risiko terkena diabetes melitus dapat ditekan. Sebaliknya, jika frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis tinggi akan berakibat risiko mengidap diabetes melitus, bahkan pada usia dini.
C. Perilaku Konsumsi
Kebiasaan nongkrong responden tentu berkaitan dengan perilaku konsumsinya juga. Oleh karena itu perlu adanya peninjauan mengenai perilaku konsumsi meliputi kesukaan responden dalam mengonsumsi makanan dan minuman manis, frekuensi konsumsi minuman bersoda (soft drink), dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis.
Sebanyak 82% dari jumlah responden menyatakan bahwa mereka menyukai makanan dan minuman manis sehingga frekuensi konsumsi tinggi pula, sedangkan yang menjawab tidak suka untuk mengonsumsi makanan dan minuman manis sebanyak 18%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kebiasaan dan selera konsumsi
(63)
terhadap makanan dan minuman yang hendak dikonsumsi. Kehidupan sosial dan aktivitas yang dilakukan dapat pula mempengaruhi kebiasaan makan seseorang.
Gambar 4.6. Persentase Kesukaan Responden dalam Mengonsumsi Makanan dan Minuman Manis
Seseorang yang menyukai makanan dan minuman manis akan cenderung mengonsumsi makanan atau minuman manis dalam jumlah yang banyak. Dampaknya bila seseorang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis dalam jumlah besar maka asupan glukosa tinggi. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus maka kandungan gula dalam darah akan meningkat dan menganggu kerja hormon insulin dalam mengubah glukosa menjadi glikogen. Hal ini yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang berakibat pada penyakit diabetes melitus.
Menurut data pada Gambar 4.7., dapat dinyatakan bahwa jumlah konsumsi makanan dan minuman manis dengan persentase tertinggi adalah < 3x seminggu yaitu sebanyak 55%, dan terendah yaitu setiap hari sebanyak 7%. Maksud dari frekuensi lainnya ialah responden dalam mengonsumsi makanan dan minuman manis tidak menentu setiap harinya dalam seminggu. Jika melihat data tersebut
Suka 82%
Tidak Suka 18%
(64)
sebanyak 7% responden yang memiliki persentase frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis setiap hari dan apabila memiliki kebiasaan konsumsi gula lebih dari batas normal asupan gula dikarenakan sisa gula yang tidak dapat dipecah menjadi glikogen akan menumpuk dalam darah dan menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah. Hal ini apabila dibiarkan dan tidak segera dilakukan tindakan pencegahan seperti merubah pola hidup sehat dapat berakibat munculnya penyakit degenaratif pada usia dewasa atau lansia, salah satunya adalah diabetes melitus.
Gambar 4.7. Persentase Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Manis dalam Seminggu
Minuman bersoda merupakan minuman ringan dengan karbonasi (carbonated soft drink). Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam minuman ringan tersebut (Sari, 2007). Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman karbonasi adalah air, gula, CO2,
dan konsentrat. Dalam artikel di Radar Bandung yang ditulis oleh Nurlatifah (2011) menyebutkan bahwa minuman bersoda mengandung gula sebanyak sekitar 9 sendok teh (36 gram) atau sebanding dengan kurang lebih 4 sendok makan (40 gram), sedangkan menurut Permenkes tahun 2013 dalam artikel Utami dan Nodia
3x/minggu 15%
< 3x/minggu 55% Setiap hari
7%
Lainnya 23%
(65)
(2015) menyebutkan batas mengonsumsi gula tidak boleh lebih dari 50 gram atau sekitar 4 sendok makan sehari.
Gambar 4.8. Persentase Frekuensi Konsumsi Minuman Bersoda
Berdasarkan Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa walaupun banyak responden yang menyukai konsumsi makanan dan minuman manis (Gambar 4.6.) ternyata tidak mempengaruhi tingginya frekuensi responden untuk mengonsumsi minuman manis dalam hal ini minuman bersoda (soft drink). Sebanyak 22% menyatakan bahwa mereka sering mengonsumsi minuman tersebut, sedangkan 78% menyatakan bahwa tidak sering mengonsumsi minuman bersoda. Hal ini dapat disebabkan bahwa minuman yang sering dikonsumsi kemungkinan jenis lainnya seperti susu, kopi, atau teh.
D. Keterbatasan Masalah
Dalam penelitian ditemukan kendala-kendala yang menjadi keterbatasan penelitian ini, anatara lain:
78%
22%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
(66)
1. Jumlah sampel yang terbatas sehingga kurang memberikan hasil penelitian yang detail.
2. Faktor waktu penelitian yang tidak seragam diantara dua sekolah, sehingga mempengaruhi hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu. Pengambilan data perilaku nongkrong tidak dibatasi apakah hanya berupa kegiatan bersantai atau kegiatan bersantai yang disertai konsumsi fast food.
3. Metode penelitian menggunakan cross sectional atau hanya melihat hasil penelitian dalam kurun waktu saat itu saja, padahal hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu dapat dipengaruhi oleh konsumsi maupun aktivitas sebelumnya. Dianjurkan pengecekan gula darah dilakukan saat puasa dan 2 jam setelah makan atau metode penelitian dengan design experiment with pretest-postest.
(67)
49 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian hal-hal yang dapat disimpulkan antara lain adalah: 1. Tidak terdapat hubungan antara perilaku nongkrong pada siswa SMA kelas XI di Yogyakarta dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
2. Tidak terdapat hubungan antara perilaku konsumsi fast food pada siswa SM kelas XI di Yogyakarta dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
3. Tidak terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh pada siswa SMA kelas XI di Yogyakarta dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu.
B. Saran
Saran dari peneliti untuk peneliti selanjutnya antara lain :
1. Melakukan penelitian dengan metode lain seperti design experiment with pretest-postest, sehingga dapat mengontrol faktor serta dapat mengindikasi ada tidaknya risiko dini terhadap penyakit diabetes melitus. Dalam hal ini pretest dan postest yang dimaksud adalah pengecekan kadar gula darah saat puasa dan 2 jam setelah makan.
2. Menggunakan sampel lebih banyak agar dapat meminimalisir bias hasil penelitian.
(68)
3. Memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, misalnya waktu pengambilan data, akan lebih baik jika dilakukan dengan waktu yang sama pada tiap tempat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Hal ini berkaitan dengan hasil pengecekan kadar gula darah sewaktu yang bersifat fluktuatif. Kegiatan nongkrong dibuat batasan yang jelas yaitu sekedar kegiatan bersantai atau kegiatan bersantai yang disertai dengan mengonsumsi fast food.
C. Aplikasi Penelitian Sebagai Sumber Pembelajaran Biologi
Hasil penelitian mengenai pengaruh gaya hidup dan pola konsusmsi fast food terhadap kadar gula darah sewaktu pada pelajar ini, diharapkan dapat digunakan atau dikembangkan dalam materi pembelajaran biologi di sekolah. Materi yang berkenaan dengan pola konsumsi dan gaya hidup ialah “Sistem Pencernaan Manusia” untuk Sekolah Menengah Atas kelas XI menggunakan kurikulum 2013.
Dalam Kurikulum 2013 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang digunakan adalah:
Kompetensi Inti
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, tekonologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
(69)
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, menyaji dan mencipta dalam ranah kongkrit dan ranah abstrak terkait dengan pengembangn dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
3.7. Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada system pencernaan dan mengaitkannya dengan nutrisi dan bioprosesnya sehingga dapat menjelaskan proses pencernaan serta gangguan fungsi yang mungkin terjadi pada sistem pencernaan manusia melalui studi literatur, pengamatan, percobaan, dan simulasi.
4.7. Menyajikan hasil analisis tentang kelainan pada struktur dan fungsi jaringan pada organ-organ pencernaan yang menyebabkan gangguan sistem pencernaan manusia melalui berbagai bentuk media presentasi.
(70)
DAFTAR PUSTAKA
Al, Anshari. 2014. Gambaran Kadar Glukosa Darah Sewaktu Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang Berisiko Tinggi Diabetes Melitus Tipe 2. Skripsi. Universitas Andalas. Padang.
Anonim. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia [Online]. Diakses pada
http://kbbi.web.id/
Batubara, Jose R. L. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri, Vol. 12, No. 1, Juni 2010. 21.
Bawono, Mokhamad Nur. 2008. Kontrol Hormon Insulin dan Glukagon dalam Perubahan Metabolisme Selama Latihan. Pelangi Ilmu, Vol 2, No 2, 2008. BKKBN. 2010. Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja. Direktorat
Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Jakarta.
Botham, K.M., dan Mayes, P.A. 2009. Sintesis, Transpor, dan Ekskresi Kolesterol, Dalam: Biokimia Harper, edisi 27. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Cahyono, Suharjo B. 2012. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius.
Yogyakarta.
Chaney, David. 2004. Lifestyle, Sebuah Pengantar Komprehensif. Jalasutra. Yogyakarta
Dansinger, Michael. 2016. Metabolism Mishaps. Diakses pada http://www.webmd.com/diabetes/type-2-diabetes-guide/type-2-diabetes tanggal 3 September 2016
Dewi, Mira. 2007. Resistensi Insulin Terkait Obesitas: Mekanisme Endokrin dan Intrinsik Sel. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2007 2 (2): 49 – 54.
Depkes. 2013. Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi CERDIK Melalui Posbind. Departemen Keshatan Republik Indonesia. Jakarta.
Emmerman, Gregg. 2016. Diabetes. Diakses pada
https://www.studyblue.com/#flashcard/view/11932811 tanggal 3 september 2016
Fatmawati, Ari. 2010. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jalan (Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Ganong, W.F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Heryanti, Evi. 2009. Kebiasaan Makan Cepat Saji (Fast Food Modern), Aktivitas Fisik dan Faktor Lainnya Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Penghuni asrama UI Depok Tahun 2009. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.
(1)
Tabel 11. Pengaruh Teman dalam Referensi Makanan yang Dikonsumsi Tingkat Pengaruh SMA N 8
Yogyakarta
SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Total
Sangat berpengaruh 6 4 10
Sedikit berpengaruh 13 14 27
Berpengaruh 9 4 13
Sangat tidak berpengaruh
2 8 10
Total 30 30 60
Tabel 12. Hasil Rata-Rata Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu (KGDS) pada SMA Pangudi Luhur dan SMA N 8 Yogyakarta
Rata-Rata
SMA N 8 Yogyakarta SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
87.55 95.23
Laki- Laki 87.15 94.77
Perempuan 88.7 95.91
Tabel 13. Hasil Pengecekan Kadar Gula Darah Sewaktu Angka Terendah dan Tertinggi Pada SMA Pangudi Luhur dan SMA N 8 Yogyakarta
KGDS SMA N 8 Yogyakarta SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Laki- Laki 63 82
(2)
Analisis Statistik Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test
Frekuensi Nongkrong, Frekuensi Konsumsi Fast Food, Indeks Massa Tubuh (IMT), dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Responden (KGDS)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frekuensi
Nongkrong KGDS
N 60 60
Normal Parametersa Mean 1.5000 1.0500
Std. Deviation .72486 .21978 Most Extreme Differences Absolute .388 .540
Positive .388 .540
Negative -.245 -.410
Kolmogorov-Smirnov Z 3.007 4.183
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
a. Test distribution is Normal.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KGDS
Frekuensi Konsumsi
Fast Food
N 60 60
Normal Parametersa Mean 1.0500 1.2833
Std. Deviation .21978 .58488 Most Extreme Differences Absolute .540 .469
Positive .540 .469
Negative -.410 -.314
Kolmogorov-Smirnov Z 4.183 3.635
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
(3)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KGDS IMT
N 60 60
Normal Parametersa Mean 1.0500 1.6333
Std. Deviation .21978 .80183 Most Extreme Differences Absolute .540 .352
Positive .540 .352
Negative -.410 -.215
Kolmogorov-Smirnov Z 4.183 2.726
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
(4)
No
Kuisioner
IDENTITAS RESPONDEN 1. Jenis kelamin *Perempuan / Laki-laki
2. Tanggal Lahir [ ] [ ] [ ] 3. Berat badan [ ] Kg
4. Tinggi badan [ ] Cm
Instruksi Pengisian :
1. Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan kondisi anda !
2. Berilah tanda
O
( lingkaran ) pada jawaban dari pertanyaan di bawah ini ! 3. Beberapa pertanyaan dapat dipilih lebih dari satu!INFORMASI DASAR
Apa keluarga anda memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus? A. Ya B. Tidak
POLA MAKAN/KONSUMSI PRIBADI Apakah anda suka dengan makanan atau minuman manis?
A. Ya B. Tidak Apakah anda sering mengonsumsi minuman bersoda ?
A. Ya B. Tidak
Dengan siapa sajakah anda biasa nongkrong? (jawaban boleh lebih dari satu) A. Orang tua
B. Saudara (kakak/adik/sepupu/dsb) C. Sahabat/teman
D. Pacar
E. Lainnya , sebutkan _______________ Seberapa sering anda nongkrong dalam seminggu?
A. < 3x C. 3x
B. Setiap hari D. Lainnya , sebutkan _______________ Tempat nongkrong yang sering anda kunjungi: (jawaban boleh lebih dari satu)
A. Cha-cha Milktea, Starbucks B. JCo, Dunkin’ Donuts
(5)
C. McD, KFC, AW, Pizza D. Warung indomie, burjo
E. Lainnya , sebutkan _______________
Berikut menu yang sering anda konsumsi saat nongkrong: (jawaban boleh lebih dari satu)
A. Kopi, milkshake, milktea, soft drink B. Ice cream, cakes
C. Fried chicken, burger
D. French fries, nugget, sosis, popcorn E. Lainnya , sebutkan _______________
Jumlah anda mengonsumsi menu tersebut dalam seminggu: A. < 3x C. 3x
B. Setiap hari D. Lainnya , sebutkan _______________ Bagimana pengaruh teman dalam referensi makanan yang anda makan?
A. Sangat berpengaruh C. Berpengaruh
B. Sedikit berpengaruh D. Sangat tidak berpengaruh (Sebutkan alasannya: __________________________________)
(6)
Dokumentasi Penelitian