Rancangan strategis pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard pada inspektorat jenderal kementerian kehutanan

(1)

RANCANGAN STRATEGIS PENGUKURAN KINERJA

BERBASIS

BALANCED SCORECARD

PADA INSPEKTORAT

JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN

Oleh

PRIMA PANJI MULYA PERMANA

H24087030

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

RINGKASAN

PRIMA PANJI MULYA PERMANA. H24087030. Rancangan Strategis

Pengukuran Kinerja Berbasis Balanced Scorecard Pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan. Di bawah bimbingan LINDAWATI KARTIKA.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai dokumen pengukuran kinerja harus memuat indikator keberhasilan kinerja Instansi dalam mencapai sasaran strategi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Pada LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan tidak menggambarkan indikator keberhasilan kinerja secara keseluruhan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Menurut Peraturan Kepala BAPENAS Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan dalam proses penyusunan Rencana Strategi Kementerian/Lembaga mekanisme atau alur kegiatan yang harus dilalui salah satunya proses teknokratik. Balanced Scorecard metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga lebih mudah pemahaman anggota organisasi terhadap visi, misi dan sasaran. Penerapan Balanced Scorecard pada organisasi pemerintah juga sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang penerapan anggaran berbasis prestasi kerja yang menuntut perlunya suatu sistem pengukuran yang dapat mencerminkan adanya akuntabilitas kinerja serta adanya aturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun 2008 agar Kementerian dan Lembaga pemerintah membuat Indikator Kinerja Utama (IKU) berbasis BSC. Tujuan penelitian ini adalah (1) membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran Rencana Strategi 2010 – 2014, (2) membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC, (3) menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC.

Penelitian dilakukan di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan pada bulan Februari hingga April 2014. Data menggunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara dan studi pustaka. Penarikan responden untuk wawancara menggunakan teknik judgment sampling dimana responden merupakan pakar dari pihak Akademik, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Kepala Sub Bagian Program, Auditor Utama dan Muda. Metode penelitian merupakan deskriptif evaluative. Pengolahan data dilakukan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan melakukan perbandingan berpasangan dengan bantuan perangkat lunak expert choice.

Indikator kinerja utama dalam LAKIP tidak selaras dengan Rencana Strategi Inspektorat Jenderal. Hal tersebut diperoleh setelah melakukan alignment terhadap visi ke misi, misi ke tujuan dan diagnosa dengan parameter

specific, measureable, achievable, relevant, time bound dan countinously improve. Rancangan pengukuran kinerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan memperoleh hasil yaitu: 8 sasaran strategis dan 12 indikator kinerja utama yang diklasifikasikan dalam 4 perspektif Balanced Scorecard.


(3)

ABSTRACT

The performance accountability of government agencies report (LAKIP) as performance measurement document it has to contain the successful of the agencies performance in achieving the strategy that have been legitimated on the strategic plan. In the LAKIP Inspectorate General Ministry of Forestry it is not describe as the successful of the whole performance as it set out in the strategic plan. The drafting process of the strategic plan ministry or agencies the technocratic process is one of activity that must be passed into the central nervous of an organization, so the members of organization will be easier to understand the vision, mission and target. Based on these problems, we need to do a design that includes performance indicator measuring the success of the aligned with the strategic plan, that is balanced scorecard. Research purposes are 1) To make design of key performance indicators that answer the target of Strategic Plan 2010 – 2014; 2) To make design strategy map from Inspectorate General Ministry of Forestry using balanced scorecard approach; 3) To analyze the performance’s design of measurement at Inspectorate General Ministry of Forestry based on Balanced Scorecard. The Reseacrh result are : 8 strategies and 12 key performance indicator that has been classified in 4 perspective balanced scorecard. Key words : Balance Scorecard, performance measurement, strategy map

ABSTRAK

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai dokumen pengukuran kinerja harus memuat indikator keberhasilan kinerja Instansi dalam mencapai sasaran strategi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Pada LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan tidak menggambarkan indikator keberhasilan kinerja secara keseluruhan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Proses penyusunan Rencana Strategi Kementerian/Lembaga mekanisme kegiatan yang harus dilalui salah satunya proses teknokratik. balanced scorecard metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga memudahkan anggota organisasi memahami visi, misi dan sasaran. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan perancangan pengukuran kinerja yang memuat indikator kinerja keberhasilan yang selaras dengan Rencana Strategi, yaitu dengan balanced scorecard.

Tujuan penelitian ini adalah 1) Membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran Rencana Strategi 2010 – 2014; 2) Membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan balanced scorecard; 3) Menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan balanced scorecard. Hasil penelitian ini memperoleh hasil yaitu: 8 sasaran strategis dan 12 indikator kinerja utama yang diklasifikasikan dalam 4 perspektif balanced scorecard. Kata kunci: balanced scorecard, pengukuran kinerja, peta strategi


(4)

RANCANGAN STRATEGIS PENGUKURAN KINERJA

BERBASIS

BALANCED SCORECARD

PADA INSPEKTORAT

JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PRIMA PANJI MULYA PERMANA

H24087030

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(5)

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Februari 1985 di kota Bogor. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari bapak Mulyana Syarief AS (alm) dan ibu Wati Purnawati.

Riwayat pendidikan penulis antara lain TK Al Ghazaly (1990 – 1991), SD Negeri Sindang Barang 1 (1991 -1997), SMP Negeri 6 Bogor (1997 – 2000), SMA Negeri 6 Bogor (2000 -2003). Diploma Program Studi Teknologi Perlindungan Sumberdaya Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (2003 – 2006).

Riwayat pekerjaan penulis antara lain bekerja pada PT Karvak Nusa Geomatika (2006 – 2008) sebagai Assistance Site Coordinator, PT Asuransi Bumiputera Muda 1967 (2008 -2010) sebagai Staf Bond dan Kredit, Sejak 2010 penulis bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan sebagai Auditor.


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat kasih sayang dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema skripsi adalah pengukuran kinerja, dengan judul Perancangan Pengukuran Kinerja Di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan Dengan Pendekatan Balanced Scorecard.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lindawati Kartika, SE., M.Si selaku pembimbing. Selain itu karyawan Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan atas ketersediaan waktu dalam mendukung penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2014


(8)

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis dalam penyusunan skripsi dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada :

1. Ibu Lindawati Kartika, SE, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, saran, dan pengarahan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc selaku penguji sidang yang bersedia meluangkan waktunya dan memberikan arahan dan saran kepada penulis 3. Ibu Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku penguji sidang yang bersedia

meluangkan waktunya dan memberikan arahan dan saran kepada penulis 4. Bapak Ir. Prie Supriadi MM selaku Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan

yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Inspektorat Jenderal.

5. Semua dosen dan karyawan/wati di Program Sarjana Alih Jenis IPB yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan memberikan pahala atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.


(9)

vi

DAFTAR ISI

RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Manajemen Strategi ... 6

2.2 Penilaian Kinerja ... 6

2.3 Konsep Balanced Scorecard ... 6

2.4 Analytical Hierachy Process ... 7

2.5 Hasil Penelitian Relevan ... 7

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 9

3.1 Kerangka Pemikiran ... 9

3.2 Tahapan Penelitian ...11

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ...12

3.4 Jenis dan Sumber Data ...12

3.5 Metode Pengumpulan Data ...13

3.6 Metode Pengambilan Contoh ...13

3.7 Metode Analisa Data ...13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...17

4.1 Gambaran Umum Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan ...17

4.1.1 Visi Inspektorat Jenderal ...20

4.1.2 Misi Inspektorat Jenderal ...20

4.2 Alignment ...20

4.2.1 Alignment Visi ke Misi Inspektorat Jenderal ...21

4.2.2 Alignment Misi ke Tujuan Inspektorat Jenderal ...21

4.2.3 Alignment Tujuan ke Sasaran Inspektorat Jenderal ...22


(10)

vii

4.3 Penentuan Ukuran Kinerja dan Sasaran Strategi ...27

4.4 Penetapan Target ...30

4.5 Perancangan Balanced Scorecard ...36

4.6 Peta Strategi Inspektorat Jenderal ...39

4.7 Inisiatif Strategi ...41

KESIMPULAN DAN SARAN ...47

1. Kesimpulan ...47

2. Saran ...48

DAFTAR PUSTAKA ...49

LAMPIRAN ...50


(11)

viii

DAFTAR TABEL

NO Halaman

1. Tabel Pengukuran Capaian Kinerja Inspektorat Jenderal ... 2

2. Model penilaian SMART-C ... 14

3. Model penjabaran strategi kedalam Balanced Scorecard ... 15

4. Matrik perbandingan berpasangan ... 15

5. Skala pembobotan ... 16

6. Bagan menguji keselarasanVisi ke Misi Inspektorat ... 21

7. Bagan menguji keselarasan Misi ke Tujuan Inspektorat ... 22

8. Bagan menguji keselarasan Tujuan Inspektorat ke Sasaran Inspektorat ... 23

9. Diagnosa SMART-C Indikator Kinerja Inspektorat ... 24

10. Ukuran kinerja pencapaian strategi BSC Inspektorat Jenderal ... 30

11. Target kinerja Inspektorat Jenderal dengan BSC ... 35

12. Dashboard perspektif keuangan ... 37

13. Dashboard perspektif pelanggan ... 37

14. Dashboard perspektif manajemen internal ... 38

15. Dashboard perspektif pertumbuhan dan pembelajaran ... 39

16. Inisiatif strategi perspektif keuangan ... 42

17. Inisiatif strategi perspektif pelanggan ... 43

18. Inisiatif strategi perspektif manajemen internal ... 44


(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

NO Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...10

2. Tahapan Penelitian ...11

3. Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal ...18


(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

NO Halaman

1. Kuesioner Pembobotan Perspektif dan IKU Inspektorat Jenderal ... 50 2. Rancangan Pengukuran Kinerja Inspektorat Jenderal dengan BSC ... 53 3. Hasil pembobotan perspektif dan IKU menggunakan paired comparison . 57


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah merupakan salah satu cara untuk mendorong pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Untuk mencapai hal tersebut instansi pemerintah diwajibkan membentuk Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dengan tujuan memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian dan tujuan penyelenggaraan pemerintah negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan SPIP dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), yang terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan Pemerintah (BPKP), Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

Peraturan Menteri Kehutanan No.P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan menjelaskan bahwa Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kehutanan. Inspektorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Inspektorat Jenderal, Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III, Inspektorat IV dan Inspektorat Investigasi.

Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan selaku APIP di lingkup Kementerian Kehutanan merupakan unsur manajemen yang penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. Pengukuran kinerja instansi pemerintah terangkum dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menjelaskan fokus pelaporan kinerja dalam LAKIP. Hasil pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan untuk periode 2011 sampai dengan 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.


(15)

2

Tabel 1. Pengukuran Capaian Kinerja Inspektorat Jenderal

No

Indikator Kinerja

Utama

2012 2013

Target Realisasi Capaian Target Realisasi Capaian 1 Menurunnya

Persentase Temuan Kelemahan Administrasi

14,03% 12,74% 109,19% 12,02% 9,23% 123,21%

2 Menurunnya Persentase Temuan Pelanggaran Terhadap Peraturan Perundangan

10,28% 3,78% 163,23% 8,81% 3,51% 160,16%

3 Menurunnya Persentase Temuan Pelanggaran Terhadap Pelaksanaan Tugas

10,02% 6,19% 138,22% 8,59% 8,57% 100,23%

4 Persentase Tindak Lanjut Potensi Kerugian Negara

15% 16,45% 109,67% 20% 87,38% 436,90%

Sumber : LAKIP Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, 2013

Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan telah menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu menurunnya persentase temuan kelemahan administrasi, menurunnya persentase temuan pelanggaran terhadap peraturan perundangan dan menurunnya persentase temuan pelanggaran terhadap pelaksanaan tugas ketiga IKU tersebut dinilai semakin tinggi realisasi menunjukkan semakin rendahnya pencapaian kinerja. IKU persentase tindak lanjut potensi kerugian negara dinilai semakin tinggi realisasi menggambarkan pencapaian indikator kinerja yang semakin baik.

LAKIP merupakan dokumen pengukuran kinerja yang menilai tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Kinerja Instansi Pemerintah adalah gambaran pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Sehingga LAKIP sebagai dokumen


(16)

3

pengukuran kinerja harus memuat indikator keberhasilan kinerja Instansi dalam mencapai sasaran strategi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Pada LAKIP Inspektorat Jenderal tidak menggambarkan indikator keberhasilan kinerja secara keseluruhan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategi.

Sesuai Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPENAS Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan dalam penyusunan Rencana Strategi Kementrian/Lembaga (Renstra-K/L) harus berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019, salah satu mekanisme atau alur kegiatan yang harus dilalui adalah proses teknokratik. Proses teknokratik adalah proses perencanaan yang dilakukan dengan menggunakan metode dan berpikir ilmiah untuk menganalisis kondisi obyektif dengan mempertimbangkan beberapa skenario pembangunan selama periode rencana berikutnya. Inspektorat Jenderal merupakan salah satu unit organisasi Kementerian Kehutanan pada level esselon I yang bertanggungjawab melaksanakan program unit esselon I serta kebijakan Kementerian Kehutanan. Atas dasar tersebut dalam penyusunan Rencana Strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan wajib berpedoman pada RPJMN.

Balanced scorecard (BSC) adalah sebuah sistem manajemen yang memberdayakan organisasi untuk memperjelas visi dan strategi serta menjabarkannya ke dalam tindakan. BSC metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga lebih mudah pemahaman anggota organisasi terhadap visi, misi dan sasaran.

Penerapan Balanced Scorecard pada organisasi pemerintah juga sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang penerapan anggaran berbasis prestasi kerja yang menuntut perlunya suatu sistem pengukuran yang dapat mencerminkan adanya akuntabilitas kinerja serta adanya aturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 20 Tahun 2008 agar Kementerian dan Lembaga pemerintah membuat Indikator Kinerja Utama (IKU) berbasis BSC.


(17)

4

1.2 Perumusan Masalah

Pengukuran kinerja sangat penting kaitannya dalam mengukur penerapan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada Instansi pemerintah yang menjadi alat pelaporan atas kinerja adalah Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang dilaporkan secara periodik. Pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan antara LAKIP dengan Rencana Strategi adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dilaporkan dalam LAKIP tidak sesuai dengan IKU yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi. Menurut Peraturan Kepala BAPENAS Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan dalam proses penyusunan Rencana Strategi Kementrian/Lembaga (Renstra-K/L) mekanisme atau alur kegiatan yang harus dilalui salah satunya proses teknokratik. Balanced Scorecard (BSC) metode yang mampu mengubah perencanaan strategis dari sebuah proses teknokratik menjadi pusat syaraf sebuah organisasi, sehingga lebih mudah pemahaman anggota organisasi terhadap visi, misi dan sasaran.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperoleh rumusan sebagai berikut:

1. Bagaimana keselarasan Indikator Kinerja Utama dalam LAKIP dengan Rencana Strategi 2010 – 2014 ?

2. Bagaimana rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC ?

3. Bagaimana perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah:

1. Membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran Rencana Strategi 2010 – 2014.

2. Membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC.

3. Menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC.


(18)

5

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan di Jenderal Kementerian Kehutanan adalah:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan dalam pengukuran kinerja.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi mengenai perancangan pengukuran kinerja.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perancangan sistem pengukuran kinerja dan penyusunan peta strategi dengan menggunakan Balanced Scorecard. Objek penelitian ini adalah Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Strategi

Strategi merupakan program luas untuk menetukan dan mencapai tujuan organisasi serta respon organisasi pada lingkungannya sepanjang waktu (Stoner, Freeman dan Gilbert, 1996). Strategi menunjukkan pola tindakan yang dipilih oleh organisasi dalam mewujudkan visi melalui misi (Wright, Pringle dan Kroll 1992 dalam Mulyadi 2001).

Menurut Mulyadi (2001) manajemen strategi adalah suatu proses yang digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi dalam penyediaan nilai terbaik bagi pelanggan untuk mewujudkan visi organisasi.

2.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dilakukan terhadap segenap sumber daya manusia maupun organisasi secara periodik, untuk mengukur, menilai dan mengevaluasi tentang seberapa jauh kemampuan sumberdaya manusia dalam melaksanakan tugasnya (Wibowo, 2009). Menurut Nawawi (2005) penilaian kinerja merupakan suatu usaha mengidentifikasi, mengukur atau menilai dan mengelola pelaksanaan pekerjaan oleh pegawai.

2.3 Konsep Balanced Scorecard

Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton 2000) merupakan alat analisis pengukuran kinerja yang mampu menterjemahkan misi dan strategi kedalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun kedalam 4 perspektif : finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran. Scorecard

memberi kerangka kerja, bahasa, untuk mengkomunikasikan misi dan strategi serta menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan masa yang akan datang. Kerangka Balanced Scorecard tidak hanya terbatas untuk organisasi bisnis, akan tetapi organisasi publik juga dapat menggunakannya dengan penempatan tumpuan yang berbeda. Jika dalam organisasi bisnis tumpuannya adalah pada perspektif


(20)

7

keuangan, maka dalam organisasi sektor publik tumpuannya adalah perspektif pelanggan. Tujuan utama organisasi publik adalah bukan maksimalisasi hasil finansial, tetapi keseimbangan pertanggungjawaban finansial (anggaran) melalui pelayanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) sesuai dengan visi misi organisasi pemerintah dengan pertimbangan organisasi pemerintah cenderung menekankan “pelayanan publik” yang berkualitas (Gasperz 2006). 2.4 Analytical Hierachy Process

Metode Analytical Hierachy Process (AHP) merupakan metode untuk mencari ranking atau urutan prioritas dari berbagai alternative dalam pemecahan suatu permasalahan.

Menurut Saaty (2004) tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP meliputi:

1. Mendefinisikan masalah dan menetukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama.

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen dari matrik berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data perlu diulangi.

6. Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk seluruh hierarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matrik perbandingan berpasangan.

8. Menguji konsistensi hierarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,1 maka penilaian harus diulang kembali.

2.5 Hasil Penelitian Relevan

Nugroho (2009) mengemukakan pengukuran kinerja Inspektorat Khusus pada Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan tahun 2007 dan 2008 dengan menggunakan metode Balanced scorecard. Berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh tingkat kinerja Inspektorat Khusus yaitu sebesar 27. Dimana skor


(21)

8

terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 35. Dengan demikian, kinerja Inspektorat Khusus secara keseluruhan dengan menggunakan pendekatan

Balanced Scorecard dapat dikualifikasikan baik.

Akbar (2011) melakukan penelitian dengan judul pengukuran kinerja perusahaan jasa dengan pendekatan Balanced Scorecard pada PT. Pandu Siwi Sentosa. Hasil dari penelitian ini adalah perancangan sistem pengukuran kinerja serta hasil dari pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard adalah sebesar 91,57 persen.

Rivaldi (2011) dalam penelitian berjudul rancangan pengukuran kinerja di Yogya Bogor Junction dengan pendekatan Balanced scorecard mengemukakan Yogya Bogor Junction dan pusat harus menyamakan persepsi dengan fokus pada perwujudan visi dan misi perusahaan guna mempertajam strategi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Okviyesha (2014) melakukan penelitian dengan judul analisis pengukuran kinerja organisasi menggunakan Balanced Scorecard (studi kasus Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI). Hasil penelitian tersebut adalah peta strategi menunjukkan hubungan sebab akibat antar sasaran strategis pada setiap perspektif. Perspektif pelanggan berada di posisi teratas pada peta strategi Balitfo menyusul dibawahnya perspektif manajemen internal dan pada posisi paling bawah terdapat perspektif keuangan dan pertumbuhan pembelajaran.


(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan mendapat peran sebagai APIP di Kementerian Kehutanan. Atas dasar peran tersebut, Inspektorat Jenderal memiliki tanggung jawab dan posisi strategis sebagai institusi yang mendorong terselenggaranya pembangunan dan pelayanan masyarakat di bidang kehutanan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Atas kondisi tersebut evaluasi kinerja perlu dilakukan, sehingga dari hasil evaluasi didapat informasi sebagai masukan serta pertimbangan bagi pihak manajemen dan pengambil keputusan dalam pengukuran kinerja organisasi.

Balanced Scorecard merupakan salah satu alat manajemen untuk merancang strategi dan mengukur kinerja secara komprehensif melalui empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan untuk mencapai tujuan organisasi berdasarkan visi dan misi organisasi.

Langkah pertama dalam penelitian ini adalah menganalisa visi, misi, tujuan dan sasaran serta indikator kinerja utama dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan apakah sudah sesuai dan saling adanya keterkaitan. Berdasarkan hasil analisa tersebut disusun menjadi sebuah rancangan sasaran strategi dan indikator kinerja utama Inspektorat Jenderal Kementerian kehutanan berdasarkan empat perspektif balanced scorecard. Gambar 1 menggambarkan kerangka pemikiran penelitian.


(23)

10

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Visi, Misi dan Tujuan Inspektorat Jenderal pada Renstra 2010 - 2014

Alignment Visi , Misi, Tujuan dan Sasaran Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan

Diagnosa Indikator Kinerja Utama dengan prinsip SMART - C Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan

Pendekatan Balanced Scorecard

Perumusan Sasaran Strategi dan Indikator Kinerja Utama

Insiatif Strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan Rancangan Peta Strategi

Perspektif Keuangan

Perspektif Pelanggan

Perspektif Manajemen

Internal

Perspektif Pertumbuhan dan

Pembelajaran


(24)

11

3.2 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 2 di bawah.

Gambar 2 Tahapan Penelitian

Penentuan tema penelitian : merancang pengukuran kinerja

Rumusan Masalah

1. Bagaimana keselarasan Indikator Kinerja Utama dalam LAKIP dengan Rencana Strategi 2010 – 2014 ?.

2. Bagaimana rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC.

3. Bagaimana perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC

Menentukan Tujuan Penelitian

1. Membuat rancangan Indikator Kinerja Utama yang menjawab sasaran Rencana Strategi 2010 – 2014.

2. Membuat rancangan peta strategi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menggunakan pendekatan BSC.

3. Menganalisa perancangan pengukuran kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan berdasarkan BSC.

4.

Merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran menjadi sasaran strategi pada empat perspektif BSC

Melakukan pembobotan untuk setiap perspektif BSC dan IKU dengan AHP

Merancang Peta Strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan Rancangan Pengukuran Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan

dengan pendekatan BSC Kesimpulan dan Saran

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


(25)

12

Pada tahap awal penelitian adalah menentukan tema yaitu pengukuran kinerja. Tahapan berikutnya membuat perumusan masalah, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan kajian pustaka guna mengumpulkan teori – teori yang relevan dengan tema penelitian dan tujuan sebagai batasan dari penelitian. Setelah batasan dari penelitian telah ditetapkan maka ditentukan rancangan pengumpulan dan analisa data. Pada tahapan dilakukan pengumpulan data. Data yang diambil adalah data primer yang berasal dari observasi dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan maupun sumber lainnya. Hasil dari data primer dan sekunder tersebut menjadi bahan untuk melakukan alignment antara visi ke misi, misi ke tujuan , dan tujuan ke sasaran. Untuk menilai Indikator Kinerja Utama yang telah ada dilakukan dengan prinsip SMART-C. Hasil analisa tersebut digunakan untuk merumuskan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran empat perspektif Balanced Scorecard (BSC). Setelah membuat rumusan baru maka dilakukan pembobotan menggunakan metode

analytic hierarchy process (AHP), hasil pembobotan menjadi dasar menyusun peta strategi berdasarkan empat perspektif BSC. Setelah selesai membuat peta strategi, berikutnya membuat rancangan pengukuran kinerja dan pada tahap terakhir penetapan inisiatif strategi.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan Republik Indonesia yang terletak di Jalan Gatot Subroto Gedung Manggala Wanabakti Senayan Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu dilakukan mulai bulan Februari hingga April 2014.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan pihak manajemen, sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku, majalah, jurnal, laporan penelitian terdahulu, internet dan laporan yang diterbitkan instant terkait.


(26)

13

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Wawancara, yaitu metode pengumpulan data cara mengajukan pertanyaan

secara langsung kepada responden.

2. Kuesioner, yaitu pengambilan data dengan memberikan form kepada pihak tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti.

3. Observasi, yaitu pengamatan terhadap penerapan kebijakan di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan.

4. Teknik kepustakaan, yaitu memperoleh informasi melalui buku, majalah, jurnal, laporan penelitian terdahulu, internet dan laporan yang diterbitkan instant terkait.

3.6 Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam memilih responden adalah metode expert sampling. Metode expert sampling adalah sampel yang berasal dari orang yang memiliki pengetahuan atau keahlian dalam suatu bidang. Yang dipilih sebagai responden adalah pihak akademisi (Dosen), pejabat struktural (Sekretaris Inspektorat Jenderal dan Kepala Sub Bagian Program) dan auditor senior (Auditor Muda dan Utama) lingkup Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan.

3.7 Metode Analisa Data

Data yang diperoleh akan diolah agar menjadi informasi yang diterapkan secara konseptual dengan manajemen strategi, teknik analisa yang digunakan adalah:

1. Metode Alignement

Proses identifikasi dari keselarasan antara visi, misi, sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) sudah selaras. Untuk memperoleh gambaran sebuah keadaan secara ojektif mengenai keselarasan tersebut maka dilakukan validitas dari pihak manajemen.


(27)

14

2. Diagnosa SMART-C

Diagnosa ini adalah cara untuk mengetahui karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja unit organisasi yang bersangkutan yaitu memenuhi prinsip SMART-C, yaitu : Specific (S);

Measureable (M); Achievable (A); Relevant (R);Time Bound (T); dan

Continuously improve (C). Masing-masing Indikator Kinerja Utama dinilai, model penilaian SMART-C terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Model penilaian SMART-C

No Sasaran Strategi

Indikator Kinerja Utama

Kriteria

Nilai Skor Ket

S M A R T C

Indikator Kinerja Utama (IKU) tersebut dinilai dengan menggunakan prinsip SMART-C apabila dinyatakan sesuai kriteria maka diberi nilai 1 apabila tidak diberi 0. Untuk penetapan skor berdasarkan rentang nilai 0 – 25 masuk kategori rendah, 26 – 50 masuk kategori sedang, 51 – 75 masuk kategori baik dan 76 – 100 masuk kategori sangat baik.

3. Perhitungan Bobot Perspektif Balanced Scorecard

Analisa penilaian kinerja dengan membuat kerangka guna menerjemahkan visi dan misi organisasi dengan tujuan kemudian dilakukan pembobotan, pengukuran lag indicator (ukuran hasil) dan lead indicator (ukuran pemicu) serta penetapan target. Langkah – langkah yang dilakukan yaitu:

a. Merancang peta strategi

Peta strategi disusun berdasarkan perspektif BSC dan memepertimbangkan hubungan sebab akibat dari setiap strategi. Dalam tahapan ini terdiri dari beberapa tahapan, yakni penentuan sasaran strategi, ukuran strategi dan target yang diharapkan organisasi.

b. Penjabaran strategi

Strategi yang telah dirumuskan, selanjutnya strategi dijabarkan kedalam masing – masing perspektif BSC. Model penjabaran strategi terlihat pada Tabel 3.


(28)

15

Tabel 3. Model penjabaran strategi kedalam Balanced Scorecard

Perspektif Sasaran Ukuran Target

Hasil Pemicu

Keuangan Pelanggan Proses Manajemen Internal Pertumbuhan dan

Pembelajaran c. Penentuan prioritas

Tahapan ini adalah menentukan proses penentuan prioritas dari masing indikator – indikator yang telah ditetapkan. Proses ini menggunakan metode

pairwise comparison. d. Konsistensi logika

Tahapan ini bertujuan menentukan kesesuaian antar definisi dari jawaban responden. Penilaian dari pairwise comparison dilanjutkan dengan mengunakankan software expert choice.

e. Pembobotan pada setiap indikator menggunakan pairwisecomparison

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Contoh, terdapat n

objek yang dinotasikan (A1,A2,… ,An) yang dinilai berdasarkan pada nilai kepentingannya. Berikut contoh matrik perbandingan berpasangan pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik perbandingan berpasangan

A1 A2 An

A1 A11 A12 A1n

A2 A21 A22 A2n

An An1 An2 Ann

Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan maka digunakan


(29)

16

pendekatan AHP dengan skala Saaty mulai dari bobot 1 sampai 9, seperti terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Skala pembobotan

Tingkat Kepentingan Definisi

1 Kedua elemen sama pentingnya. 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting dari lainnya.

5 Elemen yang satu jelas lebih penting dibandingkan elemen lainnya.

7 Satu elemen sangat jelas lebih penting dibandingkan elemen lainnya.

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya.

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua pertimbangan diatas.

Pada pengisian judgement pada tahap matrik banding berpasangan terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan elemen satu dengan elemen lainnya, sehingga diperlukan uji konsistensi. Dalam AHP penyimpangan ditoleransi dengan rasio inkonsistensi dibawah 10%. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10%. Rasio inkonsistensi diperoleh setelah matrik diolah dengan software computer Expert Choice 2000. Jika rasio yang dihasilkan memiliki nilai diatas 10% maka mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner serta mengarahkan responden yang mengisi kuesioner.


(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan. Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah unsur pengawas yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kehutanan.

Berdasarkan peraturan tersebut, Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan mempunyai tugas untuk melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kehutanan. Dalam melaksanakan tugas Inspektorat Jenderal mempunyai fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kehutanan.

2. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kehutanan terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya.

3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Kehutanan.

4. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Kehutanan. 5. Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.

Inspektorat Jenderal terdiri atas Sekretariat Inspektorat Jenderal, Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III, Inspektorat IV dan Inspektorat Investigasi. Struktur organisasi Inspektorat Jenderal dijabarkan pada gambar 3.


(31)

18

Gambar 3 Struktur organisasi Inspektorat Jenderal Sumber : Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, 2014

Sekretariat Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Inspektorat Jenderal, dipimpin oleh Sekretaris Inspektorat Jenderal. Sekretariat Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan koordinasi dan penyusunan rencana dan program kerja pengawasan, serta pelaporan. Dilaksanakan oleh bagian program dan pelaporan yang dipimpin seorang Kepala Bagian.

2. Pelaksanaan analisis laporan hasil pengawasan. Dilaksanakan oleh bagian analisis laporan hasil pengawasan yang dipimpin seorang Kepala Bagian. 3. Pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan. Dilaksanakan oleh

bagian pemantauan tindak lanjut yang dipimpin seorang Kepala Bagian.

4. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, organisasi dan tata laksana; dan pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Inspektorat Jenderal. Dilaksanakan oleh bagian umum dipimpin seorang Kepala Bagian.

Inspektorat I mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi


(32)

19

Alam, Inspektorat Jenderal, serta instansi kehutanan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung dan Lampung. Inspektorat I terdiri atas Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh Inspektur I.

Inspektorat II mempunyai tugas tugas melaksanakan pengawasan intern terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan, serta instansi kehutanan di Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Jogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Inspektorat II terdiri atas Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh Inspektur II.

Inspektorat III mempunyai tugas tugas melaksanakan pengawasan intern terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, serta instansi kehutanan di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua dan Papua Barat. Inspektorat III terdiri atas Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh Inspektur III.

Inspektorat IV mempunyai tugas tugas melaksanakan pengawasan intern terhadap kinerja, keuangan, dan administrasi melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri pada Unit Kerja Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Sekretariat Jenderal serta instansi kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara. Inspektorat IV terdiri atas Subbagian Tata


(33)

20

Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh Inspektur IV.

Inspektorat Investigasi mempunyai tugas melaksanakan pengawasan, pengumpulan bahan meneliti, menganalisis, dan mengevaluasi atas kasus pelanggaran yang berindikasi praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, pelanggaran administrasi, menindak lanjuti pengaduan masyarakat, serta melaksanakan tugas lain berdasarkan instruksi khusus Menteri, dan cakupan yang ditetapkan oleh Inspektur Jenderal. Inspektorat Investigasi terdiri atas Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor serta dipimpin oleh Inspektur Investigasi.

4.1.1 Visi Inspektorat Jenderal

Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan.

Pernyataan visi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan tahun 2010 - 2014 : Menjadi Instansi Pengawas Internal Yang Profesional Guna Mendukung Pembangunan Sektor Kehutanan.

4.1.2 Misi Inspektorat Jenderal

Misi adalah merupakan langkah – langkah dan strategi untuk mencapai visi organisasi. Pernyataan misi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah : 1. Menguatkankelembagaan pengawasan Inspektorat Jenderal.

2. Meningkatkanperanan pengawasan. 3. Mengawalpenerapan Reformasi Birokrasi.

4.2 Alignment

Alignment merupakan proses identifikasi dari keselarasan antara visi, misi, sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) sudah selaras. Sehingga untuk mengetahui keselarasan antara visi, misi, sasaran strategis dan IKU yang ada di Inspektorat Jenderal maka perlu dilakukan proses alignment. Hasil dari


(34)

21

alignment tersebut dilakukan validitas oleh pihak manajemen sebagai objektivitas penilaian dari alignment.

4.2.1 Alignment Visi ke Misi Inspektorat Jenderal

Visi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan adalah Menjadi Instansi Pengawas Internal Yang Profesional Guna Mendukung Pembangunan Sektor Kehutanan

Misi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan antara lain: 1. Menguatkan kelembagaan pengawasan Inspektorat Jenderal 2. Meningkatkan peranan pengawasan

3. Mengawal penerapan Reformasi Birokrasi

Untuk menunjukkan keselarasan antara visi dan misi Inspektorat Jenderal seperti ditunjukan oleh Tabel 6.

Tabel 6 Bagan menguji keselarasan Visi ke Misi Inspektorat Jenderal

Visi Inspektorat Jenderal Inline Misi Inspektorat Jenderal

Menjadi Instansi Pengawas Internal Yang Profesional Guna Mendukung Pembangunan Sektor Kehutanan

Menguatkankelembagaan pengawasan Inspektorat Jenderal.

Meningkatkanperanan pengawasan.

Mengawalpenerapan Reformasi Birokrasi. Keterangan :

- Kata-kata yang digarisbawahi dan ditebalkan menunjukan kesamaan arti - : menunjukan keselarasan

Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014

Visi Inspektorat Jenderal inline dengan misi Inspektorat Jenderal. Misi pertama dan kedua menunjukan penjabaran dari poin menjadi intansi pengawas internal yang professional. Misi ketiga yaitu mengawal penerapan Reformasi Birokrasi merupakan pendukung guna mencapai pemerintahan yang baik (good governance), hal ini tidak selaras dengan visi.

4.2.2 Alignment Misi ke Tujuan Inspektorat Jenderal

Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan visi dan misi sebagai hasil akhir yang akan dicapai, tujuan ditetapkan dengan mengacu pada pernyataan visi dan misi sehingga rumusannya harus menunjukkan suatu kondisi yang akan


(35)

22

dicapai pada masa akan datang. Misi dan tujuan Inspektorat Jenderal dijabarkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bagan menguji keselarasan Misi ke Tujuan Inspektorat Jenderal

No Misi Line No Tujuan

1 Menguatkan kelembagaan

pengawasan Inspektorat

Jenderal.

1 Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan

2 Menyempurnakan norma,

standar dan prosedur

3 Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pengawasan

4 Meningkatkan sarana prasarana pengawasan

5 Memantapkan pelayanan

administrasi dan kepegawaian

2 Meningkatkan peranan

pengawasan.

6 Meningkatkan kualitas audit

7 Meningkatkan peranan reviu, evaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya

8 Meningkatkan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan

9 Meningkatkan sinergi pengawasan dengan Aparat Pengawasan Internal (APIP) lainnya

3 Mengawal penerapan Reformasi Birokrasi.

10 Melakukan pemantauan

pelaksanaan reformasi birokrasi Keterangan :

- Kata-kata yang digarisbawahi dan ditebalkan menunjukan kesamaan arti - : menunjukan keselarasan

Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014

Secara keseluruhan misi dan tujuan Inspektorat Jenderal selaras, dalam hal ini sepuluh tujuan Inspektorat Jenderal menggambarkan dari misi yang telah ditetapkan. Tujuan pertama hingga kelima merealisasikan dari misi pertama, sedangkan tujuan keenam sampai kesembilan merealisasikan dari misi kedua. Tujuan kesepuluh merealisasikan dari misi ketiga.

4.2.3 Alignment Tujuan ke Sasaran Inspektorat Jenderal

Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai rumusan yang spesifik, terukur dalam jangka waktu tertentu secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan. Tujuan dan sasaran Inspektorat Jenderal ditampilkan pada Tabel 8.


(36)

23

Tabel 8. Bagan menguji keselarasan Tujuan ke Sasaran Inspektorat Jenderal

No Tujuan Inline No Sasaran

1 Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan

1 Tersedianya rencana pengawasan yang mantap.

2 Tersedianya laporan yang lengkap dan akurat. ()

3 Tersedianya informasi pengawasan. 2 Menyempurnakan norma,

standar dan prosedur

4 Tersedianya norma, standar dan prosedur yang lengkap.

3 Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pengawasan

5 Tersedianya kualitas SDM pengawasan sesuai kualifikasi. 6 Tersedianya kuantitas SDM

pengawasan sesuai kebutuhan. 4 Meningkatkan sarana

prasarana pengawasan

7 Terpenuhinya sarana pengawasan.

8 Terpenuhinya sarana rumah tangga dan perkantoran.

9 Terpenuhinya sarana mobilitas.

5 Memantapkan pelayanan administrasi dan kepegawaian

10 Tercukupinya kebutuhan pelayanan administrasi.

11 Tercukupinya kebutuhan pelayanan kepegawaian.

6 Meningkatkan kualitas audit 12 Termanfaatkannya hasil audit kinerja.

13 Termanfaatkannya hasil audit investigasi.

7 Meningkatkan perananreviu, evaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya

14 Termanfaatkannya hasil reviu, evaluasi dan pengawasan lainnya. 8 Meningkatkan pemantauan

tindak lanjut hasil pengawasan

15 Termanfaatkannya hasil

penyelesaian tindak lanjut laporan hasil audit.

9 Meningkatkan sinergi pengawasan dengan Aparat Pengawasan Internal (APIP) lainnya

16 Termanfaatkannya hasil koordinasi bidang pengawasan.

10 Melakukan pemantauan pelaksanaan reformasi birokrasi

17 Termanfaatkannya hasil pemantauan pelaksanaan reformasi birokrasi. Keterangan :

- Kata-kata yang digarisbawahi dan ditebalkan menunjukan kesamaan arti - : menunjukan keselarasan

Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014

Tujuan dan sasaran Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan saling berkesinambungan, artinya sasaran yang dibuat selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan.


(37)

24

4.2.4 Penilaian Sasaran dan Indikator Kinerja Utama Inspektorat Jenderal dengan SMART-C

Indikator kinerja utama adalah ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi.

Pemilihan dan penetapan indikator kinerja utama harus memenuhi karakteristik indikator kinerja yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja unit organisasi yang bersangkutan, sesuai dengan prinsip SMART-C yaitu: a. Specific (S);

b. Measureable (M); c. Achievable (A); d. Relevant (R);

e. Time Bound (T); dan f. Continuously improve (C).

Indikator kinerja merupakan penjabaran tingkat keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran organisasi, sehingga indikator kinerja harus selaras dengan sasaran yang telah ditetapkan. Berikut Tabel 9 yang menggambarkan sasaran dan indikator kinerja Inspektorat Jenderal berdasarkan Rencana Strategis 2010 – 2014. Tabel 9 Diagnosa SMART-C Indikator Kinerja Inspektorat

No Sasaran RENSTRA ITJEN Kriteria Nilai Skor Ket.

Indikator Kinerja S M A R T C

1 Tersedianya rencana pengawasan yang mantap

- Renstra 1 judul 1 1 1 0 1 0 4

67 Baik - Renja 5 judul 1 1 1 0 1 0 4

- PKPT 5 judul 1 1 1 0 1 0 4 - RKAKL 5 judul 1 1 1 0 1 0 4 2 Tersedianya laporan yang lengkap dan akurat.

- LAKIP 5 judul 1 1 1 0 1 0 4

67 Baik - Lap. APIP 5 judul 1 1 1 0 1 0 4

- Laporan Periodik (lap. Tahunan, triwulan dan bulanan)

1 1 1 0 1 0 4 - Lap. Keuangan 5

judul 1 1 1 0 1 0 4 - Lap. BMN 5 judul 1 1 1 0 1 0 4 - Lap. Kepegawaian

5 judul 1 1 1 0 1 0 4 3 Tersedianya informasi pengawasan.

- Data Informasi

Pengawasan 5 judul 1 1 1 1 0 0 4

67 Baik - Aplikasi bidang

Pengawasan 1 1 1 1 0 0 4 - Buletin

pengawasan 20 Edisi


(38)

25

No Sasaran RENSTRA ITJEN Kriteria Nilai Skor Ket.

Indikator Kinerja S M A R T C

4 Tersedianya norma, standar dan prosedur yang lengkap.

30 dokumen terkait norma, standar dan

prosedur 1 1 1 1 0 0 4 67 Baik

5 Tersedianya kualitas SDM pengawasan sesuai kualifikasi.

- Diklat JFA 100

orang 1 1 1 1 0 0 4

67 Baik - Diklat Ketua Tim

50 orang 1 1 1 1 0 0 4 - Diklat Dalnis 15

orang 1 1 1 1 0 0 4 - Diklat Daltu 10

orang 1 1 1 1 0 0 4 - Diklat Teknis

Kehutanan 750 orang

1 1 1 1 0 0 4 6 Tersedianya

kuantitas SDM pengawasan sesuai kebutuhan. Penambahan PNS 100 Orang

1 1 1 1 0 0 4 67 Baik

7 Terpenuhinya sarana pengawasan. - Termanfaatkannya peralatan untuk percepatan penyelesaian LHA

0 0 1 1 0 0 2

33 Rendah - Termanfaatkannya

peralatan untuk pembuktian pengawasan

0 0 1 1 0 0 2 - Termanfaatkannya

peralatan untuk mendukung investigasi

0 0 1 1 0 0 2 8 Terpenuhinya sarana rumah tangga dan perkantoran. - Termanfaatkannya sarana untuk kenyamanan kerja

0 0 1 1 0 0 2

33 Rendah - Termanfaatkannya

sarana untuk percepatan penyelesaian tugas administrasi umum

0 0 1 1 0 0 2

9 Terpenuhinya sarana mobilitas.

Kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan

0 0 1 1 0 0 2 33 Rendah 10 Tercukupinya

kebutuhan pelayanan administrasi. Terpenuhinya kebutuhan pelayanan administrasi

0 0 1 1 0 0 2 33 Rendah 11 Tercukupinya

kebutuhan pelayanan kepegawaian. Terpenuhinya kebutuhan pelayanan kepegawaian

0 0 1 1 0 0 2 33 Rendah 12

Termanfaatka nnya hasil

- Turunnya temuan


(39)

26

No Sasaran RENSTRA ITJEN Kriteria Nilai Skor Ket.

Indikator Kinerja S M A R T C

audit kinerja.

administrasi. - Turunnya temuan pelanggaran terhadap peraturan perundangan.

0 0 1 1 0 0 2 - Turunnya temuan

hambatan kelancaran pelaksanaan tugas

0 0 1 1 0 0 2 13 Termanfaatka

nnya hasil audit investigasi. Tertanganinya kasus-kasus dan pengaduan masyarakat di bidang kehutanan yang berindikasi KKN

1 1 1 1 0 0 4 67 Baik

14 Termanfaatka nnya hasil reviu, evaluasi dan pengawasan lainnya.

- Turunnya temuan kelemahan administrasi.

0 1 1 0 0 0 2

33 Rendah - Turunnya temuan

pelanggaran terhadap peraturan perundangan.

0 1 1 0 0 0 2 - Turunnya temuan

hambatan kelancaran pelaksanaan tugas

0 1 1 0 0 0 2 15 Termanfaatka nnya hasil penyelesaian tindak lanjut laporan hasil audit. - Berkurangnya tunggakan tindak lanjut hasil audit

0 1 0 1 0 0 2

33 Rendah - Kembalinya

kerugian negara

0 1 0 1 0 0 2

16 Termanfaatka nnya hasil koordinasi bidang pengawasan. Terjalinnya kerjasama dan koordinasi pengawasan dengan APIP lainnya

0 0 1 1 0 0 2 33 Rendah

17 Termanfaatka nnya hasil pemantauan pelaksanaan reformasi birokrasi. - Meningkatkan upaya penegakan disiplin dan ketaatan aparatur

0 0 1 1 0 0 2

69 Baik - Berjalannya

pengawasan

internal satker 1 1 1 1 0 0 4

Rata – Rata Nilai Persentase 49 Sedang


(40)

27

Berdasarkan hasil analisa sasaran dan indikator kinerja Inspektorat Jenderal dengan menggunakan syarat SMART-C dan menggunakan skor dengan penetapan skor berdasarkan rentang nilai 0 – 25 masuk kategori rendah, 26 – 50 masuk kategori sedang, 51 – 75 masuk kategori baik dan 76 – 100 masuk kategori sangat baik. Berdasarkan penilaian terhadap indikator kinerja Inspektorat Jenderal dengan menggunakan prinsip SMART-C (spesific, measurable, achievable, relevant, time bound dan continuously improve). Didapat nilai skor 49 sehingga masuk kategori sedang dan indikator kinerja utama secara umum masih bersifat output bukan berbasis outcome dan belum memenuhi syarat SMART-C sehingga perlu dilakukan perbaikan.

Ada perbedaan antara Indikator Kinerja Utama (IKU) yang disampaikan pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014. Seharusnya IKU yang tercantum dalam LAKIP harus selaras dengan rencana strategi, karena LAKIP merupakan sarana bagi Instansi Pemerintah untuk melaporkan kinerja sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam rencana strategi.

Atas kondisi tersebut perlu dirancang IKU yang sesuai dengan rencana strategi dan dilaporkan pula dalam LAKIP sehingga terdapat keselarasan antara rencana strategi dan LAKIP. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/20/MENPAN/11/2008 dalam Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama, IKU pada unit kerja setingkat Eselon I adalah indikator hasil (outcome).

4.3 Penentuan Ukuran Kinerja dan Sasaran Strategi

Ada dua ukuran untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategi, yaitu ukuran hasil dan ukuran pemacu kinerja. Ukuran hasil (outcomes measures

atau lag indikator) adalah ukuran yang menunjukkan keberhasilan pencapaian sasaran strategi. Ukuran pemicu kinerja (performance driver measure atau lead indicator) adalah ukuran yang menunjukan penyebab atau pemacu ketercapaian ukuran hasil.

Ukuran-ukuran strategi untuk mengukur pencapaian sasaran strategi berdasarkan empat perspektif BSC.


(41)

28

1. Perspektif Keuangan

Sasaran pertama dalam perspektif keuangan adalah peningkatan pengelolaan anggaran yang optimal, hal tersebut dipicu dengan meningkatkan daya serap anggaran Inspektorat Jenderal, diterapkan dengan persentase penyerapan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Inspektorat Jenderal.

Sasaran kedua adalah peningkatan kualitas opini laporan keuangan Kementerian Kehutanan, sasaran ini dipicu oleh pemeringkatan kinerja dan audit laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan hasil berupa rating audit BPK.

2. Perspektif Pelanggan

Pelanggan merupakan pengguna jasa tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal. Tugas utama dari Inspektorat Jenderal adalah melaksanakan pengawasan di lingkungan Kementerian Kehutanan. Sasaran strategi pada perspektif ini adalah peningkatan peran Inspektorat Jenderal dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara, dengan ukuran pemicu kinerja pertama meningkatnya kualitas pengawasan Inspektorat Jenderal. Hal tersebut diterapkan dengan hasil nilai kepuasan pengguna jasa pengawasan melalui kegiatan survey. Ukuran pemicu kedua adalah meningkatnya penanganan pengaduan masyarakat yang diukur dengan persentase pengaduan masyarakat yang selesai ditindaklanjuti. Ukuran pemicu ketiga membangun sistem pengendalian intern Pemerintah di Satuan Kerja, dengan ukuran hasilnya berupa persentase Satuan Kerja yang melaksanakan SPIP. 3. Perspektif Manajemen Internal

Sasaran strategi dalam perspektif manajemen internal pada Inspektorat Jenderal adalah meningkatkan kualitas perencanaan kegiatan dan anggaran. Ukuran hasil dari sasaran strategi tersebut adalah persentase sasaran dalam rencana strategis Inspektorat Jenderal yang diprogramkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L). Hal ini ditujukan agar kegiatan yang dilaksanakan dalam satu periode anggaran selaras dengan rencana strategi yang telah ditetapkan, sehingga rencana strategi dapat direalisasikan.


(42)

29

Sasaran strategi peningkatan kualitas pengawasan, pendampingan dan konsultasi dalam melakukan sistem penjaminan mutu pengawasan internal diukur dengan ukuran pemicu kinerja meningkatnya nilai SAKIP dengan menerapkan persentase Satuan Kerja dengan nilai Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) kategori A. Nilai SAKIP mencerminkan keberhasilan pelaksanaan akuntabilitas kinerja di Instansi Pemerintah. Ukuran pemicu berikutnya yang digunakan adalah konsistensi antara kegiatan, penggunaan anggaran dan tugas fungsi Satuan Kerja dan meningkatnya kualitas, dengan ukuran hasil persentase Satuan Kerja yang telah melaksanakan kegiatan dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi. Ukuran pemicu terakhir adalah meningkatnya kualitas pendampingan dan konsultasi Inspektorat Jenderal dalam pembuatan laporan keuangan dengan ukuran hasil kinerja persentase Satuan Kerja yang memenuhi standar laporan keuangan.

Sasaran strategi lainnya adalah membangun Instansi yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Meningkatnya upaya Satuan Kerja pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme diterapka sebagai ukuran pemicu kinerja dari sasaran strategi tersebut. Hal ini diterapkan dengan meningkatkan nilai implementasi Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK), dan bertujuan agar menciptakan lingkungan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme pada Satuan Kerja lingkup Kementerian Kehutanan.

4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Inspektorat Jenderal memfokuskan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran pada peningkatan kapasitas aparat pengawas intern pemerintah di lingkungan Inspektorat Jenderal. Ukuran pemicu kinerja dari sasaran strategi tersebut adalah meningkatkan aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan standar kompetensi jabatan dengan ukuran hasil persentase pengawas intern pemerintah yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan. Ukuran-ukuran hasil dan ukuran-ukuran pemicu kinerja dari empat perspektif BSC dapat dilihat pada Tabel 10.


(43)

30

Tabel 10. Ukuran kinerja pencapaian strategi BSC Inspektorat Jenderal

Sasaran Strategi Ukuran Strategi

Ukuran Pemicu Ukuran Hasil

Keuangan

Peningkatan Pengelolaan Anggaran Yang Optimal

Meningkatkan daya serap anggaran Inspektorat Jenderal

Persentase penyerapan DIPA Inspektorat Jenderal

Peningkatan Kualitas Opini Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan

Pemeringkatan kinerja dan audit laporan keuangan oleh BPK

Rating Audit BPK

Pelanggan

Peningkatan peran Inspektorat Jenderal dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara

Meningkatnya kualitas Pengawasan Inspektorat Jenderal

Nilai kepuasan pengguna jasa pengawasan

Meningkatnya penanganan pengaduan masyarakat

Persentase pengaduan masyarakat yang selesai ditindaklanjuti

Membangun Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Satker

Persentase Satker yang melaksanakan SPIP

Manajemen Internal Meningkatkan Kualitas Perencanaan Kegiatan dan Anggaran

Meningkatnya jumlah program Inspektorat Jenderal yang terealisasikan dalam RKA/KL

Persentase sasaran dalam Rencana Strategis Inspektorat Jenderal yang diprogramkan dalam RKA/KL

Peningkatan Kualitas Pengawasan,

Pendampingan dan Konsultasi Dalam Melakukan Sistem Penjaminan Mutu Pengawasan Internal

Meningkatnya nilai SAKIP Persentase Satker dengan nilai LAKIP kategori A Konsistensi antara kegiatan,

penggunaan anggaran dan tugas fungsi Satker

Persentase Satker yang telah melaksanakan kegiatan dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi

Meningkatnya kualitas pendampingan dan konsultasi Itjen dalam pembuatan laporan keuangan

Persentase Satker yang memenuhi standar laporan keuangan

Membangun Instansi Yang Bebas KKN

Meningkatkan upaya Satker pencegahan KKN

Nilai Implementasi PIAK Peningkatan Efektifitas

Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan

Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan

Persentase penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan

Pertumbuhan dan Pembelajaran Peningkatan Kapasitas

Aparat Pengawas Intern Pemerintah di Lingkungan Inspektorat Jenderal

Meningkatkan Aparat Pengawas Intern Pemerintah sesuai dengan standar kompetensi jabatan

Persentase Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan

Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014

4.4 Penetapan Target

Dalam pencapaian visi dan misi Inspektorat Jenderal diperlukan target guna mengukur keberhasilan dari strategi yang telah dilaksanakan. Penetapan target


(44)

31

berguna sebagai pemicu kinerja maksimal bagi Inspektorat Jenderal dan pegawainya untuk mencapai keberhasilan. Penetapan target tersebut didasarkan atas pertimbangan tersendiri sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Penetapan target ini berdasarkan hasil wawancara dengan pihak yang kompeten di Inspektorat Jenderal. Penetapan target Inspektorat Jenderal berdasarkan perspektif BSC adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan

Salah satu penilaian keberhasilan pengelolaan anggaran adalah besarnya penyerapan DIPA pada satu tahun anggaran. Pedoman yang digunakan untuk penilaian terhadap penyerapan anggaran adalah pedoman LAKIP tersebut menyebutkan skala penilaian terdiri dari 4 (empat) kategori, yaitu kurang baik, yaitu apabila penyerapan anggaran di bawah 55 %, skala sedang apabila tingkat penyerapan anggaran adalah 55 % - 70 %, skala baik yaitu apabila tingkat penyerapan anggaran adalah 70% - 85% dan dianggap sangat baik apabila tingkat penyerapan anggaran adalah 85 % - 100 %. Inspektorat Jenderal menetapkan target untuk penyerapan anggaran sebesar 97%.

Pemeriksaan keuangan yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dimaksudkan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan yang telah disajikan oleh Instansi Pemerintah secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion).

Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

Opini WDP diberikan dengan kriteria antara lain: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan permasalahan yang


(45)

32

diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah.

Opini TW diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara keseluruhan penyajian laporan keuangan tidak sesuai dengan SAP. Inspektorat Jenderal menetapkan target yaitu hasil pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Kehutanan oleh BPK mendapat opini WTP.

2. Perspektif Pelanggan

Pelanggan dalam organisasi Pemerintah adalah masyarakat dan para pemilik kepentingan. Sehingga penilaian terhadap pelayanan atau jasa pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal perlu dilakukan. Inspektorat Jenderal menetapkan nilai 3 dalam penilaian kepuasan pengguna jasa Inspektorat Jenderal.

Masyarakat merupakan salah satu pelanggan dari Inspektorat Jenderal, salah satu bentuk pelayanan Inspektorat Jenderal terhadap masyarakat adalah menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang disampaikan pada Inspektorat Jenderal. Sebagai wujud tanggung jawab kepada masyarakat merupakan suatu kewajiban bagi Inspektorat Jenderal untuk menindaklanjuti seluruh pengaduan masyarakat yang masuk. Inspektorat Jenderal menetapkan target seluruh atau 100% pengaduan masyarakat yang disampaikan pada Inspektorat Jenderal untuk ditindaklanjuti hingga tuntas.

Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah mencapai keandalan laporan keuangan, pengamanan aset dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menyebutkan Menteri selaku pengguna anggaran dan atau pengguna barang wajib menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern dibidang pemerintahan masing-masing untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan dan kinerja.


(46)

33

Untuk menindaklanjuti dari hal tersebut maka Inspektorat Jenderal membangun Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di satuan kerja sehingga terwujud efektifitas pengawasan dan pengendalian mulai dari satuan kerja. Inspektorat Jenderal menargetkan 40% dari jumlah satuan kerja di lingkup Kementerian Kehutanan telah melaksanakan SPIP.

3. Perspektif Manajemen Internal

Kualitas perencanaan kegiatan dan anggaran merupakan aspek penting dalam mewujudkan pengelolaan anggaran yang optimal, sehingga program-program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategi Inspektorat Jenderal dapat direalisasikan. Inspektorat Jenderal menetapkan target 70% program yang ada dalam Rencana Strategi Inspektorat Jenderal dan direalisasikan pada RKA K/L Inspektorat Jenderal.

Tujuan pelaksanaan evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah memperoleh informasi tentang implementasi SAKIP, menilai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, memberikan saran perbaikan untuk peningkatan kinerja dan penguatan akuntabilitas instansi pemerintah, dan memonitor tindak lanjut rekomendasi hasil evaluasi sebelumnya. Hasil dari evaluasi tersebut berupa kategori yang dibedakan skala nilai tertentu sebagai berikut, kategori AA nilai angka >85 – 100 (memuaskan), kategori A nilai angka >75 – 85 (sangat baik), kategori B nilai angka >65 – 75 (baik), kategori CC nilai angka >50 – 65 (cukup), kategori C nilai angka >30 – 50 (kurang) dan kategori D nilai angka 0 – 30 (sangat kurang). Dalam hal ini Inspektorat Jenderal menetapkan target untuk evaluasi SAKIP Kementerian Kehutanan mendapat kategori A.

Sasaran strategi peningkatan kualitas pengawasan, pendampingan dan konsultasi dalam melakukan sistem penjamin mutu pengawasan internal, sasaran ini memiliki 2 (dua) ukuran hasil kinerja, yaitu: persentase satuan kerja yang telah melaksanakan kegiatan dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi satuan kerja, dan persentase satuan kerja yang memenuhi standar laporan keuangan pemerintah. Satuan kerja diharapkan melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan yang berlaku, salah satunya menerapkan pengelolaan anggaran efektif, efisien dan ekonomis. Inspektorat Jenderal memiliki peran


(47)

34

sebagai pengawas, pendamping serta konsultan bagi satuan kerja dan menunjang kegiatan tersebut Inspektorat Jenderal menetapkan target 70% satuan kerja telah melaksanakan maupun mencantumkan kegiatan dalam DIPA yang sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing satuan kerja.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Inspektorat Jenderal sebagai pelaksana reviu laporan keuangan perlu menetapkan target keberhasilan atas reviu dan pendamping dalam penyusunan laporan keuangan yang dibuat oleh satuan kerja. Target yang ditetapkan oleh Inspektorat Jenderal adalah sebesar 70% satuan kerja yang telah membuat laporan keuangan sesuai dengan SAP.

Kunci keberhasilan upaya pemberantasan korupsi pada suatu unit kerja unit utama/lembaga adalah inisiatif dari internal instansi tersebut. Untuk menunjang hal tersebut Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penilaian inisiatif anti korupsi pada satuan kerja, sementara Inspektorat Jenderal mendorong dan mengupayakan satuan kerja untuk mencapai standar apa yang ditetapkan oleh KPK. Penilainan Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) yang dilaksanakan oleh KPK memiliki nilai maksimal 10. Inspektorat Jenderal menetapkan target untuk nilai PIAK adalah sebesar 7,00.

Setiap unit kerja tingkat Esselon I dan unit pelaksana teknis berkewajiban menindaklanjuti hasil audit internal maupun eksternal pemerintah paling lambat 1 (satu) bulan setelah laporan hasil audit diterima. Atas dasar tersebut satuan kerja diwajibkan segera mungkin untuk menindaklanjuti laporan hasil audit, Inspektorat Jenderal memiliki unit kerja yang dipimpin oleh Kepala Bagian Pemantauan Tindak Lanjut yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pemantau atas tindak lanjut dari temuan-temuan hasil audit baik oleh pihak internal maupun eksternal pemerintah. Inspektorat Jenderal menargetkan 65% dari seluruh temuan dapat ditindaklanjuti oleh satuan kerja.

4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Untuk mendorong peningkatan kapasitas aparat pengawas di Inspektorat Jenderal, maka sangat diperlukan pemetaan kompetensi yang dibutuhkan oleh setiap jabatan baik struktural maupun fungsional. Oleh karena itu, maka


(48)

35

diperlukan suatu standar kompetensi untuk setiap jabatan baik struktural maupun fungsional. Inspektorat Jenderal menargetkan 80% aparat pengawas telah memenuhi standar kompetensi jabatan. Berikut gambaran target kinerja Inspektorat Jenderal dengan BSC seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11 Tabel 11 Target kinerja Inspektorat Jenderal dengan BSC

Sasaran Strategi

Ukuran Strategi

Target

Ukuran Pemicu Ukuran Hasil

Keuangan Peningkatan Pengelolaan Anggaran Yang Optimal

Meningkatkan daya serap anggaran Inspektorat Jenderal

Persentase penyerapan DIPA Inspektorat

Jenderal 97%

Peningkatan Kualitas Opini Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan

Pemeringkatan kinerja dan audit laporan keuangan oleh BPK

Rating Audit BPK

WTP

Pelanggan Peningkatan peran Inspektorat Jenderal dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara

Meningkatnya kualitas Pengawasan Inspektorat Jenderal

Nilai kepuasan pengguna

jasa pengawasan 3,00 Meningkatnya

penanganan pengaduan masyarakat

Persentase pengaduan masyarakat yang selesai ditindaklanjuti

100% Membangun Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah di Satker

Persentase Satker yang

melaksanakan SPIP 40% Manajemen Internal

Meningkatkan Kualitas Perencanaan Kegiatan dan Anggaran

Meningkatnya jumlah program Inspektorat Jenderal yang terealisasikan dalam RKA/KL

Persentase sasaran dalam Rencana Strategis Inspektorat Jenderal yang diprogramkan dalam RKA/KL 70% Peningkatan Kualitas Pengawasan, Pendampingan dan Konsultasi Dalam Melakukan Sistem Penjaminan Mutu Pengawasan Internal

Meningkatnya nilai SAKIP

Persentase Satker dengan

nilai LAKIP kategori A 60% Konsistensi antara

kegiatan, penggunaan anggaran dan tugas fungsi Satker

Persentase Satker yang telah melaksanakan kegiatan dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi

70% Meningkatnya kualitas

pendampingan dan konsultasi Itjen dalam pembuatan laporan keuangan

Persentase Satker yang memenuhi standar laporan keuangan

70%

Membangun Instansi Yang Bebas KKN

Meningkatkan upaya Satker pencegahan KKN

Nilai Implementasi

PIAK 7,00

Peningkatan Efektifitas Penyelesaian Tindak Lanjut

Meningkatnya

penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan

Persentase penyelesaian tindak lanjut hasil


(49)

36

Sasaran Strategi

Ukuran Strategi

Target

Ukuran Pemicu Ukuran Hasil

Hasil Pemeriksaan

Pertumbuhan dan Pembelajaran Peningkatan

Kapasitas Aparat

Pengawas Intern Pemerintah di Lingkungan Inspektorat Jenderal

Meningkatkan Aparat Pengawas Intern Pemerintah sesuai dengan standar kompetensi jabatan

Persentase Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang telah memenuhi standar

kompetensi jabatan 80%

Sumber : Rencana Strategi Inspektorat Jenderal 2010 – 2014 4.5 Perancangan Balanced Scorecard

Perancangan BSC ini bertepatan dengan adanya perubahan visi dan misi di Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, sehingga merupakan waktu yang tepat dalam menyusun sasaran strategi yang baru dalam mewujudkan visi dan misi yang baru ditetapkan oleh Inspektorat Jenderal. Perancangan BSC dilakukan dengan membuat sasaran strategis yang sesuai dengan visi dan misi Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan. Sasaran-sasaran strategi dipilih sebagai langkah mewujudkan visi misinya.

Sasaran strategis Inspektorat Jenderal digambarkan dalam peta strategi BSC. Peta strategi BSC merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan strategi kepada seluruh pegawai. Peta strategi BSC menunjukan hubungan sebab-akibat antara visi, misi dan sasaran strategi dalam perspektif keuangan, pelanggan, manajemen internal, pertumbuhan dan pembelajaran.

Perancangan ini berdasarkan dari pengisian kuesioner oleh responden. Responden terdiri dari pihak akademisi, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Kepala Sub Bag. Program, Auditor Utama dan Auditor Muda. Bentuk kuesioner dapat dilihat pada lampiran 1.

1. Perspektif Keuangan

Inspektorat Jenderal menetapkan peningkatan pengelolaan anggaran yang optimal dan Kualitas Opini Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan. Indikator Kinerja Utama dan Indikator pemicu yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis tercantum dalam Dashboard


(50)

40

Gambar 4 Peta Strategi Inspektorat Jenderal

Gambar 4 menggambarkan proses pencapaian visi dan misi melalui hubungan sebab akibat antar sasaran strategi pada setiap perspektif. Peta strategi dibuat dari atas kebawah, namun cara membacanya dari bawah keatas.

Perspektif keuangan serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran menggambarkan sasaran strategi apa yang mendorong dalam melakukan manajemen internal. Sasaran strategi peningkatan kapasitas aparat pengawas intern pemerintah di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan mendorong dari sasaran strategi pada perspektif manajemen internal dan keuangan. Karena aset paling berharga bagi organisasi adalah sumber daya manusia, atas alasan tersebut kegiatan untuk meningkatkan kapasitas dari aparat pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan menjadi pondasi bagi keberhasilan sasaran strategi pada perspektif keuangan maupun perspektif manajemen internal.

Perspektif keuangan memiliki sasaran strategi peningkatan pengelolaan anggaran yang optimal dan peningkatan kualitas opini laporan keuangan Kementerian Kehutanan. Sasaran strategi peningkatan pengelolaan anggaran yang


(1)

Lanjutan Lampiran 2 2. Perspektif Pelanggan


(2)

55

Lanjutan Lampiran 2


(3)

Lanjutan Lampiran 2

4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Cara Penghitungan

a. Skor : (Realisasi / Target ) x 100 b. Skor Akhir : Skor x Bobot IKU

c. Capaian : (Nilai Ekspresi Warna / 4) x 100 Nilai Ekspresi Warna :

- Biru : 4 - Hijau : 3 - Kuning : 2 - Merah : 1


(4)

57

Lampiran 3 Hasil pembobotan perspektif dan IKU menggunakan paired comparison

Perspektif IKU Bobot

Pelanggan

Perspektif Pelanggan 0.629

Nilai kepuasan pengguna jasa pengawasan 0.248 Persentase pengaduan masyarakat yang selesai

ditindaklanjuti 0.050 Persentase Satker yang melaksanakan SPIP 0.330

Manajemen Internal

Perspektif Manajemen Internal 0,228

Persentase sasaran dalam Rencana Strategis Inspektorat

Jenderal yang diprogramkan dalam RKA/KL 0.116 Persentase Satker dengan nilai LAKIP kategori A 0.048 Persentase satker yang telah melaksanakan kegiatan

dalam DIPA sesuai tugas dan fungsi 0.023 Persentase Satker yang memenuhi standar laporan

keuangan 0.017 Nilai Implementasi PIAK 0.016 Persentase penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan 0.008

Pertumbuhan dan Pembelajaran

Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran 0,094

Persentase Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang telah

memenuhi standar kompetensi jabatan 0.094

Keuangan

Perspektif Keuangan 0.049

Persentase penyerapan DIPA Inspektorat Jenderal 0.008 Rating Audit BPK 0.041


(5)

(6)

58

Glosarium

AHP : Analytical Hierarchy Process ALHP : Analisa Laporan Hasil Pemeriksaan APIP : Aparat Pengawasan Intern Pemerintah BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

BPKP : Badan Pengawasan Keuangan Pemerintah BSC : Balanced Scorecard

DIPA : Daftar Isian Penggunaan Anggaran IKU : Indikator Kinerja Utama

JUKLAK : Petunjuk Pelaksaan JUKNIS : Petunjuk Teknis KABAG : Kepala Bagian

KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme KPK : Komite Pemberantasan Korupsi

LAKIP : Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah NA : No Available

PERMEN : Peraturan Menteri

PIAK : Penilaian Inisiatif Anti Korupsi PKPT : Program Kerja Pemeriksaan Tahunan PTL : Pemantauan Tindak Lanjut

RENJA : Rencana Kerja RENSTRA : Rencana Strategis

RKA K/L : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga SAKIP : Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah SAP : Standar Akuntansi Pemerintah

SATKER : Satuan Kerja

SMART-C : Spesific (S), Measeureable (M), Achievable (A), Relevan (R), Time bound (T) dan Countinously improve (C) SPIP : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

WDP : Wajar Dengan Pengecualian WTP : Wajar Tanpa Pengecualian