BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia masih menghadapi banyak masalah kesehatan yang cukup serius terutama dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Salah satu faktor penting dalam
penurunan angka kematian bayi dan balita bayi dibawah lima tahun adalah imunisasi. Banyak penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian seperti
difteri, tetanus, hepatitis B, dan masih banyak penyakit lainnya Proverawati, 2010, hlm 20.
Sejarah imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dengan imunisasi cacar. Tahun berikutnya imunisasi tidak berkembang signifikan, perkembangan baru
dirasakan pada tahun 1973 dengan dilakukannya imunisasi BCG untuk menanggulangi penyakit tuberkulosis. Disusul imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu
hamil pada tahun 1974, kemudian imunisasi DPT Difteri, Pertusis, Tetanus pada bayi diadakan pada tahun 1976 Proverawati, 2010, hlm 20.
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa, tidak terjadi penyakit Maryunani, 2010, hlm. 208. Sedangkan vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin antigen yang dapat merangsang
pembentukan imunitas antibodi dari sistem imun di dalam tubuh Ranuh. et. all, 2011, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Imunisasi yang wajib diberikan pada balita di bawah 12 bulan adalah BCG, hepatitis B, polio, DPT dan campak. Imunisasi ini berfungsi untuk mencegah
penyakit yang dapat menimbulkan kematian serta kecacatan seperti TBC, Hepatitis dan Polio. Sedangkan reaksi masing-masing imunisasi juga berbeda-beda pada setiap
anak, tergantung pada penyimpanan vaksin dan sensitivitas tiap anak Marimbi, 2010, hlm. 122.
Terkait dengan prosedur penyimpanan, vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan
brosur informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2-8° C dan tidak membeku.
Sejumlah vaksin DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A akan tidak aktif bila beku Muhadir, 2012, ¶ 5.
Vaksin akan rusak apabila temperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung, seperti vaksin polio oral OPV, BCG, dan campak. Apabila disimpan
dalam suhu yang terlalu dingin atau beku, seperti toksoid difteri, toksoid tetanus, vaksin pertusis DPT, DT, hepatitis B dan vaksin influenza. Vaksin polio boleh
membeku dan mencair tanpa membahayakan potensinya, selain itu cairan pelarut tidak boleh beku karena botol bisa pecah dan adjuvant akan rusak. Vaksin yang
sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Sekali vaksin hilang akibat panas atau beku, maka potensinya tidak dapat dikembalikan, walaupun temperatur sudah disesuaikan
kembali, sehingga cara penyimpanan vaksin harus bisa menjamin potensi vaksin tidak akan berubah. Potensi vaksin hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan
laboratorium Muslihatum, 2010, hlm 58.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kristini 2008 tentang faktor- faktor risiko kualitas pengelolaan vaksin program imunisasi yang buruk di Unit
Pelayanan Swasta studi kasus di kota Semarang, diperoleh hasil penelitian bahwa kualitas pengelolaan vaksin yang buruk terdapat di 84 UPS Unit Pelayanan Swasta
60.9, suhu lemari es 8°C terdapat di 72 UPS 52,2, VVM Vaccine Vial Monitor C ditemukan di 31 UPS 22,5, vaksin beku ditemukan di 15 UPS
10,9 dan vaksin kadaluwarsa ditemukan di enam UPS 4,5, yang merupakan faktor dari kurang baiknya pengetahuan dan sikap petugas kesehatan Kristini, 2013,
¶ 4 . Sedangkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sari 2011 tentang
pengetahuan dan sikap bidan terhadap penyimpanan dan transportasi vaksin di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2011, diperoleh hasil bahwa
pengetahuan dan sikap bidan tentang penyimpanan dan transportasi vaksin dari 58 responden berdasarkan umur tidak ada responden yang berpengetahuan kurang dan
tingkat pengetahuan cukup sebanyak 37 orang 63,8 dan dari umur 31-40 tahun terdapat 17 orang 38,7 responden bersikap positif.
Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan. Dalam pencapaian tujuan imunisasi memang sangat penting dalam
melakukan evaluasi dan pengamatan kualitas pelayanan imunisasi yang sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara penyimpanan dan transportasi vaksin, cara
pemberian imunisasi, sterilisasi peralatan imunisasi dan pemeliharaan rantai dingin cold chain. Penanganan dan pengelolaan yang tidak benar akan menyebabkan
vaksin tidak lagi bermanfaat, dan mengakibatkan terjadinya suatu penyakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi, akibat ini tidak
Universitas Sumatera Utara
adanya kepercayaan terhadap masyarakat dan berpengaruh terhadap pencapaian imunisasi yang ditargetkan dan ditetapkan oleh Program Imunisasi Nasional
Muslihatum, 2010, hlm. 35. Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia SKDI 2005,
diketahui bahwa pada dua tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun Ranuh. et. all, 2011, hlm. 11. Masih banyaknya petugas kesehatan
yang beranggapan asal di dalam pendingin maka vaksin sudah aman. Bahkan masih banyak yang punya pemahaman bahwa makin dingin tempat penyimpanan vaksin
makin baik bagi vaksin. Muhadir, 2012, ¶ 4. Kurangnya kesadaran terhadap pentingnya cara penyimpanan dan transportasi
yang benar terhadap vaksin untuk menunjang pencapain tujuan pemberian imunisasi, mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap keefektifan imunisasi
membuat peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang perilaku bidan tentang penyimpanan dan transportasi vaksin imunisasi di wilayah kerja Puskesmas
Helvetia Medan tahun 2014.
B. Perumusan Masalah