BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Belajar
2.1.
1 Teori Belajar Behavioristik
Salah satu teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah teori belajar bahavioristik. Menurut
Rifa’i dan Anni 2009: 106 aspek penting yang dikemukakan oleh aliran behavioristik dalam belajar adalah bahwa hasil
belajar perubahan perilaku itu disebabkan oleh kemampuan internal manusia insight, tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respon. Untuk itu agar
aktivitas belajar siswa dikelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa menarik dan spesifik sehingga mudah
direspon oleh siswa. Penelitian ini menerapkan teori belajar behavioristik, yaitu teori
koneksionisme yang dikembangkan oleh Edward Thorndike 1874-1949. Thorndike dalam
Rifa’i Anni 2009: 114 menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah trial and error. Adapun hukum-hukum belajar yang dikemukakan
Thorndike diantaranya Rifa’i dan Anni, 2009: 116 : 1. Hukum Kesiapan The Law of Readiness; apabila individu dapat melakukan
sesuatu sesuai dengan kesiapan diri, maka dia akan memperoleh kepuasan, dan jika terdapat hambatan dalam pencapaian tujuan, maka akan timbul
kekecewaan.
2. Hukum Latihan The Law of Exercise; hubungan atau koneksi antara
stimulus dan respon akan menjadi kuat apabila sering dilakukan latihan. Sebaliknya, apabila tidak ada latihan, maka hubungan antara stimulus dan
respon itu akan menjadi lemah. Hukum latihan ini memerlukan tindakan belajar sambil bekerja learning by doing.
3. Hukum Akibat The Law of Effect; apabila sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respons
akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, apabila hasilnya tidak menyenangkan, maka kekuatan hubungan antara stimulus dan respons akan
menjadi menurun.
Fokus dalam penelitian ini adalah pada Hukum Latihan atau The Law of Exercise.
Sesuai dengan hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike tersebut, siswa diajak untuk belajar sambil bekerja melalui drill latihan terhadap
soal-soal pemecahan masalah matematika yang terdapat dalam “Smart
Mathematics Module”. Kemampuan pemecahan masalah siswa akan semakin bertambah baik bila siswa sering berlatih mengerjakan soal pemecahan masalah
dan akan semakin berkurang bila siswa jarang berlatih mengerjakan soal.
2.1.2
Teori Belajar Konstruktivisme
Inti sari teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila
menghendaki informasi itu menjadi miliknya Rifa’i dan Anni, 2009: 226. Menurut Saad dan Ghani 2008: 142 teori konstruktivisme dapat diterapkan
dalam pembelajaran matematika untuk siswa dalam berbagai macam tingkatan usia. Dalam teori ini, suatu pengetahuan tidak ditransformasikan dari guru kepada
siswa secara sempurna. Siswa dituntut untuk membangun pengetahuan melalui pemahaman sesuai kemampuan dan pengalaman yang dimiliki serta aktif dalam
kegiatan pembelajaran. 14
Dalam penelitian ini, siswa diajak untuk mentransformasikan informasi ke dalam dirinya sendiri melalui pengalaman belajar dengan menggunakan
“Smart Mathem
atics Module”. Melalui “Smart Mathematics Module” guru hanya menyampaikan informasi yang diperlukan agar siswa dapat belajar mandiri,
kemudian siswa diberi kesempatan untuk belajar secara individu sebab masing- masing siswa menggunakan teknik yang berbeda-beda untuk memecahkan
masalah yang diberikan dalam modul. Namun, tidak menutup kemungkinan siswa bertanya kepada guru atau siswa lain yang lebih pandai bila terjadi kesulitan
belajar. Apabila siswa berhasil menyelesaikan permasalahan yang disajikan maka akan timbul kepuasan dalam dirinya serta mendorongnya untuk aktif
mempresentasikan hasil pekerjaan ataupun mengerjakan soal di papan tulis.
2.1.3
Teori Belajar Gagne
Gagne dalam Saad Ghani 2008: 51 telah mengidentifikasikan delapan tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian
verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan dan pemecahan masalah problem solving.
Pemecahan masalah problem solving inilah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Tipe belajar pemecahan masalah menurut Gagne dalam Saad
Ghani 2008: 53 merupakan tipe belajar yang lebih kompleks dibanding dengan belajar aturan. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang kadang-
kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang.
Siswa diajak untuk terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan melalui drill soal-soal pemecahan masalah yang terdapat dalam
“Smart Mathematics Module”. Karena belajar memecahkan masalah itu terkadang memerlukan proses penalaran
yang lama, penggunaan “Smart Mathematics Module” dapat memfasilitasi siswa
untuk belajar secara individu terlebih dahulu ketika di rumah sebab masing- masing siswa mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda untuk memecahkan
masalah yang diberikan dalam modul, sehingga harapannya ketika berada di kelas siswa dapat mengikuti kegiatan belajar dengan lancar. Selain itu, dengan belajar
menggunakan “Smart Mathematics Module” siswa yang telah tuntas dalam
mempelajari suatu materi, dapat mempelajari materi berikutnya. Sebaliknya siswa yang belum tuntas dalam mempelajari suatu materi, maka siswa tersebut harus
belajar sampai benar-benar tuntas. Diharapkan dengan menggunakan “Smart
Mathematics Module” siswa dapat tuntas dalam mempelajari semua materi yang terdapat dalam modul sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa.
2.2 Pembelajaran Matematika