menentukan berita tersebut layak diterbitkan atau tidak. Menurut Eriyanto, hanya ada beberapa peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran atau nilai-nilai tertentu
saja yang layak dan bisa disebut sebagai berita.
38
Nilai berita tersebut di antaranya adalah:
39
a. Immediacy atau biasa disebut timelines:
terkait dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan. b.
Proximity keterdekatan peristiwa dengan pembaca dalam keseharian hidup
mereka. Karena biasanya orang-oarang akan tertarik dengan berita yang menyangkut dengan kehidupan mereka.
c. Consequence
berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah yang mengandung nilai konsekuensi.
d. Conflict
peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminalitas merupakan contoh elemen konflik di dalam pemberitaan.
e. Oddity:
peristiwa yang tidak biasa terjadi adalah sesuatu hal yang akan diperhatikan segera oleh masyarakat.
38
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LkiS, 2005, Cet. ke-3, h. 106.
39
Septiawan Santana K., Jurnalisme Kontemporer Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 18-20.
f. Sex
seks sering menjadi elemen utama dari sebuah pemberitaan, tetapi sering pula seks menjadi elemen tambahan bagi pemberitaan
tertentu, seperti pada berita olahraga, selebriti dan kriminal. g.
Emotion elemenemotion ini kadang dinamakan elemen human interest.
h. Prominence
elemen ini adalah unsur keterkenalan selalu menjadi incaran pembuat berita.
i. Suspence
menunjukan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa oleh masyarakat. Kejelasan mengenai suatu fakta sangat
dituntut oleh masyarakat. j.
Progress ini adalah elemen “perkembangan” suatu peristiwa yang ditunggu
oleh masyarakat.
3. Kategori Berita
Proses kerja dan produksi berita adalah sebuah konstruksi. Sebagai sebuah konstruksi ia menentukan mana yang layak dan mana yang disebut berita atau
tidak selain nilai berita, prinsip lain dalam proses produksi berita yakni kategori berita. Secara umum seperti yang dicatat Gaye Tuchman, wartwan menggunakan
lima kategori berita. Kategori tersebut digunakan untuk membedakan isi berita dan kategori subjek peristiwa yang menjadi berita. Kelima kategori tersebut
digambarkan sebai berikut:
40
1. Hard news. Berita mengenai peristiwa yang terjadi pada saat itu.
Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualisasi. Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari
kategori ini adalah kecepatannya. 2.
Soft news. Kategori ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kisah manusiawi Human Interest. Pada jenis berita ini tidak dibatasi oleh
waktu. Ia bisa diberitakan kapan saja. 3.
Spot news. Spot news adalah sub klasifikasi dan kategori yang bersifat hard news. Dalam spot news, peristiwa yang diliput tidak bisa
direncanakan. 4.
Developing news. Developing news adalah sub klasifikasi dari hard news yang umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga
seperti spot news. Tetapi dalam developing news dimasukan elemen lain, seperti peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian
berita yang akan diteruskan keesokan hari atau dalam berita selanjunya.
40
Eriyanto, Analisis Framing, h.110.
5. Continuing news. Adalah sub klasifikasi lain dari hard news. Dalam
contining news, peristiwa-peristiwa yang bisa diprediksi dan direncanakan
4. Jenis-jenis Berita
Jenis-jenis berita dapat digolongkan menjadi lima bagian:
41
a. Straight News: Berita langsung straight news adalah berita yang
ditulis apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini.
b. Deep News: Berita yang mendalam, dan dikembangkan dengan
pendalaman hal-hal yang ada disudut permukaan. c.
Investigation News: Berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian dari berbagai sumber.
d. Interpretative News: Berita yang dikembangkan berdasarkan
pendapat wartawan, bedasarkan fakta yang ditemukan dilapangan. e.
Opinion News: Berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para tokoh atau cendikiawan mengenai suatu isu atau hal-
hal tersebut.
41
Asep Syamsul Romli, Jurnalisme Untuk Pemula Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, h. 23.
D. Konflik
1. Konflik secara Umum
Konflik merupakan suatu bentuk interaksi di mana tempat, waktu dan intensitas tunduk pada perubahan. Sosiolog Lewis A. Coser menyebutkan bahwa
konflik merupakan proses instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia
bergerak memperkuat disfungsional melawan struktur.
42
Konflik juga dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan
pemeliharaan struktur sosial. Selain itu, konflik dapat pula menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok.
43
Menurut Soerjono Soekanto, konflik merupakan suatu proses sosial di mana orang per orangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik berlangsung dengan
melibatkan orangorang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan.Dalam bentuk ekstrimnya, konflik dilangsungkan tidak hanya
sekadar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi. Konflik juga bertujuan sampai tahap pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang
sebagai lawan atau saingannya. Teori konflik merupakan perubahan sosial yang tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya
42
Lewis Coser, The Function of Social Conflict New York: Free Press, 1956, h. 23
43
Lewis Coser, The Function of Social Conflict New York: Free Press, 1956, h. 151-210
konflik yang menghasilkan kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
44
Teori ini berdasarkan pada pemilikan sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.Teori ini merupakan antitesis dariteori
struktural fungsional,
di mana
teori struktural
fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat sedangkan teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik menegaskan bahwa
masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Teori ini menyebutkan bahwa konflik membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda sehingga
melahirkan superordinasi dan subordinasi.Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi
dapat menimbulkan
konflik karena
adanya perbedaan
kepentingan.Oleh sebabnya, teori konflik masyarakat disatukan dengan “paksaan”.Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena
adanya paksaan koersi.Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power.Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang
berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.
Dalam teori Coser, ia merumuskan suatu pemikiran yang disebut dngan katup penyelamat safety value. Katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar
yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam.Katup Penyelamat ialah
salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan
44
Bernard Raho,Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. hlm. 54
kelompok dari kemungkinan konflik sosial.Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
45
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab konflik: a.
Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu
konflik.
45
Lewis Coser , 1956. The Function of Social Conflict. New York: Free Press. page. 151- 210
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-
masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan
yang berbeda-beda. d.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi
formal perusahaan.Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat
berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk