MOISTURE RATIO RASIO KELEMBABAN ANALISA MODEL PENGERINGAN

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 0,900 1,000 1,100 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Surya + Absorben 1:1 Surya + Absorben 1:2 Surya + Absorben 1:3 M o is tu re Ra ti o M R Waktu jam

4.5 MODEL PENGERINGAN

4.5.1 MOISTURE RATIO RASIO KELEMBABAN

Pada proses pengeringan yang telah dilakukan selain menunjukkan penurunan laju kadar air kakao, tetapi juga dapat memperlihatkan terjadinya penurunan nilai MR Moisture Ratio selama proses pengeringan berlangsung untuk masing-masing perbandingan. Laju penurunan nilai MR terhadap waktu pengeringan ditunjukkan pada Gambar 4.5 Berdasarkan gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai moisture ratio akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan dan akan konstan pada waktu tertentu. Perubahan nilai moisture ratio sangat bergantung pada perubahan kadar air bahan. Dimana hal tersebut dipengaruhi besarnya intensitas radiasi yang diterima pada siang hari dan besarnya jumlah energi yang dihasilkan oleh absorben pada malam hari untuk menyerap kelembaban bahan. Masing – masing sampel mempunyai waktu yang berbeda – beda untuk mencapai kadar air keseimbangan, Dapat dilihat perubahan moisture ratio pada surya + absorben 1:1 memiliki waktu pengeringan 25,5 jam, surya + absorben 1:2 memiliki waktu pengeringan 25 jam, surya + absorben 1:3 memiliki waktu pengeringan 26,8 jam. Malam Siang 2 Siang 1 Gambar 4.8 Hubungan MR Moisture Ratio dengan Waktu Pengeringan Kakao Selama Proses Pengeringan Universitas Sumatera Utara

4.5.2 ANALISA MODEL PENGERINGAN

Dari hasil perhitungan nilai MR Moisture Ratio observasi, ada empat jenis model yang digunakan untuk gambaran penurunan nilai MR Moisture Ratio tersebut yaitu model Logaritma, model Page, model Newton dan model Exponential. Sebelum menghubungkan antara model tersebut dengan hasil perhitungan MR observasi dan menentukan model terbaik dari ketiga model tersebut, maka dilakukan analisa model pengeringan. dengan melinearkankan persamaan dari keempat model yang ada, yaitu model Logaritma, model Page, model Newton dan model Eksponential. Bentuk Newton ketiga model tersebut sebagai berikut; Tabel 4.2 Bentuk Linier Model Pengeringan Biji Kakao [13] Model Pengeringan Bentuk Eksponensial Bentuk Linier Logaritma Mr = a exp -kt + c Ln MR = ln a – kt + ln c Page Mr = exp -kt n ln -ln MR = ln k + n ln t Newton Mr = exp -kt ln MR = -kt Eksponential Mr = a exp -kt ln MR = ln a – kt Selanjutnya, dari bentuk Linier persamaan tersebut dalam Excel dimasukkan nilai MR observasi dalam setiap bentuk Linier dari model di atas. Untuk mendapatkan nilai MR setiap model maka digunakan nilai ln MR vs t untuk model Page dalam Excel di lakukan plot data ke dalam grafik. Garis Linier akan ditunjukkan dalam grafik setelah ditambahkan treadline yang tertera di option box pada Excel. Hasil grafik ini ditunjukkan pada lampiran. Berdasarkan hasil pengujian treadline pada setiap grafik model pengeringan, diperoleh nilai konstanta dan R 2 yang ada pada masing-masing model sebagai berikut: Tabel 4.3 Nilai Konstanta dan R 2 Masing-Masing Model Pengeringan Bahan Perbandingan Konstanta Model Logaritma Model Page Model Newton Model Eksponential Kakao dan LiCl 1:1 R 2 0,948 0.987 0.912 0.975 k - 0,078 0.033 0.1 a - - - 1,102 Universitas Sumatera Utara n - 1,103 - - 1:2 R 2 0,939 0,981 0,915 0,971 k - 0,059 0,035 0,11 a - - - 1,112 n - 1,21 - - 1:3 R 2 0,960 0,973 0,925 0,909 k - 0,064 0,031 0,10 a - - - 1,141 n - 1,146 - - Berdasarkan tabel di atas, persamaan model page dan eksponensial untuk empat perbandingan yang berbeda menunjukkan nilai R 2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua persamaan model lainnya yaitu model logaritma dan Newton. Hal ini menunjukkan bahwa model page dan eksponensial memiliki nilai kesesuaian yang besar terhadap karakteristik pengeringan kakao. Untuk memastikan model yang merupakan model yang terbaik, berikut ditunjukkan nilai R 2 serta hasil perhitungan χ 2 dan RMSE pada tabel berikut: Tabel 4.4 Nilai R 2 , χ 2 dan RMSE MODEL PERBANDINGAN R 2 χ 2 RMSE NEWTON 1:1 0,912 0,00625795 0,079 EKSPONENTIAL 0,975 0,00318858 0,056 PAGE 0,987 0,00130882 0,036 LOGARITMA 0,948 0,00262270 0,051 NEWTON 1:2 0,915 0,006208140 0,079 EKSPONENTIAL 0,971 0,001062053 0,033 PAGE 0,981 0,000937068 0,031 LOGARITMA 0,939 0,003017024 0,049 NEWTON 1:3 0,925 0,005224441 0,072 EKSPONENTIAL 0,909 0,001290007 0,036 PAGE 0,973 0,001130924 0,034 LOGARITMA 0,960 0,002246409 0,047 Tabel 4.3 Nilai Konstanta dan R 2 Masing-Masing Model Pengeringan lanjutan Universitas Sumatera Utara y = 1,1464x - 2,7536 R² = 0,973 -8 -6 -4 -2 2 -4 -2 2 4 Ln -L n M R n Ln t jamn Pada Tabel 4.4 tertera nilai R 2 Coefficient of Determinat, χ 2 chi square dan RMSE root mean square error yang digunakan untuk melihat tingkat kesesuaian model pengeringan dengan hasil observasi. Untuk memilih model pengeringan yang sesuai, maka perlu diperhatikan parameter berikut : R 2 , RMSE, dan χ 2 , Nilai tertinggi dari R 2 dan nilai terendah dari RMSE dan χ 2 mengindikasikan model pengeringan yang paling sesuai berdasarkan data moisture ratio dan waktunya [28]. Berdasarkan dari ketiga nilai kesesuaian tersebut, maka model page adalah model yang terbaik yang dapat merepresentasikan karakteristik pengeringan kakao yaitu, untuk surya + absorben dengan perbandingan massa 1:1 diperoleh MR = exp-0,078.t 1,103 , untuk surya + absorben dengan perbandingan massa 1:2 diperoleh MR = exp-0,059.t 1,21 , untuk surya + absorben dengan perbandingan massa 1:3 diperoleh MR = exp-0,064.t 1,146 . a b c Gambar 4.9 Hasil Pencocokan Kurva Untuk Menggambarkan Model Pengeringan Biji Kakao a Surya + Absorben 1:1 b Surya + Absorben 1:2 c Surya + Absorben 1:3 y = 1,1038x - 2,5464 R² = 0,9876 -6 -4 -2 2 -4 -2 2 4 Ln -L n M R n Ln t jamn y = 1,2107x - 2,8225 R² = 0,9814 -8 -6 -4 -2 2 -4 -2 2 4 Ln -L n M R n Ln t jamn Universitas Sumatera Utara 0,0000 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,0010 0,0012 0,0014 0,0016 0,0018 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 La ju P e n g e ri n g a n k g H 2 O j a m n k g b e ra t k e ri n g nn Waktu jamn Surya + Absorben 1:1 Surya + Absorben 1:2 Surya + Absorben 1:3

4.6 HUBUNGAN LAJU PENGERINGAN DENGAN WAKTU DAN KADAR