52
tepatnya 25 Januari 1891, Teungku Chik Di Tiro akhirnya meninggal pada usia 55 tahun.
110
Teungku Muhammad Amin atau yang lebih dikenal Teungku Chik Di Tiro Muhammad Amin diangkat menjadi Panglima Laskar Aceh oleh sultan pada tahun
1892 untuk melanjutkan perjuangan yang telah digariskan ayahnya. Mat amin, begitu Belanda menyebutkan namanya, tidak mempunyai kemampuan yang sepadan dengan
ayahnya. Belanda menganggap dia bukanlah seorang pemimpin yang besar dan berpengaruh. Tengku Mat Amin adalah anak tertua dari Teungku Chik Di Tiro
Muhammad Saman.
4.2 Teungku Chik Di Tiro Muhammad Amin Dengan meninggalnya Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman maka
barisan Laskar Aceh kehilangan tokoh yang sangat penting dalam menghadapi sepak terjang tentara Hindia Belanda di Aceh Besar. Namun seperti telah diwasiatkan beliau
yaitu peperangan wajib diteruskan sehingga dicarilah pengganti untuk memimpin angkatan perang sabil yang bertujuan mengusir Belanda dan tidak mengenal damai.
111
Dalam melanjutkan perjuangan ayahnya, Teungku Muhammad Amin menetapkan Benteng Aneuk Galong Aceh Besar sebagai markas besar laskar Aceh.
Beliau terus melanjutkan perjuangan dan menjalankan program yang telah dijalankan ayahnya seperti “Top Larang” dan memperkuat benteng-benteng yang telah direbut
110
Ismuha, op. cit., hlm. 39.
111
Paul Van’t Veer, op. cit., hlm. 147.
Universitas Sumatera Utara
53
dari tangan belanda seperti Benteng Lamgut, Bihui, Lamnyong, Kuta Pahama dan lain-lain.
112
Pada bulan Juli 1896 Belanda mengerahkan pasukan dibawah komando Graafland, untuk mengepung Benteng Aneuk Galong. Benteng tersebut
dipertahankan dengan gigih oleh kurang dari 200 Laskar Aceh dibawah pimpinan Teungku Mat Amin. Namun Belanda yang lebih unggul dalam persenjataan dan
jumlah tentara sehingga benteng tersebut tidak dapat dipertahankan oleh laskar Aceh.
113
“Kini cerita saya mengenai perjalanan saya yang terakhir, sukses besar merebut Anakgalong. Tepat pada jam 12 tengah malam tanggal 28, kami bergerak dengan
kekuatan dua batalyon serta barisan marsose menuju Lambaru, dibawah pimpina overste Van Heust, dan saya sendiri sebagai kepala staf. Setelah berhenti minum
secangkir di tempat overste Bisschoff di Lambaru, pada jam 02.30 kami bergerak meneruskan barisan menuju Anakgalong. Hari terang bulan dan berita yang kita
terima mengatakan bahwa benteng tersebut dipertahankan oleh lebih kurang 200 orang. Ditengah perjalanan terdapat dua buah jembatan yang dirusakkan,
sehingga hal itu menyusahkan kita pula. Namun, jam setengah lima kami tiba di muka benteng tersebut, dan pada jam lima kurang seperempat terdengar tembakan
pertama, dan penyerbuan dimulai dengan perkelahian satu lawan satu di dalam benteng, dan pada jam lima semua beres sudah. Detik-detik yang mengesankan
sekali pertempuran itu; keadaan gulap gulita, dan yang terdengar hanyalah letusan senapan serta jeritan inlander-inlander saja. Pihak Aceh meninggalkan korban 110
Suasana perang tersebut digambarkan oleh Jendral Van Daalen yang ikut ambil bagian dalam penyerangan tersebut melalui sepucuk surat bertanggal 5 Juli
1896 yang dikirim kepada isterinya yang tinggal di pulau Jawa. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut :
112
Ismail Jakub, op. cit., hlm. 148.
113
H.C Zentgraaff, op. cit., hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
54
yang tewas jatuh ke pihak kita serta dua orang yang masih hidup, yakni anak lelaki usia 5 serta 6 tahun yang luka ringan.”
114
Akibat serangan yang dilancarkan pasukan Belanda tersebut, Teungku Mat Amin tewas dalam mempertahankan Benteng Aneuk Galong. Jasadnya kemudian di
kebumikan dekat makam ayahnya di Mereu, dekat Indrapuri Aceh Besar.
115
4.3 Teungku Chik Di Buket Di Tiro