Peran ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh (Study Kasus Pada Peran Teungku Dayah Sekitar Kemukiman Krueng Pasee Kec. Samudera Kab. Aceh Utara)

(1)

Skripsi

PERAN ULAMA DALAM IMPLEMENTASI SYARI’AT

ISLAM DI ACEH

(study kasus pada peran Teungku Dayah sekitar kemukiman krueng pasee Kec. Samudera Kab. Aceh Utara)

Di tujukan Sebagai persyaratan Tugas ujian akhir dalam

memperoleh sarjana sosial

Oleh: HARDIANSYAH Nim:040901039

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAR SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAKSI

Hardiansyah/ 04901039 Peran ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh Ulama merupakan tokoh sentral dalam struktur sosial masyarakat serambi mekah yang mampu membawa perubahan sosial yang berarti. Sebagai tokoh intelektual dalam tataran traditional maupun keagamaan, ulama senantiasa menjadi sorotan penting bagi kesinambungan masyarakat Aceh. Syari’at Islam yang kini berlaku di Provinsi Aceh juga tidak terlepas dari peran ulama sebagai orang yang berilmu dalam berpengamalan. Peran tersebut dapat terealisasi dalam bentuk mengayom, menuntun, membina, mendidik, dalam beragama dan bermasyarakat. Disamping itu ulama Aceh juga tokoh yang disegani, kharismatik, pemimpin serta membantu masyarakat dalam ketidak berdayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran ulama pada masyarakat Aceh menjadi penting sehingga menarik untuk dikaji secara empiris dan ilmiah khsusnya dengan menggunakan pendekatan konsep- konsep sosiologi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara jelas sejauh mana peran Ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh. Sehingga nanti peneliti dapat memahami secara menyeluruh terkait peran ulama Aceh secara umum dan sejak dimulainya pemberlakuan syari’at Islam hingga sekarang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metodelogi studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan ini diambil untuk menjelaskan permasalahan penelitian secara intensif, mendalam, mendetail dan konfrehensif. Data yang diperoleh berupa data primer dan skunder. Adapun teknik pengumpulan data primer diambil dengan cara Observasi, Wawancara, serta data sekunder berupa study pustaka. Metode analisa data digunakan dengan cara analisis deskriptif yaitu data diperoleh di kumpulkan kemudian disusun secara sistematis dalam bentuk deskripsi sehingga dapat dibaca dan memberi keterangan bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

Dalam hal ini penulis telah melakukan analisa peran ulama Aceh khususnya yang mendiami daerah pedesaan serta kaitannya dengan pelaksanaan syari’at Islam. Sebagai hasil penelitian yang relatif lama bagi penulis setingkat sarjana, maka hasil penelitian ini dapat kami simpulkan bahwasanya peran ulama Aceh sejak tanah serambi mekah masih dalam kondisi penjajahan belanda hingga kini belum mengalami pergeseran. Pada dasarnya ulama tradisional di aceh tidaklah mengalami perubahan yang berarti khususnya dalam hubungan dengan masyarakat. kemudian dalam aspek sosial ulama tetap mendapatkan predikat atau status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Syari’at Islam yang disahkan oleh pemerintah pada dasarnya tidak jauh berbeda dari sebelumnya ketika pada masa kejayaan kesultanan, kendati implementasi syariat Islam cenderung kepada pelaksanaan hukum secara pidana dengan cara tindakan tegas yang dilaksanakan oleh aparat syari’at. Sementara ekskalasi pelanggaran syari’at secara pidana secara umum masih tinggi sehingga dibutuhkan upaya penyadaran pelaku pelanggaran. Pada tataran pedesaaan Aceh sejak sebelum implementasi syari’at sampai terimplementasi seperti sekarang peran ulama dayah tetap eksis sebagai aparat penegak syari’at Islam traditonal yang kharismatik.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang, karunia, dan hidayahnya yang telah menyertai, membimbing dan memberikan kemampuan dalam berpikir bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERAN ULAMA DALAM IMPLEMENTASI SYARI’AT ISLAM DI ACEH” dengan sebaik- baiknya. Kemudian selawat beriring salam kepada junjungan besar Nabi Besar Muhammad SAW.

Sejak awal pengesahan Judul, seminar proposal hingga persetujuan mengikuti ujian sidang meja hijau penulis telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik- baiknya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana diinginkan oleh para pembaca. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh penulis. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini. Karya kecil ini teristimewa penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang telah berpulang kerahmatullah almarhum “Ayahanda Abdul Wahab” dan “Ibunda Asnidar” yang sejak kecil hingga akhir hayatmya senantiasa memberi bimbingan terbaik kepada penulis. Kemudian juga penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada keluarga, guru- guru, rekan- rekan yang telah membantu dalam penyelesaikan skripsi ini antara lain:


(4)

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin Rangkuti, M.si serta Ibu Dra. Rosmiany, M.si selaku ketua dan sekretaris Departement Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.si selaku Dosen wali dan pembimbing yang telah susah payah memberikan bimbingan, arahan dan waktu kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Departement Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan perbekalan kepada penulis selama proses belajar mengajar di kampus.

5. Keluarga tercinta Minek, bang Zulfan , bang Fauzan, Agusdiansyah, Maulian Masdar.

6. Kepada Teungku- teungku kemukiman krueng pasee Tgk. Teungku Zakaria, Tgk Hassballah, Tgk Jufriansyah, Tgk Abdurrahman, Tgk Mizwar, Teungku Ibrahim. 7. Teman- teman IPTR bang Yudi, kak Eva, Jal Iraq, Ajir, Reja, Rahmi Freddy,

Hamdani, Reja, Kiki cowok semoga semuanya sukses selalu.

8. Teman- teman Asrama Mahasiswa Aceh Fakhruddin, Wani, Usop, Joel hery, akob, Budi El serdang, bang Pian, Mahlil bek bre keu bandum syedara.

9. Rekan- rekan BT/BS BIMA dimanapun kalian berada kak Lena, Kak Pinta, Kak Tiomsi, Kak Ros, Mas Albert, Mas Yudi, Lek Parda tetap semangat Viva Bima.


(5)

10.Teman seperjuangan bang Kas, Fauji peci, Mansur Tpi

11.Dan rekan- rekan lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini secara langsung maupun tidak. Mudah- mudahan semua dalam lindungan Allah S.W.T dan membalas semua kebaikan kalian. Seperti kata pepatah “Menyo ka pakat lampoh jrat ta peugala”. Akhir kalam, dengan ridha Allah semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua Amiin

Medan, Maret 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah...1

1.2. Peran ulama Aceh masa lalu...2

1.3.Peran ulama Aceh masa kini...4

1.4.Perumusan masalah...8

1.5.Tujuan penelitian...8

1.6.Manfaat penelitian...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur dan norma masyarakat Aceh...10

2.2. Peran sosial kepemimpinan informal...l3 2.3. Otoritas traditional dan kharismatik...15


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian...22

3.2. Lokasi penelitian...22

3.3. Unit analisis informan...23

3.4. Teknik pengumpulan data...24

3.5. Interpretasi data...26

3.6. Jadwal kegiatan...27

3.7. Keterbatasan penelitian...28

BAB IV DESKRIPSI HASIL DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Profil wilayah...29

4.2. Demografi kemukiman...31

4.3. Komposisi penduduk menurut jenjang pendidikan umum...33

4.4. Komposisi jumlah lembaga pendidikan agama krueng pasee...34

4.5. Profil informan...35

4.5.1. Teungku Zakaria (Pimpinan dayah Budi Muzein)...36

4.5.2. Teungku Hassballah (Pimpinan dayah Fathul Barry)...37

4.5.3. Teungku Jufriansyah (Pimpinan dayah Remaja Pasee)...38

4.5.4. Tengku Abdurrahman (Pimpinan dayah Nurul Islam)...39

4.5.5. Teungku Mizwar (Pimpinan dayah Miftahul Al- Azizah)...40


(8)

4.5.7. Bapak Iskandar Gade, SE (Camat Syamtalira aron)...41

4.5.8. Muhammad Saleh, AR (Mukim kemukiman krueng pasee)...41

4.5.9. Bapak Nadir ( Tokoh masyarakat dan Guru)...42

4.6. Suhami (Tokoh pemuda)...43

4.6.1. Ibu Suryani (Tokoh wanita)...43

4.6.2. Abdul Gafar (Tokoh pemuda)...44

4.6.3. Fauzi (tokoh pemuda gampong mesjid)...44

4.6.4. Mansur ( Tokoh Pemuda)...44

4.6.5. Muhammad Syukur Zainal (Santri)...45

4.6.6. Bapak Anwar ( Geuchik Matang meunje)...45

4.6.6. Tgk. Zarkasyi...46

4.7. Interpretasi data...46

4.7.1. Peran ulama dalam sosialisasi syari’at Islam...47

4.7.2. Peran ulama dalam proses menjembatani perancangan hingga pelaksanaan qanun...50

4.7.3. Peran ulama dayah sebagai tokoh agama...53

4.7.4. Peran ulama sebagai tokoh kharismatik...54

4.7.5. Peran ulama dalam kontrol sosial sebagai tindakan penyadaran...56

4.7.6. Peran ulama sebagai pengayom dan panutan masyarakat...57

4.7.7. Peran Ulama dalam penyelesaian sengketa...59


(9)

4.7.9. Peran ulama dalam pelaksanaan syari’at Islam...65

4.8. Harapan masyarakat terhadap ulama agar syari’at Islam berjalan sebagai

mestinya...70

4.8.1. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah agar implementasi syari’at Islam berjalan sebagai mestinya...71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...73 5.2. Saran...77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Penyelesaian Tugas Akhir... Tabel 2 Komposisi Penduduk Kemukiman Krueng Pase menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin...

Tabel 3 Komposisi Tingkat Pendidikan Kemukiman Krueng Pase... Tabel 4 Komposisi Jumlah Dayah Kemukiman Krueng Pase... Tabel 5 Skema Pembuatan Qanun...


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Absensi Peserta seminar Proposal Penelitian... Lampiran 2 Lembar Absensi Bimbingan Proposal Penelitian Skripsi... Lampiran 3 Lembaran Panduan Wawancara... Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Kepada Mukim Kemukiman Krueng Pase... Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Kepada Pimpinan Dayah Mudi Muzein... Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian Dari Kemukiman Krueng Pase... Lampiran 7 Surat Izin penelitian Kepada Pimpinan Dayah Fathul Barry... Lampiran


(12)

ABSTRAKSI

Hardiansyah/ 04901039 Peran ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh Ulama merupakan tokoh sentral dalam struktur sosial masyarakat serambi mekah yang mampu membawa perubahan sosial yang berarti. Sebagai tokoh intelektual dalam tataran traditional maupun keagamaan, ulama senantiasa menjadi sorotan penting bagi kesinambungan masyarakat Aceh. Syari’at Islam yang kini berlaku di Provinsi Aceh juga tidak terlepas dari peran ulama sebagai orang yang berilmu dalam berpengamalan. Peran tersebut dapat terealisasi dalam bentuk mengayom, menuntun, membina, mendidik, dalam beragama dan bermasyarakat. Disamping itu ulama Aceh juga tokoh yang disegani, kharismatik, pemimpin serta membantu masyarakat dalam ketidak berdayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran ulama pada masyarakat Aceh menjadi penting sehingga menarik untuk dikaji secara empiris dan ilmiah khsusnya dengan menggunakan pendekatan konsep- konsep sosiologi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara jelas sejauh mana peran Ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh. Sehingga nanti peneliti dapat memahami secara menyeluruh terkait peran ulama Aceh secara umum dan sejak dimulainya pemberlakuan syari’at Islam hingga sekarang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metodelogi studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan ini diambil untuk menjelaskan permasalahan penelitian secara intensif, mendalam, mendetail dan konfrehensif. Data yang diperoleh berupa data primer dan skunder. Adapun teknik pengumpulan data primer diambil dengan cara Observasi, Wawancara, serta data sekunder berupa study pustaka. Metode analisa data digunakan dengan cara analisis deskriptif yaitu data diperoleh di kumpulkan kemudian disusun secara sistematis dalam bentuk deskripsi sehingga dapat dibaca dan memberi keterangan bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

Dalam hal ini penulis telah melakukan analisa peran ulama Aceh khususnya yang mendiami daerah pedesaan serta kaitannya dengan pelaksanaan syari’at Islam. Sebagai hasil penelitian yang relatif lama bagi penulis setingkat sarjana, maka hasil penelitian ini dapat kami simpulkan bahwasanya peran ulama Aceh sejak tanah serambi mekah masih dalam kondisi penjajahan belanda hingga kini belum mengalami pergeseran. Pada dasarnya ulama tradisional di aceh tidaklah mengalami perubahan yang berarti khususnya dalam hubungan dengan masyarakat. kemudian dalam aspek sosial ulama tetap mendapatkan predikat atau status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Syari’at Islam yang disahkan oleh pemerintah pada dasarnya tidak jauh berbeda dari sebelumnya ketika pada masa kejayaan kesultanan, kendati implementasi syariat Islam cenderung kepada pelaksanaan hukum secara pidana dengan cara tindakan tegas yang dilaksanakan oleh aparat syari’at. Sementara ekskalasi pelanggaran syari’at secara pidana secara umum masih tinggi sehingga dibutuhkan upaya penyadaran pelaku pelanggaran. Pada tataran pedesaaan Aceh sejak sebelum implementasi syari’at sampai terimplementasi seperti sekarang peran ulama dayah tetap eksis sebagai aparat penegak syari’at Islam traditonal yang kharismatik.


(13)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kasih sayang, karunia, dan hidayahnya yang telah menyertai, membimbing dan memberikan kemampuan dalam berpikir bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERAN ULAMA DALAM IMPLEMENTASI SYARI’AT ISLAM DI ACEH” dengan sebaik- baiknya. Kemudian selawat beriring salam kepada junjungan besar Nabi Besar Muhammad SAW.

Sejak awal pengesahan Judul, seminar proposal hingga persetujuan mengikuti ujian sidang meja hijau penulis telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik- baiknya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana diinginkan oleh para pembaca. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh penulis. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna kesempurnaan skripsi ini. Karya kecil ini teristimewa penulis persembahkan kepada kedua orang tua yang telah berpulang kerahmatullah almarhum “Ayahanda Abdul Wahab” dan “Ibunda Asnidar” yang sejak kecil hingga akhir hayatmya senantiasa memberi bimbingan terbaik kepada penulis. Kemudian juga penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada keluarga, guru- guru, rekan- rekan yang telah membantu dalam penyelesaikan skripsi ini antara lain:


(14)

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

12.Bapak Prof. DR. Badaruddin Rangkuti, M.si serta Ibu Dra. Rosmiany, M.si selaku ketua dan sekretaris Departement Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

13.Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.si selaku Dosen wali dan pembimbing yang telah susah payah memberikan bimbingan, arahan dan waktu kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

14.Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Departement Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan perbekalan kepada penulis selama proses belajar mengajar di kampus.

15.Keluarga tercinta Minek, bang Zulfan , bang Fauzan, Agusdiansyah, Maulian Masdar.

16.Kepada Teungku- teungku kemukiman krueng pasee Tgk. Teungku Zakaria, Tgk Hassballah, Tgk Jufriansyah, Tgk Abdurrahman, Tgk Mizwar, Teungku Ibrahim. 17.Teman- teman IPTR bang Yudi, kak Eva, Jal Iraq, Ajir, Reja, Rahmi Freddy,

Hamdani, Reja, Kiki cowok semoga semuanya sukses selalu.

18.Teman- teman Asrama Mahasiswa Aceh Fakhruddin, Wani, Usop, Joel hery, akob, Budi El serdang, bang Pian, Mahlil bek bre keu bandum syedara.

19.Rekan- rekan BT/BS BIMA dimanapun kalian berada kak Lena, Kak Pinta, Kak Tiomsi, Kak Ros, Mas Albert, Mas Yudi, Lek Parda tetap semangat Viva Bima.


(15)

20.Teman seperjuangan bang Kas, Fauji peci, Mansur Tpi

21.Dan rekan- rekan lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini secara langsung maupun tidak. Mudah- mudahan semua dalam lindungan Allah S.W.T dan membalas semua kebaikan kalian. Seperti kata pepatah “Menyo ka pakat lampoh jrat ta peugala”. Akhir kalam, dengan ridha Allah semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua Amiin

Medan, Maret 2010 Penulis


(16)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB I PENDAHULUAN 1.7. Latar belakang masalah...1

1.8. Peran ulama Aceh masa lalu...2

1.9.Peran ulama Aceh masa kini...4

1.10. Perumusan masalah...8

1.11. Tujuan penelitian...8

1.12. Manfaat penelitian...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur dan norma masyarakat Aceh...10

2.2. Peran sosial kepemimpinan informal...l3 2.3. Otoritas traditional dan kharismatik...15


(17)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian...22

3.2. Lokasi penelitian...22

3.3. Unit analisis informan...23

3.4. Teknik pengumpulan data...24

3.5. Interpretasi data...26

3.6. Jadwal kegiatan...27

3.7. Keterbatasan penelitian...28

BAB IV DESKRIPSI HASIL DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Profil wilayah...29

4.2. Demografi kemukiman...31

4.3. Komposisi penduduk menurut jenjang pendidikan umum...33

4.4. Komposisi jumlah lembaga pendidikan agama krueng pasee...34

4.5. Profil informan...35

4.5.1. Teungku Zakaria (Pimpinan dayah Budi Muzein)...36

4.5.2. Teungku Hassballah (Pimpinan dayah Fathul Barry)...37

4.5.3. Teungku Jufriansyah (Pimpinan dayah Remaja Pasee)...38

4.5.4. Tengku Abdurrahman (Pimpinan dayah Nurul Islam)...39

4.5.5. Teungku Mizwar (Pimpinan dayah Miftahul Al- Azizah)...40


(18)

4.5.7. Bapak Iskandar Gade, SE (Camat Syamtalira aron)...41

4.5.8. Muhammad Saleh, AR (Mukim kemukiman krueng pasee)...41

4.5.9. Bapak Nadir ( Tokoh masyarakat dan Guru)...42

4.6. Suhami (Tokoh pemuda)...43

4.6.1. Ibu Suryani (Tokoh wanita)...43

4.6.2. Abdul Gafar (Tokoh pemuda)...44

4.6.3. Fauzi (tokoh pemuda gampong mesjid)...44

4.6.4. Mansur ( Tokoh Pemuda)...44

4.6.5. Muhammad Syukur Zainal (Santri)...45

4.6.6. Bapak Anwar ( Geuchik Matang meunje)...45

4.6.6. Tgk. Zarkasyi...46

4.7. Interpretasi data...46

4.7.1. Peran ulama dalam sosialisasi syari’at Islam...47

4.7.2. Peran ulama dalam proses menjembatani perancangan hingga pelaksanaan qanun...50

4.7.3. Peran ulama dayah sebagai tokoh agama...53

4.7.4. Peran ulama sebagai tokoh kharismatik...54

4.7.5. Peran ulama dalam kontrol sosial sebagai tindakan penyadaran...56

4.7.6. Peran ulama sebagai pengayom dan panutan masyarakat...57

4.7.7. Peran Ulama dalam penyelesaian sengketa...59


(19)

4.7.9. Peran ulama dalam pelaksanaan syari’at Islam...65

4.8. Harapan masyarakat terhadap ulama agar syari’at Islam berjalan sebagai

mestinya...70

4.8.1. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah agar implementasi syari’at Islam berjalan sebagai mestinya...71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...73 5.2. Saran...77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Penyelesaian Tugas Akhir... Tabel 2 Komposisi Penduduk Kemukiman Krueng Pase menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin...

Tabel 3 Komposisi Tingkat Pendidikan Kemukiman Krueng Pase... Tabel 4 Komposisi Jumlah Dayah Kemukiman Krueng Pase... Tabel 5 Skema Pembuatan Qanun...


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Absensi Peserta seminar Proposal Penelitian... Lampiran 2 Lembar Absensi Bimbingan Proposal Penelitian Skripsi... Lampiran 3 Lembaran Panduan Wawancara... Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Kepada Mukim Kemukiman Krueng Pase... Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Kepada Pimpinan Dayah Mudi Muzein... Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian Dari Kemukiman Krueng Pase... Lampiran 7 Surat Izin penelitian Kepada Pimpinan Dayah Fathul Barry... Lampiran


(22)

ABSTRAKSI

Hardiansyah/ 04901039 Peran ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh Ulama merupakan tokoh sentral dalam struktur sosial masyarakat serambi mekah yang mampu membawa perubahan sosial yang berarti. Sebagai tokoh intelektual dalam tataran traditional maupun keagamaan, ulama senantiasa menjadi sorotan penting bagi kesinambungan masyarakat Aceh. Syari’at Islam yang kini berlaku di Provinsi Aceh juga tidak terlepas dari peran ulama sebagai orang yang berilmu dalam berpengamalan. Peran tersebut dapat terealisasi dalam bentuk mengayom, menuntun, membina, mendidik, dalam beragama dan bermasyarakat. Disamping itu ulama Aceh juga tokoh yang disegani, kharismatik, pemimpin serta membantu masyarakat dalam ketidak berdayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran ulama pada masyarakat Aceh menjadi penting sehingga menarik untuk dikaji secara empiris dan ilmiah khsusnya dengan menggunakan pendekatan konsep- konsep sosiologi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara jelas sejauh mana peran Ulama dalam implementasi syari’at Islam di Aceh. Sehingga nanti peneliti dapat memahami secara menyeluruh terkait peran ulama Aceh secara umum dan sejak dimulainya pemberlakuan syari’at Islam hingga sekarang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metodelogi studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan ini diambil untuk menjelaskan permasalahan penelitian secara intensif, mendalam, mendetail dan konfrehensif. Data yang diperoleh berupa data primer dan skunder. Adapun teknik pengumpulan data primer diambil dengan cara Observasi, Wawancara, serta data sekunder berupa study pustaka. Metode analisa data digunakan dengan cara analisis deskriptif yaitu data diperoleh di kumpulkan kemudian disusun secara sistematis dalam bentuk deskripsi sehingga dapat dibaca dan memberi keterangan bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

Dalam hal ini penulis telah melakukan analisa peran ulama Aceh khususnya yang mendiami daerah pedesaan serta kaitannya dengan pelaksanaan syari’at Islam. Sebagai hasil penelitian yang relatif lama bagi penulis setingkat sarjana, maka hasil penelitian ini dapat kami simpulkan bahwasanya peran ulama Aceh sejak tanah serambi mekah masih dalam kondisi penjajahan belanda hingga kini belum mengalami pergeseran. Pada dasarnya ulama tradisional di aceh tidaklah mengalami perubahan yang berarti khususnya dalam hubungan dengan masyarakat. kemudian dalam aspek sosial ulama tetap mendapatkan predikat atau status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Syari’at Islam yang disahkan oleh pemerintah pada dasarnya tidak jauh berbeda dari sebelumnya ketika pada masa kejayaan kesultanan, kendati implementasi syariat Islam cenderung kepada pelaksanaan hukum secara pidana dengan cara tindakan tegas yang dilaksanakan oleh aparat syari’at. Sementara ekskalasi pelanggaran syari’at secara pidana secara umum masih tinggi sehingga dibutuhkan upaya penyadaran pelaku pelanggaran. Pada tataran pedesaaan Aceh sejak sebelum implementasi syari’at sampai terimplementasi seperti sekarang peran ulama dayah tetap eksis sebagai aparat penegak syari’at Islam traditonal yang kharismatik.


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berbicara masalah Ulama juga berbicara masalah personal, ”Ulama” dari segi Bahasa merupakan orang yang memiliki Ilmu (Ilmu Agama). Secara Panggilan dan tingkatan pengakuan terhadap Ulama di Aceh adalah ”Teungku”. Panggilan Teungku diberikan untuk orang-orang yang memiliki pengatahuan Agama, Berakhlak mulia dan pada waktu tertentu pergi ”Meudagang” (menuntut Ilmu) disalah satu Dayah (lembaga pendidikan Islam tradisional) yang biasanya jauh dari kampung halaman. Namun yang paling penting adalah adanya pengakuan dari masyarakat. Ulama Dayah identik dengan pemimpin Pesantren/ Dayah, bedanya adalah ”Ulama” adalah mereka yang lulusan Dayah yang kemudian bekerja di sektor non- pesantren. Dan ”Ulama dayah” merupakan mereka yang lulusan Dayah kemudian menjadi Ulama muda yang mendirikan Dayah/ pesantren dilingkungan asalnya. Predikat status ulama akan meningkat apabila Dayah yang dibangunnya terus berkembang dan memiliki santri/ didikan yang terus bertambah. Dayah disini dikategorikan sebagai pesantren yang diklaim sebagai lembaga pendidikan traditional. Nilai keagamaan seperti Ukhwah (persaudaraan), Ta’awun (tolong menolong), Ittihat (persatuan), Thalabul Ilmi (menuntut ilmu), Ikhlas, Jihad (berjuang),

Tha’at (patuh), kepada Tuhan (ALLAH), Rasul, Ulama/ Kiayi sebagai pewaris para Nabi dan berbagai nilai-nilai yang secara eksplisit tertulis sebagai ajaran Islam yang ikut mendukung eksistensi Pesantren. Walaupun saat ini telah banyak Pesantren yang dikategorikan modern di Aceh namun Pesantren Traditional (Dayah) masih cukup eksis. Dalam kenyataannya perkembangan pesantren traditional/ Dayah secara kualitatif tidak


(24)

menurun bahkan memperlihatkan gejala naik yang ditandai oleh timbulnya pesantren/ Dayah-dayah baru disekitarnya.

Dayah yang berkembang pada masyarakat aceh secara total memperlihatkan dirinya sebuah parameter yang mewarnai kehidupan kelompok masyarakat luas. Dayah merupakan lembaga keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan menyebarkan Ilmu agama Islam. Struktur pendidikan dayah juga menunjukkan strata tertentu dimana kurikulum sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Teugku chik (pimpinan dayah). Pendidikan dasar dayah dimulai dengan materi kitab arab mulayu yang dikenal dengan

meunasah. Kemudian yang kedua memahami kitab arab gundul dikenal dengan kelas

Rangkang. Dan yang terakhir adalah kelas kitab-kitab nahwu, sharaf atau dikenal dengan dengan kitab kuning. Bagi santri yang belajar kitab tersebut di Bale, harus mempunyai kemampuan yang tinggi karena semua ilmu yang diajarkan di Bale memiliki sifat saling berkesinambungan. Kriteria santri tidak hanya dilihat dayah, kedewasaan ilmu, namun juga kemampuan. Jadi tidak heran dalam kelas terakhir ini para santri dengan umur beraneka ragam serta kelas inilah yang langsung dibimbing oleh teungku Chik. Sehingga merekalah yang bakal jadi Teungku- teungku/ guru bantu. (Taufik 1996 hal 160)

1.2. Peran Ulama Aceh Pada Masa lalu

Secara Historis Ulama diAceh sangat berperan tidak hanya dalam urusan agama tetapi juga urusan sosial masyarakat. Seperti dalam mempersatukan masyarakat yang dapat kita lihat hal ini ketika berlangsungnya Perang aceh (1873- 1905) dimana pasukan Belanda untuk pertama kalinya memasuki pantai Kuala lue yang dipimpin oleh Mayjen Verpijick dengan pasukan yang besar dan persenjaataan yang lengkap. Persenjataan rakyat Aceh sangat minim dan sederhana namun berkat semangat Jihat yang dikobarkan


(25)

oleh para ulama, rakyat rela mengorbankan segala yang dimilikinya, baik harta, benda maupun jiwanya. Sampai akhirnya Istana raja jatuh ketangan Belanda dimana rakyat mundur. Langkah berikutnya yang diambil untuk menghadapi Belanda dengan cara mengadakan musyawarah yang dihadiri sekitar 500 orang dari bergai unsur baik kerajaan, ulama, maupun rakyat. Musyawarah tersebut dipimpin oleh Imum lueng bata dan Teugku lamnga yang merupakan tokoh ulama setempat. Setelah para ulama memberi pendapat dan penjelasan yang ditinjau dari hukum Islam sehingga rapat memutuskan wajib melakukan perang sabil untuk mengusir kafir belanda.( Said, 1961 hal 437).

Dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam, ulama telah diberikan kekuatan politik dan kedudukan, sehingga mereka dapat mengambil kebijakan terhadap peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Sebutlah seperti yang termaktub dalam “Qanun Meukuta Alam” pasal 23: "Bagi warga kampung di wilayah Aceh yang berani menerima orang asing non-muslim bermalam di rumahnya, jika ketahuan maka pihak tersebut akan didenda kifarat oleh ulama dengan diwajibkannya memberi makan sidang jum'at atau mengadakan kenduri bagi orang miskin.

Selain dari pada membina lembaga- lembaga pendidikan sejak zaman kesultanan para ulama aceh juga bergerak dalam usaha-usaha pembangunan, terutama di bidang sosial, pertanian dan tingkah laku. Sebagai contoh dalam bidang pertanian adalah

Teungku Chik di Pasi, Teugku chik di Bambi, Teungku chik trueng capli dan Teungku chik di ribee. Untuk meningkatakan pertanian mereka membangun lueng (irigasi) yang pasa zamannnya terhitung cukup panjang. Teungku chik di Pasi membangun irigasi dengan tali airnya bernama leung bintang sepanjang 40 kilometer sehingga dengan adanya irigasi tersebut areal persawahan rakyat yang luas di Pidie dapat dialiri air dengan


(26)

cukup. Sehingga ketahanan ulama dalam masyarakat karena kualitas moral dan keilmuannya menjadikan ulama sebagai figur yang dihormati oleh masyarakat Aceh

(Rizki Ridyasmara,2006).

Setelah Belanda berhasil menduduk i wilayah Aceh (1905-1942) disini muncul organisasi Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) pada 5 Mai 1939. Dimana banyak terobosan yang dilakukan salah satunya adalah dengan mereformasi pendidikan. Metode ini dipelopori oleh Teungku Saman Siron yaitu dengan cara mengajar pengetahuan agama dari cara duduk berakhlak dibale menjadi duduk di bangku memakai papan tulis di depan dan ini terbukti lebih efektif. Di samping itu juga adanya penambahan materi pendidikan dari pendidikan agama bertambah dengan pengetahuan umum walau masih menggunakan bahasa arab. Dengan demikian Ulama pada masa lalu juga berperan sebagai agen perubahan/ tokoh pembaharu. (Taufik, 1996: 63).

1.3. Peran Ulama Aceh masa kini

Dewasa ini kondisi aceh sudah mulai kondusif serta di barengi dengan adanya suatu aturan baru yaitu Penerapan syariat Islam yang berdasarkan UU No. 44 tahun 1999 dan UU No. 18 tahun 2001, tentang Penyelenggaraan Syari’at Islam merupakan sebuah nilai yang lazimnya dimiliki masyarakat muslim khususnya Aceh. Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemberian otonomi khusus bagi Aceh mengukuhkan klaim tentang keistimewaan daerah ini dibanding wilayah-wilayah lain di Indonesia. Empat keistimewaan Aceh adalah keistimewaan dalam kehidupan beragama, pendidikan, adat, (peran) ulama. Dan terakhir disempurnakan dengan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. (Tabloid Modus Aceh, edisi Mai 2008)


(27)

Salah satu produk kebijakan dalam kerangka otonomi khusus Aceh adalah formalisasi SI (Syari’at Islam) . Secara sederhana Syari’at Islam atau SI dalam pengertian etimologi adalah jalan ketempat mata air, atau tempat yang dilalui oleh air sungai, sedangkan secara terminologi adalah seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan makhluk lain dialam lingkungan hidupnya. Undang-undang yang memuat 24 bab ini mengakui berdirinya pemerintahan otonom dalam bentuk Nanggroe Aceh Darussalam atau Negeri Islam Aceh Darussalam yang sejahtera. Isi Undang-undang tersebut mengacu pada tiga hal, yakni ijma’ tentang adat, ijma’ tentang pelaksanaan syariat Islam, dan ijma’ tentang pendidikan. Undang-Undang itu kemudian dijabarkan lagi oleh DPRD dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Formalisasi SI adalah proses integrasi beberapa ajaran yang terkandung dalam fiqih Islam ke dalam bentuk kebijakan- kebijakan pemerintah daerah. Tujuan utamanya adalah :

1. Mengatur kehidupan warga provinsi NAD agar sesuai dengan kaidah-kaidah atau ajaran Islam.

2. Membentuk masyarakat Islami dimanifestasikan dalam bentuk upaya memberlakukan kontrol atas tertib sosial dengan mengacu pada hukum-hukum Islam (syari’at).

Seperti yang dikatakan oleh Al Yasa' Abubakar dalam Budiman, ajaran dan tuntunan mengenai tata peraturan kehidupan praktis, bagaimana cara seorang muslim menyembah Allah (Ibadah) bagaimana seorang muslim berinteraksi dengan keluarga dan kerabat (hukum perkawinan dan kekeluargaan) bagaimana hidup bertetangga dengan banyak


(28)

orang, hidup dalam masyarakat yang berbudaya, bagaimana setiap orang harus menahan diri, tidak berbuat semaunya, sehingga masyarakat tetap aman dan tenteram. Dalam bagian ini termasuk aturan tentang pemerintahan, mengenai pemilihan kepala pemerintahan, pembagian kekuasaan (kewenangan) dan pendelegasiannya. Begitu juga bagaimana memperlakukan dan memanfaatkan alam sehingga bermanfaat untuk manusia dan tidak mendatangkan mudarat atau bencana, dan seterusnya. Aspek ajaran ini dikembangkan para ulama menjadi sebuah disiplin yang sistematis yang diberi nama fiqih

atau ilmu fiqih (buku yang menjelaskan hukum-hukum dalam kedudukan seseorang sebagai diri pribadi). Dengan kata lain, fiqih adalah aturan dan tuntunan mengenai prilaku lahir seseorang, baik dalam kedudukan sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat atau dalam kedudukan sebagai pejabat atau petugas negara.(Al Yasa' Abubakar, 2005 hal 14)

Secara legal pelaksanaan syari’at Islam di Aceh dilaksanakan oleh lembaga yang independen yaitu lembaga Syaria’at Islam. Lembaga syari’at Islam beranggotakan para Ulama yang memahami akan Hukum Islam. Tugas pertama lembaga Syaria’at Islam mensosialisasikan, selanjutnya membantu pemerintah daerah dalam membuat qanun (Perda) yang menyangkut dengan syari’at, memberikan bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat. Selain itu juga terdapat WH (Wilayatul Hisbah ) atau juga sering disebut sebagai polisi syaria’at yang berperan sebagai penindak pelaku kejahatan Syaria’at sampai akhirnya dilimpahkan kepada Mahkamah Syari’at. (Tabloid Modus Aceh, edisi Mai 2008)

Realitas sosial dewasa ini mengenai Penerapan ”SI” masih jauh dari harapan karena terus meningkatnya pelaku Pidana baik Judi (Maisir), Minuman keras (Khamar) dan Mesum (Zina). Banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi menurut pengakuan


(29)

masyarakat bahwa mereka masih kurangnya pemahaman tentang konsep Syari’at Islam sehingga terkesan adanya pemaksaan dari pihak terkait dalam bertindak. Untuk perbaikan kedepan diperlukan peran serta seluruh komponen masyarakat baik tokoh masyarakat, aktifis pemuda, perkumpulan wanita termasuk Ulama Dayah karena selama ini Ulama Dayah terkesan terabaikan dari Publik khususnya terkait Implementasi Syariat Islam, Dan semestinya Ulama Dayah harus berperan aktif dalam hal ini. dengan demikian peneliti tertarik untuk melihat peran ulama dalam implementasi syariat Islam di Aceh.


(30)

1.2. Perumusan masalah

Dalam penulisan suatu karya Ilmiah selazimnya di perlukan pembatasan masalah untuk mengkonkritkan masalah penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah berikut uraian-uraian yang telah di kemukakan di atas maka, penulis mencoba untuk mengambil permasalahan yaitu

1. Bagaimana posisi dan peran Ulama Dayah dalam Impementasi Syari’at Islam di Aceh.

2. Apakah selama pelaksanaan syariat Islam peran ulama dayah semakin penting atau terpinggirkan.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana posisi dan peran ulama dalam pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh. Sebagai tujuan penelitian peneliti mencoba untuk mencari menemukan solusi agar pelaksanaan Syari’at Islam diAceh berjalan sebagaimana yang diharapkan.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.4.1. Manfaat teoritis

Bermanfaat untuk menemukan gejala-gejala baru dalam masyarakat sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan atau menyempurnakan literatur yang telah ada dengan serta dapat menemukan formula baru yang relevan. khususnya dalam bidang sosiologi Hukum dan sosiologi Agama sebagai institusi sosial didalamnya diperlukan peran Ulama dayah.


(31)

Penelitian ini dapat menjadi kontribusi bagi pembaca dalam pengembangan bidang kajian Sosiologi (Sosiologi Agama dan Hukum) khususnya serta fakultas ilmu sosial dan ilmu politik secara umum yang berintegritas intelektual muda.

1.4.2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini diharapkan bisa menjadi kontribusi bagi pemerintah dan instansi terkait terhadap pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh. Terutama agar pelaksanaan pembangunan jangka panjang atau jangkan pendek yang dapat melibatkan Ulama secara total dan menyeluruh agar lebih cepat terealisasi ditengah masyarakat. Sehingga tepat sasaran sesuai dengan keinginan masyarakat yaitu mencakup:

1. Bagi ulama dayah Aceh mampu mengaplikasikan Ilmu dan prilaku yang dimilikinya dalam membimbing dan membina masyarakat sesuai masyarakat Islami tanah serambi mekah yang menuju kepada kemaslahatan umat.

2. Menjadi bahan data bagi kajian study untuk yang akan datang tentang peran ulama pada masyarakat aceh.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah tentang peran ulama dalam mengimplementasikan syari’at Islam di Aceh.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur dan Norma Masyarakat Aceh

Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan kepada perbedaan baik secara alami maupun konstruksi sosial. Sehingga diikuti dengan perbedaan status dan peran sesuai dengan kapasitas masing-masing, maka hal demikian disebut dengan Struktur sosial. Seperti yang dikatakan oleh Soejono Soekanto struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara posisi- posisi sosial dan antara peranan sosial. Maka masyarakat sebagai makhluk sosial juga tidak terlepas dari struktur sosial.

Struktur masyarakat teridentifikasi dengan stratifikasi sosial yang menentukan perbedaan kelas dalam masyrakat yang bersifat ekonomi. Seperti yang dikatakan oleh Horton dan Hunt bahwa terbentuknya Stratifikasi dan kelas-kelas sosial didalamnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial suatu strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum atau rangkaian kesatuan status sosial. Sementara Ralf Linton dalam pembahasan struktur sosial memperkenalkan dua konsep penting yaitu status dan peran (role). Status diartikan sebagai “a collection of right and duties” kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah ”dynamic aspek of status”. Menurut Linton seseorang yang menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. (Sunarto, 2000 hal 55).

Masyarakat sebagai suatu komunitas yang tidak terlepas dari komponen struktur sosial memiliki stratifikasi atau penggolongan masyarakat. Sehingga dengan status yang diemban juga berhubungan dengan peran. Adapun struktur masyarakat Aceh dalam


(33)

1. Golongan Umara/ Pemimpin yaitu golongan sebagai pemimpin rakyat karena kekayaan, wibawa, kecakapan baik dalam memimpin. Pimpinan yang dimaksudkan baik tingkat gampong maupun daerah.

2. Golongan Ulama merupakan mereka yang ahli dalam Ilmu agama serta diakui oleh masyarakat yang disertai dengan prilaku kerohaniannya.

3. Golongan saudagar, ini adalah golongan orang kaya yang bekerja sebagai pedagang. Dengan harta yang dimiliki dan senantiasa bersedakah/ infaq sehingga mereka lebih dihargai dalam masyarakat.

4. Golongan terpelajar yaitu mereka yang telah menamatkan pendidikan yang notabennya kedaerah perkotaan.

5. Golongan tani merupakan para petani yang memiliki lahan sendiri atau peninggalan orang tuanya dan secara kuantitas mereka memiliki jumlah yang sangat besar serta status asli, artinya kelompok lain pada awalnya juga berasal dari petani. Tak jarang dari golongan diatas memiliki peran ganda sebagai petani.

6. Golongan rakyat jelata yang merupakan buruh dan golongan ini tidak bergitu besar.

Bagaimanapun juga hubungan pelapisan yang paling menonjol pada masyarakat Aceh saat ini adalah Ulama dengan Umara. kapasitas yang mereka miliki masing- masing saling bekerja sama satu sama lain baik dalam birokrasi maupun masyarakat, hal ini dapat kita lihat dari administrasi terkecil Gampong (desa) dimana yang paling bertanggung jawab adalah Keuchik (kepala desa) yang bertugas mengurusi masalah adat dan Teungku


(34)

Imuem (Ulama) yang senantiasa mengusuri memberi keputusan penasehat Hukum dan melaksanakan acara keagamaan.( Taufik 1996 hal 157)

Status Ulama merupakan status yang diraih dengan usaha belajar Ilmu agama

(Achieved status), sehingga perannya dapat berupa kecakapan dalam mengkaji Agama baik dalam Pesantren yang di didiknya maupun masyarakat luas disebut sebagai ”warasatul anbiya” (penerus para nabi) perannya yang bersifat Kultural mencakup Syari’at dan aqidah. Disamping kewibawaan dan ketauladanan yang menjadi parameter keberhasilannya dalam menuntun umatnya kearah kemuliaan agama.

Selain agama banyak bentuk norma yang berlaku dalam masyarakat namun semua itu tidak mengikat masyarakat sehingga tidak selama norma dipatuhi oleh masyarakat secara menyeluruh. Maka demikian dibutuhkan norma Hukum yang merupakan aturan tertulis ataupun tidak tertulis yang berisikan perintah atau larangan yang memaksa dan yang akan memberikan sanksi yang tegas kepada yang melanggarnya. Secara sosiologis Hukum mempunyai dua aspek yang berlainan yang pertama adalah sistem norma (norm system) dan yang kedua adalah sistem pengendalian sosial (social control), kedua aspek hukum tersebut harus dilengkapi dengan aspek hukum lainnya yaitu Hukum sebagai konkritisasi atau perwujudan dari sistem nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat atau social engineering. (soekanto, 1995 hal 115). Dengan adanya hukuman bagi pelaku pelanggaran syariat maka akan ditindak tegas karena menyangkut hak orang lain. Norma disini di maksudkan sebagai Qanun atau peraturan daerah yang telah berlaku di NAD, maka Ulama dayah diposisikan sebagai kontrol sosial bagi anggotanya agar tindakannya lebih baik dalam waktu yang akan datang.


(35)

Masyarakat aceh yang fanatik akan mengikuti perkataaan ulama, karena ulama merupakan tempat bertanya masalah yang menyangkut kehidupan, terutama menyangkut norma baru yang dikaitkan dengan norma agama memerlukan penafsiran. Oleh karenanya apabila ulama mengatakan sesuatu masalah itu dapat dilaksanakan maka masyarakat akan melaksanakannya dengan tulus dan ikhlas.

Stratifikasi sosial yang diberikan masyarakat kepada ulama ini bersandarkan pada konsep- konsep agama islam baik melalui kitab suci maupun hadits yang disampaikan Nabi antara lain ”sesungguhnya yang takut kepada Tuhan dari hamba-hambanya adalah ulama”. ( TM. Ashashadiqi 1971: 700)

2.2 Peran Sosial Kepemimpinan Informal

Defenisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan suatu komunitas, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa- peristiwa para pengikutnya. Kepemimpinan juga dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara suka rela/ suka cita. Ada beberapa faktor yang menggerakkan orang lain yaitu karena ancaman, penghargaan, otoritas, dan bujukan.

Ketika kita merujuk pada prinsip kepemimpinan peran Ulama dayah cenderung bersifat kepemimpinan informal. Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang baik dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu, bawahan


(36)

dipimpin dari bukan dengan jalan menyuruh atau mondorong dari belakang. Pimpinan informal merupakan orang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin namun karena memiliki kualitas unggul, ia mampu mencapai kedudukan yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku kelompok atau masyarakat.( Kartini Sartono 1982 hal 6). Masalah yang selalu terdapat dalam membahas fungsi kepemimpinan adalah hubungan yang melembaga Dalam setiap organisasi selalu terdapat hubungan formal dan hubungan informal. Efektivitas kepemimpinan informal terlihat pada pengakuan nyata dan penerimaan dalam praktek atas kepemimpinan seseorang. Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada beberapa kriteria diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan "memikat" hati orang lain.

2. Kemampuan dalam membina hubungan yang serasi dengan orang lain. 3. Penguasaan atas makna tujuan organisasi yang hendak dicapai.

4.Penguasaan tentang implikasi-implikasi pencapaian dalam kegiatan-kegiatan operasional.

5. Pemilihan atas keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Kepemimpinan informal lebih kepada persoalan penilaian masyarakat terhadap pribadi tertentu dalam kaitannya dengan sistem sosial yang berlaku. Interaksi yang dinamis antara kedua unsur pribadi dan sistem sosial ini adalah faktor utama yang memapankan kepemimpinan itu. Hal ini berarti bahwa selama pribadi yang disebut pemimpin itu dianggap atau dinilai telah memenuhi kebutuhan dari sistem sosial komunitasnya, maka selama itu ia dapat mempertahankan ikatan emosional dengan para pengikutnya dan selama itu pula kepemimpinanya berlanjut. (e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara)


(37)

Kepemimpinan yang dimiliki ulama atau Teungku dayah dapat dikatakan sebagai bentuk pendelegasian dari yang maha kuasa (Allah). Karena bagi masyarakat Aceh jabatan yang dimiliki oleh ulama tidak datang dari aparatur pemerintah, namun jauh dari pada itu kepemimpinan tersebut datangnya langsung dari sang khalik. Khaligatul filardhi

merupakan konsep yang dipegang teguh sebagai pemimpin dimuka bumi. Bentuk dari pendelegasian tersebut antara lain perintah datangnya dari Allah kemudian melalulai para rasul, seterusnya melalui para ulama karena pada hakikatnya “ulama warasatul anbiya”

(ulama pewaris para nabi). Barang siapa yang melanggar aturan ulama maka ia juga melanggar aturan nabi dan seterusnya melanggar aturan Allah berupa murtad. Dan apabila hal itu terjadi maka telah sia- sialah ia menjadi muslim yang sejati.

2.3 Otoritas Kharismatik

Masyarakat Aceh traditional religius pedesaan sangat didominasi oleh pengaruh Ulama sebagai pemimpin kharismatik. mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan sebagai faktor penyebab Karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supranatural power), sehingga para santri yang belajar pada satu Teungku Dayah (Ulama) sangat enggan melawan ulama karena dikhawatirkan akan “Teumeurka” atau laknat Ulama yang berakibat tidak diberkahi Ilmu yang telah diberikan serta permasalahan ini tidak hanya berlaku dalam lingkngan pesantren saja namun juga dalam masyarakat umumnya. Dalam tradisi masyarakat Dayah Aceh, ulama senantiasa memiliki kekuatan tersebut perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis atau Teungku Keuramat (Ulama kramat).


(38)

Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin sebagai seorang pribadi. Istilah kharisma ditujukan kepada mereka yang dalam pengertian luas untuk menunjukkan daya tarik pribadi yang ada seseorang sebagai pemimpin. Weber

mengatakan dalam hal ini meliputi karakteristik-karakteristik pribadi yang memberikan inspirasi kepada mereka yang bakal jadi pengikut. Istilah yang digunakan oleh Weber

dalam menggambarkan para pemimpin-pemimpin agama yang berkarismatik dimana dasar pemikiran mereka adalah bahwa mereka memiliki suatu hubungan khusus dengan Ilahi.

Istilah kharisma akan diterapkan pada suatu mutu yang terdapat pada seseorang, yang kiranya ia terpisah dari orang biasa dan diperlakukan sebagai orang yang dianugerahi dengan kekuasaan atau mutu yang bersifat adduniawi, luar biasa atau sekurangnya kekacauan dalam bidang tertentu, mutu seperti ini menarik para pengikut yang setia kepada pemimpin kharismatik tersebut secara pribadi dan memiliki komitmen terhadap keteraturan normatif atau moral yang digambarkan. Menurut hal ini kepatuhan yang dimiliki para pengikut tergantung baik pada identifikasi emosional dengan pemimpin sebagai seorang pribadi maupun komitmen terhadap nilai-nilai absolut yang diajarkannya. (Douley 1994 hal 230). Dalam gaya kepemimpinan kharismatik para pengikut membuat atribusi (penghubungan) dari kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati prilaku- prilaku tertentu.

Ikatan evaluatif yang bersifat kepemimpinan ditentukan oleh keberhasilan pemimpin memenuhi harapan sosial terhadap peranannya. Ada dua harapan yang dikepada pemimpin yaitu:


(39)

1. Kemampuan untuk memimpin kearah tercapainya situasi yang dicitakan komunitasnya.

2. Kemampuan fungsinya dalam mempertahankan komunitas.

Namun demikian mungkin yang paling mempegaruhi kepemimpinan yang berlandaskan nilai keagamaan yang berhubungan dengan pertangung jawaban transendental, diharapkan Tidak hanya dalam hal bersifat keakhiratkan namun ulama senantiasa berperan sebagai tokoh. Hal ini karena harapan akan kesejahtraan rohani masyarakat yang apabila nasihat- nasihat ulama diemban dan dilaksanakan maka kebahagian hidup di dunia dan di akhirat akan tercapai. Apabila dalam suatu kampung tidak adanya ulama yang senantiasa memberi petuah maka kampung tersebut akan jauh dari keselamatan yang hakiki (Rahmatan lilalami) disini ulama diharapkan dapat mempertahankan komunitas Pedesaan. keterluluhan pribadi kedalam keharusan moral agama. (Taufik, 199 hal 64).

Sejauh ini peran ulama dayah dalam mengimplementasi syaria’at Islam masih dipertanyakan karena dalam hal ini kapasitas ulama sebagai pembuat qanun (perda). Sampai saat ini qanun masih dirancang oleh para ulama yang duduk di MPU. Ulama dayah tidak memiliki kapasitas dalam hal ini namun campur tangan ulama dayah masih exsis dan tidak jarang qanun yang dirancang terlebih dahulu didiskusikan antara MPU dan ulama dayah secara nonformal. Adapun tahap pemberlakuan qanun pertama di rancang oleh MPU seterusnya dibahas dalam sidang DPRD NAD setelah disahkan kemudian diundangkan. Setelah rancangan qanun tersebut diundangkan dalam perda kemudian dilimpahkan kepada dinas syari’at Islam untuk selanjutnya dijalankan sebagai fungsi eksekutif.


(40)

Kepemimpinan ulama dayah yang informal kharismatik dapat dilihat Pada saat konflik GAM- TNI keterlibatan penyelesaian yang melibatkan juga ulama, karena secara lebih rasional ulama adalah sosok yang masih dipercaya oleh pihak pihak yang bertikai. Selain itu, keterlibatan mereka adalah untuk memberikan nuansa moral dan kultur ke-Acehan Pada waktu UU Otsus 18/2001 dan CoHA, peran ulama dayah yang dimotori oleh RTA dan HUDA justru tidak terlalu menonjol Keduanya juga terlibat aktif dalam proses memberikan masukan. Ulama HUDA misalkan membuat forum di Lhokseumawe yang juga dihadiri oleh MPU Ada kalanya mereka melakukan mediasi informal dan ada kalanya mereka juga harus tampil didepan secara formal. Ada kalanya juga mereka tampil atas nama pribadi untuk menghindari efek yang lebih buruk bagi organisasi yang dipimpinnya, tapi juga sering kita lihat mereka tampil atas nama lembaga. Akan tetapi intinya mereka sangatlah berperan dalam proses rekonsiliasi konflik di Aceh. Peran mereka bisa memberikan pendekatan kultural dan moral ke-Acehan dalam nuansa berbeda. Peran mereka yang semacam ini terkadang tidak langsung terasa dalam waktu dekat, tapi sangat dirasakan efektifitasnya.(Aceh institude 14-05-2008)

Tipe otoritas ini didasarkan kepada suatu kepercayaan yang mapan terhadap kekuasaan tradisi-tradisi zaman dahulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimiliki. Jadi alasan penting orang taat kepada struktur otoritas ini adalah kepercayaan mereka bahwa hal ini selalu ada. Mereka menggunakan otoritas tersebut pada satu kelompok status yang traditional menggunakan otoritas atau mereka dipilih sesuai peraturan yang dihormati sepanjang tahun.

Hubungan antara tokoh yang memiliki otoritas dari bawahannya pada dasarnya merupakan hubungan pribadi. Sebenarnya kunci untuk memahami dinamika sistem


(41)

otoritas traditional adalah dengan melihat sebagai perpanjangan dari hubungan keluarga. Mereka yang patut memiliki rasa setia pribadi kepada pemimpinnya yang sebaliknya memiliki kewajiban tertentu untuk memperhatikan mereka kepada pemimipinnya yang sebaliknya memiliki kewajiban tertentu untuk memperhatikan mereka. Walaupun pemimpin dan bawahannya terikat kepada peraraturan traditional, namun masih ada keleluasaan bagi atasannya secara pribadi dalam menggunakan otoritasnya dan dalam keadaan seperti itu bawahan terpaksa taat.

2.4 Defenisi Konsep

2.4.1. Ulama : berasal dari kata ’alim yang berarti orang yang mengetahui atau orang yang berilmu, khususnya Ilmu Agama Islam serta bersikap mulia sesuai dengan karakteristik keilmuannya.

2.4.2. Teungku : panggilan terhadap Ulama Aceh khususnya yang telah memiliki pengetahuan tentang Agama serta mendapat pengakuan dari masyarakat.

2.4.3. Teungku Chik: Guru Besar / Syaikh (orang yang paling di tuakan dalam struktur dayah di Aceh) dan biasanya bersifat Keuramat (Memiliki Ilmu supra natural yang di berikan oleh ALLAH)

2.4.4. Peran (role): menjalankan dan kewajiban berdasarkan statusnya, atau hal yang berkenaan dengan perilaku karena status yang di sandang oleh seseorang.

2.4.5. Dayah: kesatuan kompleks yang didalamnya tergabung rangkang (rumah panggung) tempat belajar Ilmu agama yang masih menggunakan kurikulum Klasik serta dipimpin oleh seorang ulama Teungku (ulama).

2.4.6. Syari’at: seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial, hubungan


(42)

manusia dengan makhluk lainnya dialam lingkungan hidupnya atau Hukum yang berlaku bagi seluruh penganutnya dalam Islam yang merupakan Wahyu dari Ilahi sebagai tercantum dalam Al-Quar’an dan Hadits.

2.4.7. Qanun: peraturan pemerintah daerah Nanggroe Aceh Darussalam sebagai daerah syaria’at Islam yang diberlakukan kembali setelah beberapa Tahum lamanya (ketika kesultanan Aceh Darussalam).

2.4.8. Serambi Mekah: sebutan bagi provinsi paling barat sumatera yang sekarang disebut Nangro Aceh darusalam yang merupakam Pintu masuk Negeri Mekah ke Nusantara yang sebagai pusat peradaban Islam Dunia.

2.4.9. Kemukiman adalah gabungan dari beberapa Gampong (desa) yang mempunyai batas wilayah tertentu dan kekayaan sendiri dalam kedudukan di bawah kecamatan serta dipimpin oleh seorang Imeum Mukim yang mempunyai mengatur kewenangan dalam mengatur kebijakan antar gampong (desa).

2.5. Meudagang: Usaha mengenyam pendidikan dayah dimana para santri harus tinggal beberapa lamanya di Dayah untuk mendapatkan Ilmu Agama sampai pada akhirnya kembali ke kampung halaman dengan mendapat prediket Teungku (Ulama).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Keinginan peneliti untuk mengetahui Implementasi Syari’at Islam terkait peran Ulama Dayah, sudah selayaknya disertai perangkat metodelogi atau prosedur yang memadai. Berkaitan dengan itu, peneliti telah menggunakan metode penelitian yang diperkirakan akan dapat membantu mewujudkan maksud penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian studi kasus yaitu suatu metode dalam meneliti secara intensif, mendalam, mendetail, serta konfrehensif. Penelitian studi kasus ini merupakan penelitian untuk menggambarkan hubungan antar pribadi, kelompok, sub kebudayaan dan fenomena kunci ( Robert K. Yin 1996). Namun konsep kejadian atau peristiwa ini tidaklah diartikan segai peristiwa atau kejadian biasa yang menurut konsep bahasa inggris disebut event. Suatu kejadian atau peristiwa disebut perkara sehingga harus di telaah atau dicarikan cara penanggulangannya antara lain dengan cara studi kasus. Dengan demikian nantinya dari penelitian ini dapat dicari benang merah mengenai bagaimana peran ulama dayah dalam menegakkan syariat islam dan kemungkinan- kemungkinan hambatan sehingga nantinya akan dicari solusi dengan cara metode kasus.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Dayah yang berdomisili di sekitar Mukim (gabungan beberapa desa di bawah administrasi Kecamatan) Krueng Pasee kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara. Dalam teritorial kecamatan Syamtalira Aron terdapat


(44)

beberapa 4 mukim. Alasan peneliti memilih lokasi mukim Krueng Pasee karena di mukim tersebut merupakan pemukiman yang banyak terdapat dayah beserta ulama di kecamatan Syamtalira Aron. Disamping itu juga secara Historis di Krueng Pasee merupakan (sebutan aliran sungai ) yang terletak sekitar kerajaan pusat peradaban Islam Nusantara yaitu kerajaan Samudera Pasai. Dayah sekitar mukim memiliki tipe yang dapat di katakan cukup besar karena terdiri dari 4 Balee (tingkat pendidikan agama sederajat sekolah dasar dan menengah) seta terdiri dari 2 Rangkang (setingkat dengan pendidikan agama tingkat atas). Disini nantinya peneliti hanya memilih objek penelitian hanya empat dayah yaitu:

1. Dayah Budi Muzein Pimpinan Teungku Zakaria. 2. Dayah pimpinan Teungku Jufriansyah.

3. Dayah pimpinan Teungku Hasballah. 4. Dayah pimpinan Teungku Abdurrahman.

Adapun alasan mengapa peneliti memilih dayah atau pimpinan dayah tersebut yang akan di jadikan informan karena:

a. Dayah tersebut sudah lama berdiri

b. Santri yang belajar agama pada dayah tersebut jumlahnya relatif besar c. Dikenal baik oleh masyarakat sekitar

d. Pengikutnya dari masayarakat tradisional 3.3 Unit Analisis Informan

Unit analisis merupakan satuan tertentu yang di perhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1999: 132). Dalam penelitian ini peneliti membagi informan menjadi 2 kategori yaitu:


(45)

3.3.1. Informan kunci yaitu

Pimpinan dayah Krueng Pasee antara lain :

3.3.1.1. Pimpinan dayah Budi Muzein (Teungku Zakaria) 3.3.1.2. Pimpinan dayah Fathul Barry (Teungku Haballah)

3.3.1.3. Pimpinan dayah Remaja Pasee Darul mubtadi (Teungku Jufrisyah) 3.3.1.4. Pimpinan dayah Nurul Islam (Teungku Abdurrahman)

3.3.2. Informan biasa

Masyarakat atau para tokoh yang memahami yang mengetahui tentang peran ulama telah dewasa atau memiliki umur 23-60 tahun atau orang yang memahami masalah syari’at serta Hukum Islam.

3.3.2.1. Camat Kecamatan Syamtalira Aron 3.3.2.2. Imuem Mukim Krueng Pasee

3.3.2.3. Geuchik/ Kepala Desa masing-masing dayah 3.3.2.4. Tokoh masyarakat

3.3.2.5. Tokoh Pemuda. 3.3.2.6. Tokoh wanita

3.4Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulam data biasanya diperoleh melalui data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data primer

3.4.1.1. Observasi Non partisipan yaitu peneliti mengadakan pengamatan hanya pada waktu- waktu tertentu yang di butuhkan dalam pencarian data. Observsi tidak terlepas dari tiga unsur pendukung yaitu tempat, pelaku dan aktifitas itu sendiri. Demikian


(46)

observsi sangat diperlukan dalam sebuah penelitian guna mengumpulkan data dari lapangan baik bersifat verbal maupun nonverbal, sehingga dapat diketahui keabsahan atau kebenaran data yang diperoleh melalui proses wawancara lapangan (Moelong, 1993: 125). Dalam penelitian tersebut peneliti mengamati aktivitas teungku dayah terutama menyangkut pelaksanaan syaria’at Islam. Observasi yang dilakukan mencoba mengidentifikasi kegiatan Teungku dayah dari pagi hingga menjelang malam khususnya mengamati peran ulama dalam penerapan syari’at Islam.

3.4.1.2. Wawancara mendalam (Indept Interview) yaitu wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan guna memenuhi data-data yang diperlukan oleh peneliti dari tengku/ ulama dayah dan masyarakat yang memahami peran ulama untuk membantu menjawab masalah dalam penelitian. Metode wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara ( Interview giude) yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan. manfaatnya hanya untuk memudahkan dalam melakukan wawancara, penggalian data dan informasi, kemudian selanjutnya tergantung improvisasi di lapangan. Proses wawancara mendalam, diawali dengan pengantar. Pada pengantar ini, secara terbuka dan jujur peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari wawancara. Selanjutnya peneliti menyampaikan pertanyaan yang bersifat luas, dan diakhiri dengan bertanyaan terbuka. kemudian peneliti mencoba mengamati perilaku Ulama saat melaksanakan ritual keagamaan kemudian peran yang berdampak bagi masyarakat seperti menyelesaikan sengketa antara masyarakat sesuai dengan hukum Islam, dan biasanya kegiatan ini dilaksanakan oleh Teunku imum (ulama yang memiliki jabatan sebagai penasehat kapala desa) kendati tidak terlepas dari peran Teungku Dayah.


(47)

Peneliti juga mencoba mencari arah peran ulama, dengan cara menanyakan kegiatan keseharian Ulama dayah, kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat dampak serta tujuan yang hendak dicapai seperti mengayom dan mengarahkan masyarakat pada unsur-unsur agama serta tugas pembuatan qanun.

3.4.2 Data sekunder

Adaupun pelengkap data merupakan data-data yang digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, internet, dan lain-lain.

3.5 Interpretasi Data

Analisis data yang dikerjakan sejak peneliti mengumpulkan data yang dilakukan secara intensif. Setelah pengumpulan data selesai (J. Moleong 2002 ; 1990), pengelohan data ini dimulai dengan menela’ah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen resmi, buku literatur dan sebagainya.

Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditela’ah, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman atau konklusi dimana inti, proses , dan pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada dalam fokus penelitian.

3. 6. Jadwal Kegiatan

Untuk keefisienan waktu maka harus diatur semikian rupa agar jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan yang diharapkan. Adapun jadwal penelitian yang telah direncanakan oleh penulis adalah sebagai berikut.


(48)

Tabel 1

Tabel Jadwal Penyelesaina Tugas Akhir (Skripsi)

Kegiatan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV

Pra kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Seminar Proposal x Perbaikan proposal x x Persiapan penelilitian Pengurusan surat izin penelitian x x Persiapan intstrumen x x Penelitian

Observasi x x

Wawancara x Pasca penelitian Interpretasi data x x Penyusunan laporan x x Perbaikan laporan

\ x x

Sidang Meja Hijau

x

Catatan: jadwal penelitian ini dapat berubah kapan saja sesuai kondisi lapangan

3.7. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis akan mengalami berbagai macam keterbatasan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Keterbatasan yang bersifat internal penulis rasakan yaitu keterbatasan penulis akan pengetahuan tentang teknik penulisan ilmiah dan pendalaman metode penlitian sehingga penulis merasa perlu belajar banyak mengenai


(49)

mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Disamping itu juga dalam hal interpretasi data pun penulis juga merasa agak kesulitan dalam mengolah data baku menjadi data yang dapat disajikan secara ilmiah.

Sedangkan keterbatasan secara eksternal yang penulis alami adalah informan kunci relatif sulit dijumpai sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk menunggu kesenggangan waktu agar dapat dilakukan wawancara dengan mendalam. Kemudian juga menghadapi prangka dari sebagian informan sehingga penulis harus mampu meyakinkan informan agar mendapat data yang akurat.


(50)

BAB IV

DESKRIPSI HASIL DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Profil Wilayah

Kemukiman Krueng Pasee merupakan salah satu kemukiman bagian dari teritorial kecamatan Syamtalira Aron. Asal kata Krueng Pasee sendiri bermakna ”Krueng” yang artinya sungai dan ”Pasee” artinya Pasai atau kerajaan samudera Pasai. Dilihat secara historis konon menurut pengakuan warga setempat Krueng Pasee sendiri digunakan sebagai jalur perairan yang menghubungkan selat Malaka dengan daerah sekitar pedalaman kerajaan samudera Pasai pada masa kerajaan. Namun sekarang sungai tersebut sudah dangkal dan hanya digunakan warga untuk kebutuhan sehari- hari baik untuk mandi maupun mencuci keperluan rumah tangga.

Di Kecamatan Syamtalira Aron ada sedikitnya terdapat 4 kemukiman masing- masing Kemukiman antara lain Kemukiman Cibrek Tunong, Kemukiman Krueng Pasee, Kemukiman U’Blang Asan, Kemukiman Syamtara’il serta membawahi 34 Gampong. Sebagai masukan, ada sedikitnya 755 Kemukiman dan 6011 gampong/ Desa yang tersebar diseluruh Aceh. Diantara empat kemukiman tersebut di kemukiman Krueng pasee yang paling banyak terdapat lembaga pendidikan Islam tradisional baik kategori Balee, Rangkang ataupun dayah. Karena sejak dahulu sampai saat ini kemukiman Krueng Pasee banyak terdapat Teungku yang membangun dayah secara suka rela dan ini terus di turunkan baik kepada anaknya maupun kepada santri yang pernah mengenyam pendidikan agama di dayah. Dayah- dayah tersebut berdiri dengan kokohnya tanpa dipengaruhi oleh kebijakan Syari’at Islam namun tetap mendapat perhatian yang besar dari masyarakat.


(51)

Lokasi kemukiman krueng pasee tidak jauh dari Kuta Krueng yang merupakan titik konsentrasi kerajaan samudera pasai pada masa dahulu. Berdasarkan observasi, penulis melihat jumlah lembaga pengajian Islam justru lebih besar di Pemukiman Krueng pasee sendiri dari pada Mukim Kuta Krueng.

Secara Geografis letak wilayah Krueng pasee sebagai berikut • Utara : Berbatasan dengan Mukim Syamtalira’il • Selatan : Gampong Cibrek Baroh

• Barat : Gampong Meurandeh Kec. Samudera • Timur : Simpang Dama Kec. Tanah Pasir

Sedangkan letak orbitrasi, waktu tempuh dan letak kemukiman terhadap akses luar adalah sebagai berikut:

• Jarak Ibukota Kecamatan : 5km • Jarak Ibukota Kabupaten/ Kotamadya : 19Km • Jarak Ibu Kota Propins : 315 Km • Jarak dari jalan Negara : 2 km • Waktu tempuh Ibu kota Kecamatan : 15 Menit • Waktu tempuh Ibu kota Kabupaten : 30 menit

Kemukiman yang terdiri dari sembilan gampong tersebut sangat mudah diakses baik dengan transportasi roda dua maupun roda empat dengan kondisi jalan yang cukup baik. Di sekitar arah menuju pusat kemukiman krueng Pasee sebagian dipenuhi dengan areal pertanian persawahan dan perkebunan rakyat yaitu seluas 243 Ha dan selebihnya di huni untuk pemukiman penduduk yaitu seluas 194 Ha.


(52)

4. 2. Demografi Kemukiman

Dari segi kependudukan kemukiman Krueng Pasee jumlah penduduk tidak sebanding dengan luas wilayah, sehingga dikategorikan sangat minim jika dibandingkan dengan luas wilayah sekitar 437 Ha dan jika dibagikan secara merata dengan 1.114 kepala keluarga maka hanya 0,3 Ha lahan per kepala keluarga yang dimiliki oleh penduduk. Dengan jumlah penduduk yang relatif kecil di ikuti dengan penduduk yang dibawah umur hanya sekitar 30% menunjukkan rendahnya angka pertumbuhan penduduk dan rata-rata setiap keluarga hanya 3,7 atau hampir 4 orang/ kepala keluarga. Hal ini sedikit unik dimana biasanya didaerah Pedesaan seperti Kemukiman Krueng Pasee justru pertumbuhan penduduk cukup tinggi. Penduduk kemukiman tersebut juga bersifat homogen dimana cenderung tidak ada masyarakat pendatang terutama dari luar etnis Aceh.

Perlu diketahui bahwasanya hampir diberbagai wilayah Pedesaan di Aceh penduduk pendatang biasanya kaum lelaki tinggal pada suatu tempat tertentu karena meminang atau menikah dengan penduduk atau wanita setempat. Masyarakat Aceh yang taat pada adat istiadat pada dasarnya menganut sistem Matrilokal akan kewajiban untuk tinggal di rumah Istri pada beberapa waktu sampai adik perempuan istri yang berikutnya menikah. Dan juga sebaliknya para pemuda yang kawin ke luar wilayah maka akan harus menetap tempat sang istri, sehingga penduduk Aceh pada umumnya dan Kemukiman Krueng Pasee pada khususnya tidak mengalami peningkatan pada setiap tahunnya.


(53)

Komposisi Penduduk Kemukiman Krueng Pasee Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

No Nama

Gampong

Penduduk di

bawah umur Penduduk dewasa Jmh

Total Jml KK Laki-laki Perempan Laki-laki Perempuan

1 Matang meunje 96 64 157 166 483 139

2 Pante 128 122 148 162 560 144

3 Keutapang 157 155 268 270 850 226

4 Blang 103 86 154 153 496 124

5 Teugoh 43 32 82 74 231 64

6 T. Krueng Pasee 56 53 61 66 236 59

7 Mesjid 69 122 168 206 565 152

8 Teupin punti 31 33 38 38 140 36

9 Kumbang 114 111 186 185 596 170

Jml Total 797 778 1262 1320 4.157 1.114

Sumber: Monografi Kecamatan 2008

4. 3. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan Umum

Seperti masyarakat desa pada umumnya penduduk kemukiman Krueng Pasee pada dasarnya sangat kecil akan minat untuk bersekolah, berikut komposisi tingkat pendidikan penduduk Kemukiman Krueng Pasee:

Tabel 3

Komposisi tingkat Pendidikan Penduduk Kemukiman Krueng Pasee

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Tidak tamat SD 450

2 Tamat SD 991

3 Tamat SLTP 1898

4 Tamat SLTA 787

5 Perguruan tinggi 31

Total 4157

Sumber: Tingkat Pendidikan Kec. Syamtalira Aron 2008

Dari tabel diatas maka dapat kita lihat bahwasanya tingkat pendidikan penduduk kemukiman Krueng pasee masih minim, hal ini dapat dimaklumi mengingat sedemikian


(54)

tingkat pendidikan masyarakat desa pada umumnya. Disamping sarana lembaga pendidikan yang cukup minim juga sedikitnya hanya terdapat 4 unit sekolah SD/MI, 2 unit sekolah SLTP/MtS dan dipemukiman tersebut tidak memiliki sarana sekolah SMU sama sekali namun penduduk yang melanjutkan sekolah tingkat SMU di Kemukiman Ceubrek Tunong atau U’Blang Asan yang masih dalam kecamatan Syamtalira Aron.

Namun demikian masyarakat Kemukiman tersebut tidak bisa dikatakan awam dengan dunia Ilmu pengetahuan terutama ilmu agama. Masyarakat Krueng pasee dapat dikatakan masih kurang berminat untuk bersekolah umum yang lebih tinggi. Para orang tua cenderung menyekolahkan anak-anaknya terutama setingkat atau lulusan SMA kedayah-dayah yang terdapat diseantero Provinsi Aceh. Karena menurut mereka dengan menitipkan anaknya sampai pada pendidikan agama, besar harapan kelak akan menjadi Teungku yang dapat mengayomi masyarakat serta menjadikan ibadah setelah hidup di Dunia.

4.4. KomposisiJumlah Lembaga Pendidikan Agama Krueng Pasee

Sedikit berbeda dengan jumlah pendidikan agama dimana cukup terdapat lembaga pendidikan agama tersebut dapat kita lihat dari data kecamatan terhadap eksistensi berbagai macam tinggkat pendidikan agama di kemukiman tersebut baik di kategorikan Balee, (tipe C) Rangkang (Tipe B) maupun Dayah (Tipe A). Untuk lebih jelas dibawah akan di tampilkan Tabel Jumlah pendidikan agama/ traditional sebagai berikut:


(55)

Tabel 4

Komposisi Jumlah Pendidikan Agama Krueng Pasee

No Nama Dayah Pimpinan Gampong Jml santri Total Tipe

LK PR

1

Darul

Muta'alimin Tgk. Juharen Tengoh 27 28 55 B

2 Nurul Huda Tgk. Abdi Daud Blang 37 22 59 B

3 Darul Muttaqin Tgk. M. Amin Blang 12 38 50 C

4 Babussa'dah Tgk. M. Ali Nago Blang 11 23 34 C

5 Remaja Pasee Tgk. Jufrisyah, SE Keutapang 40 70 110 A

6 Miftahul Huda Tgk. Tarmizi B Keutapang 45 40 85 B

7 Darul Mubtadi Tgk. Ibrahim Tj. Kr.Pasee 53 56 109 A

8 Fathul Barri Tgk. Hasballah Pante 61 41 102 A

9 Nurul Islam Tgk.Abdurrahman Pante 75 89 164 A

10 AL- Mahfuza Tgk. Mukhlis Pante 64 27 91 B

11 Miftahul Kiram Tgk. Syarbaini Pante 15 15 30 C

12 Pase AL- Azzizah Tgk. Muhibuddin Matang Munye 16 11 27 C

13 Al- Mukmin Tgk. Razali T Matang Munye 18 16 34 C

14 Mift AL-Azzizah Tgk. Miswar, R Matang Munye 49 58 107 A

15 Nurul huda Tgk. Ahmad Matang Munye 20 15 35 C

16 Nurul Ikhlas Tgk. M. Yunus Matang Munye 9 19 28 C

17 Babul Khairat Tgk. A. Rahman Kumbang 32 45 77 B

18 Babussalam tgk. Hj. Salmiah Kumbang 13 9 22 C

19 Budi Muzein Tgk. Zakaria Mesjid 125 110 235 A

20 Miftahussalam Tgk. Abd. Halim Mesjid 35 41 76 B

Sumber: Balai Pengajian Kec. Syamtalira Aron 2008

Dari Tabel di atas maka diketahui sedikitnya ada 20 Unit lembaga pendidikan agama yang terdapat di Kemukiman Krueng Pasee. Di sini mewakili hampir semua gampong yang berdomisili di Kemukiman Krueng Pasee kecuali Gampong Keude Teupin punti, hal ini dikarenakan posisinya terletak disekitar tempat pasar. Diantara jumlah lembaga tersebut yang dapat dikategorikan sebagai Dayah atau yang ber Tipe (A) Remaja Pasee Darul Mubtadi, Nurul Islam, Fathul Barri, dan Budi Muzein yang menjadi konsentarasi dari penulis.


(56)

` Dalam penelitian ini penulis membuat kriteria informan menjadi dua jenis yaitu informan kunci dan informan biasa atau informan tambahan. Informan kunci disini terdiri dari para Teungku yang memimpin dayah baik dayah yang didirikan dihalaman rumah atau dayah yang didirikan oleh masyarakat gampong sehingga meminta seorang Teungku untuk mengasuh dayah. Adapun para pimpinan dayah tersebut yang pertama Pimpinan dayah Budi Muzein yaitu Tgk. Zakaria, Pimpinan dayah Fathul Barry Tgk. Hasballah, Pimpinan dayah Remaja Tgk. Jufrisyah, SE dan Pimpinan dayah Nurul Islam Tgk. Abdurrahman, Tgk. Miswar Pimpinan dayah Miftahtul AL-Azzizah dan Tgk. Ibrahim Pimpinan dayah Darul Mubtadi.

Sedangkan informan biasa sebagai pendukung bahan penelitian adalah Camat kecamatan Syamtalira Aron yaitu Bpk. Iskandar Gade, SE, Imuem Mukim Krueng Pasee yaitu Bpk. Muhammad Saleh, AR, Geuchik gampong Blang Bpk. Anwar, disini juga ada satu orang santri senior yang cukup berpengaruh dalam masyarakat yaitu Tgk. Zarkasyi disamping juga ada tokoh pemuda yaitu Mansur, Fauzi dan Abdul Ghafar serta satu orang tokoh masyarakat yang juga sebagai Guru SD yaitu Bpk Drs. Nadir , tokoh wanita yaitu Ibu Suryani dan yang terakhir adalah Mahasiswa Al- Muslim Muhammad Syukur yang mana semuanya tersebut telah diwawancarai. Berikut dibawah ini profil dari Mereka masing- masing yang diawali dengan informan kunci.

4.5.1 Teungku Zakaria (Pimpinan dayah Budi Muzein)

Teungku Zakaria atau sering disapa dengan Abu Karya oleh para santri maupun masyarakat merupakan sosok ulama yang berperawakan kurus tinggi dengan wajahnya di penuhi janggut dan jambang yang terlihat symbol ke Islamannya. Bagi muslim laki- laki


(57)

menurut ajaran Islam memelihara janggut merupakan suatu ibadah sunat. Dari gaya bicara Tgk. Zakaria memiliki jiwa humor yang tinggi namun beliau juga sangat tegas dalam melihat atau membicarakan mengenai syari’at Islam. Dayah yang dipimpin oleh beliau termasuk dayah yang terbesar di Kemukiman krueng pasee dimana sedikitnya terdapat 235 santriwan/ santriwati yang belajar Ilmu agama baik pada waktu siang maupun malam. Didayah tersebut juga banyak terdapat santri senior yang sedang “meudagang’ yaitu dengan memperdalam ilmu agama di hari-hari tertentu pada Abu dan kebanyakan waktu mereka dihabiskan untuk mengabdi kepada dayah dengan cara mengajar santri junior (setingkat SD/SMP) disamping pada siang harinya mereka bekerja pada koperasi dayah seperti kerajinan peci dan menjual kelontong.

Teugku Zakaria dapat dikategorikan ulama yang relative muda dimana umurnya masih 42 tahun dengan karir dalam Ilmu agama yang tidak dapat di ragukan. Beliau merupakan alumni lulusan dayah Mudi Mesra Samalanga Kabupaten Pidie Jaya yang cukup terkenal di Aceh. Dayah yang dipimpinnya kini juga masih berumur sangat muda yaitu didirikan sejak tahun 1999. Pembangunan dayah tersebut pada dasarnya bukanlah atas inisiatif beliau namun dari masyarakat serta bantuan pemerintah setempat. Walau demikian perkembangan dayah tersebut berkembang secara drastis berkat kerja kerasnya serta nama beliau yang cukup harum dalam masyarakat sehingga banyak para orang tua yang menitipkan anak mereka kedayah tersebut. Tgk. Karya sebenarnya bukanlah berasal dari masyarakat setempat namun beliau adalah warga pendatang yang menikah dengan wanita dikemukiman krueng pasee. Selain mengajar ilmu Islam pekerjaan beliau juga sama seperti masyarakat desa pada umumnya yaitu sebagai petani. Hari- hari beliau habiskan dengan bekerja di ”Glee” (kebun luas yang terletak di pedalaman) yaitu dengan


(58)

bercocok tanam berupa sayur-sayuran dengan kata lain beliau dapat dikategorikan masyarakat yang sedernahana. Selain bertani dan memimpin dayah kesibukan Tgk. Karya adalah dengan cara bersyia’ar Islam layaknya para kiayi pada umumnya yaitu dengan cara mengisi pengajian di Meunasah, Mesjid, Khotbah Jum’at dan juga pada majelis-majelis ta’lim sesuai dengan jadwal rutin ataupun apabila ada undangan dari Gampong ke Gampong. Biasanya waktu beliau pada siang hari senantiasa ke “Glee” dan ketika malam tiba melakukan pengajian dan mengurus dayah.

4.5.2. Teungku Haballah (Pimpinan dayah Fathul Barry)

Teungku Haballah yang sering disapa dengan nama Tgk. Raja merupakan pimpinan dayah Fathulbarry yang berlokasi digampong pante. Menurut informasi Nama Tgk. Raja dinobatkan oleh masyarakat dan santri karena beliau sangat kagum dengan para Sultan/ Raja- raja khalifah Islam pada masa setelah Rasullah wafat. Sehingga pada setiap kali berceramah beliau sangat sering menceritakan kehebatan raja- raja tersebut kepada majelis. Sosok Tgk. Raja cukup pendiam dan berbicara seadanya. Dalam berbicara intonasi suaranya sangat cepat sehingga audiens yang belum mengenal beliau sangat sulid mencerna perkataan atau makna yang disampaikan.

Dilihat dari usia, Tgk. Raja dapat dikatakan cukup berpengalaman serta senior dikalangan Ulama dayah, hingga saat ini umurnya sebaya dengan umur Rasullah ketika wafat yaitu 65 tahun. Gelar Teungku diperolehnya dari dayah darusalam Labuhan Haji Aceh selatan pada tahun1964. Dayah yang dipimpinnya telah berdiri sejak tahun 1983 atau hingga saat ini telah berumur 27 tahun yang hingga kini banyak santri- santri yang telah ajarkan. Namun dayahnya tidaklah mengajarkan Ilmu agama secara mendalam/ tinggi, pada saat penulis bertandang kerumahnya beliaulah yang sedang mengajar


(59)

anak-anak santri sendiri. Pekerjaan sehari-hari Tgk. Raja adalah bertani atau bersawah. Selain memimpin dayah Tgk. Raja juga dipercayai sebagai Imuem (Imam) mesjid Al- Ikhlas yang terletak di keude tepin punti serta termasuk kedalam anggota MPU kecamatan Syamtalira Bayu. Sebagai Teungku dayah beliau termasuk memiliki karir yang cukup gemilang.

4.5.3 Tgk. Jufriansyah, SE (Pimpinan dayah Remaja Pasee)

Dayah remaja pasee merupakan dayah yang masih relative baru berdiri yaitu sejak tahun 2002 namun hingga kini telah memiliki santriwan/ santriwati sebesar 110 orang. Nama remaja pasee diberikan untuk menimbulkan nuanasa santai terutama bagi kalangan muda. Selama ini nama- nama dayah diadobsi dari bahasa arab sehingga bagi orang-orang yang tidak mendalami bahasa arab maka akan sulid menafsirkan. Pimpinannya sendiri merupakan seorang sanjana namun sebelumnya beliau juga telah mengenyam pendidikan agama selama 6 tahun disamalanga dan S1 ekonomi diselesai di Universitas Jabal Ghafut selama 4 tahun.

Teungku Jufriansyah atau sering disapa dengan sebutan Tgk. Jufri merupakan warga pendatang digampong keutapang yang berasal dari Samalanga Aceh Jeumpa. Dilihat dari usia teungku jufri merupakan Tgk yang paling muda diantara informan kunci lainnya yaitu masih 37 tahun. Pekerjaan beliau selain memimpin dayah adalah wira usaha dengan membuka toko kelontong di Keude Geudong ( berjarak 2Km dari dayah).


(60)

4.5. 4 Tgk. Abdurrahman (Pimpinan dayah Nurul Islam)

Ada dua lembaga pengajian selevel dayahdigampong keutapang disamping dayah Fathul Barry adalah dayah nurul Islam. Nurul Islam juga dapat dikategorikan dayah baru dan dipimpin oleh Tgk. Abdurrahman. Dimana sebelumnya Beliau hanya sebagai Ulama biasa yang tidak mengajar didayah. Sejak akhir tahun 2003 Tgk. Raman yang akrab disapa oleh masyarakat dan santri, berinisiatif untuk mengemban ilmunya serta untuk menampung minat para orang tua untuk mengasuh anaknya di Dayah. Sekilas kami melihat Tgk. Raman yang berperawakan gemuk dan tinggi sangat santun dan juga tegas. Beliau merupakan alumni lulusan dayah panton labu pimpinan Abu Ibrahim yaitu ketua HUDA (Himpunan Ulama Dayah Aceh) Kab. Aceh Utara.

Hingga saat ini Tgk. Raman telah memiliki sejumlah 164 santri yang belajar berbagai kitab baik kitab Arab jawo (sebutan kitab berbahasa melayu) maupun kitabKuning (kitab bahasa Arab). Tgk. Raman termasuk memiliki jam terbang yang tinggi dalam mengisi pengajian di majelis Ta’lim hal ini terbukti dengan sulidnya untuk menjumpai beliau baik dirumah ataupun didayah.

Berdasarkan observasi Sekilas penulis melihat pemikiran beliau dalam memandang syaria’at Islam cukup kritis, dan juga pesimis bahkan beliau juga angkat tangan dengan peran pihak- pihak terkait menyangkut pelaksanaan Syari’at Islam dan banyak hal- hal lainnya yang telah dipetik dalam draf wawancara. Ayah dari enam orang anak tersebut hingga saat ini telah memasuki umur 61 tahun dan beliau senantiasa mengirim anak-anaknya pada pesantren atau dayah terkemuka di aceh yaitu antara lain di Labuhan Haji. Perlu diketahui bahwasanya motivasi mendirikan dayah sebenarnya


(1)

94 sebagai contoh. Kemudian kendala lainnya adalah berupa masih banyak persoalan dimasyarkat yang belum di lengkapi dengan qanun. Sebgai temuan dilapangan terkait perda atau qanun dimana peran ulama ditingkat gampong cukup intensif kendati diluar qanun yang ditetapkan (ibadah, maisir, khalwat, khamar) ulama telah bertindak terlebuh seperti pada kasus diatas mencakup persengketaan tanah. Dan ini untuk masa yang akan datang juga mendaji pertimbangan bagi legeslatig dalam hal ini MPU dalam merancang qanun syari’at Islam.

5.2. SARAN

Sebagai saran dan rekomendasi yang dapat di berikan antara lain

1. Perberlakuan atau implementasi syari’at Islam sebaiknya harus menyentuh semua kalangan terutama masyarakat akar rumput (grass root) agar syari’at islam dapat terealisasi sebagaimana yang diharapkan.

2. Semua pihak harus sepakat bahwa pelaksanaan syari’at Islam di aceh merupakan jalan yang terbaik dalam menjawab persoalan rakyat Aceh sebagai daerah yang berbasis Islam secara kaffah.

3. Dalam penerapan hukum tidak ada diskriminasi terhadap siapa saja oknum yang terlibat atau melanggar dari ketentuan syari’at harus ditindak tegas sebagai mana hukum yang berlaku.

4. Ulama dayah traditional harus mendapatkan tempat yang istimewa dalam praktek-praktek keagamaan dan syari’at guna mendapat perhatian rakyat khususnya rakyat pedesaan dengan jumlah yang besar.


(2)

5. Salah satu jalan yang harus ditempuh adalah dengan cara melibatkan ulama dayah dalam sosialisai implementasi di tingkat kecamatan secara intensif dan bidang pendidikan khususnya terkait pendidikan agama islam.

6. Harus adanya pengakuan secara legal dan melembaga terhadap eksistensi ulama dayah berupa pemberian setifikat sehingga ulama dayah dapat berkiprah di tingkat yang lebih tinggi.

7. Lulusan dayah traditional dapat diperbantukan atau direkrut untuk posisi- posisi strategis pada lembaga syariat Islam seperti Wilayatul Hisbah (WH) yang sering disebut dengan polisi syari’at agar penyimpangan pada tataran kelembagaan mencakup oknum dapat ditekan sebagaimana yang terjadi di daetah Aceh timur pada beberapa waktu yang lalu.


(3)

96

DAFTAR PUSTAKA

Al Yasa' Abubakar, 2005. Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.. Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam NAD

Arikunto, Suharsini.2001, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktis, Jakarta : Mutiata Sumber Widya.S

Abdullah, Taufik.1996, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta, Raja Grafindo persada,

_____________, 1996, Islam dan Masyarakat, Jakarta, Pustaka LP3ES Indonesia John W. Creswell, 1994, University of Nebraska, Lincoln Creswell,

Johnson, Doyle Paul, 1990, TEORI SOSIOLOGI klasik dan modern, Jakarta. Jilid II PT. Gramedia

Nasir, Haedar, 2007. Gerakan islam syari’ah, Jakarta. Pusat study agama dan peradaban.

Moleong, Lexy, 199. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung. Remaja Rosda Karya.

Poloma, Margaret. 1996, Sosiologi Kontemporer. Jakarta, Grafindo persada Raharjo, Dawan. 1988, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta, Pustaka LP3ES

Indonesia.

Sitorus, M , 2003, Pengenalan Sosiologi, Jakarta. Erlangga

Soekanto, Soejono. 1974, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan penerbit Universitas Indonesia, Cet. 3.


(4)

Sunarto, Kumanto, 2002, Pengantar Sosiologi, Lembaga penelitian fakultas ekonomi Universitas Indonesia.

Said, Muhammad. 1994, Aceh Sepanjang Abad.

Suyatno, Bagong, 2004, Sosiologi Teks dan Pengantar, Jakarta, Kencana Prenada Median Group

Yin, Robert K. 1996, STUDI KASUS desain dan metode, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

YBD dan Lily. H, 2003, Gagasan Pemberlakuan Syari’at Islam. Jakarta, Nisita Surya wati, Maryanti, 2006. Sosiologi, Jakarta. Penerbit Esis

http// www. Aceh institude. Com (Kolom peran Ulama Dayah, edisi Desember 2008)\

http// www. Aceh institude. Com (Kolom pergeseran peran ulama, edisi /240907) http// www. Aceh institude. Com (kolom Kekuatan Ulama edisi 051107)

http/(kolom Majelis Permusyawaratan Ulama 2008)

(e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara)kepemimpinan dalam organisasi 2007


(5)

98

PERAN ULAMA DAYAH DALAM IMPLEMENTASI SYARI’AT ISLAM DI ACEH

Draf wawancara A. Profile Informan kunci :

Nama :

Tempat/ Tgl. Lahir :

Pekerjaan :

Alamat :

1. Sudah berapa lama Dayah anda berdiri

2. Siapakah yang pertama sekali merintis berdirinya dayah tersebut 3. Sudah berapa lama anda memimpin dayah

4. Apa motivasi anda mendirikan atau memimpin dayah

5. Darimana anda mendapat dana dalam operasional dayah tersebut 6. Apa pekerjaan anda selain memimpin dayah

7. Bagaimana peran anda dalam masyarakat, terutama masyarakat sekitar 8. Bagaimana persepsi anda tentang pemberlakuan syaria’at Islam di Nanggro

Aceh Darusalam sejak tahun 2004

9. Apakah anda berperan atau terlibat langsung dalam pelaksanaan syari’at Islam 10.Secara pribadi apakah anda mendapat manfaat dalam pemberlakuan syari’at

Islam

11. Menurut pendapat anda sejauh mana perberlakuan Syaria’at Islam di Aceh hingga saat ini

12.Sebaiknya apa yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak terkait ( Dinas Syari’at) agar program syari’at Islam berjalan sebagaimana mestinya 13. Perubahan apakah yang anda lihat dalam masyarakat dengan adanya

Implementasi syari’at Islam

14.Apa harapan anda kedepan terkait pelaksanaan syari’at Islam di Aceh


(6)

B.

C. Informan biasa

Nama :

Tempat/ Tgl. Lahir : Pekerjaan :

Alamat :

1. Apa pendapat anda tentang dayah

2. Bagaimana anda melihat peran teungku dayah dalam kehidupan masyarakat 3. Selain membimbing santri apa kesibukan dari pada Teungku dayah

4. Apakah anda memahami tentang syari’at Islam

5. Bagaimana anda melihat pemberlakuan syariat Islam di Aceh 6. Hingga saat ini sejauh mana pemberlakuan syariat Islam di Aceh 7. Apakah anda merasa manfaat dari pemberlakuan syariat Islam di Aceh 8. Siapakah yang terlibat dalam Implementasi syaria’at Islam

9. Bagaimana anda melihat hubungan antara Ulama dayah (sebagai tokoh agama) terhadap Implementasi syariat Islam

10. Apakah Ulama dayah perlu dilibatkan dalam Implementasi syaria’at Islam 11.Bagaimana peran ulama dayah dalam Implementasi syariat Islam

12.Apakah ada perubahan aktivitas ulama dalam Implementasi syaria’at Islam 13.Apa yang seharusnya dilakukan oleh para Teungku dayah (Pimpinan dayah)

agar Implementasi syari’at Islam berjalan sebagaimana mestinya 14.Apa harapan anda agar syariat Islam berjalan sebagaimana mestinya