Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan IMD

Biasanya setelah beberapa hari, pembendungan akan berhenti. Tetapi, ibu yang menderita pembendungan harus ditolong agar merasa tetap nyaman dan terus menyusui bayinya walaupun payudaranya terbendung. Bila tidak ditolong, proses menyusui bisa gagal. 2. Ada Benjolan Nyeri pada Payudara a. Saluran Terhambat Kadang-kadang saluran terhambat, sehingga ASI dari segmen payudara tersebut tidak mengalir dan terbentuk benjolan nyeri. Pada wanita yang berkulit terang, kulit di atas benjolan akan terlihat kemerahan.

b. Mastitis

Jaringan payudara bisa terinfeki jika saluran yang tersumbat tidak dibersihkan. Infeksi bisa menyebar ke segmen lain. Payudara yang terbendung juga bisa terinfeksi. Mastitis adalah keadaan payudara ibu membengkak dan nyeri. c. Abses Payudara Abses bisa terjadi pada bagian payudara yang terinfeksi jika saluran yang tersumbat atau yang mengalami mastitis tidak segera diobati. Payudara bengkak, terasa panas, nyeri, dan berisi cairan. 3. Puting Susu Nyeri Kesalahan posisi bayi dalam mengisap adalah salah satu penyebab nyeri pada puting susu. Bayi tidak cukup banyak memasukkan areola ke mulutnya, dan hanya mengisap dari ujung puting susu saja. Keadaan ini disebut nyeri puting susu karena salah posisi. 4. Kulit Puting Susu Pecah Bila kulit puting susu rusak, bakteri bisa memasuki jaringan payudara dan menyebabkan mastitis atau abses payudara. Infeksi lebih mungkin terjadi bila bayi berhenti menyusu sehingga ASI tidak dikeluarkan. Menurut Soetjiningsih 1997, faktor-faktor yang menyebabkan ibu bisa tidak menyusui bayinya adalah : 1. Pada ibu dengan TBC aktif, asal sudah mendapatkan pengobatan, ibu masih tetap boleh menyusui. Sedangkan pada bayinya dapat segera diimunisasi BCG. 2. Pada ibu yang sakit berat biasanya produksi ASInya menurun, asal ibu mendapat pengobatan yang tepat dan diet yang baik, maka setelah ibu sembuh bisa kembali menyusui bayinya. 3. Pada ibu-ibu yang malnutrisi, produksi ASI lebih sedikit daripada ibu yang gizinya baik. Dengan suplementasi makanan, maka produksi ASI bisa ditingkatkan. 4. Pada ibu yang menderita Hepatitis B atau AIDS, masih terdapat beberapa pendapat. Ada yang menganjurkan agar ASI tetap diberikan kepada bayi, terutama di negara-negara berkembang, karena nilai gizi ASI yang tinggi. Tetapi ada pula yang menentang pemberian ASI tersebut, dengan alasan bayi belum tentu ketularan ibunya pada saat mereka lahir, sehingga perlu dicegah penularan melalui ASI yang mungkin terkontaminasi virus hepatitis BHIV, misalnya akibat dari puting susu ibu yang lecet, atau sebab lainnya. Penularan vertikal dari ibu yang menderita AIDS pada bayinya berkisar antara 25 sampai 50. Penelitian di Taiwan membuktikan bahwa ASI cukup aman untuk bayi. Pada 11 bayi yang menyusu dari ibu yang menderita heptitis C, ternyata pada