2.6 Kinetika Pembentukan Produk
Sangat jarang dijumpai bioproses yang menghasilkan produk tunggal. Setiap pertumbuhan mikroba selalu diikuti dengan pembentukan produksi satu atau beberapa
metabolit maka reaksi secara keseluruhan selalu stoikiometri serta mengikuti hukum kekekalan massa. Selain pemantauan biomassa secara serentak juga dilakukan
pengukuran produk metabolit serta berkurangnya substrat persatuan waktu. Hubungan ini umumnya disajikan dalam bentuk kurva. Hubungan kinetika pertumbuhan dan
pembentukan produk metabolit tergantung pada peranan produk di dalam metabolisme sel.
Ada tiga pola yang dikenal dalam hubungan tersebut a.
Pola pertumbuhan yang berasosiasi dengan pembentukan produk Pada umumnya dijumpai pada proses yang produknya merupakan hasil langsung
pada suatu jalur katabolik, misalnya pada fermentasi gula menjadi etanol b.
Pola pembentukan produk yang tidak berasosiasi dengan pertumbuhan Pada pembentukan produk yang tidak berasosiasi dengan pertumbuhan
umumnya terjadi pada fermentasi yang menghasilkan metabolit sekunder misalnya pada fermentasi antibiotik dimana pembentukan produk terjadi pada
akhir fermentasi c.
Pola campuran pertumbuhan berasosiasi dan tak berasosiasi Pada beberapa fermentasi pertumbuhan dan pembentukan produk mempunyai
hubungan sebagian misalnya pada fermentasi asam laktat, pululan dan xanthan. Pola ini disebut campuran pertumbuhan berasosiasi dan tak berasosiasi, dan laju
pembentukan produk berbanding lurus baik dengan konsentrasi sel maupun laju pertumbuhan. Model ini dikemukakan oleh Leudeking dan Piret 1959 sehingga
disebut dengan model kinetika Leudeking Piret Bailey, 1986.
2.7 Pemilihan Bioreaktor
Universitas Sumatera Utara
Bioreaktor adalah suatu unit alat yang digunakan untuk tempat berlangsungnya suatu proses biokimia dari bahan mentah menjadi bahan jadi atau zat tertentu yang
dikehendaki, dikatalisis oleh suatu enzim yang terdapat pada mikroorganisme hidup atau enzim-enzim terisolasi. Suatu bioreaktor harus dapat memberikan kondisi
optimum kepada mikroba penghasil enzim ataupun enzim terisolasi agar produksi bahan yang dikehendaki memperoleh hasil maksimum. Untuk itu umumnya suatu
bioreaktor memerlukan pengatur-pengatur suhu, pH dan oksigen terlarut. Di samping itu diperlukan bahan baku, bahan nutrisi yang cukup dan serasi dengan sifat enzimnya
Muljono, 1992. Reaktor biokimia atau bioreaktor diklasifikasikan menjadi dua kategori utama :
1 Fermenter mikrobial
2 Reaktor enzim Rao,2005.
Dalam kegiatan bioproses terdapat 2 komponen penting yaitu biokatalis enzim atau sel hayati penghasil enzim dan kondisi lingkungan. Kedua komponen tersebut
sangat penting dan berguna agar katalis dapat bekerja secara optimal. Lingkungan optimal ini dapat dicapai dengan menempatkan biokatalis dalam wahana yang disebut
bioreaktor atau biofermentor. Oleh karena itu bioreaktor dan seluruh sistem dalam bioreaktor harus dirancang
sebaik mungkin agar proses yang dilakukan oleh biokatalis dapat berlangsung seoptimal mungkin. Selama proses suasana reaksi harus dapat dipantau dan
dikendalikan. Bioreaktor harus memberikan lingkungan fisik sehingga biokatalis dapat
melakukan interaksi dengan lingkungan dan bahan nutrisi yang dimasukkan ke dalamnya. Dalam praktek dikenal 2 sistem bioreaktor yakni bioreaktor monoseptik
misalnya dalam pembuatan ragi roti yeast dimana pembuang limbah sisa fermentasi dari dalam bioreaktor dapat dilakukan tanpa sterilisasi tapi cukup dicuci saja.
Bioreaktor aseptis misalnya dalam pembuatan antibiotik asam-asam amino, protein sel tunggal PST dimana setelah pembuang limbah alat harus disterilisasi pada
Universitas Sumatera Utara
autoklaf. Optimasi pertumbuhan biokatalis dan pembentukan produk dalam bioreaktor harus memperhatikan faktor-faktor berikut ini
1. PH
2. Suhu
3. MediaSumber Energi
4. Inhibitor
5. Inokulum yang baik
6. Kondisi fisiko kimiawi yang baik yang optimal
Bioreaktor sebagai wahana proses memegang peran penting dalam industri yang mendayagunakan reaksi-reaksi biokimia yang dilakukan oleh sel mikroba, tanaman
atau hewan sebagai penghasil enzim Aiba, 1973. Alat atau perlengkapan yang memberi kondisi untuk berlangsungnya bioreaksi dinamakan pula fermentor. Alat ini
dapat dibuat dalam berbagai tipe. Menurut Denbigh dan Turner, jenis fermentor dapat digolongkan dalam tipe berikut :
1. Fermentor Batch FB
2. Fermentor Teraduk Kontinu FTK
3. Fermentor Tubular FT
4. Fermentor Bed Cair FBC
Perkembangan terciptanya tipe-tipe tersebut sebagian besar dipengaruhi sifat- sifat dasar mikroorganisme yang sangat bervariasi. Salah satu sifat mikroorganisme
yang menguntungkan adalah pada umumnya kadar airnya cukup tinggi sekitar 60-95 sehingga kerapatannya hanya berbeda sedikit dari air. Jadi untuk menjaga
suspensi bakteri hanya diperlukan gerakan hidrodinamik yang kecil, antara lain dapat dilakukan dengan menggerakkan perlahan-lahan cairan sekitarnya dengan alat
pengaduk atau mekanik mengalirkan udara melalui media atau mengoncangnya. Fermentor tipe batch FB adalah jenis yang asli yang mempunyai kelemahan
terutama dalam kecepatan produksi. Kondisi bahan maupun mikroorganisme dalam fermentor batch secara menyeluruh mengalami perubahan seiring dengan waktu
Universitas Sumatera Utara
sampai pada tingkat tertentu saat pemanenan harus dilakukan untuk proses lebih lanjut, seperti pemurnian dan lain sebagainya.
Pada fermentor teraduk kontinu terdiri dari deretan bejana silindrik yang dilengkapi masing-masing dengan alat pengaduk. Pemasukan bahan diberikan ke
dalam bejana secara periodik. Bahan terfermentasi sebagian dipindahkan ke bejana selanjutnya dalam periode yang sama dalam pemberian pertama. Setelah melalui
bejana, bahan terfermentasi dipanen untuk diproses lebih lanjut. Fermentor demikian mudah mengontrol pH dan suhunya.
Fermentor tubular terdri dari suatu tabung yang biasanya agak memanjang untuk menjamin berlangsungnya fermentasi secukupnya selama proses dalam tabung untuk
dipanen pada terminal terakhir. Fermentor demikian umumnya lebih sulit untuk dilengkapi dengan sarana kontrol kondisi dan penyiapan alatnya sedemikian rupa
sehingga menjamin homogenitas untuk seluruh ruangan dan mengurangi pengaruh perubahan fisik terhadap waktu proses Muljono, 1992.
Sistem bioreaktor bagi pertumbuhan mikroorganisme dapat diklasifikasikan sebagai sistem tertutup atau terbuka. Suatu sistem dipandang tertutup bila bagian
esensial sistem tersebut tidak dapat memasuki atau meninggalkan sistem tersebut. Jadi, dalam sistem batch tradisional atau sistem fermentasi tertutup, semua komponen
nutrien ditambahkan pada awal proses fermentasi dan sebagai hasilnya, laju pertumbuhan organisme yang ada di dalamnya akhirnya akan berkurang hingga
mencapai jumlah nol karena penurunan jumlah nutrien atau pemupukan limbah yang beracun.
Karena alasan inilah, metabolisme organisme dalam proses batch tertutup selalu berada dalam keadaan berubah-ubah. Akan tetapi, sebagian besar sistem bioteknologi
yang mutakhir akan bekerja sebagai proses batch dengan kondisi yang dibuat optimal untuk menghasilkan pembentukan maksimal produk yang dikehendaki, misalnya
dalam proses pembuatan bir, antibiotik dan enzim.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran bioreaktor produksi dalam industri berkisar antara 10.000 hingga 20.000 liter walaupun sebuah bioreaktor raksasa yang berukuran 4 juta liter baru-baru ini
diizinkan pembangunannya. Bioreaktor yang berukuran kecil terutama digunakan untuk menghasilkan produk dengan volume rendah dan harga tinggi, seperti enzim
serta zat-zat kimia tertentu, sementara bioreaktor yang berukuran besar digunakan secara luas untuk menghasilkan antibiotik, asam-asam organik, dan lain-lain.
Modifikasi pada proses batch tersebut adalah sistem fed-batch dan dalam sistem ini dapat ditambahkan sejumlah nutrien selama proses fermentasi untuk mengatasi
deplesi nutrien, atau ditambahkan sejumlah senyawa yang baru sebagai aktivator selektif, misalnya dalam proses membuat ragi untuk industri pembuatan roti. Namun
demikian, sistem tersebut tetap tertutup karena tidak ada aliran keluar yang kontinu. Berbeda dengan sistem di atas, suatu sistem fermentasi dianggap terbuka bila
semua komponen pada sistem tersebut seperti organisme dan nutrien dapat terus- menerus memasuki dan meninggalkan bioreaktor. Jadi, sistem bioreaktor terbuka atau
aliran kontinu mempunyai masukan media nutrien yang baru dan keluaran biomassa serta produk lainnya secara kontinu Smith, 1995.
Dari penelitian yang dilakukan, digunakan alat pengaduk pada proses fermentasi untuk memutuskan proses terbentuknya asam asetat dengan bantuan bakteri
Acetobacter xylinum sehingga diperoleh hasil vitamin C. Peneliti juga mengatur pH 4- 4,5 pada suhu kamar dengan menjaga kondisi optimal bakteri dalam proses biosintesis
vitamin C.
2.8 Acetobacter Xylinum