Struktur dan Sifat - Sifat Vitamin C

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur dan Sifat - Sifat Vitamin C

Vitamin C http:en.wikipedia.orgwikiVitamin_C Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C 6 H 8 O 6 Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim Askorbat oksidase, sinar, temperatur yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dihidroaskorbat. Vitamin C dengan iodin akan membentuk ikatan dengan atom C normor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang Sudarmadji, 1989. . Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190-192 °C. Bersifat larut dalam air sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam kloroform, eter dan benzen. Dengan logam membentuk garam. Sifat asam ditentukan dengan ionisasi enol grup pada atom C nomor tiga. Vitamin C merupakan senyawa turunan gula yang sangat penting. Banyak dijumpai dalam berbagai tanaman seperti sitrus, Hungarian Paprika, Green Wallnuts serta beberapa jaringan hewan. Vitamin C diperlukan di dalam diet diet essensial untuk mencegah penyakit scurvy sehingga biasa juga disebut vitamin anti skorbut. Universitas Sumatera Utara Struktur asam askorbat pertama sekali dikemukakan oleh Haworth. Asam askorbat disintesa secara komersial dengan bantuan bakteri berlangsung sebagai berikut : red oks Acetobacter red oks D-glukosa D-sorbitol L-sorbosa Vitamin C Acetobacter Vitamin C merupakan asam kuat dengan nilai pKa 4,21 dalam bentuk kristal, cukup stabil tetapi sangat mudah teroksidasi bila dalam bentuk larutan dan di udara terbuka. Tes iodin dan 2,6-dichlorophenolindophenol adalah merupakan tes kuantitatif yang spesifik untuk menentukan konsentrasi asam askorbat West, 1966. Asam askorbat vitamin C adalah suatu zat organik yang merupakan ko-enzim atau ko-faktor pada berbagai reaksi biokimia di dalam tubuh. Salah satu peran utama asam askorbat adalah proses hidroksilasi prolin dan lisin pada pembentukan kolagen. Kolagen adalah komponen penting jaringan ikat, oleh sebab itu vitamin C penting untuk kelangsungan hidup jaringan ikat. Dengan demikian vitamin C berperan penting pada proses penyembuhan luka, adaptasi tubuh terhadap trauma dan infeksi. Vitamin C ini harus tersedia secara kontinu dalam makanan sehari-hari agar tidak sampai timbul gejala defisiensi. Khususnya pada manusia juga pada binatang jenis primata lainnya, dan pada marmut, vitamin C ini tidak dapat dibuat sendiri di dalam Universitas Sumatera Utara tubuh. Defisiensi vitamin C ini disebut sebagai skorbut. Kebutuhan yang dianjurkan untuk orang dewasa di Indonesia adalah 30 mghari. Vitamin C adalah sebuah reduktor, di mana sangat berperan pada proses respirasi jaringan. Vitamin C akan diekskresikan bila berlebihan, tetapi apabila hal ini berjalan terus, khususnya pada pemberian vitamin C dosis tinggi secara intravena dapat meningkatkan kadar keasaman darah. Ekskresi vitamin C melalui urine yang berlebihan akan meningkatkan kadar keasaman urine, ini mungkin tidak mengganggu, tetapi dalam keadaan tertentu, penurunan pH darah, tidak diharapkan. Pada binatang tertentu, vitamin C ini dapat langsung diubah menjadi CO 2 dan H 2 Telah diketahui bahwa manusia dan marmut tak mempunyai enzim gulonalakton oksidase, yang mengoksidasi 1-gulonalakton menjadi 2-keto-1-gulonalakton. Evolusi ini terjadi 25 sampai 60 juta tahun yang menyebabkan hilangnya kemampuan manusia dan kelompok hewan tersebut di atas untuk mensintesis vitamin C sendiri. Apakah rekayasa genetika dapat memperbaiki ketidakmampuan tersebut di masa mendatang sehingga dapat memasukkan kembali enzim tersebut dalam sel manusia Goodman,1996. O, sehingga kelebihan vitamin C ini tidak akan menimbulkan masalah. Dilihat dari sudut gizi, pemasukan vitamin C itu harus disesuaikan dengan pemasukan zat-zat gizi lainnya baik dalam jumlah maupun proporsinya agar kesehatan dapat terbina Tjokronegoro, 1985. Sudah sejak dahulu kala orang telah mengenal penyakit skorbut Scurvy. Gejala-gejala penyakit yang kemudian dikenal sebagai gejala defisiensi vitamin C asam askorbat ini, sudah dilaporkan sejak zaman Mesir kuno, Yunani kuno dan zaman Romawi. Gejala-gejala penyakit tadi terutama timbul pada mereka yang sedang melakukan pelayaran jarak jauh, atau mereka yang sedang melakukan ekspedisi- ekspedisi militer yang lama. Universitas Sumatera Utara Pengobatan dan pencegahan penyakit ini baru tampak setelah James Lind, seorang tabib Inggris pada pertengahan abad 18, memberikan jeruk segar pada penderita-penderita penyakit skorbut ini. Kini vitamin C sudah sangat dikenal masyarakat luas, sebagai vitamin populer yang selalu dikaitkan dengan faktor-faktor kesehatan, dan kesegaran jasmani seseorang. Umumnya pada binatang, gejala defisiensi vitamin C ini sukar sekali terjadi, karena vitamin C ini dapat disintesa sendiri di dalam tubuh mereka. Tetapi pada manusia, marmut, primata, jenis kelelawar dan jenis burung tertentu tidak dapat membuat vitamin C sendiri. Oleh karena itu manusia harus mendapat vitamin C dalam makanan sehari-hari. Jumlah masukan vitamin C yang diperlukan pada orang dewasa agar jangan sampai terjadi gejala defisiensi adalah 10 mghari. Sedangkan di Indonesia, kebutuhan yang dianjurkan adalah 30 mghari. Apabila dosis vitamin C yang diberikan berlebihan, maka vitamin C yang berlebih ini akan diekskresikan melalui urine. Sebagian dari vitamin C tadi akan diubah menjadi garam-garam oksalat, dan pada keadaan fisiologis, kira-kira 40-50 mg garam oksalat yang diekskresikan berasal dari vitamin C, yakni kira-kira setengah dari seluruh ekskresi oksalat. Apabila dosis vitamin terus ditinggikan maka proporsi vitamin C yang diubah menjadi oksalat ternyata akan menurun. Tetapi apabila orang tersebut memang menderita gangguan metabolisme oksalat, hal ini dapat menimbulkan masalah. Kelebihan vitamin C juga dapat menaikkan kadar keasaman darah khususnya yang mendapat vitamin C dosis tinggi secara intravena. Pada keadaan tertentu, penurunan pH darah tidak diharapkan. Kelebihan vitamin C akan meningkatkan keasaman urine. Pada keadaan tertentu gangguan metabolisme urat danatau oksalat dan lain-lain dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Defisiensi vitamin C menimbulkan penyakit skorbut. Gejala-gejala klinik antara lain : nyeri pada tungkai, pseudoparalysis, pembengkakan pada tungkai, fraktur pada Universitas Sumatera Utara daerah epiphisis, pendarahan dan pembengkakan gusi dan lain-lain. Penderita dengan gejala-gejala skorbut yang jelas kini sudah jarang dijumpai. Apabila pengobatan terlambat dilakukan, skorbut ini dapat menimbulkan kematian. Sumber vitamin C dapat kita jumpai pada sayuran dan buah-buahan segar. Atau dapat pula dengan tablet-tablet vitamin C yang sekarang banyak dipasarkan. Perubahan primer yang terjadi pada skorbut disebabkan karena fungsi vitamin C ialah dalam hal pembentukan dan mempertahankan bahan interseluler dan kolagen. Pada defisiensi vitamin C kolagen menghilang, pendarahan timbul karena kerusakan bahan semen dan kapiler. Gejala utama penyakit skorbut timbul akibat kelainan tulang dan pembuluh darah. Terjadi pendarahan subperiosteal, resorpsi dentin dan degenerasi odon-toblast. Fragilitas dinding kapiler meningkat dan terjadi pendarahan pada trauma, misalnya pada kulit, otot tulang, gusi. Gejala ini sulit dikenal bila defisiensi hanya marginal, sehingga perlu diketahui tanda-tandanya, sehingga dapat diambil tindakan yang efisien. Tanda marginal defisiensi nutrien dibagi beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap permulaan : penurunan cadangan nutrien dalam jaringan karena penurunan masukan, penyerapan dan metabolisme yang abnormal. Juga terjadi penurunan ekskresi nutrien tersebut. 2. Tahap biokimia : penurunan aktivitas enzim, perubahan metabolisme dan tak terlihat ekskresi urin. 3. Tahap fisiologik : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, tak dapat tidur, mudah marah. Metabolisme obat terganggu. 4. Tahap klinik : terlihat tanda-tanda klinik defisiensi. 5. Tahap morfologik : perubahan bentuk jaringan yang dapat menimbulkan kematian, kecuali diobati dengan nutrien tersebut. Koreksi pada tahap dini tentu lebih menguntungkan dibanding pengobatan pada tahap yang sudah lanjut Tjokronegoro, 1985. Universitas Sumatera Utara

2.2 Sorbitol, Struktur dan Sifat-Sifatnya