log
10
I
o
dimana : I = kcb = A
k = suatu tetapan khas dari bahan larutan c = konsentrasi dari larutan
b = panjang jalur A = absorbans kerapatan optik. serapan
Bila c dinyatakan dalam mol per liter, dan panjang jalur b dinyatakan dalam sentimeter, persamaan menjadi :
A = εcb
Istilah ε diketahui sebagai absorptivitas molar, dahulu dikenal sebagai koefisien
ekstingsi molar molar extinction coefficient. Di dalam konsentrasi c dari larutan yang didefinisikan sebagai gliter, persamaan menjadi :
A = abc dimana a adalah absortifitas absorptivity, jadi berhubungan dengan absorptifitas
molar melalui ε = aM
dimana M adalah berat molekul dari larutan Silverstein, 1986.
2.13 Penentuan Vitamin C secara Metoda Polarimeter
Satu properti cahaya yang penting dan berguna adalah kenyataan bahwa ia bisa dipolarisasi. Untuk memahami apa maksudnya, mari kita meneliti gelombang yang
berjalan pada tali. Tali dapat digetarkan pada bidang vertikal atau pada bidang horizontal. Pada kedua kasus, gelombang dikatakan terpolarisasi bidang yaitu osilasi
terjadi pada bidang. Jika sekarang kita letakkan penghalang berupa celah vertikal pada lintasan gelombang. Gelombang terpolarisasi vertikal akan lewat, tetapi yang
terpolarisasi horizontal tidak. Jika digunakan celah horizontal, gelombang terpolarisasi vertikal akan terhenti. Jika kedua jenis celah digunakan, kedua jenis gelombang akan
terhenti. Perhatikan bahwa polarisasi hanya dapat terjadi untuk gelombang transversal,
Universitas Sumatera Utara
dan tidak untuk gelombang longitudinal seperti bunyi. Bunyi bergetar hanya sepanjang arah gerak, dan baik orientasi maupun celah tidak akan menghentikannya. Teori
Maxwell mengenai cahaya sebagai gelombang elektromagnetik EM meramalkan bahwa cahaya dapat terpolarisasi karena gelombang EM merupakan gelombang
transversal. Arah polarisasi pada gelombang EM yang terpolarisasi bidang diambil sebagai arah vektor medan listrik. Cahaya tidak harus terpolarisasi. Ia dapat tidak
terpolarisasi, yang berarti bahwa sumber memiliki getaran di banyak tempat sekaligus. Bola lampu pijar biasa memancarkan cahaya yang tidak terpolarisasi, sebagaimana
Matahari. Cahaya yang terpolarisasi bidang bisa didapat dari cahaya yang tidak
terpolarisasi dengan menggunakan kristal-kristal tertentu seperti turmalin bahan- bahan listrik yang digunakan sebagai perhiasan. Atau, lebih umum saat ini, kita dapat
menggunakan lembar Polaroid Materi Polaroid ditemukan pada tahun 1929 oleh Edwin Land. Lembar Polaroid terdiri dari molekul panjang yang rumit yang tersusun
paralel satu sama lain. Polaroid seperti ini berfungsi seperti serangkaian celah paralel untuk memungkinkan satu orientasi polarisasi untuk lewat hampir tanpa berkurang
arah ini disebut sumbu Polaroid, sementara polarisasi tegak lurus hampir terserap sempurna. Jika satu berkas cahaya terpolarisasi bidang jatuh pada Polaroid yang
sumbunya membentuk sudut θ terhadap arah polarisasi datang, berkas akan
terpolarisasi bidang yang paralel dengan sumbu Polaroid dan amplitudonya akan diperkecil sebesar cos
θ. Dengan demikian, Polaroid hanya melewatkan komponen polarisasi vektor medan listrik, E yang paralel dengan sumbunya. Karena intensitas
berkas cahaya sebanding dengan kuadrat amplitudo, kita lihat bahwa intensitas berkas terpolarisasi bidang yang ditransmisikan oleh alat polarisasi adalah
I = I
o
cos
2
dimana θ adalah sudut antara sumbu alat polarisasi dan bidang polarisasi gelombang
datang, dan I θ
o
adalah intensitas datang.
Universitas Sumatera Utara
Cahaya yang tidak terpolarisasi terdiri dari cahaya dengan arah polarisasi vektor medan listrik yang acak. Masing-masing arah polarisasi ini dapat diuraikan menjadi
komponen sepanjang dua arah yang saling tegak lurus. Dengan demikian, berkas yang tidak terpolarisasi dapat dianggap sebagai dua berkas terpolarisasi bidang dengan besar
yang sama dan tegak lurus satu sama lain. Ketika cahaya yang tidak terpolarisasi melewati alat polarisasi, satu dari komponen-komponennya dihilangkan. Jadi intensitas
cahaya yang lewat akan diperkecil setengahnya karena setengah dari cahaya tersebut dihilangkan, I = ½I
o
Apabila radiasi garis-D natrium yang terpolarisasi linier memasuki larutan yang mengandung molekul senyawa kiral, antaraksi radiasi dengan molekul menyebabkan
vibrasi radiasi terpolarisasi tersebut mengalami rotasi searah atau berlawanan arah dengan putaran jarum jam dan rotasi spesifik yang dihitung dapat digunakan untuk
karakterisasi identitas dan kemurnian senyawa kiral tersebut. Polarimetri adalah pengukuran rotasi arah vibrasi radiasi terpolarisasi linier bidang pada waktu
berantaraksi dengan molekul senyawa yang aktif optik. Aktivitas optik suatu senyawa bersumber pada struktur molekulnya yang tidak mempunyai bidang atau pusat simetrik.
Ketidaksimetrikan itu mungkin merupakan struktur molekul bawaan yang disebut kiral, mungkin juga merupakan keistimewaan dari bentuk kristal yang tidak diberikan oleh
fase larutan atau gasnya atau terdapat juga pada sebagian kecil dari konformasi molekul tertentu, seperti heliks polipeptida.
Giancoli,2001.
Rotasi optik yang diakibatkan oleh senyawa kiral tergantung kepada tebal alur dan konsentrasi larutan yang dilewati radiasi terpolarisasi linier, panjang gelombang,
jenis pelarut, pH, dan temperatur larutannya. Pengukuran rotasi optik pada umumnya distandarkan, menggunakan garis hijau raksa, 5461 A atau doblet kuning natrium,
5890 dan 5896 A, pada temperatur 20 °C. Rotasi spesifik, [α], dihitung dari rotasi optik
yang diamati, α, dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
b = tebal alur larutan dalam cm C = konsentrasi dalam gL
Polarimetri dengan radiasi sinar tampak dapat diamati dengan mata, tetapi jika menggunakan radiasi ultraviolet atau inframerah diperlukan fotodetektor. Pelarut yang
digunakan untuk polarimetri pada umumnya air, tetapi dapat juga digunakan pelarut lain, seperti etanol, dioksan atau kloroform. Pelarut harus dapat melarutkan analit
dengan baik, mempunyai kerapatan optik pada panjang gelombang pengukuran cukup kecil, hingga radiasi dapat mencapai detektor dengan cukup intensitas. Temperatur
berpengaruh pada rotasi optik, karena mengubah konsentrasi dan kekuatan rotasi rotatory power dari molekul. Perubahan konsentrasi yang disebabkan oleh ekspansi
termal, cukup berarti. Ketergantungan kepada temperatur dapat besar sekali, sehingga menyebabkan perubahan pada rotasi spesifik. Pada sebagian besar molekul senyawa,
perubahan rotasi optik oleh temperatur disebabkan oleh perubahan kesetimbangan konformasi, hingga rotasi optik dapat digunakan untuk analisis konformasi molekul
senyawa yang aktif optik Satiadarma, 2004.
2.14 Penentuan Vitamin C secara Metoda Iodometri