18 5. Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi
perusahaan dalam membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan. Serta menurut Deegan 2002, alasan yang mendorong praktek
pengungkapan Corporate Social Responsibility antara lain:
1. Mematuhi peraturan yang ada dalam Undang-undang 2. Pertimbangan rasionalitas ekonomi
3. Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas 4. Mematuhi persyaratan peminjaman
5. Mematuhi harapan masyarakat 6. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan
7. Mengelola kelompok stakeholder tertentu 8. Menarik dana investasi
9. Mematuhi persyaratan industri 10. Memenangkan penghargaan pelaporan
Agustine 2014 menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility merupakan suatu pengembangan konsep yang dikemukan oleh John Elkington
pada tahun 1997, yaitu “The Triple Bottom Line”. Dalam konsep tersebut dinyatakan bahwa agar perusahaan dapat mempertahankan keberlangsungannya
maka perlu memperhatikan 3P, yaitu tidak hanya profit, namun juga mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat people serta ikut aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan planet. Menurut Supriatna 2013, terdapat 4 prinsip yang harus dipegang dalam
melaksanakan Corporate Social Responsibility, yakni:
19 1. Kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan
terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan.
Corporate Social Responsibility berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat diprediksi.
2. Corporate Social Responsibility merupakan program jangka panjang. Perusahaan harus menyadari bahwa sebuah bisnis dapat tumbuh karena
dukungan atmosfer sosial dari lingkungan disekitarnya, karena itu, Corporate Social Responsibility yang dilakukan adalah wujud
pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat dan bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit.
3. Corporate Social Responsibility akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial.
Perusahaan yang melakukan Corporate Social Responsibility harus peduli dan mempertimbangkan sampai ke dampaknya.
4. Dana yang diambil untuk Corporate Social Responsibility tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budget
untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk. “Corporate Social Responsibility yang benar tidak
membebani konsumen”. Indikator keberhasilan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perusahaan dan
masyarakat. Dari sisi perusahaan, citranya harus semakin baik di mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi masyarakat, harus ada peningkatan kualitas
20 hidup, karenanya, penting bagi perusahaan melakukan evaluasi untuk mengukur
keberhasilan program Corporate Social Responsibility, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Metode yang sering dipergunakan dalam menilai Corporate Social Responsibility adalah metode konten analisis laporan tahunan perusahaan atau
check list Anggraini, 2011. Permanasari 2010 menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam wacana Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial adalah:
1. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh
perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliput rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
3. Produk dan Konsumen Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasankelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan hidup Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
21 perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
2.1.7 Kepemilikan Institusional Institutional Ownership