menurut Khumaidi 1994 dalam Ratnasari 2003 adalah faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah kondisi dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi konsumsi makanan, seperti nafsu makan yang dipengaruhi oleh kondisi fisik dan
psikis seseorang misalnya sedih, dan lelah, kebiasaan makan, dan kebosanan yang muncul karena konsumsi makanan yang kurang bervariasi. Kebosanan juga dapat
disebabkan oleh tambahan makanan dari luar yang dikonsumsi dalam jumlah banyak dan dekat dengan waktu makan utama.
Faktor eksternal adalah faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi konsumsi makananya. Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa makanan,
penampilan makanan, variasi menu, cara penyajian, kebersihan makanan, alat makan dan pengaturan waktu makan.
Untuk mengetahui tingkat preferensi makanan, dilakukan dengan uji hedonik skala verbal. Uji penerimaan menyangkut penilaan seseorang akan suatu sifat atau
kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Dalam hal ini penalis mengemukakan tangapan suka atau tidak suka terhadap sifat sensorik atau kualitas
yang dinilai pada skala hedonik yaitu suka, biasa dan tidak suka Hardinsyah et.al, 1989.
2.3. Pengukuran Preferensi Makanan
Skala yang digunakan pada uji kesukaan ini adalah skala hedonik tingkat kesukaan. Dalam penganalisaan skala hedonik di transformasikan menjadi skala
Universitas Sumatera Utara
numerik. Skala hedonik yang dipakai terdiri atas sangat suka 5, suka 4, agak suka 3, netral 2, tidak suka 1. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentang yang yang kita kehendaki. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan, penggunaan skala
hedonik pada prakteknya untuk mengetahui perbedaan . Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organileptik terhadap komoditas sejenis atau produk
pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. Penilaan dalam uji hedonik ini bersipat spontan. Ini berarti penalis diminta untuk menilai suatu
pruduk secara langsung saat ia juga mencoba tanpa membandingkan dengan produk sebelum atau sesudahnya. Setyaningsih, 2010.
Preferensi makanan ditentukan oleh rangsangan dan indra penglihatan, penciuman, pendengaran. Penilaan cita rasa makanan atau sering dikenal dengan
istilah penilaan organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, dan rasa. Preferensi terhadap
makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan uji hedonik skala verbal . Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan
seseorang tentang suka atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai Hardinsyah et. al, 1988.
2.4. Faktor-faktor Eksternal yang Memengaruhi Preferensi Makanan
Menurut Moehyl 1992 faktor eksternal yang mempengaruhi preferensi makanan seseorang adalah cita rasa makanan. Cita rasa mencakup penampilan
Universitas Sumatera Utara
makanan sewaktu dihidangkan, rasa makanan waktu dimakan, variasi menu, dan cara penyajian makanan.
Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indra dalam tubuh manusia, terutama indra penglihatan, indra penciuman dan indra
pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan rasa yang lezat Winarno,
1992.
2.4.1. Penampilan Makanan
Komponen-komponen yang berperan dalam penampilan makanan antara lain yaitu :
1. Warna Makanan Warna makanan adalah warna hidangan yang disajikan. Warna makanan akan
memberikan penampilan yang lebih menarik terhadap makanan yang disajikan. Kombinasi warna makanan faktor penting yang mempengaruhi indra penglihatan,
karena itu tenaga penyaji makanan harus benar-benar mengerti perbedaan warna makanan sebelum dan sesudah diproses. Kombinasi warna menjadi sangat penting
dalam membuat makanan menjadi menarik. Oleh karena itu dalam suatu menu yang baik haruslah mendapat kombinasi lebih dari dua macam West dan Wood, 1988.
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Warna yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab
itu dalam penyelenggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk teknik memasak
Universitas Sumatera Utara
maupun dalam penangaanan makanan yang dapat mempengaruhi warna makanan Arifiati, 2000.
Warna penting bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang tidak diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan bau, rasa, tekstur, warna
memegang peranan penting dalam keterterimaan makanan. Warna merupakan nama umum untuk semua pengindraan yang berasal dari aktivitas retina mata Deman,
1997. Warna makanan bahkan baik digunakan untuk menyajikan makanan itu harus dipilih sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan menarik dan rasa senang
Moehyi, 1997. 2. Bentuk Makanan
Untuk membuat makanan lebih menarik biasanya dalam bentuk-bentuk makanan tertentu. Bentuk makanan waktu disajikan dapat dibedakan menjadi
beberapa sebagai berikut : a.
Bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan b.
Bentuk yang menyerupai bentu asli, tapi bukan merupakan bahan makanan yang utuh.
c. Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan teknik
tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu. d.
Bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau bentuk khas lainya. 3. Konsistensi dan Tekstur
Konsistensi adalah keadaan yang berkaitan dengan tingkat kepadatan dan kekentalan suatu hidangan. Istilah yang mengambarkan konsistensi adalah cair,
Universitas Sumatera Utara
kental, padat. Susunan hidangan yang baik adalah memiliki kombinasi konsistensi. West Dan Wood, 1988.
Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas indra cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan. Makanan yang berkonsistensi padat dan kental akan memberikan rangsangan yang lebih lambat terhadap indra kita.Moehyi, 1992.
Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan makanan yang dihidangkan. Cara memasak dan lama waktu memasak makanan akan menentukan
pula konsistensi makanan.Moehyi, 1992. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang
ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitian-penelitian dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau viksositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang
timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semangkin kental suatu bahan, penerimaan
terhadap intensitas rasa ,bau dan cita rasa semangkin berkurang. Winarno, 1992. Menurut Nasoetion 1988 tekstur menggambarkan keadaan struktur
makanan. Beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan makanan, cara mengolah, dan kontak makanan dengan udara. Menurut Moehyi 1992 yang
dimaksud dengan kerenyahan makanan adalah makanan yang dimasak menjadi kering tetapi tidak keras. Kerenyahan makanan memberi pengaruh tersendiri terhadap
cita rasa makanan. Untuk mendapat makanan yang renyah juga diperlukan cara masak yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Khan 1998 tekstur dapat dirasakan ketika dimulut, seperti lunaklembek, keraskering, kenyal, krispi, berserat, halus. Hal tersebut beberapa sipat
yang digunakan untuk menggambarkan tekstur, Khan, 1998. 4. Porsi Makanan
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan sesuai kebutuhan setiap individu sesuai dengan kebiasaan makan. Porsi yang terlalu besar atau kecil
akan mempengaruhi penampilan makanan. Pentingnya porsi makanan tidak hanya berkaitan dengan penerimaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan tetapi juga
berkaitan erat dengan penampilan makanan waktu makanan disajikan dan kebutuhan gizi Madjid, 1998 dalam Tatik Hartatik, 2004.
Porsi makanan berkenaan dengan penampilan makanan waktu disajikan juga berkenaan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan,
contohnya potongan daging atau ayam yang terlalu kecil atau terlalu besar akan merugikan penampilan makanan. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan makanan
institusi dibutuhkan standar porsi yang berguna untuk menjadi acuan dalam menentukan kebutuhan gizi yang dianjurkan Moehyi, 1992.
2.4.2. Rasa
Komponen-komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan antara lain :
1. Aroma
Aroma atau bau makanan dapat merangsang keluarnya getah lambung dan banyak menentukan kelezatan dari makanan tersebut. Aroma lebih terpaut pada indra
penciuman Arifiati, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Aroma yang disebarkan oleh makanan adalah daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indra penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya
aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang menguap. Terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai reaksi karena pekerjaan enjim,
tetapi dapat juga terbentuk tanpa terjadi reaksi enjim. Aroma yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda Moehyi, 1992.
Bau dari hidangan merupakan salah satu unsur yang turut menentukan kelejatan makanan tersebut. Bau-bauan dapat dikenal dalam bentuk uap. Pada
umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus Nasoetion, 1988.
2. Rasa Bumbu
Rasa merupakan salah satu komponenn flavor yang terpenting, karena mempunyai pengaruh yang dominan pada cita rasa. Berbeda dengan dengan aroma
makanan yang ditimbulkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap, rasa makanan ditimbulkan oleh larutnya senyawa pemberi rasa ke dalam air liur, yang
kemudian merangsang saraf pengecap, jadi rasa makanan pada dasarnya adalah perasaan yang timbul setelah menelan makanan Moehyl, 1992.
Rasa lebih banyak melibatkan indra pengecap lidah. Pengindraan kecapan dibagi menjadi empat macam rasa utama yaitu asin, manis, pahit dan asam. Makanan
yang mempunyai variabel keempat macam rasa tersebut lebih disukai daripada hanya satu macam rasa yang dominan Winarno, 1996. Rasa makanan sangat berpengaruh
terhadap cita rasa makanan beberapa faktor yang berpengaruh adalah aroma
Universitas Sumatera Utara
makanan, bumbu masakan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan, serta suhu makanan.
Rasa makanan sangat ditentukan oleh penggunaan bumbu. Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dengan maksud untuk mendapatkan rasa
makanan yang enak dan sama setiap kali pemasakan Sutiyono, 1996. 3.
KematanganKeempukan Tingkat kematangan mempengaruhi cita rasa makanan.Tingkat kematangan
makanan dalam masakan di Indonesia umumnya dimasak sampai matang benar. Makanan yang masuk kedalam mulut dan setelah dikunyah akan menyebabkan air
liur keluar yang kemudian menimbulkan rangsangan pada syaraf pengecap yang ada di lidah. Makanan yang empuk dapat dikunyah dengan sempurna dan akan
menghasilkan senyawa yang lebih banyak yang berarti intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi. Kematangan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan juga ditentukan
oleh cara masak Moehyi, 1992. 4.
TemperaturSuhu Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan penting dalam
penentuan cita rasa makanan Moehyi,1992. Suhu adalah tingkat panas dari hidangan yang disajikan. Bila makanan yang disajikan tidak sesuai dengan suhu
penyajian yang tepat maka akan menyebabkan makanan tidak enak. Sehingga suhu makanan waktu disajikan merupakan penentu cita rasa makanan. Suhu makanan yang
terlalu panas atau terlalu dingin akan mengurangi sensitifitas syaraf terhadap rasa makanan Moehyi, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh kita dibawah 20 ⁰C atau
diatas 30 ⁰C. Makanan yang panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan
kuncup cecepan.. Sedangkan makanan yang dingin dapat membius kucup cecepan sehingga tidak peka lagi Winarno, 1992.
2.4.3. Variasi Menu
Variasi menu yaitu variasi dalam menggunakan bahan makanan, resep makana, dan variasi makanan dalam satu hidangan. Variasi menu akan merangsang
selera makan, makanan bervariasi akan menambah gairah untuk makan, akibatnya makanan yang disajikan akan dapat dihabiskan. Satu jenis makanan yang dihidangkan
berkali-kali dalam waktu yang singkat akan membosankan konsumen Moehyi, 1989.
Menurut Moehyi 1992, menu yang dianggap lazim di sumua daerah di Indonesia umumnya terdiri dari susunan hidangan sebagai berikut :
a. Hidanagan makanan pokok umumnya terdiri dari nasi. Disebut makanan pokok
karena dari makanan inilah tubuh memperoleh sebagian zat gizi yang diperlukan tubuh.
b. Hidangan lauk pauk yaitu masakan yang terbuat dari bahan makanan hewani atau
nabati atau gabungan keduanya. Bahan makanan hewani yang digunakan dapat dapat berupa daging, ayam, ikan atau berbagai jenis hasil laut lainya. Lauk pauk
yang berasal dari kacang-kacangan atau hasil olahan seperti tempe dan tahu,
Universitas Sumatera Utara
bahan-bahan makanan itu dimasak dengan cara seperti masakan kuah, masakan tanpa kuah, dibakar, dipanggang, digoreng atau jenis makanan lainya.
c. Hidangan berupa sayur-mayur. Biasanya hidangan ini berupa masakan yang
berkuah karena berfungsi sebagai pembasah nasi agar mudah ditelan. Hidangan sayur-mayur dapat lebih dari satu masakan yang biasanya terdiri dari gabungan
masakan berkuah dan tidak berkuah. d.
Hidangan yang terdiri dari buah-buahan, baik dalam bentuk buah-buahan segar atau buah-buahan yang sudah dioleh seperti sari buah.
2.4.4. Penyajian Makanan
Perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan adalah penyajian makanan untuk dikonsumsi. Penyajian makanan faktor penentu dalam penampilan
hidangan yang disajikan. Jika penyajian tidak dilakukan dengan baik seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa yang tinggi tidak
akan berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indra penglihatan yang bertalian dengan cita rasa makanan Moehyi, 1992.
Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam penyajian makanan, yaitu : sebagai berikut:
a. Pemilihan alat yang digunakan untuk menyajikan makanan seperti piring,
mangkok atau tempat penyajian makanan khusus yang lain. Alat yang digunakan harus sesuai dengan volume makanan yang disajikan. Makanan yang berkuah
tidak sesuai dengan disajikan dengan piring ceper. Sebaliknya makanan yang
Universitas Sumatera Utara
tidak berkuah hendaknya tidak disajikan dengan menggunakan tempat cekung dan dalam, tetapi menggunakan wadah wadah yang datar.
b. Cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan. Hal ini harus
dilakukan dengan cermat, sehingga menimbulkan kesan menarik juga harus disajikan sedemikian rupa sehingga masih terlihat berbagai kombinasi warna dari
makanan tersebut. c.
Penghias hidanngan, memilih hiasan untuk hidangan agar lebih menarik memerlukan keahlian dan rasa seni tersendiri. Penghias untuk hidangan yang
warnanya agak pucat dapat digunakan penghias yang berwarna terang agar dapat menutupi warna yang pucat, demikian sebaliknya.
2.4.5. Konsumsi Pangan
Agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatanya manusia memerlukan sejumlah zat gizi. Untuk itu jumlah zat gizi yang diperoleh melalui
konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh. Sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan disebut kebutuhan gizi. Kekurangan atau
kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan terutama apabila berlangsung dalam jangka waktu yang berkesinambungan dapat membahayakan kesehatan. Disamping konsep
kebutuhan gizi dikenal juga konsep kecukupan gizi. Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hidup sehat.
Kebutuhan dan kecukupan gizi biasanya disusun untuk kelompok umur dan berat badan tertentu menurut jenis kelamin Hardinsyah dan Martianto,1998.
Universitas Sumatera Utara
Selama ini ada dua cara yang digunakan untuk menaksir kebutuhan energi melalui penelitian . Pertama diperoleh mengetahui energi yang digunakan oleh tubuh
untuk berbagai aktifitas dan kegunaan lainya bagi tubuh seperti untuk pertumbuhan, pencernaan dan metabolisme. Kadang-kadang pengukuran seperti cara pertama sulit
dilakukan, maka dapat dilakukan dengan pendekatan cara kedua dengan mengetahui jumlah energi dari seseorang yang sehat dan mampu mempertahankan kesehatanya
Hardinsyah, 1998. Menurut Hardinsyah dan Martianto 1989 kecukupan energi seseorang pada
kelompok umur tertentu sama dengan atau sedikit lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan energi kelompok tertentu yaitu ditambah 1-5. Sedangkan untuk
kecukupan protein ditentukan rata-rata. Kebutuhan protein seseorang ditambah dua kali simpangan baku atau kira-kira 20-30.. Angka kecukupan energi dan protein
berguna untuk mengukur tingkat konsumsi pangan, merencanakan konsumsi pangan dan ketersediaan pangan.
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan dikonsumsi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu. Definisi
ini menunjukan bahwa telaah konsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi ini merupakan hal yang
penting Hardinsyah dan Briawan,1994. Tujuan mengkonsumsi pangan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
Secara umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi konsumsi makanan yang berasal dari pangan beragam adalah :
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: Kgj = Penjumlahan zat gizi dari setiap bahan makanan atau pangan
j yang dikonsumsi. Bj
= berat bahan makanan j gram Gj
= kandungan zat gizi dari bahan makanan j BDDj
= persen bahan makan j yang dapat dimakan. Konsumsi pangan tingkat individu atau perorangan dapat dilakukan antara
lain dengan metode recall 24 jam dan metode frekuensi makanan food freguency. Prinsip dasar metode recall, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada priode 24 jam yang lalu. Dengan metode ini enumerator minta agar responden mengingat-ingat secara terperinci apa yang telah
dikonsumsi dalam 1-3 hari terakhir tersebut. Untuk keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran-ukuran rumah tangga, model makanan, dan sebagainya untuk
menentukan perkiraan-perkiraan konsumsi pangan yang mendekati. Cara ini relatif cepat dan murah, tetapi mengandung subyektifitas tinggi dan menimbulkan kesalahan
sistematik Suhardjo, 1989. Beberapa penelitian menunjukan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut , dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi
lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Sedangkan metode frekuensi makan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan selama priode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun Supariasa dan Bakri, 2001.
Kgj = Bj100 x Gj xBDDj100
Universitas Sumatera Utara
Protein berguna bagi tubuh sebagai zat pembangun atau pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh seperti penggatur serta mempertahankan daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit. Disamping itu juga sebagai sumber energi dalam keadaan kurang energi dari karbohidrat dan lemak. Karena adanya fungsi yang
terakhir ini maka penentuan kecukupan protein dilakukan pada saat kecukupan energi terpenuhi Hardinsyah dan Martianto,1998.
Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual nyata dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum tingkat kecukupan dirumuskan sebagai berikut Hardinsyah dan Briawan, 1994 :
Tingkat Kecukupan Gizi = Kecukupan Zat Gizi Aktual
AKG x 100
Angka kecukupan gizi adalah tarap konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir
semua orang sehat. Namun, kecukupan ini digunakan untuk berbagai keperluan yang sipatnya menyangkut populasi seperti merencanakan dan menyediakan suplai pangan
untuk penduduk atau kelompok penduduk Almatsier, 2006.
2.4.6. Asupan Energi
Energi bukanlah zat gizi. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk
metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi
Universitas Sumatera Utara
disimpan dalam cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang Hardinsyah dan Tambunan, 2004.
Energi dibutuhkan tubuh untuk metabolisme basal sebesar 60-70 dari kebutuhan energi total. Kebutuhan energi untuk metabolisme adalah kebutuhan
energi minimum dalam keadaan istirahat total tetapi tidur dilingkungan suhu yang nyaman dan suasana tenang. Selain itu energi juga diperlukan untuk fungsi tubuh lain
seperti mencerna, mengoleh, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan, serta untuk bergerak, berjalan, bekerja, dan beraktivitas lainya. Suekirman, 2000.
Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan Protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain lemakgajih dan minyak, buah
berlemak seperti alpukat, biji berminyak, santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah dan aneka pangan produk turunanya. Pangan Sumber energi yang
kaya karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, cerelia lainya, umbi-umbian, tepung, gula madu, buah dengan kadar air rendah pisang, kurma dan lain-lain dan aneka
pruduk turunanya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunanya Hardinsyah dan Tambunan, 2004. Namun
demikian, bukan hanya jumlahnya harus mencukupi, tetapi keanekaragaman pangan sumber energi yang dikonsumsi tidaklah kala pentingnya. Menurut Hardinsyah dalam
Tambunan 2004 secara umum pola pangan yang baik adalah bila perbandingan karbohidrat, protein dan lemak adalah 50-60 :10-20 :20-30.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2.Angka Kecukupan Energi dan Protein untuk Umur 18 Tahun Keatas Umur
Jenis kelamin Energi
Protein
18-29 tahun Laki-laki
2550 kkal 60 gram
18-29 tahun Perempuan
1900 kkal 50 gram
Sumber : WNPG, 2004 Tingkat kecukupan energi di kategorikan berdasarkan Depkes 1996 menjadi
deficit berat 70 AKG, Deficit tingkat sedang 70 –79 AKG, Deficit tingkat ringan 80 -89 AKG, normal 90 –119 dan lebih
≥120. Depkes, 1996. 2.4.7. Asupan Protein
Kekurangan protein umumnya banyak terdapat pada masyarakat dengan golongan sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat
menyebabkan kwashiorhor pada anak-anak dibawah lima tahun, namun deficit protein dalam jangka lama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan Almatsier,
2006. Protein merupakan zat gizi penghasil energi yang tidak berperan sebagai
sumber energi, tetapi berfungsi untuk mengganti jaringan dan sel tubuh yang rusak. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein
dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. AKP remaja berkisar antara 88,3 - 129,6, dan remaja
yang mengkonsumsi dibawah kebutuhan minimal sebanyak 35,6. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada asupan dan transportasi zat-zat gizi.
Universitas Sumatera Utara
Asupan protein yang lebih, maka protein akan mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi
lemak dan disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu konsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.
Ditinjau dari aspek mutu gizi, ketergantungan yang tinggi dari protein nabati kurang baik, karena kurang lengkapnya asam amino esensial protein nabati.
Penduduk dengan pola konsumsi pangan tinggi serealla dan kurang beragam, serta konsumsi pangan hewani rendah seperti di Indonesia umumnya mengalami depisit
asam amino dalam menu makanannya. Lima asam amino esensial yang sering defisit dalam pola konsumsi di Indonesia adalah adalah : lisin, treonin, triptopan dan
asamamino yang mengandung sulfur yaitu sistin. Hal tersebut menjadi masalah karena kurang lengkapan asam amino esensial dalam pangan akan menyebabkan
mutu cerna dan daya manfaat protein yang dikonsumsi menjadi rendah Muhilal et.al. 1993. Disamping itu ,sisa-sisa racun dari protein nabati yang dikeluarkan oleh
ginjal lebih banyak daripada protein hewani, sehingga lebih memberatkan kerja ginjal.
Kecukupan protein akan dapat terpenuhi apabila kecukupan energi telah terpenuhi karena sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas dan tenaga
apabila cadangan energi masih di bawah kebutuhan. Kekurangan protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala yaitu pertumbuhan kurang baik, daya tahan tubuh
menurun, rentan terhadap penyakit, daya kreatifitas dan daya kerja merosot, mental
Universitas Sumatera Utara
lemah dan lain-lain. Tingkat kecukupan asupan protein akan mempengaruhi status gizi. Almatsier, 2006.
Sumber-sumber protein diperoleh dari bahan makanan berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik,
dalam jumlah maupun mutunya, seperti: telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Akan tetapi harga pangan hewani relatif mahal, sehingga hanya 18,4 rata-rata
penduduk Indonesia yang mengkonsumsi protein. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Penyebabnya
kemungkinan karena kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, Menstimulasi, dan kaya gizi
yang membantu perkembangan optimal. Almatsier, 2008. Masalah gizi tersebut dapat menimbulkan masalah pembangunan di masa
akan datang. Peningkatan taraf kesehatan dan kecerdasan serta pembangunan dapat tercapai dengan dilakukan partisipasi aktif dari masyarakat dan diarahkan terutama
pada golongan masyarakat yang mempunyai status sosial ekonomi rendah.
2.4.8. Faktor-faktor yang Memengaruhi Asupan Energi dan Protein
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi asupan energi dan protein yaitu : 1. Jumlah Porsi Makanan
Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran atau takaran makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Makanan yang dikonsumsi harus seimbang antara
jumlah kalori yang masuk dengan jumlah energi yang dikeluarkan.
Universitas Sumatera Utara
Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari energi yang kita keluarkan maka akan mengakibatkan kelebihan berat badan. Penyataan tersebut diperkuat
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Padmiari dan Hamam Hadi yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah energi makanan cepat saji yang
dikonsumsi terhadap terjadinya obesitas. Dan juga sesuai dengan WHO 2000 yang menyatakan bahwa perkembangan food industry yang salah satunya dengan
berkembangnya makanan cepat saji merupakan salah satu faktor risiko obesitas. 2. Jenis Makanan
Jenis makanan yang dikonsumsi harus mengandung karbohidrat, protein, lemak dan nutrien spesifik. Karbohidrat komplek bisa didapat dari gandum, beras,
terigu, buah dan sayuran. Sebaiknya konsumsi karbohidrat yang berserat tinggi dan kurangi karbohidrat yang berasal dari gula, sirup dan makanan yang manis-manis.
Konsumsi makanan yang manis paling banyak 3-5 sendok makan per hari. Kebutuhan tubuh akan serat sebanyak lebih dari 25 gram per hari. Untuk
memenuhi kebutuhan diajurkan untuk mengkonsumsi buah dan sayur. Konsumsi protein harus lengkap antara protein nabati dan hewani. Sumber protein nabati
didapat dari kedelai, tempe dan tahu, sedangkan protein hewani berasal dari ikan, daging sapi, ayam, kerbau, kambing. Sumber vitamin dan mineral terdapat pada
vitamin A hati, susu, wortel, dan sayuran, vitamin D ikan, susu, dan kuning telur, vitamin E minyak, kacang-kacangan, dan kedelai, vitamin K brokoli, bayam dan
wortel, vitamin B gandum, ikan, susu, dan telur, serta kalsium susu, ikan, dan kedelai. Almatsier, 2006.
Universitas Sumatera Utara
3. Frekuensi Makan Frekuensi makan merupakan berapa kali seseorang melakukan kegiatan
makan dalam sehari, baik berupa makanan utama maupun makanan selingan. Frekuensi makan yang baik yaitu harus teratur. Frekuensi makan dikatakan baik, jika
frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan selingan. Khomsan juga menyatakan bahwa frekuensi
makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rudi hasilnya bahwa kelebihan
frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan. Khomsan, 2005.
Frekuensi makan kurang, bila frekuensi makan setiap harinya dua kali makanan utama atau kurang. Untuk memperoleh tubuh yang langsing dan menarik
banyak remaja putri yang tidak sarapan, mengurangi frekuensi makan, dan melakukan diet yang berlebihan.
Tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai
keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi khususnya energi dan protein, pada tahap awal
akan menyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang
mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian.
2.4.9. Makanan dari Luar Asrama
Makanan jajanan adalah makanan siap santap untuk dikonsumsi disantap yang digunakan untuk selingan atau pelengkap menu utama. Berbagai macam
makanan jajanan yang khas di berbagai daerah di Indonesia, khas dalam bahan, pengolahan maupun penyajian Hardinsyah dan Briawan, 1994.
Jajan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak. Dalam satu segi jajan mempunyai aspek positif dan dalam segi lain jajan juga bisa bermakna negatif.
Rentang waktu antara makan pagi dan makan siang adalah relatif panjang, oleh karena itu anak-anak mahasiswa memerlukan asupan gizi tambahan diantara waktu
makan tersebut. Makanan jajanan sering kali lebih banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin dan mineral. Akibat
ketidaklengkapan gizi dalam makanan jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat menganti sarapan pagi atau makan siang. Anak-anak yang banyak
mengkonsumsi makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang masuk kedalam tubuhnya. Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan
mineral sangat kurang Khomsan, 2005. Guhardja 1992 menyatakan bahwa yang dimaksud makanan jajanan adalah
makanan yang siap dimakan yang didapat dan atau dijual oleh orang yang sama atau
Universitas Sumatera Utara
produksi oleh seseorang dan dijual oleh orang lain. Cara penjualanya dilakukan berkeliling, menetap di perumahan, atau dikeramaian. Selain itu Winarno 1993
makanan jajanan terdiri dari minuman, kudapan dan makanan lengkap, didefinisikan sebagai makanan yang siap untuk dimakan atau terlebih dahulu dimasak ditempat
penjualan dan dijual dipingir jalan, atau lokasi yang ramai serta umum. Makanan jajanan tradisional adalah makanan tradisional yang telah diolah
atau dimasak yang diperoleh di tempat-tempat penjualan seperti toko-toko,warung dan rumah makan tradisional. Menurut Hubeis 1993 makanan jajanan tradisional
dibedakan atas tiga golongan yaitu makanan lengkap, makanan kudapan dan minuman. Jika dilihat dari kandungan gizinya bahan-bahan yang digunakan dalam
makanan tradisional Indonesia jauh lebih aman dan lebih seimbang komposisinya dibandingkan makanan inpor yang umumnya mengandung lemak berlebihan dan
rendah serat. Setiap orang di negara berkembang dan sedang berkembang mengenal
makanan jajanan, jika tidak memakan makanan jajanan street food, setidak-tidaknya pernah melihat dijalan-jalan, di pasar, dan tempat lain Champman,1984. Di
Indonesia secara umum makanan jajanan amat digemari oleh masyarakat baik tua maupun muda, dan sudah menjadi pola makan penduduk Indonesia, Megawangi,
1984.
Universitas Sumatera Utara
2.4.10. Hasil Penelitian yang Relevan 2.4.10.1. Hubungan Preferensi Makanan Asrama dengan Status Gizi
Dalam memantau status gizi dilingkungan asrama yang konsumsi panganya dari penyelenggaraan makanan terdapat berbagai metode yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan dan kepuasaan makanan yang disajikan oleh penyelenggaraan makanan. Dari hasil penelitian Yaniandriyani 2013 dengan judul
gambaran pola konsumsi dan tingkat kepuasaan Santri Putri terhadap hidangan di Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar menunjukan bahwa rata-rata 70
responden menilai suka pada warna, menilai cukup empuk pada tekstur, menilai suka pada aroma, hangat pada suhu dan suka pada rasa makanan. Namun pada kategori
porsi makanan , terdapat kurang dari 70 yang menyatakan porsi yang disediakan cukup pada beberapa jenis menu makanan, selebihnya menyatakan porsi terlalu kecil.
Hal ini sejalan dengan penilaian dari pihak peneliti yang menyatakan bahwa porsi yang disediakan masih terlalu kecil, terutama pada porsi lauk dan sayur. Selain itu,
untuk warna, suhu dan tekstur makanan khususnya pada sayuran pada menu makan malam, peneliti penilai bahwa warnanya tidak sesuai, tekstur terlalu empuk, dan suhu
dingin berbeda halnya penilaian responden pada umumnya. Hasil penelitian kepuasaan terhadap hidangan menyatakan: dengan kategori
sangat puas, puas dan kurang puas menunjukan tingkat kepuasaan responden terhadap warna, tekstur, aroma, suhu, dan rasa makanan untuk menu makan pagi, menu
makan siang, dan menu makan malam pada umumnya menyatakan cukup puas yaitu rata-rata lebih dari 70 responden menyatakan cukup puas. Namun tidak demikian
Universitas Sumatera Utara
untuk kategori porsi, kurang dari 70 menyatakan cukup puas, selebihnya merasa kurang puas.
Berdasarkan penelitian Amelia 2013 di tempat dan waktu yang sama dengan penelitian ini, didapatkan hasil asupan santri putri di yayasan Pondok Pesantren
Hidayatullah Makasar tergolong kurang. Hal ini kemungkinan terjadi karena tidak sesuai porsi makanan yang disediakan oleh pihak Yayasan dalam hal ini pihak
penyelenggaraan makanan. Dari hasil penelitian Februanti 2009 dengan judul penyelenggaraan makanan, tingkat konsumsi dan analisis preferensi Attlet di SMA
Ragunan Jakarta yaitu sebagian besar sumbangan energi dan zat gizi berasal dari makanan dari dalam asrama sebesar 79 dan sumbangan energi dari luar asrama
21, dan 67,5 responden memiliki tingkat konsumsi energi deficit. Sedangkan yang memiliki tingkat konsumsi normal hanya 30 dan kelebihan sebanyak 2,5.
Rendahnya tingkat konsumsi energi dikarenakan tidak semua responden mengkonsumsi makanan dari dalam asrama dalam jumlah yang cukup dengan alasan
menu yang dihidangkan kurang sesuai dengan selera dan menimbulkan kebosanan. Hasil akhir dari penelitian ini kalau mau dilihat status gizinya mungkin mempunyai
hubungan yang singnifikan dengan status gizi siswa tersebut.
2.5. Landasan Teori
Krangka teori yang digunakan penelitian ini merupakan teori dari Moehyi dkk 1992 tentang preferensi makanan yang disajikan oleh penyelenggaraan makanan di
asrama, dimana makanan yang dikonsumsi mahasiswa berasal dari makanan dari
Universitas Sumatera Utara
dalam asrama dan luar asrama yang berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi dan protein yang pada akhirnya berpengaruh pada status gizi mahasiswa dan prestasi
belajar. Berdasarkan teori tersebut yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka diatas maka disusunlah krangka teori penelitian seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Sumber: Moehyi dkk 1992 Penyelenggaraan
Makanandi Asrama
Makanan Asrama Preferensi Mahasiswai
terhadap Makanan di Asrama
Makanan Luar Asrama
Konsumsi pangan Energi dan protein
Status gizi
Prestasi Belajar
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep