Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang
mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian.
2.4.9. Makanan dari Luar Asrama
Makanan jajanan adalah makanan siap santap untuk dikonsumsi disantap yang digunakan untuk selingan atau pelengkap menu utama. Berbagai macam
makanan jajanan yang khas di berbagai daerah di Indonesia, khas dalam bahan, pengolahan maupun penyajian Hardinsyah dan Briawan, 1994.
Jajan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak. Dalam satu segi jajan mempunyai aspek positif dan dalam segi lain jajan juga bisa bermakna negatif.
Rentang waktu antara makan pagi dan makan siang adalah relatif panjang, oleh karena itu anak-anak mahasiswa memerlukan asupan gizi tambahan diantara waktu
makan tersebut. Makanan jajanan sering kali lebih banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin dan mineral. Akibat
ketidaklengkapan gizi dalam makanan jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat menganti sarapan pagi atau makan siang. Anak-anak yang banyak
mengkonsumsi makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang masuk kedalam tubuhnya. Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan
mineral sangat kurang Khomsan, 2005. Guhardja 1992 menyatakan bahwa yang dimaksud makanan jajanan adalah
makanan yang siap dimakan yang didapat dan atau dijual oleh orang yang sama atau
Universitas Sumatera Utara
produksi oleh seseorang dan dijual oleh orang lain. Cara penjualanya dilakukan berkeliling, menetap di perumahan, atau dikeramaian. Selain itu Winarno 1993
makanan jajanan terdiri dari minuman, kudapan dan makanan lengkap, didefinisikan sebagai makanan yang siap untuk dimakan atau terlebih dahulu dimasak ditempat
penjualan dan dijual dipingir jalan, atau lokasi yang ramai serta umum. Makanan jajanan tradisional adalah makanan tradisional yang telah diolah
atau dimasak yang diperoleh di tempat-tempat penjualan seperti toko-toko,warung dan rumah makan tradisional. Menurut Hubeis 1993 makanan jajanan tradisional
dibedakan atas tiga golongan yaitu makanan lengkap, makanan kudapan dan minuman. Jika dilihat dari kandungan gizinya bahan-bahan yang digunakan dalam
makanan tradisional Indonesia jauh lebih aman dan lebih seimbang komposisinya dibandingkan makanan inpor yang umumnya mengandung lemak berlebihan dan
rendah serat. Setiap orang di negara berkembang dan sedang berkembang mengenal
makanan jajanan, jika tidak memakan makanan jajanan street food, setidak-tidaknya pernah melihat dijalan-jalan, di pasar, dan tempat lain Champman,1984. Di
Indonesia secara umum makanan jajanan amat digemari oleh masyarakat baik tua maupun muda, dan sudah menjadi pola makan penduduk Indonesia, Megawangi,
1984.
Universitas Sumatera Utara
2.4.10. Hasil Penelitian yang Relevan 2.4.10.1. Hubungan Preferensi Makanan Asrama dengan Status Gizi
Dalam memantau status gizi dilingkungan asrama yang konsumsi panganya dari penyelenggaraan makanan terdapat berbagai metode yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan dan kepuasaan makanan yang disajikan oleh penyelenggaraan makanan. Dari hasil penelitian Yaniandriyani 2013 dengan judul
gambaran pola konsumsi dan tingkat kepuasaan Santri Putri terhadap hidangan di Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makasar menunjukan bahwa rata-rata 70
responden menilai suka pada warna, menilai cukup empuk pada tekstur, menilai suka pada aroma, hangat pada suhu dan suka pada rasa makanan. Namun pada kategori
porsi makanan , terdapat kurang dari 70 yang menyatakan porsi yang disediakan cukup pada beberapa jenis menu makanan, selebihnya menyatakan porsi terlalu kecil.
Hal ini sejalan dengan penilaian dari pihak peneliti yang menyatakan bahwa porsi yang disediakan masih terlalu kecil, terutama pada porsi lauk dan sayur. Selain itu,
untuk warna, suhu dan tekstur makanan khususnya pada sayuran pada menu makan malam, peneliti penilai bahwa warnanya tidak sesuai, tekstur terlalu empuk, dan suhu
dingin berbeda halnya penilaian responden pada umumnya. Hasil penelitian kepuasaan terhadap hidangan menyatakan: dengan kategori
sangat puas, puas dan kurang puas menunjukan tingkat kepuasaan responden terhadap warna, tekstur, aroma, suhu, dan rasa makanan untuk menu makan pagi, menu
makan siang, dan menu makan malam pada umumnya menyatakan cukup puas yaitu rata-rata lebih dari 70 responden menyatakan cukup puas. Namun tidak demikian
Universitas Sumatera Utara
untuk kategori porsi, kurang dari 70 menyatakan cukup puas, selebihnya merasa kurang puas.
Berdasarkan penelitian Amelia 2013 di tempat dan waktu yang sama dengan penelitian ini, didapatkan hasil asupan santri putri di yayasan Pondok Pesantren
Hidayatullah Makasar tergolong kurang. Hal ini kemungkinan terjadi karena tidak sesuai porsi makanan yang disediakan oleh pihak Yayasan dalam hal ini pihak
penyelenggaraan makanan. Dari hasil penelitian Februanti 2009 dengan judul penyelenggaraan makanan, tingkat konsumsi dan analisis preferensi Attlet di SMA
Ragunan Jakarta yaitu sebagian besar sumbangan energi dan zat gizi berasal dari makanan dari dalam asrama sebesar 79 dan sumbangan energi dari luar asrama
21, dan 67,5 responden memiliki tingkat konsumsi energi deficit. Sedangkan yang memiliki tingkat konsumsi normal hanya 30 dan kelebihan sebanyak 2,5.
Rendahnya tingkat konsumsi energi dikarenakan tidak semua responden mengkonsumsi makanan dari dalam asrama dalam jumlah yang cukup dengan alasan
menu yang dihidangkan kurang sesuai dengan selera dan menimbulkan kebosanan. Hasil akhir dari penelitian ini kalau mau dilihat status gizinya mungkin mempunyai
hubungan yang singnifikan dengan status gizi siswa tersebut.
2.5. Landasan Teori