ANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS DALAM KARANGAN SISWA KELAS X SMK NEGERI 1 DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA.

(1)

i SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

PANGESTIKA MUJI RAHAYU 12201244033

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

v

diperjuangkan. Jadi teruslah berjuang, meskipun tidak mudah dan

berputar-putar di tempat yang sama.

(Pangestika M.R.)

“Jika Allah timpakan kemelaratan kepadamu, maka tiada yang

dapat

menghilangkannya selain Dia. Dan jika Dia kehendaki kebaikan bagimu, maka tiada

yang sanggup menolak karunianya, Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang

Dia kehendaki diantara hamba-

hambaNya dan Dia Pengampun lagi Pengasih.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Teruntuk Almamaterku tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta. Terima kasih atas ilmu yang telah diperoleh.

Teruntuk Bapak dan Ibu tercinta, yang telah memberikan doa, kasih sayang dan pelajaran hidup yang sangat berharga, kalian adalah semangatku.

Kalian motivasiku untuk mengejar impianku.

Impianku untuk mengabdi pada tanah air tercinta dan bermanfaat bagi agama, keluarga, dan umat manusia.

Teruntuk Kakakku, Heni Wulandari, suporter setiaku. Atas doa, semangat, dan bimbinganmu,


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur patutlah dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Kesalahan Sintaksis dalam Karangan Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta. Sholawat serta salam juga semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW kepada sahabat keluarga, serta ummat yang istiqomah berada di jalan-Nya.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban sebagai salah satu persyaratan guna menempuh gelar Strata-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis mengambil judul skripsi ini adalah karena tertariknya penulis untuk mengamati kesalahan sintaksis dalam karangan siswa SMK N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini hambatan dan kesulitan selalu penulis temui, namun hanya atas izin-Nya serta bimbingan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A, selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta;

2. Ibu Dr. Widyastuti Purbani, M.A., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNY;

3. Bapak Dr. Teguh Setiawan, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk sehingga skripsi ini dapat selesai;

4. Ibu Dra. Caecilia Utami, selaku guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X yang telah memberikan waktu dan bantuannya dalam proses pengambilan data di lapangan;

5. Siswa- Siswi Kelas X SMK Negeri 1 Depok, yang bersedia membantu dalam proses pengambilan data di lapangan;


(8)

viii

6. Ibu Ary Kristiyani, M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasihat, ilmu, dan kerjasamanya;

7. Bapak, Ibu, Kakak, Kakak Iparku, Kedua Keponakan tercintaku (Valent dan Varrel) serta Keluarga Besarku terima kasih atas segalanya;

8. Para sahabat di FBS UNY khususnya kelas C PBSI 2012 atas dukungan dan indahnya persahabatan yang terjalin;

9. Para sahabatku KKN Dsn. Krapyak Wetan, PPL SMPN 2 Mlati, dan Seruni Girls yang selalu mendukungku, terima kasih;

10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang dapat menyempurnakan skripsi ini sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Januari 2017 Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL ... PERSETUJUAN ... PENGESAHAN ... PERNYATAAN ... MOTO ... PERSEMBAHAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... ABSTRAK ... i ii iii iv v vi vii ix xiii xiv xv xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A.Latar Belakang Masalah ... B.Identifikasi Masalah ... C.Batasan Masalah ... D.Rumusan Masalah ... E. Tujuan Penelitian ... F. Manfaat Penelitian ... G.Batasan Istilah ...

1 6 6 7 7 7 8

BAB II KAJIAN TEORI ... A.Karangan ... 1. Pengertian Karangan ... 2. Jenis Karangan ... a. Narasi ... b. Deskriptif ...

10 10 10 10 11 11


(10)

x

c. Argumentatif ... d. Eksposisi ... B.Analisis Kesalahan Berbahasa ... 1. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa ... 2. Penyebab Kesalahan Berbahasa ... 3. Klasifikasi Analisis Berbahasa ... 4. Konstruksi Sintaksis ... C.Kesalahan Sintaksis ...

1. Pengertian Kesalahan Sintaksis ... 2. Bentuk Kesalahan Sintaksis ... a. Kesalahan Penggunaan Frasa ... b. Kesalahan Penggunaan Kalimat ... D.Penelitian yang Relevan ...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... A.Desain Penelitian ... B.Subjek dan Objek Penelitian ... C.Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... D.Teknik Pengumpulan Data ... E. Instrumen Penelitian ... F. Teknik Analisis Data ... G.Keabsahan Data ...

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A.Hasil Penelitian ...

1. Kesalahan Konstruksi Sintaksis dalam Karangan Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta ... 2. Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan Konstruksi Sintaksis

dalam Karangan Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok,

Sleman, Yogyakarta ... 12 12 12 12 15 16 17 28 28 29 29 33 43 47 47 47 48 49 50 51 53 55 55 55 59


(11)

xi

B.Pembahasan ... 1. Kesalahan Konstruksi Sintaksis dalam Karangan Siswa Kelas

X SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta ... a. Kesalahan Konstruksi Sintaksis pada Tataran Struktur

Frasa ... 1) Pengggunaan Preposisi yang Tidak Tepat ... 2) Ketidaktepatan Susunan Kata ... 3) Redudansi Makna ... b. Kesalahan Konstruksi Sintaksis pada Tataran Struktur

Kalimat ... 1) Kalimat Tidak Berpredikat ... 2) Kalimat Tidak Bersubjek ... 3) Kalimat Tidak Lengkap (Kalimat Buntung) ... 4) Penggunaan Konjungsi yang Tidak Tepat ... 5) Kalimat yang Rancu ... 6) Penggunaan Kata Tanya yang Tidak Perlu ... 2. Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan Konstruksi Sintaksis

dalam Karangan Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok,

Sleman, Yogyakarta ... a. Faktor Penyebab Kesalahan Konstruksi Sintaksis Struktur

Frasa ... 1) Ketidaktepatan Distribusi Kata ... 2) Redudansi Makna ... b. Faktor Penyebab Kesalahan Konstruksi Sintaksis Struktur

Kalimat ... 1) Ketidaklengkapan Fungsi ... 2) Ketidaktepatan Makna ... BAB V PENUTUP... A.Simpulan... B. Implikasi... 61 61 61 62 63 65 67 67 69 70 72 73 74 76 77 77 79 79 80 81 83 83 84


(12)

xii

C. Saran... DAFTAR PUSTAKA ...

85 86


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Perbedaan dan Persamaan Objek dan Pelengkap ...

Tabel 2 : Jenis Keterangan ... Tabel 3 : Jenis Kalimat ... Tabel 4 : Kartu Data ... Tabel 5 : Indikator Frasa dan Kalimat ... Tabel 6 : Jenis kesalahan Konstruksi Sintaksis pada Tataran Frasa dalam Karangan Siswa ... Tabel 7 : Jenis kesalahan Konstruksi Sintaksis pada Tataran Kalimat

dalam Karangan Siswa ... 24 25 27 50 51

56


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Desain Penelitian ... 48


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 : Frekuensi persentase kesalahan penggunaan sintaksis

ditinjau dari bentuknya ... Lampiran 2 : Kesalahan Konstruksi Sintaksis Struktur Frasa dan Kalimat ... Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa dan Jadwal Pelajaran ...

88

92 109 Lampiran 4 : Hasil Karangan Siswa ... Lampiran 5 : Gambar Lokasi Penelitian ... Lampiran 6 : Surat-surat Perizinan ...

116 134 136


(16)

xvi

ANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS DALAM KARANGAN SISWA KELAS X

SMK NEGERI 1 DEPOK, SLEMAN, YOGYAKARTA Oleh Pangestika Muji Rahayu

NIM 12201244033 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeteksi dan mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan sintaksis yang dilakukan siswa yang meliputi: (1) kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta, (2) faktor penyebab terjadinya kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.

Subjek penelitian ini adalah karangan siswa kelas X SMK Negeri 1 Depok tahun pelajaran 2015/2016. Objek penelitian merupakan kalimat yang mengandung kesalahan sintaksis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan suatu keadaan alamiah mengenai kesalahan penggunaan struktur sintaksis pada karangan siswa kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Teknik yang digunakan untuk menemukan dan mengklasifikasikan kalimat yang mengandung unsur kesalahan sintaksis adalah teknik membaca dan mencatat. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan metode agih dengan teknik baca markah dan metode padan ortografis dengan teknik pilah unsur penentu. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument), yaitu sebagai instrumen kunci dengan menggunakan kriteria bentuk dan distribusi.

Hasil penelitian kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X SMK N 1 Depok ada dua. Pertama, kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa berupa kesalahan struktur frasa dan kalimat. Kemudian, jenis kesalahan konstruksi sintaksis struktur frasa, meliputi ketidaktepatan susunan kata, preposisi yang tidak tepat, dan redudansi makna. Kesalahan struktur kalimat meliputi kalimat tidak berpredikat, kalimat tidak bersubjek, kalimat tidak lengkap (kalimat buntung), penggunaan konjungsi yang tidak tepat, kalimat yang rancu, dan penggunaan kata tanya yang tidak perlu. Kedua, faktor penyebab terjadinya kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa, meliputi faktor penyebab kesalahan struktur frasa dibagi menjadi dua, yaitu ketidaktepatan distribusi kata dan redudansi makna. Faktor penyebab kesalahan struktur kalimat dibagi menjadi dua, yaitu ketidaklengkapan fungsi dan ketidaktepatan makna.


(17)

1 A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Dalam hal ini bahasa Indonesia penting penerapannya bagi pendidikan setiap warga negara. Hal tersebut telah menjadikan pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai pelajaran wajib di semua jenjang sekolah. Pembelajaran Bahasa Indonesia pada setiap jenjang pendidikan memiliki fungsinya masing-masing, termasuk dalam mengasah empat keterampilan berbahasa.

Keterampilan berbahasa tersebut meliputi kegiatan menyimak atau mendengarkan, menulis, membaca, dan berbicara. Setiap keterampilan berbahasa tersebut terbentuk dan terus berkembang seiring dengan kemampuan serta latihan dari setiap peserta didik. Salah satu keterampilan berbahasa yang terdapat dalam penelitian ini adalah menulis. Hal ini dikarenakan, menulis memilki tingkat kompleksitas tinggi serta membutuhkan tiga keterampilan berbahasa lain. Menulis merupakan suatu aktivitas menuangkan ide/pikiran ke dalam sebuah angka atau huruf. Sebuah tulisan dapat mengandung sifat informatif, hiburan, ajakan, dan lain sebagainya.

Sebagai orang terpelajar, para siswa hingga mahasiswa dituntut untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam menyampaikan


(18)

2

ilmunya termasuk dalam menulis. Badudu (1995: 3-5) menjelaskan bahwa berbahasa yang baik ialah berbahasa sesuai dengan “lingkungan” bahasa itu digunakan. Bahasa yang benar ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: orang yang berbicara, orang yang diajak berbicara, situasi pembicaran (formal atau nonformal), dan masalah atau topik pembicaraan. Selain itu, bahasa yang benar ialah bahasa yang sesuai dengan kaidahnya, aturannya, bentuk, dan strukturnya. Badudu (1995: 5) juga menyatakan bahwa sampai sekarang masih tampak kesalahan bahasa dalam tataran masyarakat, seperti dalam media massa, pembelajaran, komunikasi, dan lain-lain.

Kesalahan bahasa dalam tataran masyarakat, tentu berpengaruh juga terhadap bahasa Indonesia peserta didik di sekolah. Dalam setiap pembelajaran Bahasa Indonesia dari tingkat terbawah, yaitu Sekolah Dasar, hingga jenjang SMA/SMK/MA menulis merupakan kegiatan yang selalu ada dan terus dikembangkan pada setiap peserta didik. Hal ini dikarenakan menulis bukanlah sebuah keterampilan bawaan yang dapat dikuasai tanpa mempelajari dan mengasahnya. Nurgiyantoro (2014: 427) mengatakan bahwa kegiatan menulis untuk menghasilkan sebuah karangan atau karya tulis, dalam bentuk apa pun, suatu keharusan mendapatkan prioritas guna mengukur kompetensi menulis peserta didik itu sendiri.

Hasil dari keterampilan menulis siswa dinamakan karangan, baik fiksi maupun non fiksi. Pembelajaran menulis guna membuat karangan bertujuan agar siswa mampu menggunakannya sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan fungsi dalam kehidupan sosial akademisnya. Karangan sendiri merupakan satuan bahasa


(19)

yang dapat mempresentasikan makna secara konseptual. Hal ini dikarenakan, karangan yang dihasilkan dapat sekaligus menunjukkan kompetensi atau kemampuan berbahasa tulis peserta didik. Artinya, apabila nilai seorang siswa tinggi, maka tinggi pula kompetensi menulisnya. Oleh sebab itu, anggapan bahwa kompetensi menulis merupakan hal yang sulit dikuasai dikatakan benar.

Dengan demikian, dalam sebuah karangan yang dibuat siswa, kalimat harus tersusun baik, agar pembaca dapat memahami maksud yang dipaparkan penulis. Karangan yang baik mengandung sistem tata bahasa yang baik dan benar pula. Penguasaan tata bahasa yang rendah akan memunculkan suatu kekeliruan maksud dan tujuan antara pembaca dengan penulis terhadap isi karangan tersebut. Analisis kesalahan didasarkan pada suatu objek bahasa yang menjadi target. Bahasa yang dimaksud berupa bahasa ibu dan bahasa kedua (bahasa nasional dan bahasa asing). Dalam penelitian ini dikhususkan pada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Oleh karena itu, analisis kesalahan dalam sebuah karangan berbahasa Indonesia berfungsi sebagai alat ukur suatu kemampuan tata bahasa siswa. Hal ini dapat membuka pikiran guru dalam mengatasi segala kerumitan sintaksis yang dihadapi peserta didik.

Sintaksis merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang terkait dengan struktur frasa, klausa dan kalimat (Suhardi, 2013: 33). Frasa merupakan kelompok kata yang unsur terbentuknya terdiri dari dua kata atau lebih. Klausa menurut Cook dalam Suhardi (2013: 41) merupakan frasa yang mengandung satu unsur predikat, baik disertai unsur lain atau tidak. Selain itu, kalimat merupakan bentuk konstruksi sintaksis yang paling besar dan secara struktural yang mengandung tiga


(20)

4

konsep dasar berbentuk satuan gramatikal, yaitu kata, frasa, atau klausa, serta dapat berdiri sendiri.

Bahasa tertulis terikat pada aturan-aturan kebahasaan, seperti ejaan, susunan, sistematika, dan teknik-teknik penulisan. Apabila siswa tidak memenuhi aturan-aturan kebahasaan tertulis, terjadilah kesalahan kebahasaan. Salah satu kesalahan kebahasaan tertulis yang masih sering dilakukan siswa adalah kesalahan sintaksis. Ruang lingkup kesalahan sintaksis berkisar pada kesalahan diksi, frasa, klausa dan kalimat berikut alat-alat sintaksis yang membentuk unsur-unsur tersebut. Selain itu, diangkatnya permasalahan ini karena dari wawancara yang telah dilakukan terhadap guru bahasa Indonesia Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta bahwa pemahaman dan penguasaan struktur bahasa khususnya pemilihan kata (diksi), frasa, klausa, dan kalimat dalam bahasa tulis yang dimiliki siswa masih perlu ditingkatkan.

Jenjang pendidikan Sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan dipilih karena pertimbangan usia, tingkat kemampuan siswa, dan tujuan menulis. Pertimbangan usia siswa sekolah menengah kejuruan adalah karena mereka telah menempuh pembelajaran menulis sejak sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, sehingga memiliki latar belakang pengetahuan dan kemampuan menulis. Tujuan menulis karangan sendiri bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan lebih ditekankan untuk membantu penulisan ilmiah. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah hasil karangan siswa kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016.


(21)

Berdasarkan pemaparan tersebut, menulis untuk menghasilkan karangan merupakan keterampilan berbahasa yang dalam penerapannya membutuhkan penguasaan ejaan, frasa, konjungsi, klausa, struktur kalimat, kosakata, tanda baca, dan penyusunan paragraf. Guna mempelajari kemampuan tata bahasa karangan siswa dilihat dari analisis kesalahan sintaksisnya. Diperlukan adanya penelitian yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai sejauh mana kemampuan tata bahasa pada karangan siswa, dilihat dari tingkat kesalahan tataran sintaksisnya.

Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Sebuah klausa dapat berpotensi menjadi sebuah kalimat apabila intonasinya final. Kesalahan dalam bidang klausa tidak dibicarakan tersendiri, tetapi sudah melekat dalam kesalahan di bidang kalimat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang perlu diteliti dalam analisis kesalahan tataran sintaksis adalah penyimpangan dalam penyusunan atau pemilihan diksi, kalimat, frasa, klausa, konjungsi, dan preposisi.

Kesalahan sintaksis yang dilakukan siswa dapat terjadi karena berbagai hal, antara lain sebagai akibat dari kekurangpahaman siswa terhadap kaidah tata bahasa yang digunakan, pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna, atau kekhilafan yang dilakukan siswa. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pemahaman dan penguasaan menggunakan kaidah bahasa dalam bahasa tulis pada siswa masih perlu diperbaiki. Salah satu kekurangan siswa dalam menggunkan bahasa tampak pada pemakaian kalimat, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui dan mempelajari lebih dalam jenis kesalahan sintaksis yang dilakukan siswa.


(22)

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Anggapan bahwa kompetensi menulis merupakan hal yang sulit dikuasai sehingga, mengakibatkan kemampuan menulis peserta didik masih rendah. 2. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa frasa.

3. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa klausa. 4. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa kalimat.

5. Kesalahan sintaksis yang dilakukan siswa terjadi akibat dari kekurangpahaman siswa terhadap kaidah tata bahasa yang digunakan, pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna, serta kekhilafan yang dilakukan siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, terdapat beberapa permasalahan yang sangatlah perlu untuk dibatasi. Permasalahan yang telah diidentifikasi tidak semuanya dibicarakan tersendiri karena penulis mempertimbangkan kemampuan, waktu, dan tujuan agar penulis memperoleh pembahasan yang lebih mendalam. Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa.

2. Faktor penyebab terjadinya kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa.


(23)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta?

2. Apakah faktor penyebab terjadinya kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeteksi dan mendeskripsikan jenis-jenis kesalahan sintaksis yang dilakukan siswa yang meliputi.

1. Kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.

2. Faktor penyebab terjadinya kesalahan konstruksi sintaksis dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Deskripsi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan baru bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang linguistik. Aspek kebahasaan,


(24)

8

dalam hal ini menulis karangan dengan memperhatikan unsur-unsur fungsional kalimat, yaitu sintaksis berdasarkan jenis kesalahan yang dilakukan siswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru dan Siswa

Penelitian Bagi guru maupun siswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kebahasaan dalam aspek menulis khususnya tentang ketepatan dan ketidaktepatan penggunaan sintaksis sebagai unsur dalam kalimat. Bagi guru juga, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau tolak ukur kemampuan tata bahasa tulis siswa sehingga selanjutnya, dapat memotivasi guru untuk menemukan metode atau cara agar meminimalisir kesalahan bahkan menghilangkannya. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat menghindari kesalahan sintaksis dalam menulis karangan.

b. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau saran positif dalam upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pembelajaran menulis karangan, sebagai bagian dari pelajaran bahasa Indonesia.

G. Batasan Istilah

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi terhadap istilah yang ada dalam penelitian ini, peneliti membatasi istilah-istilah tersebut.

1. Analisis kesalahan adalah penyelidikan terhadap suatu hal (karangan, peristiwa, dan sebagainya) sebagai teknik untuk mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara urut dan sistematis


(25)

kesalahan kaidah yang telah ditentukan dalam tataran ilmu kebahasaan (linguistik).

2. Kesalahan sintaksis adalah kesalahan struktur yang berupa kesalahan struktur frasa dan kesalahan struktur kalimat karena frasa dan kalimat merupakan bagian dari sintaksis.

3. Kesalahan frasa adalah kesalahan penggunaan sintaksis pada struktur frasa. 4. Kesalahan kalimat adalah kesalahan penggunaan sintaksis pada struktur

Kalimat.

5. Karangan adalah hasil perwujudan ide, gagasan dan pikiran manusia yang tersusun dari rangkaian kata demi kata yang membentuk sebuah kalimat, paragraf dan wacana yang mempunyai tujuan tertentu sehingga dapat dibaca dan dipahami maksudnya oleh pembaca.


(26)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Karangan

1. Pengertian Karangan

Dalam proses pembelajaran khususnya Bahasa Indonesia, Mengarang merupakan sebuah tindakan yang biasa dilakukan dengan tujuan menghasilkan sebuah karya, baik lisan maupun tulis. Umumnya hasil mengarang dalam bentuk tulisan disebut sebagai karangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 419) karangan merupakan hasil mengarang yang berupa: cerita, tulisan, artikel, dan puah pena. Selain pengertian itu, Keraf dalam Istinganah (2012: 17) mengatakan bahwa karangan adalah bahasa tulis yang merupakan rangkaian kata demi kata sehingga menjadi sebuah kalimat, paragraf dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dapat dibaca dan dipahami. Oleh sebab itu, karangan merupakan sebuah tindakan menuangkan pikiran atau gagasan dalam bahasa tulis yang menghasilkan suatu karya dalam bentuk kata demi kata, sehingga menjadi kalimat, paragraf, dan akhirnya wacana.

2. Jenis Karangan

Berdasarkan jenis pendekatan berbasis teks atau genre yang berpijak pada fungsi sosial, dikenal empat jenis karangan, yaitu: naratif, deskritif, argumentatif, dan ekspositori (Zainurrahman, 2013: 37). Menurut Wong (2002: 107-139) karangan nonfiksi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu: recounts, prcedural text, information report, explanation, exposition. Akan tetapi, menurut Sugono (ed)


(27)

(2005: 128) disebutkan bahwa karangan dibagi menjadi empat, yaitu: kisahan (narasi), bahasan (argumentasi), paparan (eksposisi), perian (deskripsi). Berikut penjelasan berbagai jenis karangan tersebut sebagai berikut.

a. Narasi

Narasi adalah tulisan yang menyajikan rincian peristiwa menurut urutan waktu, rincian tindakan, atau kegiatan. Narasi berkaitan dengan persepsi dan peristiwa pada latar tertentu mengenai objek tertentu. Narasi biasanya mendeskripsikan suatu tempat, waktu, dan manusia serta tindakannya sebagai poin penting. Dalam karangan narasi, penceritaan yang berdasarkan langkah demi langkah. Fungsi sosial karangan narasi adalah penulis bermaksud untuk berbagi cerita kepada masyarakat, menghibur pendengar, melaporkan sebuah peristiwa atau kejadian, memecahkan suatu misteri, dan sebagainya. Elemen wajib dalam naratif antara lain orientasi, komplikasi, evaluasi, dan resolusi. Contoh jenis karangan ini adalah biografi, kisah, roman, cerpen, dan novel.

b. Deskriptif

Deskriptif adalah penjabaran hasil pengamatan alat indera ke dalam rangkaian kata-kata untuk memberikan kesan indera juga kepada orang lain (Budiharso, 2009: 22). Bahasa deskriptif dapat bersifat subjektif atau objektif, hal ini dipengaruhi oleh besarnya keterlibatan penulis terhadap objek yang diamatinya. Karangan deskriptif digunakan penulis untuk menggambarkan sebuah keadaan atau situasi objek secara komprehensif dengan mengandalkan kemampuan kosakata. Fungsi sosial karangan deskriptif adalah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat pembaca seolah-olah mengalami, melihat,


(28)

12

dan merasakan apa yang sedang dideskripsikan. Contoh karangan deskripsi adalah penggambaran sebuah ruangan yang disertai dengan tata letak barang di dalam ruang, warna, keadaan, bentuk, dan struktur melalui pengamatan indera.

c. Argumentatif

Argumentatif adalah salah satu jenis esai yang bertujuan untuk mengubah pemikiran atau tindakan orang lain disertai dengan bukti-bukti yang dapat diterima akal. Fungsi sosial karangan argumentatif adalah sebagai sarana berargumen yang bertujuan untuk mengajak, membujuk, atau mendesak pembaca mengenai suatu isu dan menyuguhkan rasionalitas, pembantahan, dan penguatan beralasan terhadap pernyataan. Secara skematik karangan argumentatif terdiri atas tiga bagian, yaitu perkenalan isu, argumen, dan kesimpulan. Contoh argumentatif adalah debat, kampanye, dan lain sebagainya.

d. Eksposisi

Eksposisi adalah karangan yang menyatakan atau menjawab pertanyaan terkait dengan sesuatu. Eksposisi bertujuan untuk menjelaskan masalah ke dalam bahasa tulis. Eksposisi biasanya digunakan dalam menyampaikan uraian ilmiah populer. Contoh karangan jenis ini adalah buku pengetahuan, artikel-artikel dalam surat kabar, majalah, dan tulisan-tulisan ilmiah.

B.Analisis Kesalahan Berbahasa

1. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Sebelum membahas tentang kesalahan sintaksis, terlebih dahulu akan membahas kesalahan berbahasa. Pranowo (2015: 118) menjelaskan bahwa


(29)

kesalahan berbahasa adalah penyimpangan kaidah dalam pemakaian bahasa. Oleh sebab itu, untuk membantu tercapainya tujuan belajar bahasa, pembelajar perlu untuk mengevaluasi sebab-akibat dan cara mengatasi kekeliruan-kekeliruan berbahasa yang dilakukan, salah satunya adalah analisis kesalahan berbahasa. Hastuti (1989: 73-74) menjelaskan bahwa analisis kesalahan ialah proses yang didasarkan pada menganalisis kesalahan orang yang sedang belajar sebuah objek yang sudah jelas atau sudah ditargetkan. Oleh sebab itu, apabila analisis kesalahan yang dimaksud adalah berbahasa, objek tersebut ialah bahasa. Bahasa yang dapat dianalisis adalah bahasa ibu, bahasa kebangsaannya, dan bahasa asing.

Analisis kesalahan berbahasa dikhususkan pada bahasa yang telah ditargetkan. Beberapa fungsi dari analisis kesalahan berbahasa adalah sebagai berikut. (1) sebagai alat pada awal dan selama program pengajaran bahasa dilakasanakan, (2) dapat membuka pikiran guru dalam mengatasi kesulitan bahasa yang dihadapi siswa, (3) membantu penemuan linguistik konstrastif, (4) membantu pengajar bahasa (guru) mengatur materi pengajaran dan melaksanakan pengajarannya sesuai dengan jenis kesalahan bahasa yang dihadapi, (5) sebagai skala penentu keberhasilan atau kegagalan program bahasa yang telah diterapkan sehingga, dapat menentukan evaluasi selanjutnya.

Hastuti (1989: 74-76) menjelaskan bahwa penyebutan “kesalahan” lebih dideskripsikan sebagai sebuah „gelincir‟, yaitu suatu tindakan yang disertai sikap kurang berhati-hati. Hal ini bisa disebabkan oleh sifat terburu-buru ingin cepat sampai tujuan. Kesalahan tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor ekstra linguistik, semacam kegagalan ingatan, emosi yang meningkat, kelelahan mental


(30)

14

atau fisik, serta mabuk. Karakteristik dari gelincir memungkinkan pemakai bahasa menyadari kegelincirannya, sehingga ia dapat mengoreksi diri tanpa bantuan eksternal.

Pada bahasa Indonesia ditemui beberapa kata yang artinya bernuansa dengan kesalahan. Di samping kesalahan terdapat pula penyimpangan, pelanggaran, dan kekhilafan. Keempat kata tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

a. Kesalahan

Kesalahan berasal dari kata „salah‟ yang dilawankan dengan „betul‟, memilki arti jika yang dilakukan tidak betul, tidak menurut norma, ataupun tidak menurut aturan yang ditentukan. Hal ini dapat disebabkan, penutur belum tahu, tidak tahu ada norma, atau khilaf. Apabila kesalahan ini dihubungkan dengan penggunaan kata, bisa jadi penutur tidak tahu kata apa yang tepat untuk dipakai. b. Penyimpangan

Kata penyimpangan memilki arti menyimpang dari norma yang telah ditetapkan. Hal ini bisa disebabkan tidak mau, enggan, atau malas mengikuti norma yang ada. Sikap berbahasa ini cenderung menuju ke pembentukan kata, istilah, slang, jargon, dan prokem.

c. Pelanggaran

Kata pelanggaran memberi kesan negatif karena pemakai bahasa dengan penuh kesadaran tidak mau mneuruti norma yang telah ditentukan, meskipun ia telah paham akan segala konsekuensinya.


(31)

d. Kekhilafan

Kata ini merupakan proses psikologis, dalam hal ini menandai seseorang khilaf dalam menerapkan teori atau norma bahasa yang telah diketahuinya. Kekhilafan dapat diartikan kekeliruan yang memungkinkan salah ucap dan salah susun karena kurang cermat.

2. Penyebab Kesalahan Berbahasa

Penyebab kesalahan berbahasa terdapat pada orang yang menggunakan bahasa bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Menurut Setyawati (2010: 15) ada tiga kemungkinan seseorang dapat salah dalam berbahasa, sebagai berikut.

a. Penutur terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Hal ini dapat diartikan bahwa kesalahan berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari si pembelajar (siswa). Dengan kata lain sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem linguistik B1 dengan sistem linguistik B2.

b. Pemakai bahasa kurangpaham terhadap bahasa yang dipakainya. Kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah bahasa yang dipelajari. Dengan kata lain, keliru menerapkan kaidah bahasa. Misalnya: kesalahan generalisasi, aplikasi kaidah bahasa yang tidak sempurna, dan kegagalan mempelajari kondisi penerapan kaidah bahasa. Kesalahan seperti ini sering disebut dengan istilah kesalahan intrabahasa (intralingual error). Kesalahan ini disebabkan oleh: (a) penyamarataan berlebihan, (b) ketidaktahuan pembatasan kaidah, (c)


(32)

16

penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan (d) salah menghipotesiskan konsep.

c. Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna. Hal ini berkaitan dengan bahan yang diajarkan atau dilatihkan dan cara pelaksanaan pengajaran. Bahan pengajaran menyangkut masalah sumber, pemilihan, penyusunan, pengurutan, dan penekanan. Cara pengajaran menyangkut masalah pemilihan teknik penyajian, langkah-langkah dan urutan penyajian, intensitas dan kesinambungan pengajaran, dan alat-alat bantu dalam pengajaran.

3. Klasifikasi Analisis Berbahasa

Menurut Tarigan (1997: 48-49), kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Berdasarkan tataran linguistik, kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi: kesalahan berbahasa di bidang fonologi, morfologi, sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana.

b. Berdasarkan kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

c. Berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud kesalahan berbahasa secara lisan dan secara tertulis. Berdasarkan penyebab kesalahan tersebut terjadi dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa karena pengajaran dan kesalahan berbahasa karena interferensi.


(33)

d. Kesalahan berbahasa berdasarkan frekuensi terjadinya dapat diklasifikasikan atas kesalahan berbahasa yang paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi.

4. Konstruksi Sintaksis

Ilmu bahasa memiliki beberapa cabang yang mengkaji permasalahan yang terkait dengan unsur-unsur bahasa, salah satu cabang ilmu tersebut adalah sintaksis. Suhardi (2013: 15) menjelaskan bahwa sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang membahas seluk-beluk konstruksi sintaksis berupa frasa, klausa, dan kalimat. Selain itu, Verhaar (2012: 161) menyatakan bahwa sintaksis merupakan ilmu yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Oleh karena itu, unsur minimal dalam sebuah konstruksi sintaksis adalah kata atau bentuk bebas. Dengan kata lain, kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya atau kelas kata. Dalam bahasa Indonesia memilki empat kategori utama, yaitu verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), dan adverbia (kata keterangan) ada juga kata tugas (preposisi, konjungtor, dan partikel). Objek kajian konstruksi sintaksis adalah hal-hal terkait frasa, klausa, dan kalimat.

a. Frasa

Verhaar (2012: 291) menyatakan bahwa frasa merupakan kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sebagai contoh:

{Secara {lebih mendalam}} kita {akan membahas} {kemampuan {menilai {prestasi belajar}}} {untuk {kepentingan {pengajaran {yang lebih baik}}}.


(34)

18

Frasa-frasa yang terdapat dalam kalimat diapit antara kurung kurawal, akan tetapi terdapat juga “frasa terkandung”, yang artinya frasa di dalam frasa. Selain itu, Suhardi (2013: 34) menyatakan bahwa frasa merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang beranggotakan dua kata atau lebih dan tidak bersifat predikatif. Oka dan Suparno dalam Suhardi (2013: 36) menyebutkan bahwa frasa-frasa yang berpotensi sebagai frasa endosentris adalah frasa nominal (frasa benda), frasa verbal (frasa kerja), frasa adjektival (frasa sifat), dan frasa numeralia (frasa bilangan). Selain itu, frasa-frasa yang berpotensi sebagai frasa eksosentrik adalah frasa preposisional (frasa depan) dan frasa artikel (frasa sandang). Alwi dkk (2003: 243) menyebutkan contoh-contoh frasa tersebut sebagai berikut:

1) Frasa Nominal (Frasa Benda) (1) baju merah

(2) dua baju

(3) rumah mewah saya (4) baju merah ini/itu 2) Frasa Verbal (Frasa Kerja)

(5) akan pergi  Kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas adalah akan, harus, dapat / bisa, boleh, suka, ingin, mau, tidak, dan belum.

(6) berlatih setiap pagi 3) Frasa Adjektival (Frasa Sifat)


(35)

(8) Ia berhasil dengan baik. (9) sangat kuat

(10) paling besar

4) Frasa Numeralia (Frasa Bilangan) (11) dua ekor (kerbau)

(12) lima orang (penjahat) (13) tiga buah (rumah)

5) Frasa Preposisional (Frasa Depan)

(14) dari rumah  kata dasar (di, ke, dari, pada) dan kata berafiks (selama, sepanjang, dan mengenai)

(15) menurut rencana  menambah afiks pada bentuk dasar kelas kata verba, adjektiva, atau nomina.

(16) kepada guru

6) Frasa Artikel (Frasa Sandang)

Frasa artikel merupakan frasa yang bersifat gelar, mengacu pada makna kelompok, dan yang menominalkan (Alwi, 2003: 304-306).

(17) yang mencipta (18) sang juara (19) para guru (20) si pengirim


(36)

20

b. Klausa

Klausa menurut Alwi, dkk. (2003: 312) adalah satuan sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih, yang mengandung unsur predikasi. Klausa merupakan bagian dari kalimat. Dilihat dari segi struktur internalnya, kalimat dan klausa keduanya terdiri dari unsur predikat dan subjek, dengan atau tanpa objek, pelengkap, atau keterangan. Contohnya :

(1) Dia pergi pukul 06.00, ketika saya sedang mandi

Klausa utama atau induk kalimat  Dia pergi pukul 06.00

Klausa subordinatif atau anak kalimat  ketika saya sedang mandi

Suhardi (2013: 42) menyatakan bahwa klausa adalah salah bentuk konstruksi sintaksis yang salah satu unsur pembentuknya berfungsi sebagai predikat (P). Predikat dalam konstruksi sintaksis merupakan sentral dari fungsi-fungsi sintaksis lain yang terkandung di dalamnya. Klausa diidentifikasikan berdasarkan kriteria tertentu, yaitu (1) kelengkapan unsur intinya, (2) struktur internalnya, (3) ada tidaknya unsur negasi pada unsur pengisi P, (4) kategori unsur yang menduduki fungsi P, dan (5) distribusi unsur-unsur pembentuknya.

Berikut penjelasan dari kriteria klausa, sebagai berikut. 1) Kelengkapan unsur intinya

Berdasarkan kelengkapan unsur ini terdapat dua jenis klausa yakni klausa lengkap dan klausa tidak lengkap. Contoh :

(2) Santi sedang memasak.  Klausa Lengkap S P


(37)

(3) Lima ekor. (Sebagai jawaban atas pertanyaan “jumlah P sapimu berapa?”)  Klausa tidak lengkap 2) Struktur internalnya

Berdasarkan unsur internalnya merujuk pada bentuk klausa lengkap, yakni klausa yang unsur-unsurnya minimal terdiri atas unsur yang berfungsi sebagai S dan P.

(3) adik saya / akan pergi  berstruktur runtut S-P (4) akan pergi / adik saya  berstruktur inversi P-S 3) Ada tidaknya unsur negasi pada unsur pengisi P

Berdasarkan ada tidaknya unsur negasi pada unsur pengisi P, yakni klasua positif dan klausa negatif. Kata negasi yang bisa digunakan, anatar lain tidak, tak, tiada, bukan, non, dan jangan. Contohnya :

(5) dia / akan bekerja (Klausa psitif) (6) dia tidak akan bekerja (Klausa negatif) 4) Unsur pengisi P

Berdasarkan unsur pengisi P, klausa dikelompokkan menjadi dua, yakni klausa kerja (verbal), dan klausa nonkerja (nonverbal). Contohnya :

(7) mereka akan berangkat besok  klausa kerja/verbal

(8) ruangannya sangat kotor  klausa nonverbal: sifat/adjektival 5) Distribusi unsur-unsur pembentuknya

Berdasarkan distribusi unsur-unsur pembentuknya, klausa dikelompokkan menjadi dua, yakni klausa bebas (klausa yang mampu berdiri sendiri sebagai


(38)

22

kalimat sempurna) dan klausa terikat (klausa tidak berdiri sebagai kalimat sempurna, terikat dari konstruksi lain). Contohnya :

(9) mereka akan bekerja (klausa bebas) (10) jika terlambat datang, ... (klausa terikat)

c. Kalimat

Kalimat sendiri menurut Chaer (2006: 327) merupakan satuan bahasa yang berisi suatu “pikiran” atau “amanat” yang lengkap (terdapat unsur atau bagian yang menjadi pokok pembicaraan Subjek, bagian yang menjadi “komentar” tentang subjek Predikat, bagian yang merupakan pelengkap dari predikat

Objek, dan bagian yang merupakan “penjelasan” terhadap predikat dan subjek

Keterangan). Alwi, dkk. (2003: 311) menyatakan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, yang berwujud lisan atau tulis dan mengungkapkan pikiran yang utuh. Selain itu, Badudu (1995: 185) menyatakan bahwa kalimat tersusun dari kata-kata, frasa, atau klausa. Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri atas satu klausa unsur kalimat, yaitu kata dan frasa.

Contoh : (1) Saya sakit. (dua kata)

(2) Saya sakit keras. (kata saya dan frasa sakit keras)

(3) Adik saya sakit keras. (dua frasa: adik saya dan sakit keras)

Kalimat memiliki unsur-unsur, yaitu predikat, subjek, objek, pelengkap, keterangan, dan interpretasi ganda (Alwi, dkk., 2003: 326-333). Berikut ini penjelasan masing-masing unsur kalimat, sebagai berikut:


(39)

1) Fungsi Predikat

Predikat sebuah kalimat biasanya berupa frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeralia, atau frasa preposisional. Berikut contohnya.

(4) Ayahnya guru Bahasa Inggris (P=FN) 2) Fungsi Subjek

Pada umumnya subjek berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Terdapat pada contoh berikut.

(5) Anak itu belum makan.  frasa verbal 3) Fungsi Objek

Objek dituntut kehadirannya oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya setelah predikat. Verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran afiks tertentu. Contohnya sebagai berikut :

(6) Adi mengunjungi Pak Ali. (7) Adi mengunjunginya. (8) saya ingin menemui kamu. 4) Fungsi Pelengkap

Menurut Alwi (2003: 329) berikut ini perbedaan dan persamaan dari objek dan pelengkap.


(40)

24

Tabel 1: Perbedaan dan Persamaan Objek dan Pelengkap

Objek Pelengkap

Berwujud frasa nominal dan klausa Berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektifal, frasa preposisional, atau klausa

Berada langsung di belakang predikat

Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir Menjadi subjek akibat pemasifan

kalimat

Tak dapat menjadi subjek dalam pemasifan kalimat

Dapat diganti dengan pronomina nya

Tidak dapat diganti dengan –nya kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan.

Contoh :

(9) Dia mendagangkan barang-barang elektronik di Glodok. O

(10) Dia berdagang barang-barang elektronik di Glodok.

Pel

5) Fungsi Keterangan

Keterangan dapat berada di akhir, di awal, dan di tengah kalimat. Kosntituen keterangan biasanya berupa frasa nominal, frasa preposisional, frasa adverbial, atau klausa. Sebagai contoh.

(11) Dia memotong rambutnya dengan gunting.

(12) Dia memotong rambutnya sebelum dia mendapat peringatan dari sekolah. Menurut Alwi dkk (2003: 331), berikut ini daftar beberapa jenis keterangan dalam tata bahasa, sebagai berikut.


(41)

Tabel 2: Jenis Keterangan

Jenis Keterangan Preposisi/penghubung Contoh

1. Tempat di ke dari (di) dalam Pada di kamar ke Medan dari Manado (di) dalam rumah pada saya 2. Waktu - pada dalam se- sebelum sesudah selama sepanjang kemarin, sekarang pada hari ini dalam minggu ini sepulang dari kantor sebelum pergi sesudah pukul 12.00 selama dua minggu sepanjang hari

3. Alat dengan dengan gunting

4. Tujuan

agar/supaya untuk bagi demi

agar/supaya kamu pintar untuk kebebasan

bagi masa depan demi sahabatnya 5. Cara dengan secara dengan cara dengan jalan dengan diam-diam secara hati-hati dengan cara damai dengan jalan berunding 6. Penyerta

dengan bersama beserta

dengan adiknya bersama orang tuanya beserta sahabatnya 7. Perbandingan/ Kemiripan Seperti bagaikan laksana seperti angin bagaikan puteri

laksana bintang di langit

8. Sebab Karena

sebab

karena perempuan itu sebab kekeliruannya

9. Kesalingan - saling (membenci), satu

sama lain 6) Interpretasi Ganda

Konstruksi kalimat dalam bahasa Indonesia memiliki fungsi konstituen yang tafsirannya berbeda, yaitu kalimat yang predikatnya berupa frasa preposisional dan kalimat yang subjeknya berupa frasa verbal. Sebagai contoh frasa preposisional sebagai predikat.


(42)

26

(13)Ibu ke pasar. (14)Ibu pergi ke pasar.

Frasa Ke pasar pada kedua kalimat tersebut memilki kedudukan yang berbeda. Frasa pada kalimat pertama menduduki posisi predikat kalimat apabila Ibu diperlakukan sebagai subjek kalimat. Frasa ke pasar kalimat kedua berfungsi sebagai katerangan. Sebagai contoh dari frasa verbal sebagai subjek, yaitu:

(15)Membangun gedung bertingkat mahal sekali. Subjek Predikat

(16)Biaya membangun gedung bertingkat mahal sekali.

Pel

Perbedaan kedua frasa yang berhuruf miring tersebut adalah pada kalimat (15) berfungsi sebagai subjek. Akan tetapi, pada kalimat (16) berfungsi sebagai pelengkap karena nomina /biaya/ yang mengalami pelesapan.

7) Jenis Kalimat

Jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut (a) jumlah klausanya, (b) bentuk sintaksisnya, (c) kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek dan predikatnya (Alwi, dkk, 2003: 336-337). Berdaarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal sendiri dapat dibedakan lagi berdasarkan kategori predikatnya, menjadi (1) kalimat berpredikat verbal, (2) kalimat berpredikat adjektival, (3) kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), (4) kalimat berpredikat numeral, dan (5) kalimat berpredikat frasa preposisional.


(43)

Kalimat verbal sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau frasa nominal objeknya, yaitu (i) kalimat taktransitif, (ii) kalimat ekatransitif, dan (iii) kalimat dwitransitif. Kalimat majemuk dapat dibagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, kalimat lazim dibagi menjadi kalimat deklaratif (kalimat berita), kalimat interogatif (kalimat tanya), kalimat imperatif (kalimat perintah), dan kalimat ekslamatif (kalimat seruan).

Dilihat dari segi kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat lengkap (major) dan kalimat taklengkap (minor). Selanjutnya, kalimat dari susunan unsur subjek dan predikatnya dapat dibedakan menjadi kalimat biasa dan kalimat inversi. Menurut Alwi dkk (2003: 337) berbagai jenis kalimat yang telah dijelaskan tersebut dapat dirangkum pada tabel 3 berikut.

Tabel 3: Jenis Kalimat

Kalim

at

Jumlah Klausa

Bentuk Predikat

Susun-an P-S Keleng-kapan Unsur Ver-bal Adjek-tival Nomi-nal Nume-ral Prepo-sisional Tung-gal Deklaratif Interogatif Imperatif Ekslamatif + + + - + + (+) + + + + - + + - (+) + + (+) - (+) (+) (+) ++ (+) (+) (+) (+) Ma jem u k Setar a B er tin g k at Kehadiran objek

Aktif Pasif

Taktransitif +

+ + - + + Ekatransitif Dwitansitif Keterangan tabel:

+ : Ada, ya (+) : Terbatas


(44)

28

Kesalahan penempatan kata atau frasa dalam kalimat dapat membuat makna kalimat tidak jelas dan dapat digolongkan sebagai kalimat yang tidak efektif. Perbedaan dalam bahasa lisan dan tulis, kekurangsempurnaan susunan kata dalam kalimat mungkin masih dapat diatasi dengan adanya intonasi, sedangkan dalam bahasa tulis alat bantu tersebut tidak ada. Oleh karena itu, bentuk dan susunan bahasa tulis haruslah tepat dan teratur.

C.Kesalahan Sintaksis

1. Pengertian Kesalahan Sintaksis

Kesalahan-kesalahan yang telah dibuat siswa dalam Bahasa Indonesia mempunyai karakteristik sendiri dan dalam perkembangannya terdapat beberapa komponen bahasa yang belum dibakukan, yaitu komponen lafal. Selain itu, komponen yang telah dibakukan ialah komponen ortografi (ilmu ejaan), selanjutnya menyusul komponen tata bahasa (sintaksis dan morfologi). Tarigan (1988: 199) menjelaskan bahwa kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur, frasa, klausa, atau kalimat serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Hastuti (1989: 79-80) menyebutkan empat jenis kesalahan, yaitu; (a) kesalahan leksikon, (b) kesalahan sintaksis, (c) kesalahan morfologi, (d) kesalahan ortografi.

Penelitian ini akan dikhususkan dalam penelitian kesalahan sintaksis. Sintaksis menurut Suhardi (2013: 15) merupakan cabang ilmu bahasa yang membicarakan seputar konstruksi sintaksis yang berupa frasa, klausa, dan kalimat. Pengertian sintaksis hampir serupa dengan Ramlan (2001: 18) ialah bagian ilmu


(45)

bahasa yang yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa serta berusaha menjelaskan unsur suatu satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam suatu bahasa. Kesalahan dalam tataran sintaksis berkaitan erat dengan morfologi. Hal ini dikarenakan komponen sintaksis adalah terdiri dari kata.

Kesalahan sintaksis berdasarkan pendapat ahli sebelumnya merupakan sebuah kesalahan, penyimpangan, pelanggaran, kekhilafan terhadap suatu kaidah yang ditentukan dalam tataran sintaksis (ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk frasa, klausa, dan kalimat serta pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata atau dengan satuan-satuan yang lebih besar. Satuan-satuan dalam bahasa yang mempunyai satuan terkecil, yaitu kata). Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain berupa tataran frasa, klausa, dan kalimat. Analisis kesalahan tataran sintaksis dalam penelitian ini mencakup frasa dan kalimat.

2. Bentuk Kesalahan Sintaksis a. Kesalahan Penggunaan Frasa

Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai pada bahasa lisan maupun bahasa tulis. Artinya, kesalahan berbahasa dalam bidang frasa ini sering terjadi dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis. Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya: (1) pengaruh bahasa daerah, (2) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (3) kesalahan susunan kata, (4) penggunaan unsur berlebihan atau mubazir, (5) penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, (6) penjamakan yang ganda, (7) penggunaan bentuk


(46)

30

resiprokal yang tidak tepat (Setyawati, 2010: 76). Berikut penjelasan dari kesalahan penggunaan frasa berdasarkan penyebab terjadinya.

1) Pengaruh Bahasa Daerah

Situasi kedwibahasaan yang ada di Indonesia, menimbulkan pengaruh besar dalam pemakaian bahasa. Terdapat kecenderungan bahasa daerah merupakan B1, sedangkan bahasa Indonesia merupakan B2 bagi rakyat Indonesia atau pemakai bahasa. Tidak mengherankan apabila hampir dalam setiap tataran linguistik, pengaruh bahasa daerah dapat dijumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia. Dengan kata lain, kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana sebagai akibat pengaruh bahasa daerah dapat dijumpai dalam bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 76). Hal tersebut dapat diamati dalam pemakaian frasa yang tidak tepat berikut ini.

(17) Siswa-siswi pada berlarian di dalam kelas.

(18) Kalau harus disuruh menunggu, Ali sudah tidak sabaran lagi.

Dalam ragam baku, unsur-unsur yang dicetak miring pada kalimat (17) dan (18) merupakan contoh pemakaian frasa yang salah. Kesalahan itu disebabkan oleh pengaruh bahasa daerah. Berturut-turut kedua frasa tersebut sebaiknya diganti dengan sedang berlarian dan tidak sabar.

2) Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat

Sering dijumpai pemakaian preposisi tertentu dalam frasa preposisional tidak tepat. Hal ini biasanya terjadi pada frasa preposisional yang menyatakan tempat, waktu, dan tujuan. Perhatikan pemakaian preposisi yang salah dalam kalimat berikut ini.


(47)

(19) Di hari bahagia ini aku memberikan sebuah kado untukmu.

(20) Jika Pak Tomas tidak berada di rumah, surat itu bisa dititipkan ke istrinya. Kata-kata yang dicetak miring pada kedua kalimat di atas merupakan penggunaan preposisi yang tidak tepat. Kalimat (3) lebih tepat menggunakan preposisi yang menyatakan waktu, yaitu pada; dan pada kalimat (4) lebih tepat menggunakan preposisi yang menyatakan tujuan, yaitu kepada (Setyawati, 2010: 78).

3) Susunan Kata yang Tidak Tepat

Salah satu akibat pengaruh bahasa asing adalah kesalahan dalam susunan kata. Perhatikan contoh berikut ini.

(21) Ini hari kita akan melaksanakan berbagai kegiatan untuk memperingati HUT Kemerdekaan.

(22) Kamu sudah mengerjakan tugas-tugas itu?

Susunan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat (5) dan (6) tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia. Hal tersebut berawal dari terjemahan harfiah dari bahasa asing itu ke dalam bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dengan bahasa asing yang berbeda tersebut menyebabkan terjadi kesalahan berbahasa (Setyawati, 2010: 79).

4) Penggunaan Unsur Berlebihan atau Mubazir

Sering dijumpai pemakaian kata-kata yang mengandung makna yang sama (bersinonim) digunakan sekaligus dalam sebuah kalimat. Perhatikan contoh berikut.


(48)

32

(24) Program ini dimaksudkan agar supaya dapat membantu menyelesaikan masalah yang kita hadapi..

Kata-kata yang bercetak miring pada kalimat-kalimat di atas bersinonim. Penggunaan dua kata yang bersinonim sekaligus dalam sebuah kalimat dianggap mubazir karena tidak hemat. Oleh karena itu, yang digunakan salah satu saja agar tidak mubazir (Setyawati, 2010: 80).

5) Penggunaan Bentuk Superlatif yang Berlebihan

Bentuk superlatif adalah bentuk yang mengandung arti „paling‟ dalam suatu perbandingan. Bentuk yang mengandung arti „paling‟ tersebut dapat dihasilkan dari suatu adjektiva ditambah adverbia amat, sangat, sekali, atau paling. Jika ada dua adverbia digunakan sekaligus dalam menjelaskan adjektiva pada sebuah kalimat, terjadilah bentuk superlatif yang berlebihan (Setyawati, 2010: 81). Perhatikan contoh berikut.

(25) Acara tersebut sangat menghibur sekali.

(26) Musibah yang dia alami amat sangat memilukan. 6) Penjamakan yang Ganda

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia, sehingga menjadi bentuk yang rancu atau kacau. Perhatikan contoh bentuk penjamakan ganda berikut ini.

(27) Para guru-guru sedang mengikuti seminar.

(28) Presiden akan mengunjungi berbagai negara-negara di Asia.

Dalam sebuah kalimat untuk penanda jamak sebuah kata cukup menggunakan satu penanda saja; jika sudah terdapat penanda jamak tidak perlu


(49)

kata tersebut diulang atau jika sudah diulang tidak perlu menggunakan penanda jamak (Setyawati, 2010: 82).

7) Penggunaan Bentuk Resiprokal yang Salah

Bentuk resiprokal merupakan bentuk bahasa yang mengandung arti „berbalasan‟. Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan cara menggunakan kata saling atau dengan kata ulang berimbuhan. Akan tetapi, jika ada bentuk yang berarti „berbalasan‟ itu dengan cara pengulangan kata, digunakan sekaligus dengan kata saling, akan terjadilah bentuk resiprokal yang salah (Setyawati, 2010: 83). Perhatikan contoh kalimat berikut ini.

(29) Sesama pengendara dilarang saling dahulu-mendahului.

(30) Kedua sahabat itu kini saling jauh-menjauhi karena kesalahpahaman.

b. Kesalahan Penggunaan Kalimat

Kesalahan penggunaan kalimat dapat menyebabkan kekeliruan makna atau maksud bagi pembaca atau pendengar. Oleh sebab itu, kesalahan penggunaan kalimat dapat terjadi dalam bahasa lisan dan tulis. Sehingga, bukan hal yang umum bila ditemukan kesalahan saat berbicara dan menulis. Menurut Setyawati (2010: 84-102), kesalahan berbahasa dalam bidang kalimat dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: (1) kalimat yang tidak bersubjek, (2) kalimat yang tidak berpredikat, (3) kalimat yang buntung (tidak bersubjek dan tidak berpredikat), (4) penggandaan subjek, (5) antara predikat dan objek yang tersisipi, (6) kalimat yang tidak logis, (7) kalimat yang ambigu, (8) penghilangan konjungsi, (9) penggunaan


(50)

34

konjungsi yang berlebihan, (10) urutan kalimat yang tidak pararel, (11) penggunaan istilah asing, dan (12) penggunaan kata tanya yang tidak perlu.

Berikut ini penjelasan dari kesalahan penggunaan bidang kalimat berdasarkan penyebab terjadinya.

1) Kalimat yang Tidak Bersubjek

Kalimat itu paling sedikit harus terdiri atas subjek dan predikat, kecuali kalimat perintah atau ujaran yang merupakan jawaban pertanyaan. Biasanya kalimat yang subjeknya tidak jelas terdapat dalam kalimat rancu, yaitu kalimat yang berpredikat verba aktif transitif di depan subjek terdapat preposisi. Perhatikan contoh berikut.

(31) Dari pengamatan selama ini menunjukkan bahwa program BLT belum dapat dianggap sebagai usaha yang dapat memecahkan masalah kemiskinan.

(32) Untuk masalah ini memerlukan solusi yang tepat.

Subjek kalimat-kalimat di atas tidak jelas atau kabur karena subjek kalimat aktif tersebut didahului preposisi dari dan untuk. Kata-kata lain yang sejenis dengan preposisi itu, yang sering mengaburkan subjek adalah di, di dalam, dalam, bagi, dari, dengan, sebagai, merupakan, kepada, dan pada. Perbaikan kalimat-kalimat di atas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; (1) jika ingin tetap mempertahankan preposisi yang mendahului subjek, maka predikat diubah menjadi bentuk pasif, dan (2) jika menghendaki predikat dalam bentuk aktif, maka preposisi yang mendahului subjek harus dihilangkan (Setyawati, 2010: 85).


(51)

2) Kalimat yang Tidak Berpredikat

Kalimat yang tidak berpredikat disebabkan adanya keterangan subjek yang beruntun atau terlalu panjang, keterangan itu diberi keterangan lagi, sehingga penulis atau pembicaranya terlena dan lupa bahwa kalimat yang dibuatnya belum lengkap atau belum terdapat predikatnya. Perhatikan contoh berikut.

(33) Bandar udara Soekarno-Hatta yang dibangun dengan menggunakan teknik cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun di dunia sebelum ini karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini oleh para rekayasa Indonesia.

(34) Proyek raksasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak dan ternyata pada saat ini sudah mulai beroperasi karena dikerjakan siang dan malam dan sudah diresmikan pada awal Repelita yang lalu oleh Kepala Negara.

Dua contoh kalimat tersebut terlihat belum selesai karena belum berpredikat. Penghilangan kata yang pada kalimat (33) dapat menghasilkan kalimat yang lengkap yang mengandung subjek dan predikat. Subjek kalimat tersebut Bandar udara Soekarno-Hatta dan predikatnya dibangun. Agar tidak melelahkan pembaca karena terlalu panjang dan bertele-tele, maka contoh (33) dipecah menjadi dua kalimat.

Pada contoh (34) penghilangan dan sudah cukup memadai dalam usaha membuat kalimat itu menjadi berpredikat. Subjek kalimat itu adalah Proyek raksasa yang menghabiskan dana yang besar serta tenaga kerja yang banyak itu dan predikat kalimatnya sudah mulai beroperasi. Panjang tidaknya suatu kalimat


(52)

36

bukan merupakan ukuran bahwa kalimat itu lengkap. Sebaiknya kalimat dibuat haruslah pendek, hemat, lengkap, dan jelas karena hal itu merupakan ciri-ciri kalimat yang efektif (Setyawati, 2010: 86-88).

3) Kalimat Tidak Bersubjek dan Tidak Berpredikat ( Kalimat Buntung)

Dalam bahasa tulis sehari-hari sering dijumpai kalimat yang tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung). Perhatikan contoh berikut.

(35) Perempuan itu menatapku aneh. Serta sulit dimengerti.

(36) Di negara saya ajaran itu sulit diterima. Dan sukar untuk dilaksanakan. Kedua contoh di atas adalah susunan kalimat yang dipenggal-penggal. Kalimat yang dipenggal itu masih mempunyai hubungan gantung dengan kalimat lain (sebelumnya). Kalimat yang memiliki hubungan gantung tersebut dinamakan anak kalimat, sedangkan kalimat tempat bergantung anak kalimat disebut induk kalimat. Jika dicermati, kalimat kedua pada masing-masing contoh kalimat (yang diawali oleh kata-kata yang bercetak miring) bukan kalimat baku karena kalimat-kalimat tersebut buntung, tidak bersubjek dan tidak berpredikat. Kalimat-kalimat-kalimat itu hanya merupakan keterangan kalimat sebelumnya.

Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, kalimat tunggal tidak boleh diawali oleh kata-kata karena, sehingga, apabila, agar, seperti, kalau, walaupun, jika, dan konjungsi yang lain. Konjungsi seperti itu dapat mengawali kalimat jika yang diawali oleh kata tersebut merupakan anak kalimat yang mendahului induk kalimat (Setyawati, 2010: 89).


(53)

4) Penggandaan Subjek

Penggandaan subjek kalimat menjadikan kalimat tidak jelas bagian yang mendapat tekanan. Perhatikan contoh berikut.

(37) Persoalan itu kami sudah membicarakannya dengan Bapak Camat. (38) Buku itu saya sudah membelinya.

Contoh kalimat-kalimat tersebut memilki dua subjek yang berbeda dalam satu kalimat. Dalam kalimat (37) kata /persoalan itu/ dan /kami/ memilki fungsi sebagai subjek yang masing-masing dapat berkaitan dengan fungsi lain dalam kalimat. Penjelasan tersebut berlaku sama dengan kalimat (38), yaitu kata /buku itu/ dan /saya/.

Kata atau kelompok kata dalam sebuah kalimat akan menduduki fungsi sintaksis tertentu. Pada kedua contoh di atas merupakan kalimat yang tidak baku karena mempunyai dua subjek. Perbaikan kalimat-kalimat di atas dapat dilakukan dengan cara: (1) diubah menjadi kalimat pasif bentuk diri, (2) diubah menjadi kalimat aktif yang normatif, (3) salah satu di antara kedua subjek dijadikan keterangan (Setyawati, 2010: 90).

5) Antara Predikat dan Objek yang Tersisipi

Perhatikan kalimat-kalimat yang di antara predikat dan objek tersisipi preposisi.

(39) Kami mengharap atas kehadiran Saudara tepat pada waktunya.

(40) Acara yang diselenggarakan pada minggu yang lalu menampilkan tentang seni pertujunkan dari berbagai daerah.


(54)

38

(41) Banyak anggota masyarakat belum menyadari akan pentingnya kesehatan lingkungan.

Dalam kalimat aktif transitif, yaitu kalimat yang memiliki objek; verba transitif tidak perlu diikuti oleh preposisi sebagai pengantar objek. Dengan kata lain, antara predikat dan objek tidak perlu disisipi preposisi, seperti atas, tentang atau akan (Setyawati, 2010: 91).

6) Kalimat yang Tidak Logis

Kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal atau tidak benar menurut penalaran. Hal itu terjadi karena pembicara atau penulis kurang berhati-hati dalam memilih kata. Bentuk ini pun sudah merata di mana-mana (Setyawati, 2010: 92-93). Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.

(42) Yang sudah selesai mengerjakan tugas harap dikumpulkan. (43) Untuk mempersingkat waktu kita lanjutkan acara ini.

(44) Acara berikutnya adalah sambutan Kepala Desa Pesahangan. Waktu dan tempat kami persilakan.

Kalimat (42) memilki pertalian antara makna Yang sudah selesai mengerjakan soal dengan harap dikumpulkan tidak logis karena suatu hal yang tidak mungkin adalah Yang sudah selesai mengerjakan tugas itulah yang harap dikumpulkan.

Kalimat (43) memilki ketidaklogisan pada makna kata mempersingkat waktu. Hal itu disebabkan kata mempersingkat makna leksikalnya sama dengan „memperpendek‟. Jadi, tidak mungkin kalau waktu sampai diperpendek karena sampai kapan pun waktu itu tetap tidak mungkin dipersingkat atau diperpendek,


(55)

sehari semalam tetap 24 jam. Kata yang tepat untuk menyatakan waktu tersebut adalah kata menghemat.

Kalimat (44) memilki ketidaklogisan pada /waktu dan tempat/ yang dipersilakan untuk memberi sambutan. Seharusnya yang dipersilakan memberi sambutan adalah Kepala Desa Pesahangan.

7) Kalimat yang Ambigu

Ambigu adalah kegandaan arti kalimat, sehingga meragukan atau sama sekali tidak dipahami orang lain. Ambigu dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata yang bersifat polisemi, struktur kalimat yang tidak tepat (Setyawati, 2010: 94). Di bawah ini akan diperlihatkan beberapa contoh kalimat yang ambigu.

(45) Kubah masjid yang indah terbuat dari emas. (46) Mobil Direktur yang baru mahal harganya.

(47) Pidato ketua panitia yang terakhir itu dapat membangkitkan semangat para pemuda.

Pembaca dapat menafsirkan kalimat-kalimat di atas dengan dua penafsiran: (1) keterangan yang indah, yang baru, dan yang terakhir dapat mengenai nomina yang terakhir, yaitu kubah, Direktur, dan ketua panitia; (2) keterangan itu dapat mengenai keseluruhannya, yaitu kubah masjid, mobil Direktur dan pidato ketua panitia. Dengan demikian, kalimat itu menjadi ambigu karena maknanya tidak jelas.


(56)

40

8) Penghilangan Konjungsi

Pembaca sering menemukan tulisan-tulisan resmi yang di dalamnya terdapat gejala penghilangan konjungsi pada anak kalimat. Penghilangan konjungsi itu menjadikan kalimat tersebut tidak efektif (tidak baku). Perhatikan contoh-contoh berikut ini.

(48) Sering digunakan untuk main game, komputer ini kini telah dijual. (49) Membaca surat anda, saya sangat bahagia.

(50) Dilihat secara keseluruhan, kegiatan usaha koperasi unit desa tampak semakin meningkat setelah adanya pembinaan yang lebih intensif, terarah, dan terpadu.

Konjungsi jika, apabila, setelah, sesudah, ketika karena, dan sebagainya sebagai penanda anak kalimat sering ditinggalkan. Hal tersebut dikarenakan penulisnya terpengaruh oleh bentuk partisif bahasa Inggris. Gejala tersebut sudah merata digunakan diberbagai kalangan, maka mereka tidak sadar lagi kalau bentuk itu salah. Dalam bahasa Indonesia, konjungsi pada anak kalimat harus digunakan (Setyawati, 2010: 95-96).

9) Penggunaan Konjungsi yang Berlebihan

Kekurangtelitian pemakai bahasa dapat mengakibatkan penggunaan konjungsi yang berlebihan. Hal itu tejadi karena dua kaidah bahasa bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat. Beberapa contoh kalimat penggunaan konjungsi yang berlebihan sebagai berikut.

(51) Walaupun dia belum istirahat seharian, tetapi dia datang juga di pertemuan RW.


(57)

(52) Untuk penyaluran informasi yang efektif, maka harus dipergunakan sinar inframerah karena sinar itu mempunyai dispersi yang kecil.

(53) Meskipun hukuman sangat berat, tetapi tampaknya pengedar ganja itu tidak gentar.

Pemakai bahasa tidak menyadari kalau bentuk-bentuk kalimat di atas menggunakan padanan yang tidak serasi, yaitu penggunaan dua konjungsi sekaligus. Seharusnya konjungsi yang digunakan salah satu saja (Setyawati, 2010: 97).

10) Urutan Kalimat yang Tidak Pararel

Pada keempat kalimat di bawah ini terjadi bentuk rincian yang tidak pararel atau tidak sejajar.

(54) Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap profesinya serta memahami akan tugas yang diembannya, dokter Ali telah berhasil mengakhiri masa jabatannya dengan baik.

(55) Harga BBM dibekukan atau kenaikan secara luwes.

(56) Tahap terakhir penyelesaian rumah itu adalah pengaturan tata ruang, memasang penerangan, dan pengecatan tembok.

(57) Angin yang bertiup kencang kemarin membuat pohon-pohon tumbang, menghancurkan beberapa rumah, dan banyak fasilitas penerangan rusak.

Jika dalam sebuah kalimat terdapat beberapa unsur yang dirinci, rinciannya itu harus diusahakan pararel. Jika unsur pertama berupa nomina, unsur berikutnya juga berupa nomina; jika unsur pertama berupa adjektiva, unsur


(58)

42

berikutnya juga berupa adjektiva; jika unsur pertama bentuk di-…-kan, unsur berikutnya juga berbentuk di-…-kan, dan sebagainya. Kata-kata yang dicetak miring pada masing-masing kalimat di atas perlu diperbaiki; sehingga menjadi kalimat yang baku (Setyawati, 2010: 98).

11) Penggunaan Istilah Asing

Pengguna bahasa Indonesia yang memiliki kemahiran menggunakan bahasa asing tertentu sering menyelipkan istilah asing dalam pembicaraan atau tulisannya. Kemungkinannya adalah pemakai bahasa itu ingin memperagakan kebolehannya atau bahkan ingin memperlihatkan keintelektualannya pada khalayak. Padahal kita tidak boleh mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing (Setyawati, 2010: 99-100). Perhatikan contoh-contoh berikut ini.

(58) At last, semacam task force perlu dibentuk dahulu untuk job ini. (59) Kita segera menyusun project proposal dan sekaligus budgeting-nya. (60) Dalam work shop ini akan dibahas working paper agar diperoleh input

bagi kita.

Ketiga kalimat di atas belum tentu dapat dipahami oleh orang yang berpendidikan rendah karena pada kalimat-kalimat itu terdapat istilah bahasa asing yang tidak mudah dipahami. Lain halnya jika istilah asing yang dicetak miring pada masing-masing kalimat di atas diganti dengan istilah dalam bahasa Indonesia. Istilah at last diganti dengan akhirnya, istilah task force didanti dengan satuan tugas, istilah job diganti dengan pekerjaan, istilah project proposal diganti dengan rancangan kegiatan, istilah budgeting diganti dengan rancangan


(59)

biayanya, istilah workshop diganti dengan sanggar kerja, istilah working paper diganti dengan kertas kerja, dan istilah input diganti dengan masukan.

12) Penggunaan Kata Tanya yang Tidak Perlu

Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai penggunaan bentuk-bentuk di mana, yang mana, hal mana, dari mana, dan kata-kata tanya yang lain sebagai penghubung atau terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat tanya) (Setyawati, 2010: 101-102). Contoh-contohnya adalah sebagai berikut.

(61) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.

(62) Ali membuka-buka album dalam mana ia menyimpan foto terbarunya. (63) Bila tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil dari mana suara

gamelan yang lembut terdengar.

Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Bentuk yang mana sejajar dengan penggunaan which, penggunaan dalam mana sejajar dalam penggunaan in which, dan penggunaan dari mana sejajar dengan penggunaan from which. Dalam bahasa Indonesia sudah ada penghubung yang lebih tepat, yaitu kata tempat dan yang.

C.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan pertama merupakan penelitian yang berjudul Analisis Kesalahan Sintaksis pada Karangan Narasi Ekspositoris Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta oleh Nurul Istinganah NIM 06201244022 pada tahun ajaran 2011/2012 Universitas Negeri Yogyakarta.


(60)

44

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk kesalahan sintaksis yang meliputi kesalahan penggunaan struktur frasa dan kalimat pada karangan narasi ekspositoris siswa. Subjek penelitian ini adalah karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.

Objek penelitian ini adalah kalimat dan frasa yang mengandung unsur kesalahan sintaksis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan suatu keadaan alamiah mengenai kesalahan penggunaan struktur sintaksis pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan. Untuk menemukan dan mengklasifikasikan kalimat yang mengandung unsur kesalahan sintaksis digunakan teknik membaca dan mencatat. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan metode agih dengan teknik baca markah dan metode padan ortografis dengan teknik pilah unsur penentu.

Hasil penelitian kesalahan sintaksis karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMP 1 Banguntapan ada dua. Pertama, kesalahan penggunaan struktur frasa meliputi enam kesalahan, yaitu: penggunaan preposisi yang tidak tepat, susunan kata yang tidak tepat, penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, penjamakan ganda, dan penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat. Kedua, kesalahan penggunaan struktur kalimat meliputi tujuh kesalahan, yaitu: kalimat yang tidak berpredikat, kalimat yang tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat tak lengkap), subjek


(61)

ganda, penggunaan preposisi pada verba transitif, kalimat yang rancu penghilangan konjungsi, dan penggunaan konjungsi yang berlebihan.

Penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang berjudul Analisis Kesalahan Kalimat pada Skripsi Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta oleh Anggit Kuntarti NIM 07201244105. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk kesalahan kalimat dalam skripsi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia. Objek penelitian ini adalah kalimat yang mengandung unsur kesalahan kalimat pada skripsi mahasiswa prodi Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2013 dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan suatu keadaan alamiah mengenai kesalahan penggunaan struktur kalimat pada skripsi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia. Untuk menemukan dan mengklasifikasikan kalimat yang mengandung unsur kesalahan kalimat digunakan teknik membaca dan mencatat. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif menggunakan metode agih dengan teknik baca markah dan metode padan ortografis dengan teknik pilah unsur penentu.

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument), yaitu sebagai instrumen kunci dengan menggunakan kriteria bentuk dan distribusi. Hasil penelitian kesalahan kalimat pada skripsi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia yang berjumlah 8 skripsi adalah kesalahan penggunaan struktur kalimat meliputi delapan kesalahan, yaitu: kalimat tidak bersubjek, kalimat yang tidak


(62)

46

berpredikat, kalimat yang tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat tak lengkap), antara predikat dan objek tersisipi, konjungsi berlebihan, urutan tidak paralel, penggunaan istilah asing, dan penggunaan kata tanya yang tidak perlu dengan berbagai variasi dari tiap bentuk kesalahan.

Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada subjek dan objek kajiannya. Dalam penelitian ini subjek kajiannya adalah karangan eksposisi siswa kelas X SMK Negeri 1 Depok, sedangkan kedua penelitian yang telah disebutkan, subjek kajiannya adalah karangan siswa SMP dan skripsi mahasiswa prodi Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2013. Objek kajian penelitian ini lebih detail memaparkan kesalahan konstruksi sintaksis berdasarkan bentuk dan penyebabnya dalam karangan siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan.


(63)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis jenis-jenis kesalahan sintaksis, khususnya konstruksi pada tataran frasa dan kalimat beserta faktor-faktor yang menyebabkannya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Menurut Donald Ary dalam Prastowo (2011: 202-203) menayatakan penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang suatu gejala apa adanya saat penelitian dilakukan. Penelitian ini menyajikan data selengkapnya dalam tabel data untuk mendeskripsikan jenis kesalahan sintaksis yang terdapat dalam karangan siswa kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMK Negeri 1 Depok, yang beralamat di Jalan Ring Road Utara, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sekolah tersebut menggunakan kurikulum KTSP 2006. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti secara langsung dari pengamatan lapangan, subjek penelitian adalah karangan siswa kelas X SMK Negeri 1 Depok tahun pelajaran 2015/2016. Objek penelitian merupakan kalimat yang mengandung kesalahan sintaksis. Hal ini sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu kesalahan konstruksi


(64)

48

sintaksis dalam karangan siswa yang ditinjau dari jenis dan faktor-faktor penyebabnya.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Desain penelitian di bawah ini mendeskripsikan prosedur penelitian analisis deskriptif yang akan dilakukan. Berikut ini adalah gambar dari desain penelitian.

Gambar 1: Desain Penelitian

Penyusunan Prosedur Penelitian Penentuan Tujuan

Penelitian

Penyusunan Instrumen

Pendeskripsian Data Pengambilan Data


(65)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah atau cara peneliti dalam mendapatkan sejumlah data lapangan yang kemudian dideskripsikan. Sugiyono (2012: 309) menjelaskan bahwa pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participan observation), wawancara mendalam, dan dokumentasi. Langkah untuk memperoleh data berupa karangan dalam bahasa Indonesia, dilakukan dengan cara pemberian tugas kepada siswa oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tema karangan yang digunakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Langkah Selanjutnya, agar menemukan dan mengklasifikasikan konstruksi sintaksis (frasa serta kalimat) yang mengandung unsur kesalahan yang terdapat pada karangan siswa, teknik yang digunakan adalah membaca dan mencatat.

Teknik baca yang dilakukan adalah membaca secara berulang dan cermat hasil karangan siswa yang telah diperoleh serta dikumpulkan. Pembacaan karangan disesuaikan dengan tujuan penelitian, sedangkan yang tidak berhubungan dengan tujuan penelitian diabaikan. Teknik selanjutnya adalah teknik catat. Teknik catat digunakan untuk mengungkapkan serta merekam suatu permasalahan yang terdapat dalam bacaan. Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil menyimak karangan pada kartu data. Sebelum dilakukan pencatatan, terlebih dahulu dilakukan pencatatan data pada kartu data. Kemudian kartu data tersebut dikategorikan menurut kriteria bentuk kesalahan


(66)

50

sintaksis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan dideskripsikan. Adapun format kartu data tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 4: Kartu Data

01/K2/P1 Di dalam rumah ini menunjukkan beberapa barang pemilik yang sudah rusak.

PKS Kalimat tidak bersubjek, subjek didahului preposisi Keterangan Tabel:

01 Menunjukkan Subjek

K2 Menunjukkan nomor kalimat dalam setiap paragraf P1 Menunjukkan nomor paragraf dalam setiap karangan PKS Menunjukkan penyebab kesalahan sintaksis kalimat

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument), yaitu sebagai instrumen kunci dengan bantuan instrumen pendukung yang berupa tabel data. Penelitian ini juga menggunakan kriteria-kriteria sebagai perangkat lunak untuk memudahkan dalam pengambilan data dan analisis data. Kriteria-kriteria yang digunakan adalah Kriteria-kriteria untuk menentukan kalimat yang mengandung jenis kesalahan kontruksi sintaksis strukur frasa dan kalimat dalam karangan. Setelah menentukan kriteria kesalahan kontruksi sintaksis tersebut, kemudian dijabarkan dan diklasifikasikan beserta hal-hal yang menjadi penyebab kesalahan sintaksis.


(67)

Tabel 5: Indikator Frasa dan Kalimat

No Indikator

Jenis Frasa Ciri Kalimat

1 Frasa Nominal Minimal satu klausa (S-P)

2 Frasa Verbal Bersifat predikatif (Fungsi Subjek dan Fungsi Predikat)

3 Frasa Adjektival Diawali huruf kapital

4 Frasa Preposisional Diakhiri tanda titik (.), seru (!), tanya (?) 5 Frasa Numeral

6 Frasa Pronomina Persona

Indikator frasa dan kalimat yang terdapat dalam tabel 5 digunakan sebagai parameter peneliti dalam menemukan kesalahan konstruksi sintaksis frasa dan kalimat. Dengan indikator tersebut peneliti dapat menentukan sebuah frasa dan kalimat dalam karangan yang mengandung kesalahan dan tidak mengandung kesalahan, sehingga dapat menggolongkan serta menganalisisnya. Berdasarkan kriteria tersebut peneliti dapat menganalisis tiap jenis kesalahan sintaksis (frasa dan kalimat) dalam karangan siswa. Alat bantu lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu data. Kartu data ini menggunakan kertas HVS. Kartu data berfungsi untuk menyimpan data dan selanjutnya diidentifikasi sesuai kriteria kesalahan penggunaan kalimat dalam karangan.

F. Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis adalah kesalahan penggunaan struktur frasa dan kalimat dalam karangan siswa kelas X di SMK Negeri 1 Depok. Metode yang digunakan adalah metode agih. Metode agih, yaitu metode analisis yang alat


(68)

52

penentunya bagian dari bahasa yang bersangkutan atau bahasa yang diteliti. Alat penentu dari metode ini, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (ingkar kata, preposisi, adverbia, dan lain-lain), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat, dan lain-lain), klausa, silabe kata, titinada, dan lain-lain (Sudaryanto, 2015: 19).

Metode ini digunakan untuk mencari kesalahan sintaksis berdasarkan jenis kesalahan beserta penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Berdasarkan metode ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik baca markah. Pemarkahan itu menunjukan kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu, dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu berarti kemampuan menentukan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 2015: 129). Teknik baca markah merupakan teknik analisis data dengan cara membaca pemarkah dalam suatu konstruksi. Istilah lain pemarkah adalah penanda. Jenis pemarkah dapat bersifat semantis (preposisi, konjungsi, afiksasi, dan lain-lain), sintaksis, dan suprakorporal generik pragmatis (Sudaryanto, 2015: 134).

Teknik baca markah dapat digunakan untuk menentukan peran konstituen kalimat. Caranya adalah dengan membaca satuan kebahasaan yang menjadi pemarkah peran konstituen kalimat yang dimaksud. Pemarkah dapat berupa imbuhan, kata, dan konstruksi. Kalimat merupakan pemarkah yang berupa konstruksi. Teknik lain yang digunakan meliputi kategorisasi, tabulasi, dan pendeskripsian (Istinganah, 2012: 62). Teknik ini digunakan karena data-data dalam penelitian ini berupa kalimat yang merupakan data kualitatif sehingga


(1)

(2)

134

LAMPIRAN 5


(3)

(4)

136

LAMPIRAN 6


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA N GONDANGREJO Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi Dalam Karangan Argumentasi Siswa Kelas X Sma N Gondangrejo.

0 9 18

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA N GONDANGREJO Analisis Kesalahan Penggunaan Konjungsi Dalam Karangan Argumentasi Siswa Kelas X Sma N Gondangrejo.

0 2 12

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA BIDANG SINTAKSIS DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK PELITA BANGSA BOYOLALI ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA BIDANG SINTAKSIS DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK PELITA BANGSA BOYOLALI.

0 2 16

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA BIDANG SINTAKSIS DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK PELITA BANGSA ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA BIDANG SINTAKSIS DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK PELITA BANGSA BOYOLALI.

1 2 17

BAB 1 PENDAHULUAN ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA PADA BIDANG SINTAKSIS DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK PELITA BANGSA BOYOLALI.

0 4 5

ANALISIS KESALAHAN PADA TATARAN SINTAKSIS DAN ORTOGRAFI DALAM TEKS FABEL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA ANALISIS KESALAHAN PADA TATARAN SINTAKSIS DAN ORTOGRAFI DALAM TEKS FABEL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA ANALISIS KESALAHAN PADA TAT

1 34 188

PENGARUH EFIKASI DIRI TERHADAP ASPIRASI KARIR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA.

5 32 141

KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 2 CIAMIS | Sari | DIKSATRASIA 623 2446 1 PB

0 0 6

ANALISIS KESALAHAN ORTOGRAFIS DAN SINTAKSIS PADA KARANGAN TEKS EKSPOSISI SISWA KELAS X MIPA SMA NEGERI 1 SOKARAJA TAHUN PELAJARAN 2017-2018 - repository perpustakaan

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Analisis Kesalahan Penulisan Ejaan pada Karangan Siswa Kelas VII SMP N 2 Depok, tahun 2012, Universitas Negeri Yogyakarta. - ANALISIS KESALAHAN ORTOGRAFIS DAN SINTAKSIS PADA KARANGAN TEKS EKSPOSISI SISWA KELA

0 0 29