POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK TUNARUNGU YANG MEMILIKI KEPERCAYAAN DIRI RENDAH: Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLB-B Negeri Cicendo Bandung.

(1)

Syahwandri, 2013

POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK TUNARUNGU

YANG MEMILIKI KEPERCAYAAN DIRI RENDAH

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLB-B Negeri Cicendo Bandung )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh

SYAHWANDRI

0908997

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

Pola Asuh Orang Tua Pada Anak

Tunarungu Yang Memiliki Kepercayaan

Diri Rendah

Oleh Syahwandri

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Syahwandri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Syahwandri, 2013

POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK TUNARUNGU YANG MEMILIKI KEPERCAYAAN DIRI RENDAH

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLB-B Negeri Cicendo Bandung) DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Dr. Budi Susetyo, M. Pd

NIP. 195809071987031001

Pembimbing II

Dr. Atang Setiawan, M. Pd

NIP. 195604121983011001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Sunaryo, M. Pd NIP. 195607221985031001

SYAHWANDRI 0908997


(4)

ABSTRAK

SYAHWANDRI (0908997)

POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK TUNARUNGU YANG MEMILIKI KEPERCAYAAN DIRI RENDAH

(Studi Kasus Terhadap Orang Tua Di SLB-B Negeri Cicendo Bandung)

Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam bahasa, akan tetapi keterbatasan tersebut dapat diminimalisir dengan program intervensi dini, program layanan di sekolah dan peran terpenting dari keluarga lebih khusus lagi orang tua. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, anak tunarungu juga tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase perkembangannya. Namun dalam dalam fese-fase perkembangannya ini tidak dapat dipungkiri akan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor eksternal yang berasal dari luar diri anak yaitu keluarga terutama orang tua dengan berbagai macam pola asuhnya. Setelah dilakukan studi pendahuluan dan angket yang diberikan kepada anak yang menjadi rekomendasi dan telah diamati beberapa waktu, maka diperoleh hasil adanya salah satu anak dari siswa kelas IVA SDLB SLBN-B Negeri Cicendo yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah. Dari kasus tersebut, melalui penelitian ini peneliti ingin mengungkap mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri yang rendah tersebut. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek adalah salah satu siswa kelas IVA SDLB SLB-B Cicendo yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa anak yang memiliki tingkat keprcayaan diri rendah itu dipengaruhi oleh pola asuh authoritarian atau otoriter, namun tidak murni otoriter karena sebagian indikator dari pola asuh otorioter tidak terdapat dalam perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Rekomendasi dari penelitian ini khususnya kepada orang tua yaitu agar hasil penelitian ini dapat menjadi sumber bahan evaluasi terhadap pola asuh yang telah diterapkan sebelumnya, agar potensi kepercayaan diri anak dapat berkembang dengan baik. Sedangkan rekomendasi bagi peneliti berikutnya adalah diharapkan nantinya dapat dilakukan penelitian dengan permasalahan yang sama namun dengan beberapa subjek agar hasil penelitian tersebut akan benar-benar dapat menggambarkan jenis-jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya dengan berbagai kondisi dan situasi.


(5)

Syahwandri, 2013

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...i

KATA PEMGANTAR………ii

DAFTAR ISI………..vi

DAFTAR TABEL………..ix

DAFTAR GAMBAR………...x

BAB I PENDAHULUAN………

A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Masalah Penelitian C. Tujuan dan Manfaat Penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Anak Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu 2. Klasifikasi Anak Tunarungu

B. Konsep Dasar Kepercayaan Diri Anak Tunarungu 1. Definisi Kepercayaan Diri Anak Tunarungu 2. Pembentukkan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu 3. Aspek Kepercayaan Diri Anak Tunarungu

4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepercayaan Diri Anak Tunarungu C. Konsep Dasar Mengenai Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Tunarungu

1. Definisi Pola Asuh

2. Dimensi Perlakuan Orang Tua Terhadap Anak 3. Jenis-Jenis Pola Asuh

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

B. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

2. Subjek Penelitian

C. Instrumen Penelitian dan Tehnik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

2. Tehnik Pengumpulan Data D. Prosedur Penelitian


(6)

1. Tahap Pra Lapangan 2. Tahap Pekerjaan Lapangan

3. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data 4. Tahap Analisis dan Penafsiran Data E. Pengujian Keabsahan Data

1. Perpanjangan Pengamatan 2. Triangulasi

3. Member Check F. Tehnik Analisis Data

1. Reduksi Data 2. Penyajian Data

3. Penarikan Kesimpulan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek 2. Deskripsi Data B. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

B. Saran

1. Bagi Orang Tua 2. Bagi Guru

3. Bagi Peneliti Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran I

Lampiran II Lampiran III Lampiran IV Lampiran V Lampiran VI


(7)

Syahwandri, 2013

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua

Tabel 3.1 Tabel Kisi-Kisi Umum Instrumen Penelitian

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Bagan Pengaruh Percaya Diri Terhadap Belajar Siswa Gambar 3.1 Bagan Prosedur Penelitian


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

“Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak”(Bahri Djamarah, 2004:16). Orang tua dan anak memiliki keterikatan yang kuat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Di dalam keluarga, orang tua memegang peranan penting dalam pengasuhan anak sebagaimana yang dikemukakan oleh Surbakti

(2012:25) bahwa “Orang tua merupakan tokoh utama (paling penting) yang membentuk karakter, kepribadian, dan temperamen anak-anak”. Hal ini bisa terjadi, karena hampir seluruh waktu orang tua berada dekat dengan anak anak.

Sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak, orang tua dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga orang tualah yang paling mengetahui perubahan yang paling saksama pada diri anak. Namun demikian, untuk menerapkan dan memberikan pola asuh yang baik kepada anak diasumsikan oleh kebanyakan orang sebagai sesuatu yang relatif berat. Namun demikian, orangtua harus berupaya sedemikian rupa untuk benar-benar dapat menerapkan pola asuh yang baik kepada anak.

Pola pengasuhan (parenting style) orang tua kepada anak erat kaitannya dengan penerapan fungsi-fungsi keluarga, antara lain fungsi edukasi, fungsi perlindungan, fungsi afeksi, maupun fungsi ekonomi, (Tim Mitra guru, 2005:58-60). Pengukuhan dan pengabaian fungsi-fungsi tersebut akan berpengaruh pada pelaksanaan peran masing-masing anggota keluarga secara kesatuan maupun secara individual oleh masing-masing-masing-masing anggota keluarga yang bersangkutan. Hal ini berpengaruh pada situasi atau suasana kehidupan keluarga yang akan melahirkan iklim tertentu pada keluarga yang pada gilirannya merupakan kondisi bagi lahirnya tingkah laku orang-orang dalam keluarga tersebut.

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak akan berpengaruh pada perkembangan anak yang sedang dalam masa pembekalan diri bagi kehidupannya, salah satunya adalah pengaruh pada kepercayaan diri atau percaya diri (Self Confidence) anak. terutama bagi anak tunarungu yang notabenenya adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengakses informasi melalui indra pendengarannya sehingga hal ini berpengaruh pada kemampuan bahasanya. 1 “Karena


(9)

Syahwandri, 2013

masalah bahasa yang dialami tunarungu ini maka berpengaruh pada perkembangan sosial,

emosional, maupun intelektualnya” (Somantri, 2006:96).

Tentunya proses anak tunarungu untuk menjadi percaya diri tidak berlangsung secara instan. Melainkan sudah dimulai secara perlahan sejak usia sebelumnya. Ciri anak yang memiliki kepercayaan diri rendah, seperti berpikir buruk dan menilai rendah tentang dirinya. Selain itu ada kecendrungan anak menganggap bodoh, tidak berguna, dan label-label negatif lainnya tentang dirinya. Apabila dihadapkan pada masalah dan tantangan, dia akan menganggapnya sebagai sumber utama kecemasan dan frustasi, karena dia mengalami kesulitan dalam menemukan solusi atas suatu masalah.

Percaya diri bukanlah bawaan anak dari sejak lahir, melainkan nilai yang tumbuh bertahun-tahun sejalan dengan pengalaman hidup, hingga anak kelak akan memandang

positif dan cenderung memiliki harapan realistis terhadap dirinya. “Percaya diri

merupakan kumpulan kepercayaan atau perasaan yang dimilki anak tentang dirinya, yang mempengaruhi motivasi, perilaku, sikap, dan penyesuaian emosinya.”(Bachtiar, 2012:137

-138). “Kepercayaan diri bagi anak dan khususnya bagi anak tunarungu sangat penting karena ada hubungan yang kuat antara perasaan seseorang terutama anak tunarungu terhadap dirinya sendiri dan bagaimana dia berperilaku,” Dwi (Somantri, 2006:99). Maka dari itu agar anak tunarungu percaya diri dalam hidupnya maka diperlukan pola asuh yang baik, yang konsisten, dan berkesinambungan dari orang tua kepada anaknya. Sebaliknya pola asuh yang kurang baik, tidak akan mendukung peningkatan perkembangan kepercayaan diri anak. Namun bagaimanakah bentuk pola asuh yang orang tua terapkan kepada anak tunarungu yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah sehingga anak tunarungu tersebut tidak mampu memenuhi tuntutan dalam hidupnya dan cendrung memiliki konsep terhadap diri sendiri yang kurang baik, bahkan anak selalu menganggap dirinya tidak mampu, tidak berguna dan lemah. Dari uraian singkat mengenai latar belakang ini maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk memperoleh gambaran mengenai Pola Asuh Orangtua Pada Anak Tunarungu Yang Memiliki Kepercayaan Diri Rendah.

B. Fokus Penelitian

Fokus masalah pada penelitian ini adalah “Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Tunarungu Yang Memiliki Kepercayaan Diri Rendah”. Dari fokus permasalahan tersebut peneliti merincinya menjadi beberapa pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian ini merupakan aspek-aspek dari pola asuh yang nantinya akan menggambarkan pola asuh


(10)

yang diterapakan oleh orang tua kepada anak. Adapun pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Gambaran tuntutan (Demandingness) orang tua kepada anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

2. Gambaran perlakuan orang tua dalam mengontrol (Controlling) anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

3. Gambaran penerimaan (Accepting) orang tua kepada tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

4. Gambaran respon (Responsiveness) orang tua kepada tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Tunarungu Yang Memiliki Kepercayaan Diri Rendah. Namun secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

a. Gambaran tuntutan (Demandingness) orang tua kepada anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

b. Gambaran perlakuan orang tua dalam mengontrol (Controlling) anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

c. Gambaran penerimaan (Accepting) orang tua kepada tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

d. Gambaran respon (Responsiveness) orang tua kepada tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

2. Manfaat Penelitian

Bila tujuan penelitian dapat dicapai, maka hasil penelitian ini akan memiliki manfaat baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan titik tolak untuk mengembangkan lebih lanjut ilmu pengetahuan profesi guru pendidikan khusus terhadap keluarga yang memiliki anak tunarungu.

b.Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan evaluasi bagi keluarga yang diteliti agar menjadi keluarga


(11)

Syahwandri, 2013

terutama orang tua yang lebih baik lagi terutama dalam menerapkan pola pengasuhan terhadap anaknya yang tunarungu.

D. Definisi Konsep

1. Pola Asuh Orang Tua

Bahri Djamarah, S (2004:27) menyebutkan bahwa, “Pola asuh adalah model

kepemimpinan orang tua dalam mendidik anaknya. Model yang digunakan bermacam-macam seperti model demokratis, laisez feir ataupun otoriter”.

Danny I. Yatim-Irwanto (1991:94) mengemukakan bahwa, “Pola asuh berarti pendidikan, sadangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama”.

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, peneliti memandang bahwa pola asuh adalah sebagai pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif.

Teori yang digunakan untuk menentukan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anak tunarungu ini adalah merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Baumrind, D (Surbakti, 2012:7-8) menyampaikan hasil penelitiannya “…bahwa ada empat jenis pola asuh yaitu, pola asuh otoriter, demokratis, permisif, dan neglecful

(tidak peduli)”.

a. Pola Asuh Otoriter (Authoritarian)

Tipe pengasuhan ini memiliki tuntutan yang tinggi, tidak fleksibel atau kaku, tidak responsif, mendesak anak mengikuti arahan-arahan orang tua, penerapan hukuman dan menghargai kerja keras. Orang tua pada tipe ini menempatkan kontrol-kontrol yang tegas pada anak, sangat menekankan pada kepatuhan dan mengharapkan aturan-aturan mereka dipatuhi tanpa adanya penjelasan. Biasanya mereka hanya sedikit terlibat dalam komunikasi dengan anak, tidak adanya negosiasi dan kompromi dengan anak serta tidak banyak memberikan penjelasan mengenai aturan atau tindakan orang tua. Desmita (2010:56-57) menjelaskan mengenai pola asuh otoriter ini. Meurut beliau,

Pola pengasuhan otoriter adalah suatu pola pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah perintah orang tua. Orang tua yang otoriter menetapkan batasan batasan yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar bagi anak untuk mengemukakan


(12)

pendapat. Orang tua yang otoriter juga bersikap sewenang-wenang dan tidak bersikap demokratis dalam membuat keputusan, memaksakan peran-peran atau pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan sendiri, serta kurang menghargai pemikiran dan perasaan mereka. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung menyesuaikan diri pada masa awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah dibanding dengan anak-anak yang lain.

Indikator-indikator pola asuh otoriter ini antara lain :

1) Tuntutan yang tinggi dalam aspek sosial, intelektual, emosi dan kemandirian. 2) Adanya batasan yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar bagi

anak untuk mengemukakan pendapatnya.

3) Orang tua bersikap sewenang-wenang dalam membuat keputusan, memaksakan peran-peran dan kehendak kepada anak tanpa mempertimbangkan kemampuan anak.

4) Orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan sendiri.

5) Aspek respon dan menerima orang tua yang rendah kepada anak namun kontrol tinggi

6) Orang tua mudah untuk memberikan hukuman baik secara verbal atau non verbal.

7) Orang tua kurang menghargai pemikiran dan perasaan anak. b. Pola Asuh Permisif (Permisive)

Pada pola asuh permisif ini, orang tua justru merasa tidak peduli dan cendrung memberi kesempatan serta kebebasan secara luas kepada anaknya. Orangtua seringkali menyetujui terhadap semua dengan tuntutan dan kehendak anaknya. Semua kehidupan keluarga seolah-olah ditentukan oleh kemauan dan keinginan anak. Jadi anak disini merupakan sentral dari segala aturan dalam keluarga. Dengan demikian orang tua tidak mempunyai kewibawaan. Akibatnya segala pemikiran, pendapat maupun pertimbangan orang tua cendrung tidak

pernah diperhatikan oleh anak. Razak Noe’man, R, (2012:35) memperjelas

pengertian dari pola asuh permisif ini. Menurut beliau,

Pola asuh permisif adalah pengasuhan yang lebih mengedepankan kasih sayang, tetapi tidak memberikan batasan berupa tuntutan. Orang tua yang permisif, biasanya toleran, lembut, dan tidak menuntut anak untuk beperilaku matang, mandiri atau bertanggung jawab. Mereka lebih suka menghindari


(13)

Syahwandri, 2013

konfrontasi dengan anak dan membiarkan anak melakukan semua hal yang disukainya.

Indikator-indikator pola asuh permisif adalah :

1) Kasih sayang yang berlebihan sehingga orang tua mengikuti segala keinginan dan kemauan anak tanpa ada batasan.

2) Aspek respon dan menerima tinggi kepada anak.

3) Tuntutan dan kontrol yang rendah dari orang tua kepada anak. 4) Orang tua sangat toleran kepada anak.

5) Tidak menuntut anak untuk berperilaku matang, mandiri dan bertanggung jawab.

c. Pola Asuh Demokratis (Authoritative)

Pola demokratis yaitu setiap aturan dan tindakan orang tua selalu disertai penjelasan dan respons yang baik terhadap pendapat anak. Orang tua juga terlibat dalam pemecahan masalah anak. Dalam menerapkan kedisiplinan, orang tua yang demokratis akan bersikap suportif, artinya ketika anak tidak mematuhi aturan orang tua dan mampu menjelaskan alasannya, orang tua bersedia mendengar dan memahami. Kendati demikian, aturan tetap dilaksanakan secara konsisten. Orang tua demokratis menyadari bahwa mengembangkan sikap tanggung jawab, kemandirian dan respek merupakan sebuah proses yang harus dilalui secara bertahap. Selain itu, orang tua tipe ini juga menghargai emosi dan membantu anak untuk mengekspresikan emosinya secara tepat. Mereka juga membatu anak untuk mengembangkan keyakinan-keyakinan dirinya yang positif. Razak Noe’man, R, (2012:34) menyatakan bahwa,

Pola asuh demokratis adalah pengasuhan yang memberikan tuntutan kepada anak sekaligus responsif terhadap kemauan dan kehendak anak. Orang yang demokratis akan bersikap asertif, yaitu membiarkan anak untuk memilih apa yang menurutnya baik, mendorong anak untuk bertanggung jawab atas pilihannya, tetapi masih menetapkan standar dan batasan yang jelas pada anak serta selalu mengawasinya. Mereka pun terlibat dalam komunikasi yang intensif dan dan hangat serta responsif terhadap kebutuhan anak. Komunikasi yang hangat dan terbuka memungkinkan adanya diskusi.

Indikator-indikator pola asuh demokratis berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya antara lain sebagai berikut :

1) Orang tua memberikan tuntutan kepada anak sekaligus responsive terhadap kemauan dan kehendak anak.


(14)

2) Orang tua bersikap asertif yaitu membiarka anak untuk memilih apa yang menurutnya baik, mendorong anak untuk bertanggung jawab atas pilihannya, tetapi menetapkan stnadar dan batasan yang jelas serta selalu mengawasinya. 3) Terjalinnya komunikasi yang intensif dan hangat bersama anak.

4) Komunikasi yang terbuka dan memungkinkan adanya diskusi antara orang tua dengan anak.

5) Orang tua bersikap responsive terhadap kebutuhan anak.

6) Orang tua menghargai emosi dan membantu anak untuk mengekspresikan emosinya secara tepat.

7) Orang tua membantu anak untuk mengembangkan keyakinan dirinya yang positif.

d. Pola Asuh Neglecful

Dalam pola asuh ini, anak-anak pun tumbuh tanpa bimbingan orang tua. Bahkan, pada kasus ekstrim, ada orang tua yang cenderung mengabaikan anak karena sibuk mengurusi kepentingan sendiri. Biasanya orang tua seperti ini sudah merasa puas dengan melimpahi materi kepada anak atau memasukkan anak ke sekolah-sekolah mahal. Akibatnya, anak akan merasa dirinya tidak berharga.. mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kompetensi sosial, kurang dapat mengontrol diri, serta tidak mandiri. Razak Noe’man, R, (2012:36) menjelaskan bahwa,

Pola asuh ini juga disebut dengan pola asuh abai atau tidak peduli. Dalam pengasuhannya pola asuh ini menerapkan kasih sayang dan tuntutan yang sangat rendah terhadap anak. Kemungkinan cara pengasuhan ini diakibatkan oleh kurangnya waktu. Banyak orang tua yang bekerja dari pagi sampai malam, sementara anak diasuh oleh baby sitter.

Indikator pola asuh neglectful jika ditinjau dari teori yang telah dikemukakan sebelumnya antara lain sebgai berikut :

1) Orang tua memilki tuntutan dan kasih sayang yang sangat rendah kepada anak. 2) Seringkali anak tumbuh tanpa bimbingan orang tua karena minimnya waktu

yang dimiliki bersama anak.

3) Orang tua cendrung mencukupi kebutuhan fisik anak dan mengabaikan kebutuhan yang berupa non fisik seperti kasih sayang kepada anak.

Untuk menentukannya kecendrungan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak, maka harus ditentukan dahulu aspek aspek yang terdapat pada prilaku-perilakuyang diterapkan oleh orang tua kepada setiap anak. Salah satu pendekatan


(15)

Syahwandri, 2013

yang sering dipilih merujuk pada pendapat ahli yang dikemukakan oleh Diana Beumrind (Surbakti, 2010:3-6) yang mengemukakan empat aspek atau dimensi perilaku orang tua terhadap anak-anaknya. Dari keempat dimensi ini nantinya dapat dilihat kecendrungan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Apakah termasuk pola asuh otoriter, demokratis, permisif ataupun neglecful. Empat aspek atau dimensi perilaku tersebut yaitu :

a) Aspek Tuntutan (Demandingness)

Dimensi ini menggambarkan bagaimana standar yang ditetapkan oleh orang tua kepada anak. Apakah orang tua menuntut terlalu tinggi di atas kemampuan anak ataukah justru orang tua tidak menetapkan bagaimana anaknya harus berperilaku. Masing-masing orang tua memiliki tuntutan yang berbeda antar satu dengan yang lainnya.

b) Aspek Control (Controll)

Dimensi ini menunjukkan pada tinggi atau rendahnya upaya orang tua dalam menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan tingkah laku yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan yang bersifat mengontrol adalah tindakan dimana orang tua merubah ekspresi anak yang dependent, agresif, dan senang bermain atau membuat anak mengikuti standar orang tua yang telah ditetapkan. c) Aspek Respon (Responsiveness)

Dimensi ini mengukur bagaimana orang tua merespon pada anaknya. Orang tua menggunakan penalaran untuk mencapai sesuatu dari anak dan berusaha memecahkan masalah anak melalui musyawarah. Orang tua dapat menunjukan kasih sayang dengan tindakan dan sikapnya yang memperhatikan kesejahteraan fisik dan mental emosional anak dan dapat menunjukkan kebanggaan serta kebahagiaan atas keberhasilan anak. Rentang perhatian yang diberikan orang tua berkisar antara : orang tua yang sangat tanggap terhadap kebutuhan anak, sehingga orang tua tidak tahu kebutuhan anaknya secara pasti.

d) Aspek Penerimaan (Accepting)

Dimensi ini ditujukan untuk mengukur kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak apabila diperlukan.

Dari keempat perlakuan dari perlakuan orang tua kepada anak di atas, ternyata memiliki kaitannya dengan keempat jenis pola asuh.


(16)

Surbakti (2010:8) menyimpulkan bahwa,

Jika dimensi menuntut, mengontrol, menerima, dan merespon yang kadarnya tinggi dipadukan maka akan terbentuk pola asuh authoritative. Jika dimensi menuntut dan mengontrol kadarnya tinggi sementara penerimaan dan respon kadarnya rendah maka akan terbentuk pola asuh authoritarian. Jika dimensi menuntut dan mengontrol kadarnya rendah maka akan terbentuk pola asuh permissive-indulgent atau memanjakan. Dan jika dimensi menuntut dan mengontrol, menerima dan meresponnya rendah, maka akan terbentuk pola asuh permissive-indifferent atau pola asuh tidak peduli.

2. Anak Tunarungu

Beberapa ahli telah menjelaskan pengertian tunarungu diantaranya “Istilah

tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan “Rungu” tuna artinya kurang dan rungu

artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu

mendengar atau kurang mampu mendengar suara” (Somad dan Hernawati, 1995:26) Hallahan dan Kaufman (Somad dan Hernawati, 1995:26) mengemukakan tentang tunarungu yaitu :

Hearing impairment a generic term indicating a hearing disability that may in severity fro mild to profound it includes the subsets of deaf and hard hearing. A deaf person in one whose hearing disability precludes successful processing of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing of linguistic information through audition.

Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar, yang meliputi keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar. Orang tuli( deaf) adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu mendengar. Orang kurang dengar (hard of hearing) adalah seseorang yang pada umunya dengan menggunakan alat bantu dengar cukup memungkinkan keberhasilan memproses informasi bahasa melalui

pendengarannya. Sementara itu Sadja’ah (2004:43) membedakan pengetian anak tunarungu menjadi tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).

Tuli adalah keadaan seseorang yang indra pendengarannya tidak dapat digunakan untuk tujuan hidup sehari-hari. Kurang dengar yaitu seseorang yang organ pendengarannya yang sekalipun rusak tapi masih berfungsi untuk mendengar, baik menggunakan maupun tidak menggunakan alat bantu dengar. Andreas (Somantri, 2006:93) memberikan pengertian tuli dan kurang dengar, yaitu :


(17)

Syahwandri, 2013

Tuli adalah mereka yang indra pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indra pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Boothroyd (Bunawan dan Yuwati, 2006:6) memberikan batasan untuk tiga istilah tunarungu berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan (sisa) pendengarannya dengan atau tanpa bantuan amplifikasi/ pengerasan oleh alat bantu mendengar (ABM), yaitu :

Kurang dengar (hard of hearing) adalah mereka yang mengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakan sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara percakapan cakapan seseorang dalam mengembangkan kemampuan bicaranya. Tuli (deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen (bantuan) pada penglihatan dan perabaan. Tuli total (totally deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak/mempersepsi dan mengembangkan bicara.

Dari beberapa pengertian mengenai anak tunarungu yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas , maka dapat disimpulkan bahwa Anak tunarungu adalah seorang anak atau individu yang mengalami kekurangan dan kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian (hard of hearing) atau seluruhnya(deaf) yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidakberfungsian indra pendengaran sehingga berakibat pada kemampuan dan perkembangan bahasanya dan nilai fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kepercayaan Diri Rendah

Dariyo (2006:206) menyatakan bahwa “Kepercayaan diri (self confidence) ialah kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan

hidupnya”. Hal senada juga disampaikan Iswidharmanjaya, D(2004:13) mengenai percaya diri. Beliau mengatakan bahwa “Percaya diri adalah kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta

dapat memanfaatkannya secara tepat”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan adanya sikap individu yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh


(18)

oleh orang lain. Percaya diri merupakan kumpulan kepercayaan atau perasaan yang dimiliki anak tentang dirinya yang nantinya akan mempengaruhi motivasi, perilaku, sikap dan penyesuaian emosinya.

Untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat kepercayaan diri seorang lebih khusus lagi pada anak tunarungu dapat dilihat dari indikator atau aspek-aspek dari kepercayaan diri itu sendiri. Teori yang digunakan untuk menentukan tingkat keprcayaan diri seseorang dalam penelitian ini merujuk pada jurnal psikologi oleh Afiatin dan Martaniah (1998) merumuskan beberapa aspek dari Lauster dan Guilford yang menjadi ciri maupun indikator dari kepercayaan diri anak tunarungu yaitu :

a. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan, dan keterampilan yang dimiliki. Ia merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.

b. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini dilandasi oleh adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide‐idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.

c. Individu memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam situasi.


(19)

Syahwandri, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Menurut Sugiono (2009 : 1)

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu, dimana cara ilmiah ini berarti kegiatan keilmuan itu dilandasi oleh metode. Dengan cara ilmiah ini diharapkan data yang diperoleh lebih objektif, valid, dan reliable.

Berkenaan dengan penjelasan di atas, pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan Metode deskriptif karena peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan apa yang berlaku atau terjadi. Menurut Nasution (1988:18) Didalam penelitian yang menggunakan metode deskriptif “…terdapat upaya memahami, mengembangkan atau mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami apabila terpisah dari masalah yang ingin diketahui”

Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan permasalah yang dihadapi pada masa sekarang dan dapat dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dan analisis laporan dengan tujuan utama membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskripsi situasi.

Ali (2009:83) mengemukakan bahwa “Pemecahan masalah melalui metode deskriptif ini dapat dilakukan dengan menempuh langkah langkah sistematis, sehingga dapat menggambarkan deskripsi situasi secara objektif.” Selanjutnya, Surakhmad (1995:140) menambahkan penjelasannya bahwa metode deskripstif pada dasarnya memiliki ciri–ciri sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah – masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik)


(20)

Selain itu dikarenakan peneliti ingin mengungkap sebuah permasalahan yang ditemukan dilapangan yang berupa sebuah kasus maka peneliti menggunakan metode deskriptif studi kasus. Dalam hal ini peneliti berusaha untuk mendeskripsikan kasus yang diteliti dilapangan. Berkenaan dengan studi kasus Silalahi, U (2009:186) menyatakan bahwa, “..Studi kasus merupakan penelitian yang mempelajari secara intensif atau mendalam satu anggota dari kelompok sasaran suatu subjek penelitian”. Dalam keterangan lain Yin (Silalahi, U, 2009:186) mengemukakan,

Arti dari studi kasus yaitu suatu strategi yang secara umum lebih cocok digunakan untuk situasi bila bentuk pokok pertanyaan suatu penelitian dengan “bagaimana” atau “mengapa” ; bila focus penelitiannya terletak pada fenomena atau peristiwa kontemporer masa kini sebagai strategi penelitian, studi kasus lebih tepat untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan maupun mengeksplanasikan apa yang terjadi.

Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, kemudian dari kasus tersebut maka peneliti ingin mengungkap dari sisi pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya.

Sedangkan pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:1) :

Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang biasa disebut juga dengan penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan mengandung makna. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif juga tidak dipandu oleh teori namun dipandu oleh fakta fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan dan kemudian di deskripsikan oleh peneliti. Oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikontruksikan menjadi hipotesis dan teori.

Moleong (2002:2) menjelaskan maksud dari penelitian kualitatif yaitu :

Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilku yang dapat diamati, pendekatan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Zuriah, N (2007:92) mengartikan, “..Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Kemudian Kirk dan Miller (Zuriah, N, 2007:92) menambahkan bahwa, “..tradisi dalam dalam penelitian kualitatif secara fundamental


(21)

Syahwandri, 2013

bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristiwanya”.

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Meneliti subjek yang bersifat alamiah tanpa ada perlakuan (sebagai lawannya adalah eksperimen)

2. Data bersifat deskriptif yaitu data yang dikumpulkan lebih banyak dalam bentuk kata kata(deskripsi) dan /atau gambar dibanding angka – angka.

3. Peneliti bertindak sebagai instrument utama atau instrument kunci. 4. Hasil penelitian lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi.

B. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SLB-B Negeri Cicendo yang beralamat di jalan Cicendo No 2, Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung dan juga dirumah orang tua subjek yang diteliti yang beralamat di Jl. Bojong Soang No. 98 rt/rw 08/04 Bandung 40288.

2. Subjek Penelitian

Penentuan subjek dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Sugiyono (2009:54) menjelaskan makna dari teknik Purposive Sampling, yaitu : “Pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti”.

Melalui teknik Purposive Sampling ini peneliti menjadikan guru guru SLB-B Negeri Cicendo sebagai orang yang paling tahu siapa anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah. Melalui teknik ini maka diperoleh satu anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Setelah didapatkan 1 anak dengan inisial SA dari kelas IV A SDLB Cicendo sebagai nominasi dari para guru maka kemudian peneliti mengadakan pengamatan selama beberapa hari untuk memastikan nominasi dari para guru tersebut cocok dijadikan sebagi subjek penelitian yang sesuai dengan indikator dari masing masing tingkat kepercayaan diri yang telah dibuat. Setelah hasil pengamatan memenuhi kriteria yang telah dibuat untuk menentukan tingkat kepercayaan diri anak, penelitian kemudian memberikan angket untuk mendukung


(22)

bahwa subjek yang diteliti termasuk ke dalam kriteria yang telah peniliti buat berdasarkan teori yang ada. Penentuan informan yang akan memberikan data yang akan diwawancarai nantinya juga dilakukan dengan teknik Purposive Sampling dan Snowbol Sampling. Sugiyono (2009:54) mengemukakan bahwa :

Teknik pengambilan sumber sampel data yang awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seprti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar.

Informan pertama yang akan memberikan data dari proses wawancara mengenai pola asuh yang diterapkan terhadap SA adalah guru. Hasil dari pembicaraan dan tanya jawab kepada guru maka, untuk mengumpulkan informasi mengenai pola asuh yang diterapkan kepada SA maka guru kelas merekomendasikan orang tua SA yaitu MSA sebagi ibu SA dan PSA sebagai ayah SA. Karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber untuk mengecek keabsahan data maka peneliti membutuhkan satu lagi informan untuk memberikan informasi dan data mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada SA. PSA dan MSA sebagai orang tua SA merekomendasikan NSA yaitu nenek SA, dengan alasan NSA tinggal bersama MSA, PSA dan SA dalam satu lokasi sehingga NSA cukup mengetahui perihal pola asuh atau pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua SA kepada SA.

Pemilihan SA sebagai subjek penelitian didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut :

1. Dari hasil studi pendahuluan, pengamatan dan akhirnya pelaksanaan angket untuk melihat tingkat kepercayaan diri yang dilakukan terhadap SA, maka dinyatakan SA memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Ini berarti SA termasuk dalam kategori subjek yang akan diteliti dalam penelitian ini.

2. Sikap orang tua dari SA cukup terbuka ketika peneliti menyampaikan maksud, tujuan, dan alasan mengapa peneliti ingin meneliti mengenai masalah yang dialami oleh SA dan orang tua SA bersedia untuk memberikan informasi tentang pola asuh yang diterapkan kepada SA yang merupakan masalah utama yang akan diungkap dalam penelitian ini.


(23)

Syahwandri, 2013

1. Instrumen Penelitian

Salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah peneliti sebagai instrument utama penelitian (human instrument), karena peneliti sendiri yang berupaya mengumpulkan informasi tentang data yang akan diteliti, sedangkan instrumen lainnya hanyalah sebagai pelengkap. Peneliti juga sekaligus sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, dan pada akhirnya menjadi pelapor dari hasil penelitian.

Moleong (2011:168) mengemukakan bahwa, “Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya”.

Sugiyono (2010:61) juga berpendapat bahwa :

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui hasil catatan lapangan dan wawancara.

Selanjutnya Nasution (Sugiyono 2010:61) menyatakan lebih spesifik tentang peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian yang serupa karena memiliki ciri ciri sebagai berikut :

a. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. b. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan

dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

c. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada instrumen berupa tes atau angket yang dapat mengungkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

d. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakan, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.

e. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk mentest hipotesis yang timbul seketika.

f. Hanya manusia sebagai instrument yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.

g. Dengan penelitian yang menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutakan adalah respon yang dapat dikuatifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Denagan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan


(24)

dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Berikut adalah kisi-kisi umum penelitian yang peneliti buat agar dapat memudahkan pelaksanaan penelitian di lapangannya.

Tabel 3.1

Tabel Kisi-Kisi Umum Instrument Penelitian

No Fokus

Penelitian Tujuan

Teknik Pengum- pulan Data

Sumber Data 1 Gambaran

tuntutan

(Demandingness) orang tua kepada anak

Untuk mengetahui bagaimana

gambaran tuntutan orang tua kepada anak. Wawancara, studi dokumentasi dan catatan lapangan. Orang tua dan Nenek SA

2 Gambaran perlakuan orang tua dalam mengontrol (Controlling) sikap dan perilakuanak. Untuk mengetahui gambaran

perlakuan orang tua dalam mengontrol sikap dan perilaku anak. Wawancara, studi dokumentasi dan catatan lapangan. Orang tua dan Nenek SA

3 Gambaran penerimaan (Accepting) orang tua terhadap apa yang diperbuat atau dikerjakan anak. Untuk mengetahui gambaran penerimaan (Accepting) orang tua terhadap apa yang diperbuat atau dikerjakan anak. Wawancara, studi dokumentasi dan catatan lapangan. Orang tua dan Nenek SA

4 Gambaran respon (Responsiveness) orang tua terhadap apa yang dikerjakan anak. Untuk mengetahui gambaran respon (Responsiveness) orang tua terhadap apa yang dikerjakan anak. Wawancara, studi dokumentasi dan catatan lapangan. Orang tua dan Nenek SA

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dibutuhkan teknik dalam pengumpulan data karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti


(25)

Syahwandri, 2013

tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Wawancara

Wawancara merupakan bentuk komunikasi verbal untuk mendapatkan keterangan/informasi mengenai data yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara ini dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi. Menurut Zuriah, N.(2009:179) :

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana kedua orang berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing masing.

Menurut Arikunto, Suharsimi (2006:155) “Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari orang yang yang diwawancarai”.

Pada penelitian ini wawancara dilakukan terhadap orang tua siswa dan anggota keluarga lain(nenek dari subjek yang diteliti) yang ada di lingkungan rumah. Adapun aspek yang yang ingin diungkap melalui wawancara itu yaitu dimensi atau aspek dari pola asuh yang diterapkan pada subjek penelitian, dimensi dimensi tersebut nantinya akan menggambarkan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Adapun dimensi dimensi tersebut antara lain :

1) Gambaran tuntutan (Demandingness) orang tua kepada anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

2) Gambaran perlakuan orang tua dalam mengontrol (Controlling) anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

3) Gambaran penerimaan (Accepting) orang tua kepada tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

4) Gambaran respon (Responsiveness) orang tua kepada tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara terstruktur peneliti. Menurut Moleong (2011:190), “Wawancara terstruktur yaitu wawancara yang pewawancaranya (interviewer) menetapkan sendiri masalah masalah dan pertanyaan pertanyaan yang akan diajukan”.


(26)

Dalam hal ini peneliti membuat pedoman wawancara sesuai dengan informasi data yang akan diungkap dari responden. Namun jika terdapat hal lain pada saat wawancara terdapat data yang perlu diungkap dari orang yang diwawancarai maka peneliti langsung melakukan wawancara dengan pertanyaan yang tidak terdapat dalam pedoman wawancara yang telah dibuat (emergency).

b. Studi Dokumentasi

Nasution (2009:191) menjelaskan bahwa “Data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia (human resources) melalui wawancara dan observasi. Namun terdapat pula data yang bukan bersumber dari manusia (non human resources), diantaranya dokumen, photo, dan bahan statistik”.

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya karya monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2009:329)

Dokumen sendiri terdiri dari tulisan seperti buku harian, surat surat dan dokumen resmi. Dalam studi dokumentasi ini peneliti memanfaatkan segala sumber data yang telah disebutkan di atas (jika ada) sebagai penambah dan penjelas data yang diperoleh peneliti lewat obseravasi dan wawancara.

c. Angket/ Kuesioner

Menurut Sugiyono (2009:199) mengemukakan bahwa :

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada respon untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisiensi bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.

Narbuko, C(2004:76) juga menerangkan, “…Angket adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pernyataan dan pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti untuk memperoleh data”.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup artinya jawaban yang untuk setiap pertanyaan atau pernyataan sudah tersedia. Hal ini dilakukan agar dapat memudahkan anak sebagai subjek penelitian untuk mengisi atau menjawabnya. Berkaitan dengan pernyataan ini Nasution (2009:128), mengemukakan, “…Angket tertutup adalah angket yang terdiri atas pertanyaan atau


(27)

Syahwandri, 2013

pernyataan dengan sejumlah jawaban tertentu sebagai pilihan. Responden mencek jawaban yang paling sesuai dengan pendiriannya”.

Angket yang digunakan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri anak. Penghitungannya terdapat interval yang nantinya akan terlihat pada berada pada tingkat mana kepercayaan diri anak. Apakah rendah, sedang atau tinggi.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti membuat empat tahapan dalam prosedur penelitian. Keempat tahapan tersebut yaitu :

1. Tahap Pra Lapangan

Dalam menyusun rancangan penelitian, peneliti harus mengikuti beberapa tahapan yang sudah diatur oleh dewan skripsi di jurusan Pendidikan Luar Biasa. Pertama peneliti menemukan kasus di lapangan yang menurut peneliti menarik untuk diteliti, yaitu kasus anak SD kelas IV A di SLB B Negeri Cicendo yang mempunyai kepercayaan diri rendah dibanding teman sebayanya. Dari kasus yang peneliti temukan tersebut peneliti ingin mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak tersebut.

Dari masalah tersebut peneliti membuat rancangan penelitian dalam bentuk Proposal Penelitian yang nantinya akan diseminarkan untuk apakah layak atau tidak layak dilanjutkan sebagai skripsi. Setelah proposal penelitian disetujui peneliti mulai mengurus perizinan dari fakultas, BAAK, KesBang, dan terakhir di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Setelah surat izin penelitian peneliti dapatkan, peneliti langsung menyerahkan surat izin penelitian tersebut ke Humas SLB B Negeri Cicendo Bandung. Peneliti kemudian melanjutkan kegiatan penyusunan dua instrument yaitu instrument penilaian kpercayaan diri yang berupa angket dan instrument untuk mengungkap pola asuh yang diterapkan berupa wawancara. Kedua instrument tersebut peneliti uji dengan menggunakan Expert Judgment dari dosen PLB, Dosen Psikologi, serta guru di sekolah.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan peneliti mulai dengan melakukan keakraban dengan subjek penelitian dan orang orang yang nantinya di duga akan memberikan data agar nantinya dapat mempermudah peneliti memperoleh data yang diperlukan. Kemudian peneliti langsung melaksanakan tes atau kuesioner kepada subjek penelitian untuk


(28)

memastikan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Setelah anak dipastikan benar memiliki keprcayaan diri yang rendah yang sesuai dengan pernyataan guru di sekolah, hasil catatan lapangan selama beberapa waktu dan angket yang diberikan, peneliti langsung mengadakan wawancara kepada ayah, ibu, dan anggota keluarga yang mengetahui kehidupan subjek yang diteliti untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan kepada subjek sebagai anak.

3. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada tahap pemeriksaan keabsahan data peneliti melakukan dengan tiga teknik yaitu teknik Triangulasi, member check dan perpanjangan pengamatan.

4. Tahap Analisis dan Penafsiran Data

Terakhir adalah tahapan analisis. Disini peneliti melakukan reduksi data, penyajian data dan terakhir adalah penarikan kesimpulan data dan verifikasi.

E. Pengujian Keabsahan Data

Pengujian kebasahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perpanjangan pengamatan, triangulasi sumber melalui teknik wawancara kepada beberapa sumber, dan member check .

1. Perpanjangan Pengamatan

“Perpanjangan Pengamatan artinya peneliti kembali lagi kelapangan untuk melakukan wawancara atau pengamatan lagi dengan sumber data yang pernah ditemui ataupun yang baru”,(Sugiyono, 2009:122)

Dengan perpanjangan pengamatan berarti diharapkan hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk semakin akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang tersembunyikan. Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih malu, belum terlalu terbuka, takut menyinggung dan menyita waktu subjek penelitian serta orang orang yang akan memberikan data. Dengan perpanjangan pengamatan inilah peneliti nantinya akan mengecek data yang telah diperoleh, dan jika data yang diperoleh tidak sesuai dengan data yang sebenarnya maka peneliti akan terus melakukan penelitian secara luas dan mendalam sehingga data yang diperoleh benar benar sama dengan data sebenarnya yang ada di lapangan.


(29)

Syahwandri, 2013

Nusa Putra (2011:189) bahwa “Triangulasi adalah cek dan ricek yaitu pengecekan data menggunakan beragam sumber, teknik, dan waktu”

Triangulasi yang peneliti gunakan disini adalah triangulasi sumber data, maksunya dari beberapa sumber melalui teknik wawancara seperti wawancara yang dilakukan terhadap Ayah, Ibu dan anggota keluarga dari subjek penelitian (nenek dari subjek penelitian), kemudian data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari ketiga sumber data tersebut. Data kemudian dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang selanjutnya dimintakan kesepakatan (Member Check) dengan tiga sumber tersebut.

3. Member check

“Member check merupakan upaya untuk memeriksa apakah peneliti telah berhasil mengungkap permasalahan yang ingin diungkap dalam penelitian, dengan cara melakukan pengecekan kepada orang–orang yang telah dimintai data baik wawancara, pengamatan atau teknik lainnya”(Putra, N.2011:200).

Setelah triangulasi dilakukan melalui teknik wawancara seperti wawancara yang dilakukan terhadap Ayah, Ibu dan anggota keluarga dari subjek penelitian kemudian data tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari ketiga sumber data tersebut. Data kemudian dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang selanjutnya dimintakan kesepakatan (Member Check) dengan tiga sumber tersebut. Jika ketiga sumber tersebut menyetujui hasil analisis dari data yang diperoleh maka peneliti menghetikan penelitian dan merasa cukup dengan data yang telah diperoleh dan jika ketiga sumber tersebut tidak menerima atau tidak menyepakati hasil penelitian karena dianggap jauh berbeda dnegan kenyataan yang sebenarnya maka peneliti mengadakan diskusi kesepakatan yang lebih lanjut kepada ketiga pemberi sumber data tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli yaitu :

Sugiyono (2009:129) menambahkan,

Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data,


(30)

dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data

F. Teknik Analisis Data

Menurut Moleong (1993:103) mengemukakan bahwa “Analisis data adalah proses mengorganisasi data ke dalam pola, kategorisasi dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan”.

Ahli lainnya yang mengemukakan mengenai analisis data yaitu Bogdan(Sugiyono, 2009:334) :

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memillih mana yang penting dan yangakan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain

Dalam penelitian ini, proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia baik dari wawancara, catatan lapangan maupun studi dokumentasi. Kemudian peneliti langsung melakukan analisis terhadap data-data tersebut yang mengacu pada proses analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (Sugiyono, 2009:337-345) yaitu :

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Mereduksi data akan lebih mudah dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu sehingga mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya jika diperlukan.

Agar lebih mudah dalam mereduksi data, hasil penelitian yang telah didapatkan dari lapangan diberikan kode sesuai dengan fokus penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Bagian-bagian data hasil penelitian yang diberi kode tersebut adalah data-data terpenting yang merupakan jawaban-jawaban dari fokus penelitian. 2. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, Flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (Sugiyono, 2009:341) menyatakan “Yang paling sering


(31)

Syahwandri, 2013

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif”.

Dalam penelitian ini, data hasil penelitian yang telah direduksi disajikan dalam bentuk matriks wawancara dari ketiga sumber wawancara atau informan.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ketiga dalam penelitian kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat meneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(32)

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pola asuh atau perilaku-perilaku orang tua pada anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah antara lain sebagai berikut:

1. Orang tua memiliki tuntutan kepada anak dalam kemampuan bersosialisasi, kemandirian, prestasi belajar dan kemampuan bicara yang baik. Dalam kemampuan bersosialisasi orang tua mengharapkan anak agar dapat bersosialisasi dengan orang banyak terutama dengan masyarakat sekitar dan disekolah, karena sampai saat ini perilaku anak yang suka menyendiri dan menghindarkan diri dari pergaulan masih belum hilang. Orang tua juga mengharapkan agar anak dapat hidup mandiri terutama dalam melakukan aktivitas keseharian. Hal ini dilakukan oleh orang tua agar dapat mempersiapkan anak menuju gerbang kedewasaan nanti. Selain itu orang tua menuntut anak agar dapat belajar dengan baik. Segala upaya dilakukan serta penegasan dalam kegiatan belajar sangat dikedepankan agar anak dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Kemudian, orang tua juga menuntut anak agar dapat berbicara dengan baik. Orang tua selalu mempertegas agar anak untuk memperbaiki ucapannya ketika berbicara. Jika anak belum bisa berkata dengan baik, orang tua pun terus menuntut agar anak dapat berbicara sampai perkataan anak dapat terdengar dengan baik.

2. Kontrolisasi orang tua kepada anak terdapat dalam pengaturan jadwal belajar dan aktivitas keseharian dalam menonton TV. Jadwal belajar sangat dikontrol oleh orang tua. Hal ini dilakukan karena adanya tuntutan agar anak dapat berprestasi di sekolah. Selain itu orang tua juga mengontrol aktivitas keseharian anak terutama dalam hal menonton TV. Hal ini dilakukan oleh orang tua agar waktu anak lebih didominasi oleh 77


(33)

2

Syahwandri, 2013

kegiatan bersosialisasi untuk mengembangkan kemampuan sosialnya dengan baik.

3. Orang tua menerima kehadiran anak dalam keluarga. Hal ini tercermin dalam dalam upaya orang tua dalam mengembangkan bakat yang dimiliki oleh anak. Kemudian hal lainnya yang menjadi bukti bahwa orang tua menerima kehadiran anak dalam keluarga adalah adanya waktu khusus bersama anak dalam keluarga. Orang tua dan anak selalu menyediakan hari-hari libur untuk melakukan kegiatan bersama, baik itu berupa kegiata-kegiatan olahraga maupun liburan ke luar kota.

4. Orang tua masih sulit untuk merespon setiapa prestsai atau pencapaian yang yang diraih oleh anak, namun demikian orang tua masih bersikap tanggap terhadap segala kebutuhan anak terutama kebutuhan pokok seperti kebutan sehari-hari dan kebutuhan sekolah.

B. Saran

1. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekaligus masukkan kepada orang tua bahwa pola asuh yang diterapkan selama ini masih dirasa kurang sesuai dengan kondisi anak. Hasil penelitian ini diperoleh tuntutan dan kontrol orang tua sangat tinggi dan tidak sesuai dengan respon serta penerimaan terhadap sikap, perilaku dan prestasi anak. Hal ini jelas akan berpengaruh pada sikap dan perilaku anak baik untuk masa sekarang bahkan dimasa yang akan datang.

Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada orang tua agar memiliki tuntutan dan kontrol yang wajar artinya tidak bersifat mengekang atau sebaliknya membiarkan namun tuntutan dan kontrol tersebut disesuaikan dengan kemampuan, keinginan, serta pendapat pribadi dari anak itu sendiri. Begitu juga dengan respon dan penerimaan orang tua terhadap anak, hendaknya selalu diberikan namun juga tidak berlebihan sehingga menjadikan anak tersebut manja. Dampak positif lainnya dari respon dan penerimaan ini juga adalah agar anak merasa dihargai sebagai individu yang memiliki hak yang sama seperti anak-anak pada umunya


(34)

3

2. Bagi Guru

Tugas seorang guru tidak hanya dalam hal mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik namun lebih jauh dari itu yaitu sebagai pendorong, pembimbing, motivator agar anak dapat berkembang seoptimal mungkin. Perjalan anak untuk menjadi pribadi yang digharapkan oleh norma atau nilai yang berlaku dimasyarakat saat masa-masa sekolah dasar tidak terlepas dari segala permasalahan baik yang disebabkan oleh faktor dari luar ataupun dari dalam diri anak. Salah satunya adalah masalah yang bersumber dari pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Disinilah hendakanya seorang guru agar dapat menjembatani segala permasalahan yang terjadi pada diri anak lebih khususnya yang bersumber dari orang tua atau keluarga.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan gambaran umum mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yang memiliki kepercayaan diri rendah. Namun kasus yang diambil dalam penelitian ini hanya satu kasus, bagi peneliti selanjutnya yang memiliki minat untuk meneliti pembahasan yang sama agar mengambil kasus-kasus yang lebih banyak lagi sehingga gambaran yang akan diperoleh nanti akan semakin jelas karena antara kasus satu dengan kasus lainnya akan memiliki kesamaan atau bahkan bertolak belakang antar satu dengan yang lainnya. Hal ini buka menjadi masalah namun justru akan membuka wawasan dan cakrawala pengetahuan kita bahwa setiap tipe pola asuh yang diterapkan punya andil tersendiri dalam pembentukan sikap dan keperibadian anak.


(35)

1

Syahwandri, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. dan Martaniah, S.M.. (1998). “Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika. 6, (2).

Arikunto, S.(2006). Prosedur Penelitian.Jakarta:PT Asdi Mahasatya.

Bachtiar, S.(2012).Buku Pintar Memahami Psikologi Peserta Didik.Yogyakarta:Pinang Merah.

Bahri Djamarah, S.(2004). Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga. Jakarta:Rineka Cipta.

Bambang dan Sumanjaya, H.(2010).Just For Parent.Jakarta:Gramedia.

Bunawan, L dan Susila Yuwati, C.(2000).Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta:Yayasan Santi Rama.

Dani, I.Yatim dan Irwanto. (1991). Kepribadian Keluarga Narkotika.Jakata: Arcan

Dariyo, A.(2007).Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama.Bandung:Reflika Aditama.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.(1999).Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Desmita.(2010).Psikologi Perkembangan.Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA

Effendi, M.(2008).Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

Gerungan, W.A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Iswidharmanjaya, D dan Agung, G. (2004). Satu Hari Menjadi Percaya Diri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Kartono, K.(2002).Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Masyhuri dan Zainuddin, M. (2008).Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama.

Moleong, J.(2012).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:Remaja Rosdakarya. Moleong, J.(2012).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:Remaja Rosdakarya. Noe’man, R.R. (2012). Amazing Parenting. Jakarta: Noura Books


(36)

2

Nasution.(2009).Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara

Narbuko, C.(2004). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara

Putra, N. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Indeks

Sjaah, E.(2003).Layanan dan Artikulasi Anak Tunarungu.Bandung: San Grafika Satyo, A.(2005). Kamus Lengkap Indonesi-Inggri, Inggris-Indonesia. Jakarta:Persada.

Scohib, M.(2000:2).Pola Asuh Orang Tua Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Anak. Jakarta:Alfabeta.

Somad, P dan Hernawati, T.(1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Somantri, S.(2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian. Bandung: Alfabeta

Tim Mitra Guru. (2005). Sosiologi SMP. Jakarta: Erlangga

Ubaedy, A.N. (2011). Total Confidence. Bogor: Bee Media Pustaka

Universitas Pendidikan Indonesia.(2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press

Utami Munandar.(1992). Hubungan Istri, Suami Dan Anak Dalam Keluarga.Jakarta: Pustaka Antara.

Utami Munandar.(1982). Pemanduan Anak Berbakat. Jakarta: CV Rajawali

Wahyudin.(2012). Menyulut Sikap Percaya Diri Anak. Yogyakarta: Pro Book

Yusuf, S. (2010). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Zahra, I dan Lisma, J. (1992). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Yusuf, S dan M, Sugandhi, N. (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada


(37)

3

Syahwandri, 2013


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pola asuh atau perilaku-perilaku orang tua pada anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri rendah antara lain sebagai berikut:

1. Orang tua memiliki tuntutan kepada anak dalam kemampuan bersosialisasi, kemandirian, prestasi belajar dan kemampuan bicara yang baik. Dalam kemampuan bersosialisasi orang tua mengharapkan anak agar dapat bersosialisasi dengan orang banyak terutama dengan masyarakat sekitar dan disekolah, karena sampai saat ini perilaku anak yang suka menyendiri dan menghindarkan diri dari pergaulan masih belum hilang. Orang tua juga mengharapkan agar anak dapat hidup mandiri terutama dalam melakukan aktivitas keseharian. Hal ini dilakukan oleh orang tua agar dapat mempersiapkan anak menuju gerbang kedewasaan nanti. Selain itu orang tua menuntut anak agar dapat belajar dengan baik. Segala upaya dilakukan serta penegasan dalam kegiatan belajar sangat dikedepankan agar anak dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Kemudian, orang tua juga menuntut anak agar dapat berbicara dengan baik. Orang tua selalu mempertegas agar anak untuk memperbaiki ucapannya ketika berbicara. Jika anak belum bisa berkata dengan baik, orang tua pun terus menuntut agar anak dapat berbicara sampai perkataan anak dapat terdengar dengan baik.

2. Kontrolisasi orang tua kepada anak terdapat dalam pengaturan jadwal belajar dan aktivitas keseharian dalam menonton TV. Jadwal belajar sangat dikontrol oleh orang tua. Hal ini dilakukan karena adanya tuntutan agar anak dapat berprestasi di sekolah. Selain itu orang tua juga mengontrol aktivitas keseharian anak terutama dalam hal menonton TV. Hal ini dilakukan oleh orang tua agar waktu anak lebih didominasi oleh


(2)

kegiatan bersosialisasi untuk mengembangkan kemampuan sosialnya dengan baik.

3. Orang tua menerima kehadiran anak dalam keluarga. Hal ini tercermin dalam dalam upaya orang tua dalam mengembangkan bakat yang dimiliki oleh anak. Kemudian hal lainnya yang menjadi bukti bahwa orang tua menerima kehadiran anak dalam keluarga adalah adanya waktu khusus bersama anak dalam keluarga. Orang tua dan anak selalu menyediakan hari-hari libur untuk melakukan kegiatan bersama, baik itu berupa kegiata-kegiatan olahraga maupun liburan ke luar kota.

4. Orang tua masih sulit untuk merespon setiapa prestsai atau pencapaian yang yang diraih oleh anak, namun demikian orang tua masih bersikap tanggap terhadap segala kebutuhan anak terutama kebutuhan pokok seperti kebutan sehari-hari dan kebutuhan sekolah.

B. Saran

1. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekaligus masukkan kepada orang tua bahwa pola asuh yang diterapkan selama ini masih dirasa kurang sesuai dengan kondisi anak. Hasil penelitian ini diperoleh tuntutan dan kontrol orang tua sangat tinggi dan tidak sesuai dengan respon serta penerimaan terhadap sikap, perilaku dan prestasi anak. Hal ini jelas akan berpengaruh pada sikap dan perilaku anak baik untuk masa sekarang bahkan dimasa yang akan datang.

Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada orang tua agar memiliki tuntutan dan kontrol yang wajar artinya tidak bersifat mengekang atau sebaliknya membiarkan namun tuntutan dan kontrol tersebut disesuaikan dengan kemampuan, keinginan, serta pendapat pribadi dari anak itu sendiri. Begitu juga dengan respon dan penerimaan orang tua terhadap anak, hendaknya selalu diberikan namun juga tidak berlebihan sehingga menjadikan anak tersebut manja. Dampak positif lainnya dari respon dan penerimaan ini juga adalah agar anak merasa dihargai sebagai individu yang memiliki hak yang sama seperti anak-anak pada umunya


(3)

2. Bagi Guru

Tugas seorang guru tidak hanya dalam hal mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik namun lebih jauh dari itu yaitu sebagai pendorong, pembimbing, motivator agar anak dapat berkembang seoptimal mungkin. Perjalan anak untuk menjadi pribadi yang digharapkan oleh norma atau nilai yang berlaku dimasyarakat saat masa-masa sekolah dasar tidak terlepas dari segala permasalahan baik yang disebabkan oleh faktor dari luar ataupun dari dalam diri anak. Salah satunya adalah masalah yang bersumber dari pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Disinilah hendakanya seorang guru agar dapat menjembatani segala permasalahan yang terjadi pada diri anak lebih khususnya yang bersumber dari orang tua atau keluarga.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan gambaran umum mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yang memiliki kepercayaan diri rendah. Namun kasus yang diambil dalam penelitian ini hanya satu kasus, bagi peneliti selanjutnya yang memiliki minat untuk meneliti pembahasan yang sama agar mengambil kasus-kasus yang lebih banyak lagi sehingga gambaran yang akan diperoleh nanti akan semakin jelas karena antara kasus satu dengan kasus lainnya akan memiliki kesamaan atau bahkan bertolak belakang antar satu dengan yang lainnya. Hal ini buka menjadi masalah namun justru akan membuka wawasan dan cakrawala pengetahuan kita bahwa setiap tipe pola asuh yang diterapkan punya andil tersendiri dalam pembentukan sikap dan keperibadian anak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. dan Martaniah, S.M.. (1998). “Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Jurnal Psikologika. 6, (2).

Arikunto, S.(2006). Prosedur Penelitian.Jakarta:PT Asdi Mahasatya.

Bachtiar, S.(2012).Buku Pintar Memahami Psikologi Peserta Didik.Yogyakarta:Pinang Merah.

Bahri Djamarah, S.(2004). Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga. Jakarta:Rineka Cipta.

Bambang dan Sumanjaya, H.(2010).Just For Parent.Jakarta:Gramedia.

Bunawan, L dan Susila Yuwati, C.(2000).Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta:Yayasan Santi Rama.

Dani, I.Yatim dan Irwanto. (1991). Kepribadian Keluarga Narkotika.Jakata: Arcan

Dariyo, A.(2007).Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama.Bandung:Reflika Aditama.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.(1999).Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Desmita.(2010).Psikologi Perkembangan.Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA

Effendi, M.(2008).Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

Gerungan, W.A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Iswidharmanjaya, D dan Agung, G. (2004). Satu Hari Menjadi Percaya Diri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Kartono, K.(2002).Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Masyhuri dan Zainuddin, M. (2008).Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama.

Moleong, J.(2012).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:Remaja Rosdakarya. Moleong, J.(2012).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:Remaja Rosdakarya.


(5)

Nasution.(2009).Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara

Narbuko, C.(2004). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara

Putra, N. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Indeks

Sjaah, E.(2003).Layanan dan Artikulasi Anak Tunarungu.Bandung: San Grafika Satyo, A.(2005). Kamus Lengkap Indonesi-Inggri, Inggris-Indonesia. Jakarta:Persada.

Scohib, M.(2000:2).Pola Asuh Orang Tua Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Anak. Jakarta:Alfabeta.

Somad, P dan Hernawati, T.(1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Somantri, S.(2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian. Bandung: Alfabeta

Tim Mitra Guru. (2005). Sosiologi SMP. Jakarta: Erlangga

Ubaedy, A.N. (2011). Total Confidence. Bogor: Bee Media Pustaka

Universitas Pendidikan Indonesia.(2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press

Utami Munandar.(1992). Hubungan Istri, Suami Dan Anak Dalam Keluarga.Jakarta: Pustaka Antara.

Utami Munandar.(1982). Pemanduan Anak Berbakat. Jakarta: CV Rajawali

Wahyudin.(2012). Menyulut Sikap Percaya Diri Anak. Yogyakarta: Pro Book

Yusuf, S. (2010). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Zahra, I dan Lisma, J. (1992). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Yusuf, S dan M, Sugandhi, N. (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada


(6)