Pembentukan Karakter Melalui Penerapan M

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah diucapkan kepada Allah SWT karena seminar nasional MIPA dan Pendidikan MIPA tahun 2011 telah dapat terselenggara dengan baik dan lancar. Sebagai tema seminar nasional adalah “Integrasi Pendidikan berkarakter dalam kurikulum MIPA dan pendidikan MIPA”.

Kegiatan ini dilakssanakan selama dua hari pada tanggal 19 sampai 20 November 2011 di Padang Sumatera Barat dengan FMIPA UNP Padang sebagai penyelenggara. Seminar di hari pertama dengan 4 orang keynote speaker yaitu : Prof.Dr.Ir.Widyo Nugroho Tim Pengembang Pendidikan Karakter Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Dr. Yetti Supriyadi, M.Pd Dosen PPS Universitas Jakarta, Prof. Dr. Lufri, M.S Dekan FMIPA Universitas Negeri Padang, Drs Syamsurizal, MM Kadis Disdikpora Sumatera Barat. Seminar pada hari kedua dilaksanakan dengan cara seminar paralel yang dipisahkan menjadi empat sesi, sesuai dengan bidang masing- masing. Hampir seratus makalah dari berbagai Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah telah diseminarkan pada kegiatan ini. Hasil seminar tersebut kami terbitkan dalam bentuk prosiding. Prosiding ini terbagi empat yaitu: bidang Matematika dan Pendidikan Matematika, Fisika dan Pendidikan Fisika, Biologi dan Pendidikan Biologi, Kimia dan Pendidikan Kimia.

Pada kesempatan ini atas nama panitia penyelenggara mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak sehingga kegiatan besar ini dapat terselenggara dengan baik. Mudah-mudahan kegiatan ini memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Marilah kita bersyukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga kegiatan Seminar Nasional MIPA dan Pendidikan MIPA UNP Tahun 2011 telah dapat dilaksanakan. Disamping itu, melalui kegiatan seminar Nasional telah dapat dihasilkan prosiding.

Seminar Nasional ini dirancang untuk meningkatkan wawasan dan kualitas para akademisi, peneliti dan praktisi dalam meningkatkan pola pikir. Disamping itu, kegiatan ini dapat pula dijadikan sebagai wacana untuk saling bertukar pengalaman dan informasi dalam pengelolaan pendidikan dan penelitian dibidang MIPA. Seminar ini menjadi sangat penting dan strategis mengingat pada saat ini dunia pendidikan memerlukan perhatian khusus untuk dikelola secara optimal, professional, dan berkelanjutan serta diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas.

Melalui kegiatan Seminar Nasional diharapkan menghasilkan ide-ide yang kreatif dan inovatif dalam pendidikan dan pembelajaran MIPA yang berkarakter. Salah satu ide penelitian masa mendatang yang dapat dikembangkan adalah integrasi pendidikan berkarakter dalam pembelajaran MIPA. Hal ini sesuai dengan tema yang ditetapkan dalam Seminar Nasional ini, yaitu integrasi pendidikan berkarakter dalam kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA.

Akhirnya saya sampaikan rasa hormat dan penghargaan yang tinggi kepada panitia penyelenggara, nara sumber, rekan-rekan dari Perguruan Tinggi, Sekolah dan Lembaga Penelitian serta sponsor yang telah berpartisipasi aktif dalam kegiatan seminar MIPA dan Pendidikan MIPA ini. Semoga pemikiran brilian yang dituangkan dalam Prosiding Seminar Nasional ini dapat bermanfaat untuk kemajuan dunia pendidikan.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i Sambutan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

ii Universitas Negeri Padang

Daftar Isi iii

1 Pengintegrasian dan Keterkaitan Pendidikan Berkarakter Dalam Pembelajaran Mipa

1 Lufri, Festiyed; UNP, Padang

2 Praktikum Ekologi Berbasis Proyek: Media Pembekalan Keterampilan Esensial Laboratorium

Djohar Maknun, R.R. Hertien K Surtikanti, Ahmad Munandar;

21 UPI Bandung

3 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Aktif Tipe Giving Question and Getting Answer (GQGA) dengan Media Powerpoint Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Biologi

33 Helendra, Zulyusri, Yesi Novia; UNP, Padang

4 Alternatif Strategi Pembelajaran Holistik dalam Pendidikan Berkarakter Bangsa

45 Ristiono; UNP, Padang

5 Analisis Pola Hubungan Antara Tingkat Kesukaran Dan Daya Pembeda Muhyiatul Fadilah, Heffi Alberida, Rahmawati D; UNP, Padang

6 Inventarisasi Protozoa Sepanjang Aliran Sungai di Kampus Universitas Negeri Padang

67 Ernie Novriyanti, Ramadhan Sumarmin; UNP, Padang

7 Pengaruh Pemberian Air Nanas (Ananas comusus) Terhadap Kadar Lemak, Protein dan Nilai Organoleptik Dadih Erismar Amri, Zamroni, Mades Fifendy; STKIP PGRI Padang

79 Sumatera Barat

8 Deteksi Iodium dengan Ekskresi Iodium Urin (EIU) pada Siswa SDN 8 Kecamatan Tanjung Gadang Sijunjung

Gustina Indriati, Rina Widian, Irwen Evendy

9 Induksi Ketahanan Bawang Merah (Allium ascalonicum) Menggunakan Isolat Bakteri Rhizoplan Indigenus dalam Mengendalikan Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv.allii)

97 Munzir Busniah, Zurai Resti, Yulmira Yanti; UNAND, Padang

10 Karakteristik Mikroflora Indigenous Pulp Tiga Varietas Kakao (Theobroma cacao, L.) di Sumatera Barat

110 Nurmiati ; UNAND, Padang

11 Kandungan dan Stabilitas Protein Varietas Padi Sawah di Sumatera Barat

119 Azwir Anhar; UNP, Padang

12 Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Melon (Cucumis melo L.)

126 Mades Fifendy, Irwan Muas, Okta Lona Delfia; UNP, Padang

13 Pengaruh Perendaman dan Pencucian Sediaan Media Serbuk Gergaji terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus L.)

137 Periadnadi; UNAND, Padang

14 Daya Hambat Sari Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli Rina Widiana, Gustina Indriati, dan Indra Andika; STKIP PGRI

145 Padang Sumatera Barat, Padang

15 Aktivitas Enzim Pertahanan Tanaman Bawang Merah yang di Induksi dengan Bakteri Rhizoplan Indigenus terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv allii)

155 Yulmira Yanti, Zurai Resti dan Munzir Busniah; UNAND, Padang

16 Tanggap Beberapa Varietas Tanaman Bawang Merah terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas axonopodis pv allii)

166 Zurai Resti, Yulmira Yanti, dan Hairic Adi Putra; UNAND, Padang

17 Intensitas Warna yang di Produksi oleh Monascus purpureus pada Fermentasi Virgin Coconut Oil (VCO)

179 Irdawati; UNP, Padang

18 Seleksi Kemampuan Isolat Pseudomonad Fluoresen dalam Mengendalikan Jamur Fusarium Penyebab Penyakit Layu Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

190 Linda Advinda, Azwir Anhar, Fitri Khairina; UNP, Padang

19 Eksplorasi Jamur Tanah Sebagai Agens Hayati terhadap Phytophtora palmivora BUTL. dari Beberapa Media Tanam Benih Durian

197 UNP ,

Moralita Chatri 1 , Diah Sunarwati 2 dan Sri Nadya Andryani 1 ; 1

2 Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok

20 Tumbuhan Paku Epifit Di Taman Hutan Raya Bung Hatta Kota Padang Mildawati, Ardinis Arbain; UNAND, Padang

21 Identifikasi Permasalahan Pembelajaran Fisika di Kelas dalam Rangka Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

1 2 1 Fitra Netti 2 dan Yulkifli ; SMPN 2 Candung- Kab. Agam UNP, 216 Padang

22 Implementasi Model Pembelajaran Konstrukivisme Menggunakan CD Multimedia Interaktif Fisika pada siswa kelas x SMAN Padang

230 Asrizal; unp, Padang

23 Peningkatan Karakter Berpikir Kreatif dan Kerjasama dengan Asesmen Kinerja pada Materi Listrik Dinamis Kelas X SMA

2) Fitriza Budi Rahayu 1) Festiyed ; SMA Negeri 4 Bukittinggi 242

2) UNP, Padang

24 Penerapan Model Learning Cycle (Siklus Belajar) 5E untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA RSBI Pada Kompetensi Gaya Pegas dan Gerak Harmonik di SMAN 1

249 Tilatang Kamang

Widia Ningsih ; SMAN 1 Tilatang Kamang, Kab. Agam

25 Peningkatan Kualitas Belajar Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Generatif Disertai Lembaran Diskusi Siswa (LDS) di Kelas XII IPA-6 SMAN 7 Padang

Sri Indrawati Prihatin Ningsih 2) , Hufri ; SMAN 7 Padang 2) UNP, 265 Padang

26 Analisis Terhadap Penguasaan Materi IPA Fisika Siswa SMP/MTs Peserta Lomba Fisika di Sumatera Barat Tahun 2010

276 Akmam, Amran Hasra,Yurnetti; UNP, Padang

27 Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Elektronika Dasar 2 Melalui Pembelajaran Resource Based Learning di Jurusan Fisika FMIPA UNP Padang

286 Hufri ; UNP, Padang

28 Pembentukan Karakter Bertanggung Jawab dan Rasa Ingin Tahu Melalui Penerapan Metode Quantum Learning dengan Menggunakan Media Alat Peraga Sederhana pada Pembelajaran Fisika

297 Sri Wahyu Widyaningsih; UNP, Padang

29 Karakterisasi Struktur dan Sifat Magnetik Ferit Spinel Fe 3 O 4 dengan Penambahan Dopan Zn

310 Gugus Setyobo; Widyaiswara Madya LPMP Provinsi Sumatera Barat

30 Termometer Badan dengan Output Suara dan Display Digital Berbasis Mikrokontroler AT89C51 Menggunakan IC ISD25120

Fitria Wirda

31 Pengembangan Sensor Fluxgate Berbasis Teknologi Printed Circuit Boards (PCBs)

Yulkifli, Asrizal, Mitra Djamal; UNP ITB

32 Meningkatkan Mutu Pembelajaran Fisika Dengan Memberdayakan Critical Thinking Skill

342 Djusmaini Djamas; Fisika FMIPA UNP, Padang

33 Deskripsi Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) Di SMA, MA dan SMK Kota Padang

358 Syakbaniah1, Festiyed, Aljufri B.Syarif; UNP Padang

34 Pengembangan Modul Bilingual Berorientasi Cooperative Learning Pada Pembelajaran Konsep Dasar Hitung Diferensial

I Nyoman Arcana; Fisika FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

35 Implementasi Model Pembelajaran Berkelompok untuk Meningkatkan Hard Skill dan Soft Skill Mahasiswa pada Matakuliah Struktur Data & Algoritma (SDA) di Universitas Bengkulu

393 Hanifah; Teknik Informatika FT UNIB

36 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Investigasi

405 Novaliyosi; Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

37 Pembelajaran dengan Pendekatan Resource-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP

413 Nurul Anriani; Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

38 Analisis Regresi Dummy pada Hasil Belajar Siswa SMA di Kota Jambi Berdasarkan Pendekatan Matched Case-Control

423 Rini Warti; IAIN STS Jambi

39 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Berbasis Pemecahan Masalah Terstruktur pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Padang

438 Dewi Murni, Helma, Nonong Amalita; UNP, Padang

40 Menentukan Lintasan Terpendek dari Kampus UNIB ke Simpang Rumah Sakit M Yunus Jalan Raya kota Bengkulu Menggunakan Algoritma DIJKSTRA

451 Hanifah; Teknik Informatika FT UNIB

41 Analisis hasil ujian nasional sekolah menengah atas (SMA) tahun ajaran 2008/2009 di Kota Padang dengan metoda statistika sederhana

460 Maiyastri; Jurusan Matematika, FMIPA UNAND, Padang

42 Model Matematika Bagi Penyelamatan Hutan Media Rosha; Matematika, FMIPA UNP

43 Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis Pada Konsep Termokimia Untuk Siswa SMA

478 Kartimi, Asmawi Zainul, Anna Permanasari; UPI Bandung

44 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia SMA Berorientasi Pendekatan CTL

492 Badariah; IAIN STS Jambi

45 Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Strategi Pembelajaran Pemilahan Kartu di Kelas 11 IPA 6 Semester 2 SMAN 2 Payakumbuh

505 Media Mega; SMAN 2 Payakumbuh

46 Media Berbasis Komputer untuk Pembelajaran Pemisahaan Campuran di Sekolah Menengah Pertama

518 Bayharti, Andromeda, Delma Ulya Putri; UNP, Padang

47 Media CD Interakti Dilengkapi LKS untuk Pembelajaran Faktor yang Mempengaruhi Laju reaksi di SMP 526 Bayharti, Andromeda, Isra Juweldi ; UNP, Padang

48 Penerapan Cara Belajar Siswa Aktif untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Kimia Dasar 1 di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Padang

538 Nazir Koelin Saerab danYustini Maaruf; UNP, Padang

49 Penentuan Trace Hg (II) dalam Air Laut di Perairan Sekitar Balai Budidaya Ikan Pantai (BBIP) Teluk Buo Bungus Teluk Kabung Kota Padang

549 Edi Nasra; UNP, Padang

50 Analisis Zat Tambahan Makanan Dalam Minuman Ringan Menggunakan Etanol-Air Sebagai Fasa Gerak Secara HPLC Budhi Oktavia, Desy Kurniawati, Edi Nasra; Kimia FMIPA UNP,

558 Padang

Lampiran 1 Presentasi dari Dirjen Ditnaga DIKTI

Lampiran 2 Presentasi dari Dosen PPS UNJ

Lampiran 3 Presentasi dari Kadis Disdikpora Sumatera Barat

PENGINTEGRASIAN DAN KETERKAITAN PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MIPA

Lufri 1 ,

Festiyed 2

1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang

2 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang

PENDAHULUAN

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sedang berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (kamus Bahasa Indonesia). Karakter terdiri dari tiga unjuk perilaku yang saling berkaitan yaitu tahu arti kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik (Lickona, 1991). Ketiga substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Dengan kata lain, karakter dapat dimaknai sebagai kualitas pribadi yang baik.

Sebenarnya karakter dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang termaktup dalam Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kecenderungan yang saat ini terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarkat dan berbangsa adalah semakin pudarnya perilaku akhlak mulia dan semakin Kecenderungan yang saat ini terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarkat dan berbangsa adalah semakin pudarnya perilaku akhlak mulia dan semakin

Karena itu tema membangun karakter muncul kembali sejak tahun 2010 ketika pendidikan karakter dijadikan sebagai gerakan nasional pada puncak acara Hari Pendidikan Nasional 20 Mei 2010. Selanjutnya, standar nasional pendidikan memasukkan pembinaan karakter dalam materi yang harus diajarkan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pendidikan karakter di sekolah belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Sudrajat: 2010).

Sulitnya melakukan internalisasi tersebut, disinyalir karena hilangnya keteladanan. Siswa yang diajari di kelas tentang keharusan menghormati orang lain, selalu bersikap jujur, tidak boleh saling menipu dan harus selalu bekerjasama, tidak menemukan prakteknya dalam kehidupan sehari-hari. Karena begitu mereka melihat televisi, para politisi misalnya, tidak bersikap seperti pelajaran yang telah mereka terima di kelas. Hal ini banyak dirasakan terutama oleh guru-guru yang merasa kesulitan dalam mengembangkan pendidikan karakter (Kompas 02/05/11).

Kondisi tersebut tidak saja menimpa dunia pendidikan umum di Indonesia, tetapi dunia pendidikan berbasis agama dan lingkungan pesantren juga sudah mulai terkena imbasnya. Hal ini cukup mengkhawatirkan, karena dunia pendidikan berbasis agama dan pesantren merupakan bendungan terakhir bagi bangsa Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam dalam mempertahankan watak (karakter) mulia bangsa.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas

Sesuai grand design Kementerian Pendidikan Nasional pendidikan karakter tentunya pendidikan karakter di lembaga pendidikan juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan lembaga pendidikan. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di lembaga pendidikan secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen lembaga pendidikan merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan.

STRATEGI MENANAMKAN NILAI DAN KARAKTER MORAL

Berdasarkan asumsi Thomas Lickona dalam buku "Educating for Character", bahwa nilai dan karakter moral terbentuk lewat interaksi dengan sesama dan lingkungan sosial budaya yang mendukungnya. Di dalam kelas pendidik memainkan peran yang sangat penting. Bagaimana pendidik mengenal satu per satu peserta didiknya, memperlakukannya sebagai manusia yang setara, mendiskusikan masalah- masalah konkrit yang terjadi di kelas, dan sebagainya akan membentuk karakter peserta didik. Demikian pula pendidik dapat secara tidak lansung menciptakan suasana interaksi antar peserta didik dalam kelas yang mendukung karakter moral. Oleh karena itu strategi yang diusulkan Lickona terutama berpusat pada pendidik yang berinteraksi langsung dengan peserta didik dan kerja sama organisasi sekolah dengan pihak orang tua untuk menciptakan lingkungan sosial budaya yang mendukung karakter moral.

Strategi yang diusulkan Lickona (1991) semuanya berjumlah 12 buah, terdiri dari 9 strategi pengajaran di dalam kelas, dan 3 buah di luar kelas. Secara garis besar adalah:

Di dalam kelas, pendidik diharapkan untuk:

1. Bertindak sebagai pemberi-perhatian, model dan mentor. Pendidik sebagai pemberi-perhatian menuntut interaksi yang positif antara pendidik dan peserta didik. Sebagai model, pendidik memberi contoh bagaimana ia memperlakukan orang lain. Sedang sebagai mentor, pendidik membantu peserta didik menyelesaikan masalah/dilema moral peserta didik.

2. Menciptakan kelas menjadi masyarakat bermoral. Ini dilakukan dengan mendorong peserta didik saling mengenal, saling menghargai dan memberi perhatian, dan menciptakan solidaritas kelompok.

3. Menerapkan disiplin moral, dengan menetapkan peraturan kelas beserta perangkat penguatnya seperti hadiah atau hukuman. Hal ini dilakukan dengan mengajak peserta didik bersama-sama berpikir mengapa suatu peraturan perlu diterapkan.

4. Menciptakan lingkungan yang demokratis di dalam kelas, dengan cara mengikut sertakan peserta didik dalam berbagai pengambilan keputusan.

5. Mengajarkan berbagai nilai moral lewat kurikulum, dengan menggunakan materi pengajaran sebagai alat menelaah berbagai dilema moral.

6. Mengajak peserta didik belajar bekerja sama, tujuannya menumbuhkan kebiasaan dan ketrampilan saling tolong menolong dan bekerja dalam tim.

7. Mengembangkan etos kerja, dengan mendorong peserta didik memiliki tanggungjawab akademik, dan menghargai nilai bekerja dan belajar.

8. Mengajak peserta didik mengadakan perenungan moral, melalui bacaan, menulis, diskusi, latihan mengambil keputusan, dan debat.

9. Mengajarkan penyelesaian konflik, sehingga peserta didik memiliki kemampuan dan komitmen untuk menyelesaikan konflik secara adil dan tidak menyimpang secara moral.

Di luar kelas, sekolah secara keseluruhan diharapkan untuk:

1. Mengembangkan sikap saling memperhatikan di luar kelas, dengan menyediakan model perilaku, dan mengadakan pelayanan sosial kepada masyarakat.

2. Menciptakan budaya moral di lingkungan sekolah, dengan cara mengadakan peraturan, aturan main yang demokratis, yang mendukung dan memperkuat pendidikan moral di dalam kelas.

3. Mengikut-sertakan pihak orang tua dan masyarakat seperti, media massa, dan kalangan bisnis dalam memperkuat nilai-nilai yang diajarkan oleh sekolah.

Dalam kaitan ini Lickona mengusulkan dua buah nilai moral dasar: respect dan responsibility. Kedua nilai ini oleh Lickona dianggap sebagai inti dari moralitas yang secara universal dianut oleh umat manusia. Yang dimaksud dengan respect adalah penghargaan atau hormat atas keberadaan seseorang atau sesuatu. Ada tiga bentuk respect: penghargaan terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap segala bentuk kehidupan dan lingkungan hidup. Nilai ini menuntut seseorang memperlakukan mahluk hidup lain, bahkan yang sangat tidak kita sukai, sesuai dengan harga diri dan haknya yang setara dengan diri sendiri. Inilah inti dari "golden rule" yang berbunyi: "Do unto others as you would have them do unto you". Respect adalah sisi "larangan" dari moralitas. Respect mengajarkan apa yang sebaiknya jangan dilakukan.

Responsibility secara etimologis dalam bahasa Inggris berarti "the ability to respond". Dalam bahasa Indonesia ini diterjemahkan sebagai "tanggung jawab" dan terkandung unsur "jawab", artinya menjawab secara aktif tuntutan dari luar diri. Responsibility adalah sisi "keharusan" dari moralitas. Responsibility mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan. Dari kedua nilai moral dasar ini dapat diperoleh nilai-nilai lain yang merupakan turunannya. Misalnya nilai "jangan menyakiti sesama manusia" merupakan turunan dari nilai respect, karena dengan menyakiti sesama manusia seseorang berarti tidak menghargai keadaan orang lain. Pada pelaksanaannya dalam pendidikan, kedua nilai dasar ini memang harus dibuatkan turunannya.

Mengetahui nilai apa yang benar, dan melakukan apa yang benar adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat saja sekaligus mengetahui apa yang benar dan tidak melakukannya atau bahkan melakukan kebalikan dari apa yang diketahui benar itu. Oleh karena itu menurut Lickona, pengetahuan nilai moral saja tidaklah cukup. Nilai moral perlu disertai dengan adanya karakter bermoral. Termasuk dalam karakter ini adalah pengetahuan moral (moral knowing), rasa moral (moral feeling), dan tindakan moral (moral action). Di dalam pengetahuan moral terkandung:

1. Kesadaran moral (moral awareness)

2. Mengetahui nilai moral

3. Pengambilan sudut pandang (Perspective-taking)

4. Penalaran moral (moral reasoning)

5. Pembuatan keputusan

6. Pengetahuan diri (self-knowledge) Rasa moral terdiri dari:

1. Nurani(conscience)

2. Penghargaan diri (self-esteem)

3. Empati

4. Cinta kebaikan

5. Kontrol diri

6. Kerendahan hati (Humility) Tindakan moral terdiri dari:

1. Kompetisi

2. Kehendak (will)

3. Kebiasaan (habit) Nilai moral dan karakter inilah yang seharusnya dimiliki oleh warga masyarakat dimana lingkungan pendidikan memegang peran yang penting dalam pembentukannya. Daftar kualitas yang diberikan Lickona ini dapat menjadi semacam taksonomi dalam pendidikan nilai dan karakter.

PENDIDIKAN KARAKTER PADA LEMBAGA PENDIDIKAN

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Pendidikan berkarakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Pendidikan berkarakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan

Pendidikan berkarakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan berkarakter di lembaga pendidikan, semua komponen pendidikan harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu:

1. Isi kurikulum,

2. Proses pembelajaran

3. Penilaian

4. Penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,

5. Pengelolaan sekolah

6. Pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,

7. Pemberdayaan sarana prasarana,

8. Pembiayaan, dan

9. Ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Disamping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidik dalam pembelajarannya, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Tujuannya adalah membentuk pribadi peserta didik, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur 9. Ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Disamping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidik dalam pembelajarannya, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Tujuannya adalah membentuk pribadi peserta didik, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur

Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi. Sedangkan berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010) adalah sebagai berikut:

1. Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

2. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter (Depdiknas,2010)

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak.

Pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, akan menjadikan seorang anak menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Dalam buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol Dalam buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol

Dalam realitas di lapangan, sebenarnya diam-diam pendidikan karakter sudah banyak diterapkan di berbagai sekolah di Indonesia meskipun mereka tidak khusus atau tidak secara eksplisit menyatakan bahwa yang mereka lakukan adalah pendidikan karakter. Ada sekolah yang menyebutnya sebagai pendidikan nilai-nilai kemanusiaan, ada yang menyebut dengan pembinaan akhlak, bahkan ada yang tidak memberi label sama sekali. Beberapa sekolah unggulan dan sekolah alternatif di kota-kota besar telah berupaya menyelenggarakan pendidikan karakter dengan berbagai variasi dengan mempertimbangkan konteks dan kebutuhan lingkungannya. Bahkan pondok pesantren dan sekolah berbasis agama lainnya sudah lama mengembangkan pembinaan mental spiritual.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memberikan kontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang memiliki akhlak mulia. Karena di pondok pesantren, pengajaran tentang akhlak mulia dilakukan sejak dini. Sejak seorang anak mulai masuk menjadi santri di pesantren, sampai lulus dari pesantren, bahkan sampai hidup di tengah-tengah masyarakat dan menjadi pemimpin masyarakatnya, hubungan antara pesantren dengan santri tidak terputus begitu saja. Seorang Kiyai masih memberikan konsultasi dan melakukan pengawasan kepada santri yang sudah melakukan pengabdian di masyarakat, baik dalam dunia pendidikan maupun dalam dunia lainnya. Keputusan penting dalam melangkah di masyarakat masih melibatkan Kiyai-nya. Keteladanan, ketabahan, keikhlasan, progresifitas (iqdam), sikap moderat, mencintai sesama, memelihara lingkungan, membangun kemandirian dan ketakwaan kepada Sang Pencipta adalah sikap yang dikembangkan dalam hubungan antara Kiyai dan santrinya, serta hubungan kiyai-santri dengan masyarakat luas.

Praktek-praktek di atas, yang saat ini marak dibicarakan sebagai pendidikan karakter, tidak berangkat dari sesuatu yang kosong, tetapi selalu berangkat dari ajaran- ajaran yang tertulis dalam nash dasar Umat Islam (al Qur’an dan al Hadist), serta dari pendapat para Sahabat Nabi dan ulama’ salaf yang mengintepretasikan nash dasar Praktek-praktek di atas, yang saat ini marak dibicarakan sebagai pendidikan karakter, tidak berangkat dari sesuatu yang kosong, tetapi selalu berangkat dari ajaran- ajaran yang tertulis dalam nash dasar Umat Islam (al Qur’an dan al Hadist), serta dari pendapat para Sahabat Nabi dan ulama’ salaf yang mengintepretasikan nash dasar

a. Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (QS Al-Baqarah [2]: 83). Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar, "Dan katakanlah perkataan yang benar" (QS Al-Ahzab [33]: 70).

b. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) (QS Al- Baqarah [2]: 263).

c. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya (QS An-Nur [24]: 27).

d. Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang serupa, bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik (QS An-Nisa' [4]: 86).

e. Tidak wajar seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk (baca Al- Hujurat [49]: 11-12).

f. Sebagian dari ciri orang bertakwa dijelaskan dalam Quran surat Ali Imran (3): 134, yaitu: Maksudnya mereka mampu menahan amarahnya, dan memaafkan, (bahkan) berbuat baik (terhadap mereka yang pernah melakukan kesalahan terhadapnya), sesungguhnya Allah senang terhadap orang yang berbuat baik.

g. Dalam Al-Quran ditemukan anjuran, "Anda hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri." "Mereka mengutamakan orang lain daripada diri mereka sendiri, walaupun mereka amat membutuhkan" (QS Al-Hasyr [59]: 9).

Dari beberapa kutipan dalam Al Quran dapat dikemukakan bahwa pendidikan karakter selayaknya dikembangkan melalui pendekatan terpadu dan menyeluruh. Efektivitas pendidikan karakter tidak selalu harus dengan menambah program tersendiri, melainkan bisa melalui transformasi budaya dan kehidupan di lingkungan sekolah. Melalui pendidikan karakter semua berkomitmen untuk menumbuh kembangkan peserta didik menjadi pribadi utuh yang mengintemalisasi kebajikan (tahu dan mau), dan terbiasa mewujudkan kebajikan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan berkarakter di lembaga pendidikan selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai- nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi berupa proses penyadaran dan pembiasaan dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN

Dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan lembaga pendidikan, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan lembaga pendidikan.

Pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasaran, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan. Misalnya dengan dengan Pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai sarana-prasaran, pendidikan karakter ini tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan. Misalnya dengan dengan

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan lembaga pendidikan merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di lembaga pendidikan. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Karena pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga lembaga pendidikan yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Maka diperlukan syarat-syarat pendidik:

1. Pendidik harus meneladani Rasulullah Saw sebagai teladan seluruh alam. Sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

2. Pendidik harus benar-benar memahami prinsip-prinsip keteladanan. Mulailah dari diri sendiri. Dengan demikian pendidik tidak hanya pandai bicara dan mengkritik tanpa pernah menilai dirinya sendiri.

3. Pendidik harus mengetahui tahapan mendidik karakter. Sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan pembelajaran yang penulis istilahkan dengan 3P yaitu: pemikiran, perasaan dan perbuatan: 3. Pendidik harus mengetahui tahapan mendidik karakter. Sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan pembelajaran yang penulis istilahkan dengan 3P yaitu: pemikiran, perasaan dan perbuatan:

b. Tahap perasaan, merupakan tahap mencintai dan membutuhkan karakter positif. Pada tahapan ini pendidik berusaha menyentuh hati dan jiwa peserta didik bukan lagi akal, rasio dan logika. Diharapkan pada tahapan ini akan muncul kesadaran dari hati yang paling dalam akan pentingnya karakter positif, yang pada akhirnya akan melahirkan dorongan/keinginan yang kuat dari dalam diri untuk mempraktikkan karakter tersebut dalam kesehariannya.

c. Tahap perbuatan, pada tahapan ini dorongan/keinginan yang kuat pada diri peserta didik untuk mempraktikkan karakter positif diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari. Peserta didik menjadi lebih santun, ramah, penyayang, rajin, jujur, dan semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan serta hati siapapun yang melihat dan berinteraksi dengannya.

Selanjutnya Menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di lembaga pendidikan berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil

PENGINTEGRASIAN DAN KETREKAITAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MIPA

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (disingkat MIPA) adalah gabungan ilmu yang mempelajari matematika dan ilmu alam (biologi, fisika, kimia). Matematika adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan, dan berfungsi untuk membangun kebenaran melalui metode deduksi dari aksioma-aksioma dan definisi- definisi. IPA adalah ilmu yang mempelajari alam, sebagai alat untuk menguasai alam, dan untuk memberikan sumbangan kepada kesejahteraan umat manusia. Fungsi IPA adalah sebagai:

1. Membangun pola berpikir. Dapat kita simak dari fakta sejarah, bagaimana IPA terbagun dari pola berpikir manusia yang berkembang dari zaman ke zaman. Di sisi lain, IPA itu sendiri juga dapat membangun pola berpikir manusia dengan ciri-ciri khusus.

2. Menjelaskan adanya hubungan antara berbagai gejala alam Dalam menjelaskan sesuatu, IPA mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu :

a. Analitis, artinya lengkap mendeskripsikan semua bagian dari objek penelitiannya, serta hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya.

b. Logis, artinya dapat diterima oleh akal.

c. Sistematis, artinya disusun secara logis dan sistematis sehingga tampak jelas tata urutan serta hubungan satu dengan yang lain dan jelas pula bahwa tidak ada kebenaran ilmu pengetahuan yang bertumpang tindih dalam arti berlawanan satu dengan yang lain.

d. Kausatif, maksudnya IPA menjelaskan mengapa segala gejala alam itu terjadi.

e. Kuantitatif, yang meliputi tiga arti:

Kesimpulan yang diuji kebenarannya melalui statistika,

Penjelasannya disertai dengan angka-angka dengan besaran hasil pengukuran atau dengan rumusan-rumusan matematika,

Kuantitatif dalam artiannya yang tak langsung menyatakan kecermatan pengukuran.

Untuk hal yang bersifat praktis, maksudnya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.

Untuk memenuhi hasrat ingin tahu.

3. Meramalkan. Peramalan dari IPA ini adalah peramalan yang didasarkan atas adanya konsistensi atau keteraturan dari gejala-gejala alam. Kunci pokok dari sesuatu yang dapat digunakan untuk meramalkan itu adalah adanya keteraturan yang konsisten.

4. Menguasai atau mengontrol alam guna kesejahteraan manusia. Dengan IPA orang bisa mengolah sumber daya alam. Orang juga dapat mendirikan industri-industri untuk menghasilkan barang-barang bagi kesejahteraan manusia. Dengan IPA orang dapat mempermudah hubungan komunikasi maupun transportasi. Dengan IPA orang dapat mencegah atau menghindari malapetaka akibat gejala alam.

5. Melestarikan berbagai gejala alam. Suatu gejala alam mungkin sekali tak terulang kejadiannya sehingga IPA dalam hal ini selaku kumpulan pengetahuan yang logis dan sistematis secara tak langsung merekam gejala-gejala alam, misalnya kehadiran komet, pergeseran benua, perubahan flora dan fauna.

Dari fungsi MIPA tersebut dapat dijabarkan nilai-nilai karakter yang terkandung didalamnya seperti pada table 2 (lihat lampiran Tabel 2) dan penilaian/asessmen menggunakan teknik dan bentuk instrumennya seperti Tabel 4.

Tabel 4 Teknik dan Bentuk Instrument Penilaian Teknik Penilaian

Bentuk Instrumen Tes Tertulis

• Pilihan ganda

• Pilihan singkat

Tes Lisan

• Daftar pertanyaan

Tes Kinerja

• Tes tulis keterampilan

• Tes simulasi

• Tes identifikasi

• Tes uji petik

• Kinerja praktek dan non

kerja

praktek

Penugasan individual

• Pekerjaan rumah

atau kelompok

• Proyek