PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL.

(1)

S K R I P S I

Disusun Untuk Me me nuhi Se b a g ia n Pe rsya ra ta n

Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Disusun oleh:

ARTANTO RIDHO LAKSONO

F 100 040 121

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2008


(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat dalam Mencapai

Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan Oleh :

ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100 040 121

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008


(3)

Skripsi

Yang Diajukan Oleh:

ARTANTO RIDHO LAKSONO

F 100 040 121

Yang disetujui untuk dipertahankan

Di depan penguji

Pembimbing utama

Tanggal

Dra. Nisa Rachmah N. A., M.Si

Pembimbing Pendamping

Tanggal

Lisnawati Ruhaena, S. Psi., M.Si


(4)

ARTANTO RIDHO LAKSONO F 100 040 121

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 22 Januari 2009

Dan telah dinyatakan memenuhi syarat

Penguji Utama

Dra. Nisa Rachmah N. A., M.Si ________________________

Penguji Pendamping I

Lisnawati Ruhaena, S. Psi., M.Si ________________________

Penguji Pendamping II

Eny Purwandari, S. Psi., M.Si ________________________

Surakarta,

Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Psikologi

Dekan

Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si


(5)

Bahaya yang paling besar adalah putus asa Keagungan yang paling mulia adalah iman

Rahasia yang paling besar adalah mati Harta yang paling besar adalah anak soleh Guru yang paling besar adalah pengalaman Modal yang paling besar adalah kepercayaan diri”

(Ali bin Abi Thalib)

“Ketahuilah Saudaraku bahwa tidak setiap orang fakir itu nista dan hina justru kadangkala kekayaan dunia ini bersemayam diantara sekerat

roti dan sehelai jubah.” (Kahlil Gibran)

“Jadilah air penyejuk dalam panasnya kehidupan” (Penulis)


(6)

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk : Bapak dan Ibu yang telah menyayangi dan membesarkan penulis

hingga menjadi dewasa. Adik-adikku, De’ Wahyu dan De’Diah yang selalu memberikan dukungan kepada

penulis. Kakekku yang telah memberikan segala perhatian

dan do’a selama ini. Bude Ning yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan keceriaan kepada penulis.


(7)

Alhamdulilahi robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dan karena ridha-Nya skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan yang dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran selalu penulis terima dengan tangan terbuka.

Skripsi ini terselesaikan atas dukungan, dorongan, semangat dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Ibu Dra. Nisa Rachmah Nur Anganthi, M.Si, selaku pembimbing I dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, arahan, kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Lisnawati Ruhaena, S. Psi., M.Si, selaku pembimbing akademik yang

telah banyak membimbing penulis selama studi di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan selaku pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini. Terima kasih telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.


(8)

5. Ibu M, Y, TRS dan ES yang telah bersedia menjadi informan penelitian.

6. Bapak dan ibu tercinta. Terima kasih telah memberikan dukungan, doa, semangat dan nasehat yang berarti.

7. De’ Wahyu dan De’ Diah yang selalu memberi semangat kepada penulis 8. Kakekku dan bude Ning terima kasih telah memberikan segala perhatian dan

do’a selama ini.

9. Teteh, Dara dan Astarika yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini 10. Teman-teman seperjuanganku di kos PTC, Bekti, Heri, Rustam, Pi2n, W2n,

U2k, M2d, Dedy, Febri. Terima kasih atas dukungannya.

11. Teman-teman kelas C angkatan 2004. Terima kasih atas kenangannya.

12. Karibku sejak SMA, Tugas, Meneer, Santoso, Dian, Kurniawan. Terimakasih atas kebersamaannya

13. Rekan-rekan di “Hek Pak Pardi”, Doel, Juki, Bogel, Toni, Pelo, Niki, Roni. Terima kasih atas keceriannya.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik.

Amin ya Rabbal’alamin. Wssalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2008 Penulis


(9)

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DARTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAKSI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Pemecahan masalah ... 6

1. Pengertian masalah ... 6

2. Pengertian pemecahan masalah ... 7

3. Tahapan pemecahan masalah ... 10


(10)

1. Pengertian wanita sebagai orang tua tunggal ... 18

2. Kriteria disebut wanita sebagai orang tua tunggal ... 19

3. Penyebab wanita sebagai orang tua tunggal... 20

C. Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal ... 28

D. Pertanyaan penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Gejala penelitian ... 29

B. Definisi operasional gejala... 29

C. Informan penelitian ... 30

D. Metode dan alat pengumpul data ... 32

E. Keabsahan data/ Trustworthiness ….………...….. 37

F. Metode analisis data……….. 38

BAB IV LAPORAN PENELITIAN... 40

A. Persiapan Penelitian ... 40

1. Orientasi lapangan... 40

2. Persiapan alat pengumpul data... 41

B. Pengumpulan Data ... 41

C. Analisis Data ... 42

1. Karakteristik informan penelitian ... 42

2. Data hasil penelitian ... 43


(11)

tunggal ... 77

2. Alasan pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal... 79

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal ... 84

E. Pembahasan... 86

BAB V PENUTUP ………. 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN... 107


(12)

Karakteristik informan penelitian ... 31 Tabel 2

Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal. 33 Tabel 3

Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal

untuk wawancara dengan Significant person... 35 Tabel 4

Guide observasi... 39 Tabel 5

Karakteristik Informan Penelitian ... 46 Tabel 6

Tabulasi hasil wawancara pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal... 75 Tabel 7

Bentuk-bentuk pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal... 92


(13)

Gambar 2

Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 2... 81 Gambar 3

Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 3... 82 Gambar 4

Skema alasan dan faktor pemecahan masalah informan 4... 83 Gambar 5

Skema dinamika psikologis pemecahan masalah pada wanita sebagai orang

tua tunggal... 97


(14)

Verbatim wawancara... 107 Lampiran B

Foto kopi identitas informan ... 179


(15)

Pemecahan masalah adalah usaha individu untuk memikirkan dan mempertahankan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dilakukan atau melakukan tindakan tertentu yang lebih tertuju pada cara-cara penyelesaian masalah secara langsung. Permasalahan yang dihadapi wanita sebagai orang tua tunggal bukan hanya dari dalam dirinya saja tetapi juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluargannya. Permasalahan yang dihadapi wanita sebagai orang tua tunggal ini memerlukan pemecahan dan penyesuaian diri yang tepat ditengah pilihan hidup yang dipilihnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan, dan faktor-faktor pemecahan masalah yang digunakan oleh wanita sebagai orang tua tunggal. Informan penelitian ini adalah wanita janda yang memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, belum menikah lagi dan mempunyai karakteristik pekerjaan sebagai PNS, Pegawai swasta, Janda pensiunan Polisi dan Wiraswasta adapun karakteristik usia anaknya adalah Anak balita, anak usia sekolah dasar, remaja, dan dewasa awal. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan observasi, sedangkan tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis isi. Penelitian ini menunjukkan bahwa alasan pemecahan masalah wanita sebagai orang tua tunggal adalah mereka berusaha mengidentifikasi masalah yang timbul kemudian mencari alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan kondisi yang dialami selanjutnya memilih atau menentukan salah satu alternatif yang paling sesuai dengan kondisi yang dialami dan berusaha mewujudkan alternatif yang dipilih dengan tindakan nyata, pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal digolongkan menjadi 5 (lima) bentuk, yaitu : (a) Membutuhkan bantuan orang lain, (b) Berserah diri, (c) Berfikir positif, (d) Berusaha, dan (e) Berharap. Adapun faktor-faktor yang mempangaruhi wanita sebagai orang tua tunggal dalam memecahkan masalahnya ada 5 (lima) macam, yaitu : (a) Tingkat pendidikan, (b) Usia, (c) Kreatifitas, (d) Kepercayaan diri, dan (e) Lingkungan sosial.

Kata kunci : pemecahan masalah, wanita, orang tua tunggal


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil dari perjalanan hidup dengan peran baru mereka, yaitu menjadi suami dan isteri (Ibrahim, 2002). Setiap pasangan, pada dasarnya telah memiliki peran yang terbagi berdasarkan jenis kelamin atau peran jenis (sex role) (Shaevitz, dalam Khoiriyah, 2004). Peran jenis kelamin ini menurut (Swerdolf dalam Khoiriyah, 2004) diartikan sebagai peran yang dilakukan individu didasarkan perbedaan jenis kelamin.

Myers, (1995) mengemukakan teorinya tentang pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, bahwa dalam satu keluarga ada dua fungsi yang harus dikembangkan secara khusus yaitu mendidik anak dan memproduksi makanan. Sebuah rancangan keluarga yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang wanita, maka akan sangat menguntungkan apabila salah satu fungsi dalam keluarga tersebut diberikan kepada satu jenis kelamin dan fungsi lainnya kepada jenis kelamin yang lain.

Lantas bagaimana apabila seorang isteri yang harus menerima kenyataan menjadi orang tua tunggal, karena bercerai dengan suami ataupun suaminya meninggal. Sehingga terpaksa berpisah dari suami, harus mencari nafkah dan menjadi kepala keluarga. Sehingga menjalankan fungsi sebagai ibu serta ayah bagi anak-anaknya.


(17)

Jumlah janda di Indonesia lebih banyak dari pada jumlah duda, hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo, 2002 (dalam Puspitadewi, 2005). mengemukakan bahwa perbandingan jumlah janda di Indonesia adalah 469:100 artinya jumlah duda atau pria tidak menikah berusia 60 tahun keatas jumlahnya hanya seperlima dari jumlah janda. Hal ini menunjukkan bahwa janda lebih tahan untuk hidup sendiri dari pada duda. Dikemukakan pula bahwa kelompok wanita usia 60 tahun ke atas di Indonesia yang hidup sendiri atau tidak menikah, cerai dan janda, merupakan kelompok terbesar di dunia, sehingga Indonesia layak disebut “negara janda”.

Panjaitan (1993) menyatakan bahwa istilah janda atau duda, muncul disebabkan apakah itu karena kematian ataukah perceraian, maka prosentase untuk menikah lagi lebih besar pada duda daripada janda terlebih jika sudah mencapai usia 60-an. Orang tua tunggal adalah suatu kenyataan dan menjadi sebuah fenomena yang makin dianggap biasa dalam masyarakat modern. Kenyataan dimana isteri berfungsi menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anak mereka. Isteri yang tiba tiba harus menjalankan multi peran dan mengambil tanggung jawab penuh dalam keluarga, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, cara mengambil keputusan yang tepat untuk kelangsungan keluarga, dan berusaha menguatkan anggota keluarga atas persoalan yang dihadapi.

Hal ini dianggap biasa karena di dalam kehidupan masyarakat modern karena kesetaraan gender antara pria dan wanita sudah dapat dikatakan sama. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Trisnawati yang merupakan seorang wanita single


(18)

parent dengan satu orang anak yang telah sukses mengelola berbagai bisnis dan sekarang menduduki berbagai posisi penting di beberapa perusahaan serta menjabat sekjen DKI Jakarta Ikatan Pembauran Pengusaha Perempuan Indonesia (Tempo, 2008).

Adapun penyebab menjadi orang tua tunggal tersebut karena (terpaksa) mengalaminya, entah karena bercerai atau pasangan hidupnya meninggal. Namun, dibalik keterpaksaannya itu muncul berbagai permasalahan yang timbul diantaranya adalah permasalahan ekonomi, pendidikan, psiko seksual, ritual keagamaan dan pola asuh anak, bagi anak yang tiba-tiba mendapati orang tuanya tidak lengkap lagi akan timbul rasa belum siap menghadapi rasa kehilangan salah satu orang tuanya sehingga akan terpukul, dan kemungkinan besar berubah tingkah lakunya. Ada yang menjadi pemarah, ada yang suka melamun, mudah tersinggung, suka menyendiri, dan lain sebagainya.

Wanita sebagai orang tua tunggal melaksanakan tanggung jawab mencari nafkah. Mereka lebih banyak memilih untuk mengurus anak mereka sendiri tanpa suami, sehingga banyak diantara mereka yang mengalami stress. (Harian Kompas, 15 Oktober 2001), menginformasikan bahwa :

“Banyak di antara wanita bekerja yang mengalami stress karena tidak siap dengan peran gandanya tersebut. Kalau saya sendiri memang dari dulu sudah siap untuk berperan ganda. Makanya jika wanita tidak siap atau tidak mau berperan ganda, tidak perlu memaksakan diri untuk berperan ganda.” Sedangkan menurut Glasser (dalam Santoso, 2004) mempunyai kecenderungan terisolasi, membiarkan diri mereka terkucil dari persahabatan dan


(19)

pergaulan dunia luar. Simon de Beavior (dalam Ibrahim, 2002) menyatakan bahwa wanita banyak mengalami penurunan tingkat rasional dan sosial akibat dari (kurungan) tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus suami dan anak-anak, memasak, menjahit, mencuci dan sebagainya.

Ditengah berbagai masalah yang timbul para wanita sebagai orang tua tunggal tersebut haruslah mempunyai strategi pemecahan masalah di dalam dirinya supaya mampu dan mau untuk menyelesaikan masalahnya seorang diri karena masalah itu timbul seiring dengan kondisi biologis, perkembangan anak, dan kondisi perekonomian yang sedang dalam masa resesi, yang berpengaruh terhadap naiknya harga-harga kebutuhan pokok sehingga biaya hidup semakin mahal dan sulit untuk dijangkau, mampukah wanita sebagai orang tua tunggal tersebut mampu menghadapi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.

Berdasarkan uraian diatas jelaslah wanita sebagai orang tua tunggal hidup dengan berbagai masalah dan kesulitan, dengan demikian penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana para wanita sebagai orang tua tunggal menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dalam rumusan ini penulis mengajukan sebuah judul penelitian “ Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal“.


(20)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah : (1) Mengetahui pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal, (2) Alasan pemilihan pemecahan masalah wanita sebagai orang tua tunggal, (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal.

C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan pada pihak-pihak yang berkepentingan antara lain sebagai berikut :

1. Bagi wanita sebagai orang tua tunggal dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsekwensi pilihan hidup menjadi wanita sebagai orang tua tunggal.

2. Bagi anak yang ibunya memilih menjadi orang tua tunggal agar dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menerima secara positif dan mempersiapkan diri terhadap pilihan hidup yang dibuat orang tuanya. 3. Bagi masyarakat dapat dijadikan masukan agar dapat memeberikan


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pemecahan Masalah

1. Pengertian pemecahan masalah 1. a. Pengertian masalah

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. Masalah seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidak puasan atau kesenjangan. Anderson (dalam Suharnan, 2005) mengemukakan bahwa secara umum dan hampir semua ahli psikologi kognitif sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present state and future state or desired goal).

Masalah dapat digolongkan menjadi berbagai jenis, tergantung dipandang dari sudut mana. Sebagian ahli membedakan masalah menurut pengetahuan seseorang, sehingga dapat digolongkan menjadi masalah yang jelas dan tidak jelas. Sebagian ahli lain membedakan masalah menurut proses-proses kognitif yang terlibat dalam pemecahan masalah.


(22)

Menurut Thurstone (dalam Walgito, 1991) berpendapat bahwa individu dalam mengartikan suatu masalah akan bersifat positif bila masalah tersebut menimbulkan perasaan senang, sehingga individu bersifat menerima, tetapi dapat juga bersifat negatif jika masalah tersebut menimbulkan perasaan tidak enak sehingga individu bersifat menolak.

Masalah selalu muncul dalam bentuk dan tingkat kerumitan yang bermacam-macam. Morgan (dalam Gunarsa, 1990) mengemukakan bahwa masalah adalah berbagai penyimpangan dari keadaan yang belum jelas. Apabila ada ketidaksesuaian dalam suatu situasi antara keadaan yang sebenarnya dengan tujuan, dan di dalam situasi tersebut mengandung suatu perintang bagi seseorang dalam mencapai tujuan, maka akan menimbulkan permasalahan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan, serta memiliki bentuk dan tingkat kerumitan yang berbeda-beda tergantung bagaimana individu dapat menghadapi dan terlibat didalam masalah yang muncul.

1.b. Pengertian pemecahan masalah

Menurut Rakhmat (2001) berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka pengambilan keputusan, memecahkan masalah, dan menghasilkan hal yang baru (creativity). Adapun proses berfikir secara normal menurut Solso (dalam Suharnan, 2005) akan meliputi tiga komponen yaitu :


(23)

a. Berfikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi dalam mental atau pikiran seseorang, tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang tampak.

b. Berfikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan didalam sistem kognitif.

c. Aktivitas berfikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mencari atau menemukan jalan yang menjembatani antara keadaan yang sedang dihadapi dengan keadaan yang diinginkan (Hayes, dalam Suharnan, 2005). Jadi, ruang masalah (problem space) sebagai jurang atau kesenjangan sangat menentukan tingkat kemudahan atau kesulitan pencarian pemecahan.

Evans (1991) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang menuju pada kondisi yang diharapkan, karena setiap individu berusaha sebisa mungkin untuk melakukan pemecahan masalah yang muncul dengan berbagai cara yang berbeda sesuai dengan pengalaman masa lalunya, walaupun pada dasarnya tujuan pemecahan masalah adalah sama yaitu mendapatkan sebuah solusi atau jalan keluar dan melepaskan diri dari persoalan yang dihadapi. Chaplin (2001) dalam Kamus Lengkap Psikologi menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang tercakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari


(24)

alternatif-alternatif jawaban mengarah pada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal.

Sedangkan menurut Hayers (dalam Suharnan, 2005) strategi penemuan jalan pemecahan dapat dibedakan menjadi dua: penemuan secara acak, semua jalan keluar ditempuh atau dicari tanpa ada pengetahuan khusus, dan penemuan melalui strategi heuristic, yaitu proses penggunaan pengetahuan seseorang untuk mengidentifikasikan sejumlah jalan atau cara yang akan ditempuh dan dianggap menjanjikan bagi pemenuhan pemecahan masalah.

Hal ini didukung oleh pendapat Billing’s dan Moos (Susilowati, 2004) yang menyatakan bahwa menyelesaikan masalah adalah usaha individu untuk memikirkan dan mempertahankan beberapa alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dilakukan atau melakukan tindakan tertentu yang lebih tertuju pada cara-cara penyelesaian masalah secara langsung.

Pemecahan masalah, adalah individu yang dihadapkan pada persoalan yang mendesak dan perlu dilakukan pemecahan atau mencari solusi dengan berpikir. Pemecahan masalah merupakan proses berpikir, belajar, mengingat serta menjawab atau merespon dalam bentuk pengambilan keputusan. Pemecahan suatu masalah dapat dilakukan dengan insight atau pemahaman dalam memecahkan masalah berpikir mutlak diperlukan (Widayatun, 1999).

Jadi kemampuan menyelesaikan masalah dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan aktivitas kognitif dan kecakapan individu dalam menyelesaikan permasalahan secara efektif yang meliputi usaha individu untuk memikirkan, memilih


(25)

dan mempertahankan alternatif jawaban kepada satu pemecahan atau solusi yang ideal dengan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan.

2. Tahapan pemecahan masalah

Individu pada kenyataannya tidak selalu dapat menyelesaikan masalah yang datang padanya. Dalam menghadapi masalah individu terkadang menggunakan suatu cara lain walaupun menghadapi suatu permasalahan yang sama.

Sedangkan menurut Evans (1991), membagi menjadi tiga tahap atau langkah dalam memecahkan suatu masalah, yaitu:

a. Pemahaman masalah (Problem Understanding)

Agar dapat diperoleh suatu pemecahan yang benar, seseorang harus terlebih dahulu memahami dan mengenali gambaran pokok persoalan secara jelas. Lama waktru yang dibutuhkan untuk mengerti permasalahan berbeda-beda bagi setiap orang. Perberbeda-bedaan ini sangat tergantung pada hakekat permasalahan terutama dalam penampakannya, informasi disekitar persoalan, dan keakraban seseorang terhadap persoalan tersebut.

b. Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan, dan memilih salah satu di antara hipotesis-hipotesis itu.

Setelah memahami masalah yang dihadapi kemudian seseorang memilih dan menententukan hipotesis berdasarkan dari hakekat yang permasalahan yang dihadapi.


(26)

c. Menguji hipotesis

Agar diperoleh pemilihan hipotesis yang terbaik maka selanjutnya seseorang harus menguji dari beberapa hipotesis yang ada kemudian dipilih untuk mendapatkan hipotesis terbaik terhadap persolan tersebut.

Menurut Monica (1998), menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah, yaitu :

a. Pengenalan masalah

Suatu masalah dikenali melalui perbedaan antara apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu situasi (aktual) dan apa yang seseorang inginkan untuk terjadi (optimal). Setelah berpikir tentang area-area permasalahan ini selanjutnya memfokuskan pada satu masalah tertentu.

b. Definisi masalah

Setelah mengenali masalah maka pernyataan masalah harus spesifik. c. Pilihan tindakan

Pilihan tindakan masalah merupakan beberapa jalan keluar dari masalah. Untuk setiap pilihan tindakan, perlu dibuat dukungan hasil-hasil positif dan negatifnya.

d. Pelaksanaan dan evaluasi

Melaksanakan berarti melakukan atau menerapkannya tindakan. Setelah seseorang menentukan pilihan tindakan maka tindakan itu harus


(27)

dilaksanakan. Sebelum pelaksanaan, evaluasi muncul sebagai sebuah tanggung jawab dan tetap penting sampai tindakan telah selesai dilakukan.

Menurut Woolfolk dan Nicolich (2004), secara umum terdapat empat langkah untuk memecahkan masalah:

a. Memahami masalah

Langkah pertama untuk memecahkan masalah adalah menetapkan secara tepat apa masalahnya. Yaitu dengan menemukan informasi yang relevan pada masalah yang ada.

b. Menyeleksi solusi

Setelah menentukan masalahnya, kemudian merencanakan strategi dengan menyimpulkan bahwa situasi yang ada sama seperti masalah sebelumnya dan mencoba apa yang berhasil sebelumnya.

c. Memutuskan rencana d. Mengevaluasi hasil

Yaitu meliputi pengecekan fakta baik yang menguatkan maupun yang melemahkan dari solusi masalah serta mengidentifikasi solusi yang terbaik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan penyelesaian masalah individu akan melalui beberapa tahap antara lain : mengenali atau mengidentifikasi masalah yang dihadapi, mengumpulkan informasi berkaitan


(28)

dengan masalahnya, menentukan alternatif pemecahan masalah sekaligus menentukan prioritas alternatif yang baik, pelaksanaan pemecahan masalah berdasar dari alternatif yang dipilih serta melakukan evaluasi.

3. Aspek-aspek kemampuan memecahkan masalah

Menurut Rakhmat, (2001) berhasil tidaknya suatu pemecahan masalah yang dilakukan oleh seseorang dapat diketahui dari beberapa hal, yaitu :

a. Motivasi

Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas. Semakin besar keinginan dari dalam diri individu untuk segera memecahkan masalah membuat pemecahan masalah berjalan dengan baik.

b. Kepercayaan dan sikap yang tepat

Asumsi yang tepat terhadap kerangka rujukan yang cermat membantu efektifitas pemecahan masalah. Sifat terbuka terhadap informasi serta memahami dan mengakui kekeliruan akan mempermudah pemecahan masalah.

c. Fleksibilitas

Keluwesan berpikir dalam melihat permasalahan dari berbagai sisi serta kritis membantu pemecahan masalah.


(29)

d. Emosi

Dalam menghadapi masalah tidak disadari emosi sering terlibat di dalamnya, sehingga menyebabkan individu berpikir secara tidak objektif. Sebagai manusia yang utuh tidak dapat mengesampingkan emosi. Emosi bukan hambatan utama, tetapi bila sudah mencapai intensitas tinggi akan menimbulkan kesulitan untuk berpikir efisien yang menghambat pemecahan masalah. Para ahli menganjurkan pembelajaran emosi dimulai sejak kecil agar ada taraf perkembangan selanjutnya emosi terbiasa ditata dan dikontrol dalam menghadapi masalah.

Anderson (dalam Paryanti, 2006) mengungkapkan adanya tiga aspek yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah, yaitu:

a. Berpikir positif tentang masalah yang dihadapi

Yaitu diharapkan seseorang menjadi pencari masalah, berpikir tentang ketidaknyamanannya dan menanyakan apa yang menyebabkan ketidaknyamanannya, serta berpikir tentang alternatif pemecahan masalah.

b. Berpikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah Yaitu melihat diri sebagai orang yang dapat menyelesaikan masalah, mengetahui sumber kekuatan di luar diri yang bisa membantu memecahkan masalah, mencari waktu yang cukup untuk memecahkan masalah serta menentukan tujuannya.


(30)

c. Berpikir sistematis

Yaitu berhenti dan berpikir, tidak dengan langsung mengambil keputusan, akan tetapi merencanakan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek pemecahan masalah meliputi : motivasi, kepercayaan dan sikap yang tepat, fleksibilitas berpikir dan emosi, berpikir positif tentang masalah yang dihadapi dan tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah, serta berpikir sistematis.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah ada sebagai berikut :

a. Inteligensi

Ester (dalam Walgito, 1991) mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, cepat atau lambatnya tergantung dari tingkat inteligensi individu yang bersangkutan. Faktor inteligensi dianggap memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan pemecahan masalah.

b. Usia

Sejalan dengan bertambah usia maka individu akan semakin matang dan kemampuan pemecahan masalah akan semakin bertambah. Kematangan tersebut ditunjukkan dengan usaha pemecahan masalah yang merupakan


(31)

produk dari kemampuan berpikir yang lebih sempurna yang ditunjang dengan sikap serta pandangan yang rasional (Mappiare, dalam Paryanti 2006).

c. Jenis Kelamin

Pria kebanyakan lebih mampu melakukan pemecahan masalah daripada wanita, karena pria dituntut untuk tidak tergantung pada orang lain tetapi harus bertahan. Pria lebih menggunakan rasio sehingga dalam pemecahan masalah dibutuhkan ketegasan dan rasionalitas dalam menghadapi masalah. Dagun (1990) berpendapat bahwa wanita diperbolehkan bersandar secara emosional pada pria. Di samping itu secara kodrati perempuan cenderung untuk menggunakan perasaannya dalam menghadapi masalah. d. Kreativitas

Merupakan suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan cara baru dalam memandang masalah dan solusinya (Munandar, 1994). Semakin tinggi tingkat kreativitas individu, semakin banyak ide atau alternatif yang dia temukan.

e. Konsentrasi

Konsentrasi dalam memecahkan masalah mutlak diperlukan. Suardiman (1992), mengatakan bahwa konsentrasi adalah pemusatan segenap kekuatan pada situasi tertentu. Dalam konsentrasi keterlibatan mental secara detail sangat diperlukan sehingga tidak diperhitungkan sekedarnya. Selanjutnya Suardiman mengatakan bahwa konsentrasi seseorang terhadap suatu masalah mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah.


(32)

f. Pengalaman

Thornton (dalam Shapiro, 1997) menyimpulkan bahwa pemecahan masalah yang berhasil tidak begitu bergantung pada kecerdasan individu tetapi lebih kepada pengalaman mereka.

g. Kepercayaan diri

Astono (2001) mengungkapkan bahwa tumbuhnya kepercayaan diri akan mendorong dan merangsang individu dalam mencoba dan mencari baru untuk dipecahkan.

h. Lingkungan sosial

Yaitu lingkungan dimana individu mengadaptasi cara-cara penyelesaian masalah melalui komunikasi dalam keluarga. Monks, dkk (2002). Adanya suatu masalah yang selalu dikomunikasikan dengan keluarga akan memberikan kesempatan pada individu untuk mendapatkan pengalaman atas informasi-informasi tentang penyelesaian masalah sejak awal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah adalah : inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, pengalaman, kepercayaan diri dan lingkungan sosial.


(33)

B. Wanita Sebagai Orang Tua Tunggal

1. Pengertian wanita sebagai orang tua tunggal

Menurut Qaimi (2003) seorang wanita sebagai orang tua tunggal adalah suatu keadaan dimana seorang wanita akan menduduki dua jabatan sekaligus; sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah dan sebagai ayah. Dalam pada itu ia akan memiliki dua bentuk sikap, sebagai wanita dan ibu harus bersikap lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tata tertib, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga. Tolok ukur keberhasilan seorang wanita dalam mendidik anaknya terletak pada kemampuannya dalam menggabungkan kedua peran dan tanggung jawab tersebut, tanpa menjadikan sang anak bingung dan resah.

Peran sebagai ayah, sejak kematian suami, seorang ibu sekalipun dirinya wanita harus pula menduduki posisi sang ayah dan bertanggung jawab dalam menjaga perilaku serta kedisiplinan anaknya, kini dengan tugas baru yang harus diembannya itu, ia memiliki tanggung jawab yang jauh lebih sulit dan berat ketimbang sebelumnya.

Tidak ada salahnya kalau disini kita membuang gambaran buruk yang melekat di masyarakat. Mereka mengatakan bahwa kaum ibu tidak akan mampu memainkan peran ayah. Disini perlu ditegaskan bahwa ketika anda mempunyai kemauan keras, niscaya anda mampu memainkan kedua peran tersebut dengan baik dan sempurna.


(34)

Berdasarkan pengalaman, ternyata kaum wanita mampu memainkan kedua peran tersebut.

Menurut SPOTNEWS Ibu Tunggal seringkali tidak dipandang sama dengan keluarga utuh yang lengkap dengan Ayah dan Ibu. Keluarga Ibu tunggal cenderung dipandang prejudice, jika ibu tunggal muda, cantik dan berhasil dari sisi materi, gosip negatif dan sinis akan melingkupi percakapan harian tentang dia di daerah tempat tinggalnya. Lingkungan sekitar akan mengabaikan kalau ibu tunggal tadi selain cantik, muda dan berhasil juga (http/:spotnews.singleparents.com/artikel.htm.20/05/08)

Penetapan dan peringatan tanggal 21 Maret sebagai hari orang tua tunggal sedunia yang diadakan sejak tahun 1984. Bertujuan untuk memonumentalkan hari orang tua tunggal telah ada sejak tahun 1957, tatkala berdirinya kolaborasi sebuah organisasi “Parents Without Partners”, yang diprakasai Janice Moglen, seorang ibu tunggal dengan dua orang anak menetapkan hari orang tua tunggal sebagai variasi dari hari ibu dan hari ayah di dalam artikel yang ditulisnya, yang kemudian disepakati mulai tahun 1984 bulan Maret tanggal dijadikan hari orang tua tunggal. (http/:spotnews.singleparents.com/artikel.htm.20/05/08)

2. Kriteria disebut wanita sebagai orang tua tunggal

a. Mencukupi kebutuhan finansial keluarga seorang diri

b. Memiliki suami tetapi tidakberdaya ketika diuji dengan suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak dapat memberikan nafkah terhadap keluargannya.


(35)

d. Berpisah karena takdir-Nya (kematian).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diartikan bahwa wanita sebagai orang tua tunggal adalah pilihan hidup yang dipilih seorang ibu dengan seluruh konsekuensi yang harus diterima dan dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga wanita sebagai orang tua tunggal selalu menerima kenyataan menjalankan multi perannya di dalam keluarga dan selalu berusaha secara mandiri dan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan anaknya bukan hanya secara finansial saja tetapi juga karakteristik individunya, ketidakberdayaan suami ketika diuji dengan suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak dapat memberikan nafkah terhadap keluargannya, perceraian dan berpisah karena takdir-Nya (kematian).

3. Penyebab wanita menjadi orang tua tunggal

Menurut majalah Nikah (No.3 Vol.6, thn 2007) secara umum bahwa asal dari kepemimpinan dalam keluarga pada dasarnya ditangan suami.

Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ : 34,

“Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, dengan keutamaan yang Allah berikan kepada sebagian mereka atas sebagian lain, dan karena apa yang mereka nafkahkan dari harta mereka…”

Artinya, Islam tidak membenarkan kepemimpinan dalam sebuah masyarakat, hingga sebuah rumah tangga, bila dipegang oleh wanita, idealnya seorang suami adalah sebagai pemimpin dalam sebuah rumah tangga, namun adakalanya


(36)

kepemimpinan dipegang seorang wanita, hal itu terpaksa dilakukan oleh wanita ketika suami tidak atau kurang bisa memegang kendali penuh dalam kehidupan keluargannya.

Penyebab terjadinya wanita memegang kendali penuh dalam keluarga pun sangat beragam, dari mulai ketidakberdayaan suami ketika diuji dengan suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak dapat memberikan nafkah terhadap keluargannya, perceraian, atau berpisah karena takdir-Nya yaitu ada satu fihak (suami) yang meninggalkan dunia fana terlebih dahulu dibanding isterinya dan hal-hal lainnya.

Ketika wanita ditinggal oleh suaminya maka kendali penuh dalam keluarga dipegang oleh isteri, sejak kematian suami, seorang ibu sekalipun dirinya wanita harus pula menduduki posisi sang ayah dan bertanggung jawab dalam menjaga perilaku serta kedisiplinan anaknya, isteri berusaha semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup anak-anak dan keluarganya, dan tidak sedikit pula wanita yang akhirnya memutuskan untuk tetap menjanda dan tidak mencari suami lagi sampai akhir hayat mereka.

Dalam kehidupan manusia sehari-hari manusia pasti dihadapkan atas berbagai pilihan yang terkadang terasa berat, tetapi mau tidak mau harus dijalani ketika seorang wanita (isteri) harus menjalankan multi peran, menerima kenyataan yang berpisah dari suami, harus menghadapi permasalahan ekonomi, pendidikan anak, psiko seksual, ritual keagamaan, cara mengambil keputusan yang tepat untuk


(37)

kelangsungan keluarga, dan berusaha menguatkan anggota keluarga atas persoalan yang dihadapi hanya seorang diri.

Menurut Qaimi (2003) beberapa penyebab seorang wanita menjadi orang tua tunggal adalah :

a. Kematian

Kematian memang menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap perasaan dan kejiwaan dalam rumah tangga. Kehancuran rumah tangga sebagai akibat dari kematian, merupakan sebuah kehilangan yang teramat berat. Adalah manusiawi bila seseorang yang kehilangan orang yang dicintainya menjadi bingung dan gelisah. Kematian disini dapat berarti terpisahnya suami-istri karena takdir yang telah ditentukan dan menjadi sebuah kata yang menakutkan dan mengerikan bagi mereka yang meyakini bahwa kematian merusak kebahagiaan. Juga, bagi mereka yang tak meyakini adannya kehidupan lain setelah kehidupan dunia ini.

Bagi anak yang masih kecil dan belum memahami hakikat kematian, dan belum mengerti tentang berbagai peristiwa yang akan terjadi setelah kematian itu bukanlah suatu yang begitu berat. Ia mungkin hanya menangis, menjerit, dan meneteskan air mata. Dan itu dilakukannya lantaran adannya tangisan dan jeritan orang lain. Rasa takut akan kematian disebabkan oleh berbagai bayangan dan khayalan manusia mengenai kematian itu sendiri. Adapun pengaruh kematian ayah terhadap seorang anak antara lain sebagai berikut :


(38)

Seorang anak kehilangan ayah atau ibu, sebenarnya telah kehilangan tempat berlindung dan bersandar, ini menyebabkan rasa tidak aman, perasaan semacam ini baik pada anak-anak ataupun dewasa, mengakibatkan melorotnya nafsu makan.

(2.)Gangguan Pencernaan

Perasaan sedih dan duka pada diri anak, dalam berapa kasus dapat mengganggu sistem pencernaannya, sehingga tak dapat bekerja secara baik dan normal, akibatnya, muncullah berbagai dampak yang lain.

(3.)Pertumbuhan badan yang terganggu

Karena hilangnya nafsu makan dan tak mengkonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang diperlukan tubuh maka pencernaan anak akan mengalami gangguan sehingga tubuhnya tak dapat lagi tumbuh dengan baik.

(4.)Gerakan tak terkontrol

Yang dimaksud disini adalah gerakan syaraf sebagai tanda terjadinya pergolakan jiwa, keinginan tak terpenuhi, dan konstraksi batin. Akibatnya, ia akan menderita. Secara tiba-tiba, ia akan melompat atau kelopak mata dan telingannya bergerak-gerak sendiri tanpa disadari atau tanpa dikehandaki.

(5.)Perubahan pada raut wajah

Karena tidak mengkonsumsi makanan secara sempurna sebagai akibat berkurangnya nafsu makan, mengalami depresi, dan mengasingkan diri,


(39)

maka terbukalah peluang bagi terwujudnya berbagai ketidak-seimbangan, seperti perubahan raut wajah anak. Wajahnya terlihat muram, sendu dan kekuning-kuningan. Ini lantaran rasa sedih, tidak adannya ketentraman batin, guncangan pikiran dan pengucilan diri.

(6.)Waktu istirahat tak teratur

Perasaan sedih dan duka seorang anak atas kematian ayah, dapat mengganggu waktu tidur dan beristirahat dengan baik. Sekalipun dapat tidur maka tidurnya pun tidak pulas dan lama. Ia pun terjaga, ketika bangun dan tak melihat ayah disampingnya, ia pun tak dapat tidur kembali.

(7.)Penyakit

Kesedihan dan perasaan duka yang dipendam itulah yang menyebabkan munculnya penyakit dalam diri anak.

b. Kesahidan

Adakalanya, setelah kesyahidan ayahnya, sang anak berada dalam keadaan atau suasana yang tak begitu menyedihkan. Keadaan ini terutama terjadi pada anak-anak yang hidup dalam sebuah rumah tangga yang sibuk atau tak memiliki hubungan baik dengan ayah sewaktu masih hidup. Juga, bila sang ibu merupakan seorang wanita cerdas dan bijaksana, yang selalu mengawasi dan mengarahkan kehidupan anak-anaknya dengan benar.

Kesyahidan disini dapat diartikan meninggalnya suatu hamba karena membela agama Allah, bagi anak akan menjadikan teladan, panutan, dan idola dalam dirinya. Dalam keadaan tertentu, bisa saja di awal peristiwa kesyahidan, sang anak


(40)

merasakan kebahagiaan, namun, dikemudian hari, ketika telah memiliki pengetahuan tentang rahasia kehidupan dan kematian serta air mata, ia pun tak mampu lagi menahan tangis dan kesedihannya. Adapun pengaruh rasa kehilangan terhadap anak-anak antara lain sebagai berikut :

(1.)Pengaruh terhadap pikiran dan kecerdasan

Karena anak terlalu lama tenggelam dalam perasaan sedih dan duka maka pertumbuhan otaknya akan terganggu dan melemah, sehingga menjadikannya memiliki tingkat kecerdasan yang jauh lebih rendah dari teman-teman sebayannya.

(2.)Kesulitan belajar dan menuntut ilmu

Anak mengalami kesulitan menghubungkan pelajaran yang telah lalu dengan sekarang. Boleh jadi pandangannya tertuju pada guru atau papan tulis, namun pikirannya melayang dan terbang ketempat lain.

(3.)Tujuan dan cita-cita

Anak biasanya tenggelam dalam kesedihan yang menimpannya sehingga tidak mampu menyusun program yang akan dikerjakannya di masa datang. Atau mereka tidak mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu untuk meraih tujuan dan cita-cita masa datang.

(4.)Berharap dan menanti

Adakalanya, guncangan kejiwaan memaksa anak menahan berbagai keinginan dan tuntutan yang biasa dan wajar. Namun, terdapat juga berbagai kondisi yang merupakan kebalikan dari sikap dan kondisi anak-anak diatas.


(41)

Yakni mereka tidak rela hak-haknya dirampas atau diabaikan, meskipun itu berkaitan dengan masalah remeh. Ini biasanya dialami anak-anak yang selalu dimanja atau diagungkan.

(5.)Kepribadian dan mental

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak miskin dan tidak berayah, bila diasuh dan dibimbing dengan baik pertumbuhan dan perkembangan mental serta kepribadiannya akan mengalami gangguan, sehingga tidak memiliki perilaku yang normal dan stabil.

Hasil penelitian Dr. John Balby menunjukkan bahwa keterpisahan dalam rentang waktu yang cukup panjang, terlebih pada usia tiga tahun pertama, akan memberikan dampak dan pengaruh yang tidak baik secara kejiwaan dan kepribadian. Bahkan anak-anak anak melakukan perbuatan tercela, membangkang, merasa terhina dan rendah diri, bermuka-masam, serta berperilaku buruk.

(6.)Kelainan jiwa

Boleh jadi, peristiwa kematian tersebut mengakibatkan munculnya kelainan jiwa, meskipun ini jarang terjadi. Ini bukan hanya menimpa anak-anak namun juga orang dewasa. Mereka menjadi gila dan tenggelam dalam khayalan serta angan-angan.

c. Perceraian

Sedangkan perceraian disini dapat berarti berakhirnya sebuah rumah tangga, dengan berbagai alasan sehingga dibubarkan, di mana baik suami atau isteri tidak


(42)

menjalankan tugasnya masing-masing, tidak terdapat rasa saling memaafkan dan menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki masing-masing.

Menurut majalah Nikah (No.5 Vol.4 thn,2005) Bagi anak yang masih kecil dan belum memahami perceraian, dan belum mengerti tentang berbagai peristiwa yang terjadi setelah perceraian. Ia akan kebingungan, dan menangis, mau tinggal dengan siapakah ia kelak. Itu jika orang tua mereka tidak menikah lagi, tetapi jika kedua orang tuanya menikah lagi ini akan memberikan efek yang buruk pada anak karena anak merasa berbeda dengan teman-temannya anak merasa mempunyai dua ayah dan dua ibu, mendapat perhatian yang berlebih sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya.

d. Ditinggal suami bekerja/ berjihat

Ayah yang berjihat, atau sekarang dapat diartikan ayah yang karena sesuatu hal harus tinggal terpisah dari keluarga, entah karena bekerja atau lain sebagainya, bagi anak laki-laki akan melahirkan teladan, figur, dan idola. Sementara bagi anak perempuan tidak terlalu demikian. Oleh karena itu, pengaruh yang muncul dari peristiwa tersebut lebih banyak menyentuh anak laki-laki dari pada anak perempuan.

Bertapa banyak anak lelaki mengalami berbagai penderitaan, gangguan jiwa, dan melakukan tindakan kasar. Bahkan terkadang kehilangan akan keberaniannya. Sementara bagi anak perempuan, hanya terbentuk perasaan kehilangan tempat bergantung dan mungkin merasa bahwa kelangsungan hidup mereka tengah dalam bahaya.


(43)

C. Pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal adalah kemampuan dan kecakapan wanita sebagai orang tua tunggal dalam menyelesaikan permasalahan secara efektif yang meliputi usaha untuk memikirkan, memilih dan mempertahankan alternatif jawaban kepada satu pemecahan atau solusi yang ideal dengan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan ditengah pilihan hidup yang dipilihnya ketika menduduki dua jabatan sekaligus; sebagai ibu yang merupakan jabatan alamiah dan sebagai ayah. Dan harus memiliki dua bentuk sikap, sebagai wanita dan ibu harus bersikap lembut terhadap anaknya, dan sebagai ayah yang bersikap jantan dan bertugas memegang kendali aturan dan tata tertib, serta berperan sebagai penegak keadilan dalam kehidupan rumah tangga.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan pertanyaan penelitiannya adalah :

1. Alasan-alasan yang melatar belakangi adannya pemecahan masalah. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita sebagai orang tua tunggal dalam


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif, dimana peneliti ingin mengungkap gejala penelitian secara menyeluruh sesuai dengan konsteknya melalui pengumpulan data dari latar alami. Hadi (1990) mengutarakan bahwa metode merupakan masalah yang penting dalam penelitian dan sangat mempengaruhi dari hasil penelitian yang dilakukan. Kesalahan dalam menentukan metode akan mengakibatkan kesalahan dalam mengambil data serta keputusan, sebaliknya semakin tepat metode yang digunakan diharapkan semakin baik pula hasil yang diperoleh karenanya berhasil tidaknya suatu penelitian bergantung pada ketepatan dalam menentukan metode yang digunakan.

A. Gejala Penelitian

Gejala Penelitian yang akan penulis teliti adalah :

1. Pemecahan masalah

2. Wanita sebagai orang tua tunggal

B. Definisi Operasional Gejala Penelitian

Dalam penelitian ini definisi gejala penelitian yang akan penulis teliti adalah sebagai berikut :


(45)

1. Pemecahan masalah, adalah sebuah kemampuan aktivitas kognitif dan kecakapan diri yang dimiliki oleh informan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dalam keluarganya secara lebih efektif yang meliputi usaha informan untuk memikirkan, memilih dan mempertahankan alternatif dari sebuah jawaban kepada satu pemecahan atau solusi yang ideal dengan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan di dalam keluarganya.

2. Alasan pemecahan masalah adalah dasar yang dipilih dan dilakukan informan untuk mengatasi kesulitan, hambatan, gangguan, ketidak puasan atau kesenjangan yang dialaminya antara harapan dan kenyataan.

3. Faktor-faktor pemecahan masalah adalah, hal-hal atau unsur yang mempengaruhi para informan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, adapun faktor yang mempengaruhi adalah berdasarkan kemampuan inteligensi, usia, jenis kelamin, kreativitas, konsentrasi, pengalaman, kepercayaan diri dan lingkungan sosial yang berbeda. Pemecahan masalah yang dipilih, alasan dan faktor yang digunakan informan dalam memecahkan masalahnya akan digali menggunakan metode wawancara.

4. Wanita sebagai orang tua tunggal adalah wanita yang mempunyai anak dengan pernikahan sebelumnya, dan belum menikah kembali setelah ditinggal oleh suaminya baik karena perceraian atau kematian sehingga berperan sebagai ibu dan ayah di dalam keluargannya.


(46)

C. Informan Penelitian

Informan yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 4 orang yang merupakan janda yang membesarkan anak seorang diri. Adapun karakteristik pekerjaan informan penelitian meliputi : (a) Wiraswasta (b) Pegawai Negeri (c) Janda pensiunan Polisi (d) Pegawai Swasta. Adapun kriteria usia anak informan penelitian meliputi : (a) Anak balita (berusia 5 tahun), (b) Anak usia sekolah dasar (berusia 9 tahun), (c) Remaja (berusia 15 tahun), (d) Dewasa Awal (berusia 22 tahun).

Variasi informan yang akan dilihat peneliti dalam penelitian ini didasarkan pada pekerjaan informan dan usia anak pada masing-masing informan penelitian, dan peneliti menggunakan informan sebanyak 4 orang.

Tabel 1. Karakteristik informan penelitian Karakteristik

Informan Umur Tingkat pendidikan

Kreteria anak

Pekerjaan Alamat Lama menjanda

Penyebab menjadi janda

M 47

Tahun SMA Remaja 15 tahun Janda pensiunan polisi

Manahan 13 Tahun Meninggal karena sakit

Y 54

Tahun

SMA Dewasa awal 22 tahun

Wiraswasta Jagalan 15 Tahun Meninggal karena

sakit T R S 45

Tahun SMA Anak usia SD 9 tahun Pegawai swasta

Sumber 2 Tahun Meninggal karena

kecelakaan E S 36

Tahun

S 1 Balita 5 Tahun

PNS Gawanan 5 Tahun Meninggal

karena kecelakaan Sumber data primer, 2008


(47)

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode : 1. Wawancara

Menurut Narbuko dan Achmadi (1997) wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan keterangan. Sementara Nasution (1992) menyatakan bahwa wawancara dilakukan untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati dan pikiran orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat diketahui melalui observasi.

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu jenis wawancara yang mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok “yang ditanyakan” dalam proses wawancara (Moleong, 2001).

Wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti sendiri. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung, dimana peneliti langsung berhadapan dan mewawancarai subjek penelitian. Agar data yang diperoleh sesuai dengan apa yang disampaikan oleh subjek, maka pembicaraan selama wawancara sedapat mungkin direkam dengan tape recorder. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah guide interview yang akan disampaikan kepada subjek yaitu sebagai berikut :


(48)

Tabel 2. Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal

Aspek psikologis Indikator Perilaku Pertanyaan Aspek kognitif 1. Berfikir positif

tentang masalah yang dihadapi

1 Apakah yang ibu pikirkan ketika ada suatu permasalah dalam keluarga ibu, dan bagaimana ibu menyikapi dan menyelesaikannya?

2. Berfikir positif

tentang kecakapan diri untuk

memecahkan masalah.

1. Bagaimana ketika ada masalah dalam

keluarga, apakah ibu berusaha

memecahkan masalah yang dihadapi seorang diri tanpa bantuan orang lain?

3. Berfikir sistematis 1. Bagaimana ketika ibu mandapatkan masalah didalam keluarga dan bagaimana

menentukan tindakan yang ibu pilih? apakah ibu selalu memikirkan akibat yang akan terjadi selanjutnya?

4. fleksibilitas. 1. Bagaimanakah ibu

menempatkan diri apabila masalah yang ibu hadapi keluarga harus melibatkan orang lain?


(49)

Aspek afektif Emosi 1. Bagaimana perasaan ibu pada anak-anak dan bagaimana penyesuaian diri ibu pada saat masa awal ditinggal oleh suami?

2. Bagaimana perasaan ibu ketika menghadapi masalah dalam diri keluarga ibu?

Aspek psikomotor

1. Motivasi 1. Bagaimana ketika ada masalah dalam keluarga ibu, apakah ibu ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya?

2. Kepercayaan dan

sikap yang tepat

1. Apakah ada keluarga lain yang membantu

menyelesaikan masalah ketika ada masalah dalam keluarga ibu dan apakah ibu selalu mau menerima bantuannya? Apabila mau menerima bantuannya bagaimana ibu

mempercayai dan menyikapinya? Sumber data primer, 2008

Sedangkan guide interview yang digunakan dalam wawancara dengan orang terdekat informan mengacu pada guide interview sebagai berikut :


(50)

Tabel 3. Guide Interview pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal untuk wawancara dengan Significant person.

Aspek Indikator perilaku Daftar Pertanyaan 1. Identitas fleksibilitas. 1. Apakah anda

mengenal ibu…? 2. Sejauh mana anda

mengenalnya? 2. Kehidupan rumah

tangganya

Berfikir sistematis 1. Bagaimana kehidupan rumah tangganya menurut

sepengetahuan anda? 3. Permasalahan yang

dihadapi

Kepercayaan dan sikap yang tepat

1. Apakah pernah ibu… menceritakan tentang masalah

keluargannya? 2. Sejauh mana anda

terlibat dalam kehidupan rumah tanggannya? 4. Pendapat significant

person terhadap informan.

Emosi 1. Bagaimana tanggapan

anda mengenai ibu…? 2. Bagaimana tentang

sosialisasinya?

Sumber data primer, 2008

2. Observasi

Menurut Banister (Poerwandari, 1998) istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan


(51)

makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Patton (Poerwandari, 1998) menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada penelitian. Selain itu memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari dan juga memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.

Observasi yang digunakan bersifat deskriptif, yaitu mencatat data konkret berkaitan dengan fenomena yang diamati agar memungkinkan pembaca untuk dapat memvisualisasikan setting yang diamati. Dengan uraian deskriptif, pengamat meminimalkan biasnya, sehingga dengan sendirinya juga dapat mengembangkan analisis yang lebih akurat saat menginterprestasi seluruh data yang ada (Poerwandari, 1998). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah guide observasi yang akan dijadikan pedoman dalam pengamatan terhadap subjek yaitu :

Tabel 4. Guide observasi

Aspek Hal-hal yang diobservasi

1) Fisik a. Kondisi fisik.

b. Pakaian yang dikenakan ketika wawancara.

c. Sikap subjek ketika wawancara. 2) Psikologis a. Bahasa tubuh informan

b. Ekspresi wajah


(52)

wawancara

d. Interaksi informan dengan orang-orang disekitarnya

3) Lingkungan a. Lingkungan fisik dilakukannya wawancara

b. Suasana ruangan dilakukannya wawancara.

Sumber data primer, 2008

E. Keabsahan data / Trustworthiness

Menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Moleong (2001) membagi 4 kriteria keabsahan data yaitu :

1) Keteralihan (transferability)

Keteralihan sebagai persoalan empiris yang bergantung pada kesamaan konteks pengirim dan penerima. Keteralihan dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description) dimana peneliti melaporkan uraian hasil penelitian yang dilakukannya dengan teliti dan cermat sehingga mengambarkan kontek tempat penelitian diselenggarakan.

2) Kebergantungan (dependability)

Penganti istilah reliabilitas dalam penelitian nonkualitatif.

3) Kepastian (confirmability).

Objektifitas dalam penelitian kualitatif menghendaki penekanan bukan pada orang, melainkan pada data. Kebergantungan dan kepastian dapat


(53)

dilakukan dengan penulusuran audit (audit trail), proses ini didasarkan pada catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan proses dan hasil studi.

4) Kepercayaan (credibility),

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi, dimana peneliti akan membandingkan apa yang dikatakan orang terdekat informan dengan apa yang dikatakan informan.

F. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan satu langkah yang sangat kritis dalam suatu penelitian (Suryabrata, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis data adalah cara peneliti dalam mengolah data yang terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan penelitian. Poerwandari (1998) mengemukakan bahwa data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis ataupun bentuk-bentuk non angka lainnya.

Nasution (1992) menyatakan bahwa analisis data adalah proses menyusun data, mengkategorikan data, mencari pola atau tema dengan maksud untuk memahami maknanya. Data-data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.

Berdasarkan jenis data tersebut maka teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah content analysis (analisis isi atau kajian isi). Berelson (Bungin,2004) mendefinisikan analisis isi sebagai metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, obyektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak.


(54)

Sedangkan Holsti (Moelong,2001) menyatakan bahwa kajian isi adalah teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.


(55)

BAB IV

LAPORAN PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Orientasi lapangan

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di kota Surakarta dan Karanganyar. Informan yang digunakan sebagai sampel sebanyak 4 orang. Informan yang ada di Surakarta sebanyak 3 orang yang menghidupi keluargannya sebagai Wiraswasta (penjahit), Janda pensiunan POLRI, dan Pegawai Swasta (buruh harian lepas), ketiganya berasal dari Kelurahan yang berbeda-beda. Sedangkan 1 informan yang ada di Karanganyar Bekerja sebagai PNS (guru). Keempat informan tersebut memiliki usia, tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, dan jumlah serta umur anak yang berbeda-beda.

Penelitian pada informan pertama dilakukan di daerah aspol Manahan pada tanggal 9 September 2008, Kemudian penelitian informan kedua dilakukan di daerah Jagalan pada tanggal 9 September 2008, sedangkan penelitian informan ketiga dilakukan Sumber pada tanggal 18 September 2008, dan penelitian informan keempat dilakukan di daerah Gawanan Colomadu pada tanggal 24 September 2008.


(56)

2. Persiapan alat pengumpul data

Penulis mempersiapkan beberapa alat pengumpul data untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Pedoman wawancara,

Dalam penyusunan pedoman wawancara berdasarkan pada pertanyaan penelitian. Pedoman tersebut mengalami pengembangan dan penyempitan, artinya pedoman yang digunakan dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi penelitian sehingga diharapkan akan terkumpul data yang diantaranya menjawab pertanyaan penelitian tersebut.

b. Pedoman observasi,

Penyusunan pedoman observasi dilakukan untuk lebih memfokuskan hal-hal yang akan diobservasi serta memperkecil kemungkinan terlewatnya hal-hal penting yang harus diobservasi.

B. Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2008, dengan subjek penelitian sebanyak 4 orang wanita sebagai orang tua tunggal yang telah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya dan belum menikah lagi, yang terdiri dari 3 orang informan yang bertempat tinggal di Surakarta dan 1 orang informan yang bertempat tinggal di Karanganyar. Informasi tentang keberadaan subjek diketahui penulis melalui orang-orang yang dekat dengan penulis dan juga dekat dengan informan penelitian.


(57)

Penulis melakukan wawancara dengan informan di rumahnya masing-masing. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan orang terdekat subjek untuk menambah informasi. Selama wawancara subjek ada yang didampingi anaknya, namun ada pula yang tidak didampingi. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain peneliti berusaha mengetahui tentang masa lalu subjek, yaitu dengan melakukan rapport untuk mendapatkan informasi tentang diri subjek dan sekaligus melakukan observasi terhadap tingkah laku subjek dalam kehidupan keluarga.

C. Analisis Data 1. Karakteristik informan penelitian

Karakteristik informan penelitian dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 5. Karakteristik Informan Penelitian

Keterangan Informan I Informan II Informan III Informan IV

Nama Informan M Y T. R. S E. S

Tingkat pendidikan

SMA SMA SMA S 1

Umur 47 Tahun 54 Tahun 45 Tahun 36 Tahun Kriteria anak Remaja 15

tahun

Dewasa awal 22 tahun

Usia SD 9 tahun

Balita 5 tahun Pekerjaan Janda

pensiunan

Penjahit Buruh Guru

Alamat Manahan Jagalan Sumber Gawanan

Lama menjanda 13 Tahun 15 Tahun 2 Tahun 5 Tahun Penyebab informan menjadi janda Meninggal karena sakit Meninggal karena sakit Meninggal karena kecelakaan Meninggal karena kecelakaan


(58)

ASPEK INDIKATOR PERILAKU

PERTANYAAN HASIL WAWANCARA ANALISIS Bagaimana

informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya

“Penuh dengan kesabaran dan selalu berusaha”

(W I / S I, 19-20)

Informan menghadapi masalah dengan sabar dan selalu berusaha

1. Berfikir positif tentang masalah yang dihadapi

Kesimpulan : Informan (M) menyikapi permasalahannya dengan penuh kesabaran dan selalu berusaha.

Apakah ibu mengatasinya seorang diri ataukah melibatkan orang lain

“Kalau masih dalam masalah pendidikan, insya allah saya masih bisa mengatasi sendiri, tapi kalau sudah melibatkan menuju kemasa depan saya kompromikan dengan keluarga”

(W I/S I.51-55)

Informan bisa mengatasi

masalahnya sendiri apabila menurut informan masih bisa diatasi sendiri Aspek

kognitif

2. Berfikir positif tentang kecakapan diri untuk memecahkan masalah.

Kesimpulan : Informan (M) mengajak keluarga terdekatnya untuk memikirkan langkah yang terbaik untuk dipilih


(59)

akibat yang akan terjadi dari tindakan yang ibu pilih

pikirkan jernih, dengan bening insya allah tidak” (W I/S I.88-90)

“Tidak, saya pasrah” (W I/ S I.94)

tindakan yang diambilnya.

Kesimpulan : Karena Informan (M) sudah pasrah maka informan tidak terlebih dahulu memikirkan tindakan yang diambilnya. Bagaimana

ketika masalah tersebut harus melibatkan orang lain

“kalau dalam masalah keluarga ya tidak masalah, tapi kalau masalah yang perlu dikomunikasikan sama keluarga ya saya konsultasikan, kalau nggak perlu ya nggak, nggak saya konsultasikan sama keluarga”

(W I/S I.100-106)

Informan mau menerima dan melibatkan orang lain didalam masalahnya 4. fleksibilitas.

Kesimpulan : Informan (M) mau meneriman dan melibatkan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.


(60)

oleh bapak harus bersikap sabar” (W I/S I. 139-143

terlebih dahulu.

Kesimpulan : Informan (M) memegang kendali penuh dalam keluarga setelah kematian suaminya.

Bagaimana perasaan ibu kalau

menghadapi masalah

“cuma apa sok kadang-kadang kesulitan yang tidak bisa teratasi untuk dirinya, hanya

menyerahkan sama allah” (W I/S I. 161-164)

Perasaan informan hanya pasrah ketika menghadapi

masalah

Kesimpulan : Ketika menghadapi masalah yang tidak bisa teratasi oleh informan (M), informan pasrah.


(61)

yang betul-betul soleh dan solehah, bakti pada kepada orang tuannya, dunia sampai akherat itu yang saya harapkan” (W I/S I. 264-270)

sekarang.

Kesimpulan : Informan (M) berharap anaknya lebih baik dari dirinya dan menjadi yang terbaik.

Bagaimana informan ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh keluarganya

“Saya kalau ada masalah, saya ingin karena saya anu tipe orangnya tuh tidak ingin menyimpan sesuatu hal yang

dibohongi ataupun suatu persoalan yang tidak harus diselesaikan, segera diselesaikan, otomatis segera selesai besuk sudah ganti persoalan lagi”

( W I/ S I, 172-178)

Informan ingin langsung segera menyelesaikan masalahnya Aspek psikomotor

1. Motivasi

Kesimpulan : Informan (M) selalu ingin langsung menyelesaikan masalah yang dihadapinya


(62)

masalah ibu ketika ada masalah dalam keluarga

keluarganya

Kesimpulan : Informan (M) tidak memecahkan masalahnya seorang diri

Apakah ibu selalu menerima bantuan yang diberikan dari keluarga

“Karena itu rejeki, mungkin rejeki anak saya tapi lewat mereka” (W I/ S I, 231-232) “karena semua itu yang memberikan dan yang menglantari tuh semua Allah”

(W I/ S I, 244-247) “Saya yakin, semua

datangnya dari Allah, cuma mer, anu

hambannya tuh sebagai lantaran”

(W I/ S I, 252-254)

Informan mau untuk menerima bantuan yang diberikan kepadannya

Kesimpulan ; Informan (M) menerima pemberian bantuan dari keluarga lain.


(63)

b. Hasil data observasi informan I

1) Observasi fisik

Informan adalah seorang janda pensiunan TNI/POLRI yang beraktifitas sebagai ibu rumah tangga yang berusia 47 tahun. Subjek memiliki tinggi badan kurang lebih 160 cm, berat badan kurang lebih 50 kg, kulit sawo matang. Bentuk mata bulat, muka oval, hidung mancung, bibir tipis. Pada saat wawancara berlangsung informan mengenakan kerudung warna hitam, pakaian berwarna hitam bermotif batik dan celana kain panjang warna hitam.

Pada saat wawancara berlangsung informan duduk di sebelah kiri peneliti. Tangan kirinya diletakkan di sandaran tangan kursi, dan punggungnya disandarkan pada sandaran kursi. Setelah wawancara berlangsung kurang lebih 10 menit ada orang yang beramu kerumah informan, informan mempersilahkan tamunya untuk masuk. Kemudian informan kembali menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Selama informan mendengar pertanyaan dari peneliti pandangan mata informan menatap kearah peneliti yang ada di sebelah kanannya, tetapi ketika menjawab pertanyaan pandangan mata informan memandang keatas dan kearah jalan.

2) Observasi psikologis

Pada awal wawancara berlangsung subjek tersenyum kepada peneliti, tetapi setelah berjalan 5 menit pandangan mata informan mulai melihat keatas dan


(64)

kearah jalan ketika menceritakan saat-saat dirinya mengalami kesulitan dan kerepotan. Informan terlihat tertekan ketika wawancara berlangsung ini terlihat ketika informan menitikkan air mata saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Ketika wawancara selesai, informan meminta izin kepada peneliti untuk menemui tamu yang menunggunya. Dan setelah menemui tamunya informan duduk kembali di tempatnya semula. Tiga puluh menit kemudian peneliti meminta izin untuk pulang karena akan melanjutkan penelitian kepada informan kedua.

3) Observasi lingkungan

Wawancara dilakukan di ruang tamu yang berukuran 3 meter x 7 meter. Ruangan itu berdinding tembok berwarna kuning gading, terdapat satu set kursi tamu yang terbuat dari kayu yang di polithuor warna gelap dan busa berwarna merah. Di ruangan ini juga terdapat meja yang terbuat dari kaca untuk menata barang-barang dagangan informan yang berupa barang-barang kelontong. Selain itu di dalam ruangan ini terdapat meja yang tingginya kurang lebih 50 cm yang difungsikan untuk meletakkan vas bunga. Di dinding ruangan ini juga terpajang sebuah jam dinding, foto suami informan ketika memakai seragam dinas dan foto anaknya ketika masih balita.

Saat wawancara berlangsung suasana rumah tenang dan sepi karena hanya ada informan dan peneliti saja. Karena anak tertua informan sedang berada di


(65)

Wonogiri untuk berdinas dan anak kedua informan sedang berada di sekolah. Dengan suasana yang sepi perhatian informan hanya tertuju kepada peneliti, tetapi konsentrasi informan terpecah ketika ada tamu yang berkunjung kerumahnya.


(66)

ASPEK INDIKATOR PERILAKU

PERTANYAAN HASIL

WAWANCARA

ANALISIS

Bagaimana informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya

“pikir sendiri, jalani apa adannya, ndak usah mikir yang lain-lain lah pokoknya, kita bisa menyukupi kebutuhan untuk anak-anak, bisa bekerja”

(W I/ S II, 57-61) “ndak terlalu memikirkan banget-banget lah, kalau

dipikirkan banget-banget kan kita bisa sakit lah, sakit, pusing”

(W I/ S II, 75-78)

Informan menyikapi dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Aspek kognitif 1. Berfikir positif

tentang masalah yang dihadapi

Kesimpulan : Informan (Y) mengatasi masalah dan berfikir yang penting bisa mencukupi kebutuhan keluargannya


(67)

saya menerima kesulitan”

(W I/ S II, 116-119)

tolong pada orang lain masalah.

Kesimpulan : Informan (Y) melibatkan orang lain ketika menghadapi masalah yang dianggap berat

Apakah ibu selalu memikirkan akibat yang akan terjadi dari

tindakan yang ibu pilih

“saya kan sudah terpikir sebelumnya saya harus bertindak”

(W I/ S II, 175-176) “Akibatnya sudah saya pikirkan”

(W I/ S II, 193)

Informan memikirkan akibat dari tindakan yang dipilihnya

Kesimpulan : Informan (Y) selalu memikirkan dari tindakan yang dipilihnya 3. Berfikir

sistematis.

4. fleksibilitas. Bagaimana ketika masalah tersebut harus melibatkan orang lain

“Istilahe saya tidak isa menyelesaikan ya saya lari kemanakah yang saya tuju, tapi harus tepat kalau nggak tepat saya akan sakit hati” (W I/ S II, 205-209)

Ketika masalah yang dihadapi informan harus menlibatkan orang lain, informan memilih orang yang tepat untuk

membantunya


(68)

oleh bapak (W I/ S II, 291-292) “Sabar dalam

menghadapi segalannya” (W I/ S II, 294)

“sok kita kan terkejut lah sekarang sendiri harus begini-begini’

(W I/ S II, 295-296)

Kesimpulan : Sabar dan banyak berdoa adalah cara informan (Y) untuk menyesuaikan diri pada awal ditinggal suami

Bagaimana perasaan ibu kalau menghadapi masalah

“Sedih lah anu ndak ada yang membantu”

(W I/ S II, 329-330) “Sedih ya mesti harus

hilang, anak-anak tuh sok-sok sing hibur, sedih”

(W I/ S II, 341-342)

Perasaan informan sedih ketika menghadapiu masalah.

Kesimpulan : Perasaan informan (Y) sedih ketika menghadapi masalah karena tidak ada yang membantu.


(69)

anak bisa baik

semuanya, ya lah tidak pernah mengecewakan saya”

(W I/ S II, 525-529)

Kesimpulan : Informan (Y) berharap anaknya tidak mengecewakannya. Bagaimana informan

ingin langsung sesegera mungkin

menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh keluarganya

“pasti”

(W I/ S II, 348) ‘Pasti, harus cepat

selesai karena nek nggak selesai ya di dalam pikiran terus” (W I/ S II, 350-351)

Informan ingin langsung sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya.

Kesimpulan : Informan (Y) Apabila menghadapi masalah ingin langsung segera untuk menyelesaikan masalahnya.

1. Motivasi Aspek psikomotor

2. Kepercayaan dan sikap yang tepat

Apakah ada anggota keluarga lain yang membantu

menyelesaikan masalah ibu ketika ada masalah dalam keluarga

“Saudara-saudara dari ipar-ipar saya”

(W I/ S II, 134) “Saudarane bapake” (W I/ S II, 136) “paling ya keluarga”

(W I/ S II, 413)

Ada anggota keluarga lain yang membantu menyelesaikan masalahnya.


(70)

diberikan dari keluarga (W I/ S II, 444) “bantuan saudara tuh sudah iklas”

(W I/ S II, 505) “Menerima, ya terima kasih sekali pada yang kuasa”

(W I/ S II, 516-517)

diberikan kepadannya

Kesimpulan : Informan (Y) mau menerima bantuan yang diberikan kepadannya


(71)

1) Observasi fisik

Informan adalah seorang ibu rumah tangga yang beraktifitas sebagai penjahit yang berusia 54 tahun. Subjek memiliki tinggi badan kurang lebih 155 cm, berat badan kurang lebih 50 kg, berambut hitam panjang berombak, kulit sawo matang. Bentuk mata bulat, muka bundar, hidung pesek, bibir tebal. Pada saat wawancara berlangsung informan mengenakan daster tanpa lengan, berwarna hijau bermotif bunga-bunga.

Pada saat wawancara akan berlangsung informan duduk di hadapan peneliti. Kedua tangannya diletakkan di sandaran tangan kursi, dan punggungnya disandarkan pada sandaran kursi. Kemudian informan meminta izin kepada peneliti untuk mengambil bangku dan kembali duduk ditempat semula tetapi posisi duduknya berbeda kedua kakinya informan diluruskan serta diletakkan di bangku yang ada didepannya. Ketika wawancara berlangsung sekitar 10 menit ada orang yang lewat didepan rumah informan kemudian menyapa informan dan informan menjawab sapaannya dan kemudian kembali menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.

2) Observasi psikologis

Pada saat wawancara berlangsung subjek tersenyum kepada peneliti dan banyak canda dan tertawa. Subjek terlihat tenang ketika diwawancara, hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan kepada peneliti yang disertai canda tawa. tetapi ketika informan menceritakan kisah kehidupannya pandangan mata informan mulai tidak terfokus melihat kearah peneliti, pandangan matanya mulai melihat ke langit-langit rumah, jendela dan pintu depan rumahnya yang terbuka. Ketika wawancara selesai, informan menawarkan kepada peneliti untuk


(1)

80

85

90

100

105

110

115

120

125

I : Ooo.. itu, jadi dia tuh ibu rumah tangga yang sangat pekerja keras sekali, ulet dan tidak mengenal waktu apabila dia tuh berkerja.

P : Emm..

I : Karena disini tuh tanggung jawab dia tuh sangat besar sekali menghidupi 4 anaknya seorang diri

P : Emm..

I : Sedangkan suaminya sudah meninggal 2 tahun yang lalu, lha disinilah letak seorang tanggung jawab bu R ini sebagai seorang ibu, dan sebagai kepala keluarga, karena di satu sisi bu R tuh kalau nggak seperti ini kebutuhan keluarganya nggak tercukupi, makannya dia kalau melihat peluang-peluang untuk mencari penghasilan tambahan.

P : Emm..

I : Banyak juga pekerjaan yang dilakukan bu R

P : Eee.. menurut, selain itu mas? Selain pekerja keras, ulet, bertanggung jawab, apalagi mas bu R ini?

I : Ya.

P : Sebagai seorang ibu, bagaimana? I : Sangat bertanggung jawab sekali pada

keluaga P : Emm..

I : Dan sangat memikirkan sekali masa depan anak-anaknya, walaupun dia sendiri harus menjalaninnya dengan penuh kesulitan-kesulitan yang menghadang

P : Woo.. jadi menurut mas ini walaupun bu R ini sedang menghadapi kesulitan ini, tapi dia menyelesaikan?

I : Iya, menyelesaikan sendiri, dengan gigih P : Dengan sendiri, gigih mandiri gitu? I : Iya

P : Terus mas, ee.. kalau boleh tahu lagi ya? I : Iya

P : Bagaimana sih sosialisasinya bu R ini dalam lingkungan kantor, tetangganya atau keluargannya?

I : Woo.. itu sangat bagus sekali mas

Tanggapan SC terhadap informan adalah sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat pekerja keras sekali, ulet dan tidak mengenal waktu dalam berkerja.

Menurut SC informan sangat bertanggung jawab kepada keluarga,

memikirkan masa depan anaknya

Menurut SC informan menyelesaikan sendirian semua masalah yang dihadapinya.


(2)

130

135

140

145

150

155

160

165

170

P : Bagus disini maksudnya? I : Bagus, dalam artinya disini tuh

sosialisasinya sangat memuaskan sekali baik di keluarga, masyarakat, ataupun teman-teman kerja

P : Emm..

I : Kalau bu R nih, tergolong orang yang supel, jadi suka bergaul dengan orang yang baru dikenal, dengan orang lama dan dengan siapa pun yang dia suka, dia tuh selalu membagikan apa yang bisa dia berikan pada orang lain

P : Emm.. I : Seperti itu

P : Jadi? Bu R ini seorang yang supel ya? I : Iya, supel, dan membantu dengan yang

lain.

P : Kalau di kantor? Rekan kerja? Antar rekan kerja?

I : Kalau antar rekan kerja, misale kalau ada seorang temene bu R membutuhkan keuangan, misale ada suatu kebutuhan yang mendadak, lha kalau kita bercerita dengan bu R, insya Allah kalau ada sedikit sisa dari rezeki bu R pasti kita bisa dibantu, saya sudah pernah mengalaminya seperti itu P : Emm..

I : Karena bu R ini kalau melihat temannya kesusahan tuh nggak tega, jadi tinggi sekali jiwa sosialnya

P : Jadi bu R ini orangnya sosialis banget, itu ya?

I : Iya sosialis banget dimanapun tempat P : Dikantornya?

I : Dikantornya juga, dimasyarakat juga di keluarga juga

P : Ooo.. ya udah mas, gitu aja yang mungkin yang sedikit yang saya bisa apa, tanya kepada mas, makasih atas waktunya ya mas?

I : Iya, makasih juga, sama-sama P : Met malem, mas?

I : Malem

Menurut SC sosialisasi yang dilakukan oleh informan bagus bik di keluarga, masyarakat dan teman-teman kerja, karena menurut SC informan tergolong orang yang supel dan suka bergaul.

Menurut SC informan itu orangnya supel dan membantu yang lainnya.

Menurut SC sosialisasi yang dilakukan oleh informan sangat baik, baik dilingkungan kantor, masyarakat dan keluarga.


(3)

Verbatim Significant Person Wawancara Informan 4 Kode : WI/SP4

Nama : P. M.

Hubungan dengan subyek : Ibu kandung informan Usia : 59 tahun

Pekerjaan : Janda pensiunan Hari / tanggal wawancara : Rabu, 24 September 2008 Tempat : Rumah Ibu P. M.

Waktu : 10.30-10.36 ( 6 menit)

Tujuan : Mengetahui pemecahan masalah pada wanita sebagai orang tua tunggal, dan alasan pemilihan pemecahan masalah wanita sebagai orang tua tunggal.

P : Pewawancara I : Informan

Baris Uraian interview Analisis

5

10

15

20

25

P : Sugeng siang bu? I : Emm..

P : Emm bu, nyuwun preso njih?, napa njenengan niku kenal bu E niki bu? I : Njih kenal, niku anak kula

P : Ooo.. dados bu E niki putrane ibu njih? I : Nggih

P : Emm, bu, nyuwun preso njih? I : nggih

P : Pripun tho kehidupanne rumah tanggane bu E, me, menurut sepengetahuan ibu? I : Sepengetahuan ibu, E itu, itu ya janda

itu.

P : Emm.. janda nggih? I : Iya

P : Terus, emm.. janda disini, napa pernah sih, apakah sering, napa namane bu E niku, crito masalahe kalian ibu?

I : Nha, sok kadang-kadang njih anu crito, sok crito tentang mitangletaken bade di pun pek garwo ngoten niku, nggih P : Emm.. jadi bu E niku sering crito

masalahe kalian ibu njih? I : Nggih

P : Terus, emm sampai sejauh mana nggih ibu niku terlibat ngoten nggih dalam kehidupane bu E

I : Terlibat? Dospundi njih?

P : Terlibat, maksudte nggih, ibu ngkang

PM mengenal informan karena PM adalah orang tua dari informan.

Menurut PM informan adalah seorang janda.

Informan terkadang bercerita dengan PM tentang keinginannya untuk menikah lagi.


(4)

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

ngarahke ngonten lho! Sejah mana? I : Yen kintene enten ngkang nangletake

nggih anu, napa gumantung E piambak, dospundi remen napa mboten

P : Emm..

I : Ngoten niku, enten ingkang nangletaken badhe ngepek niku, wong soale janda masih muda

P : Emm… dadose bu E niki, biasane ingkang napa, tanglete, tanglet-tanglete masalah kalih ibu niku masalah ingkang badhe dipun pek tiang niku nggih? I : Nggih

P : Emm.. terus menawi, nuwun sewu nggih, tanggepane ibu niku dumatheng bu E niku pripun nggih? Bu E niku kadose pripune? Dalam kehidupane ngoten pripun?, tanggepane ibu? I : Nggih soale kula nggih pansiunan,

nggih kintene enten kerepotane, wong niku anak, nggih mestinipun, urusane anak, nggih urusane kulo, nggih an, nggih enten kekuranganne, nggih niku arto, napa napa niku nggih kulo bantu. P : Dadose bu E niku mandiri nggih? I : Nggih mandiri

P : Dados?

I : Nandang anak kalih P : Nggih, terus?

I : Anak kalih, yen kula, anak gangsal mpun mentas sedoyo, ngkang setunggal mboten wonten, pun umur pinten nggih? Sampun 19 tahun bar SMA, les inggris, meninggal, ingkang nomer gangsal, dados sekawan sampun, griyo piyambak sedaya, sampun rumah tangga, lha E niku sampun janda. P : Emm..

I : Sampun pikantuk napa, angsal, gadhah anak kalih, A. A kalih A

P : Nggih!

I : Ditinggal niku A tasih nembe setengan tahun manika, yen A. A nembe kalih tahun, sakmenika sampun enten SD kelas tigo

P : Nggih

Informan sering bercerita kepada PM masalah kehidupannya tetapi PM mengembalikan lagi kepada informan keputusan yang dipilihnya.

Menurut PM informan itu orang yang mendiri dengan dua anaknya.


(5)

80

85

90

95

100

105

110

115

120

I : Enten Mbanyuanyar, Al-Abidin, menika, A. A, yen A nembe TK, TK Bhakti, terus E anaknya kalih, janda, sampun gangsal tahun, napa enem tahun kirang langkung

P : Nggih, terus, menawi srawunge bu E pripun? Srawunge dumatheng warga, dumatheng keluarga

I : Sae, nggih sae, wong niku dados, mandar dados anu nggih napa PKK, ingkang nyepeng tabungan

P : Nggih

I : Kangge PKK Gawanan RT setunggal RW tujuh

P : Laine dados PKK niku, napa malih menurute ibu?

I : Nggih kegiatan-kegiatan olahraga napa niku nggih sok mengikuti, yen

kelurahan ngawanan mriki, dados nggih urusane masyarakat nggih E ingkang dados, lha wong kula sampun sepuh P : Nggih

I : Dadose nggantos, PKK RT setunggal, RW tujuh

P : Dados, bu E niki srawunge dumateng warga sae nggih?

I : Nggih sae

P : Selaine PKK kalian olehraga? Mboten enten malih?

I : Nggih namik niku nggih, soale anak-anak urusane tasihalit-alit

P : Nggih

I : Nggih dados nggih nyinaone anak-anak napa nggih E sedoyo

P : Dados bu E niki, emm selain

sosialisasine dateng PKK, olahraga?, olehraga niki wau napa bu?

I : Nggih anu ten kelurahan menika, sok mimpin-mimpin anu niku, napa nggih kintenipun yen kegiatan-kegiatan niku riyin yen enten kegiatan olehraga ten kelurahan

P : Emm..

I : Menawi ten sekolahan kan nggih sok dibarengke pas sekolahan

P : Emm.. nggih nek ngoten, sampun,

Menurut PM sosialisai yang dilakukan oleh informan baik dan ini terbukti dengan dipercayai sebagai bendahara di lingkungan kampungnya dan mengikuti kegiatan-kegiatan olah raga dikampungnya.


(6)

125

130

135

140

145

matursuwun wektune nggih bu, nggih nuwun sewu menawi nggangu

I : Emm.. mboten napa-napa kula namung apa adanya

P : Nggih

I : Soale nggih mpun dados janda, kulo nggih dados janda empun enten kawan likur tahun

P : Nggih

I : Yen E, gangsal tahun napa nem tahun, kula nggih tasih alit-alit anak nika, ditilar bapak ipun menika ingkang alit piyambak menika nembe TK badhe SD P : Emm

I : Dadose, ngantos anu persatuan anak gangsal menika, terus saged kuliah-kuliah sedaya nggih naming mandiri, mandiri piyambak kalih anak-anak, he-he-he

P : Pun. Matur suwun wektune, selamat siang

I : Nggih

P : Tur nuwun, he-he-he, badhe anu, tanglet?