KAMABOKO IKAN MANYUNG (Arius thalassinus) DENGAN KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA DAN NaCl.

(1)

PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MANYUNG (Arius thalassinus) DENGAN KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA DAN NaCl

SKRIPSI

Syaiful Bahri NPM. 0933010026

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

2014

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(3)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penilitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sbagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya kepada :

1. Ir. Sutiyono, MS, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Ir. Latifah, MS, (Alm) selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Ir. Ulya Sarofa, MM dan Ir. Sudaryati HP, MP selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan dukungan, bimbingan, serta saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Ir. Tri Mulyani, MS dan Ir. Murtiningsih selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

5. Orang tua dan keluarga penulis atas dukungan moril, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dan materi. Untaian doa-doa yang tulus dan tidak pernah putus adalah kekuatan bagi penulis.

6. Habibahq yang telah memberikan doa, support dan kesabarannya yang tak pernah putus kepada penulis.

7. Pak Taufik, Mbak Rani dan Mbah Jan yang selalu memberikan support dan selalu meluangkan waktunya kepada penulis

8. Ndol, Santi, Cece, Tari, Yeye, Angel, Nduty, Imo, Fitri,Dian, Yanti, Ulfa, Vita, Cicin, Cung, Demi, Adit, Halim, Ismail Dan Hudan (TEPA „09). Terima kasih atas dukungan, canda tawa dan kebersamaannya.

9. Berbagai pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(5)

ii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi perkembangan dan kemajuan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan topik ini.

Surabaya, April 2014

Penulis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

INTISARI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Ikan manyung ... 4

B. Protein ikan ... 5

C. Kamaboko ... 7

D. Tepung Tapioka ... 11

E. NaCl (garam dapur) ... 13

F. Analisa Finansial ... 14

G. Landasan Teori ... 16

H. Hipotesis ... 17

BAB III BAHAN DAN METODE ... 18

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

B. Bahan Penelitian ... 18

C. Alat Penelitian ... 18

D. Metodologi Penelitian... 19

E. Parameter yang diamati ... 20

F. Prosedur Penelitian ... 21

BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN ... 23

A. Analisa Bahan Awal ... 23

B. Produk Kamaboko ikan manyung ... 23

1. Rendemen ... 23

2. Kadar Air ... 25

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(7)

iv

3. Derajat Putih ... 26

4. Water Holding Capacity (WHC ... 28

5. Tekstur ... 29

6. Uji Organoleptik ... 31

a. Warna ... 31

b. Aroma ... 32

c. Tekstur ... 32

d. Rasa ... 33

C. Analisa Keputusan ... 34

D. Analisa Produk Terbaik Kamaboko ... 38

1. Analisa Lemak ... 38

2. Analisa Protein ... 38

E. Analisa Finansial ... 39

1. Kapasitas produksi ... 39

2. Biaya Produksi ... 39

3. Harga Pokok Produksi ... 40

4. Harga Jual Produksi ... 40

5. Break Event Point ... 40

6. Net Present Value ... 41

7. Payback Peroid ... 41

8. Groos Benifit Cost Ratio ... 41

9. Rate of Return ... 42

BAB V KESIMPULAN ... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(8)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia ikan manyung dalam 100 gr daging ikan ... 5

Tabel 2. Penggolongan protein ikan berdasarkan kelarutannya ... 6

Tabel 3. Komposisi kimia tepung tapioka 100 gr ... 11

Tabel 4. Hasil Analisa Daging Protein ... 23

Tabel 5. Nilai rata-rata rendemen protein penambahan tepung tapioka Dan NaCl ... 24

Tabel 6. Nilai rata-rata kadar air kamaboko ikan manyung dengan Penambahan tepung tapioka dan NaCl ... 25

Tabel 7. Nilai rata-rata derajat putih ikan manyung dengan Penambahan tepung Tapioka dan NaCl ... 27

Tabel 8. Nilai rata-rata water holding Capacity kamaboko ikan manyung dengan penamabahan tepung tapioka dan NaCl ... 28

Tabel 9. Nilai rata-rata tekstur kamaboko ikan manyung dengan penamabahan tepung tapioka ... 30

Tabel 10. Nilai rata-rata tekstur kamaboko ikan manyung dengan penamabahan NaCl ... 30

Tabel 11. Jumlah ranking uji kesukaan warna kamaboko ikan manyung ... 31

Tabel 12. Jumlah ranking uji kesukaan aroma kamaboko ikan manyung ... 32

Tabel 13. Jumlah ranking uji kesukaan tekstur kamaboko ikan manyung ... 33

Tabel 14. Jumlah ranking uji kesukaan rasa kamaboko ikan manyung... 34

Tabel 15. Analisa Kimia, Fisik Dan Organoleptik Kamaboko Ikan Manyung.. 37

Tabel 16. Hasil analisa kadar lemak kamaboko ikan manyung ... 38

Tabel 17. Hasil analisa protein kamaboko ikan manyung ... 38

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Ikan manyung (Arius thalassinus ) ... 4 Gambar 2. Diagram alir pembuatan kamaboko ... 10 Gambar 3. Hubungan antara kosentrasi garam dengan ashi ... 13 Gambar 4. Pengaruh antara perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl

terhadap rendemen kamaboko ikan manyung. ... 24 Gambar 5. Pengaruh antara perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl

terhadap kadar air kamaboko ikan manyung. ... 26 Gambar 6. Pengaruh antara perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl

terhadap WHC kamaboko ikan manyung... 29

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisa ... . .... 46

Lampiran 2. Kuisioner uji skoring warna dan bau ... .... 50

Lampiran 3. Data rendemen ... .... 51

Lampiran 4. Data kadar air ... .... 53

Lampiran 5. Data derajat putih ... .... 55

Lampiran 6. Data water holding capacity ... .... 57

Lampiran 7. Data tekstur ... .... 59

Lampiran 8. Data organoleptik warna ... .... 61

Lampiran 9. Data organoleptik aroma ... .... 63

Lampiran 10. Data oraganoleptik tekstur ... .... 65

Lampiran 11. Data organoleptik rasa. ... .... 67

Lampiran 12. Data kebutuhan dan biaya . ... .... 69

Lampiran 13. Data perhitungan modal perusahaan . ... .... 73

Lampiran 14. Data perkiraan biaya produksi tiap tahun . ... .... 75

Lampiran 15. Data perhitungan payback period dan break point produksi kamaboko ikan manyung . ... .... 76

Lampiran 16. Grafik Bep produksi kamaboko ikan manyung. ... .... 77

Lampiran 17. Laju pengembalian modal . ... .... 78

Lampiran 18. Net Persent Value (NPV) dan Gross Benefit. ... .... 79

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(11)

viii

PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MANYUNG (Arius thalassinus)

DENGAN KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA DAN NaCl

SYAIFUL BAHRI 0933010026

INTISARI

Salah satu usaha hasil olahan perikanan yang dapat dikembangkan di indonesia adalah kamaboko. Kamaboko merupakan salah satu produk hasil diversifikasi perikanan yang sangat populer di negara asalnya Jepang. Prinsip pengolahan produk kamaboko tidak berbeda jauh dengan produk hasil diversifikasi perikanan di Indonesia seperti bakso ikan, otak-otak dan empek-empek. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl dan penambahan tepung tapioka sebagai bahan pengisi terhadap kualitas pembentukan gel dan untuk mengetahui perlakuan kombinasi terbaik antara kosentrasi NaCl dan tepung tapioka untuk mengahsilkan gel ikan manyung yang berkualitas baik dan disukai konsumen. Dilpilihnya ikan manyung merupakan jenis ikan ekonomis yang disukai oleh masyarakat karena rasanya enak dan gurih, serta merupakan sumber protein hewani. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan 2 kali ulangan. Faktor 1 konsentrasi tepung tapioka 0%, 1%, 2%, 3%. Faktor II kosentrasi NaCl 1%, 2%, 3%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik didapatkan bahwa kamaboko ikan manyung dengan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 2% menghasilkan rendemen 89,23%, kadar air 67,04 %, WHC 33,92 % dan tekstur 0,0425%,kadar lemak kasar 0,21% dan kadar protein kasar sekitar 17,91%, warna 131, aroma 128, tekstur 152 dan rasa 167.

Kata Kunci : kamaboko, ikan manyung, tepung tapioka, NaCl (garam)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi, terutama karena banyak mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun demikian ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (highty perishable food) sehingga perlu dilakukan suatu cara pengawetan dan pengolahan yang dapat mempertahankan daya awet ikan tanpa mengurangi nilai gizinya. Selain untuk meningkatkan daya simpannya, pengolahan ikan juga bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi ikan, antara lain dengan cara diversifikasi pengolahan hasil perikanan.

Ikan manyung merupakan salah satu ikan dasar yang hidup diperairan air tawar dan laut. Kebanyakan ikan ini hidup di dua habitat, yaitu mula-mula di air tawar lalu berpindah ke tempat air laut untuk menetap. Ikan manyung mempunyai ciri-ciri : bentuk badan memanjang, kepala picak (gepeng), bersungut tiga pasang (dua pasang pada rahang bawah dan satu pasang pada rahang atas), perisai kepala beralur dan berbntik-bintik. Ciri khusus dari ikan manyung adalah adanya adipose fin, yaitu sirip tambahan berupa lemak yang terletak di belakang sirip dorsal. Sirip punggung, dada dan dubur masing-masing berjari-jari dan mengandung racun. Warna merah sawo atau merah sawo keabuan bagian atas, putih merah maya-maya bagian bawah. Sirip-siripnya (pungggung, dubur) ujungnya gelap. Jenis ikan ini dapat berukuran besar.

Kamaboko merupakan salah satu produk hasil diversifikasi perikanan yang sangat populer di negara asalnya Jepang. Prinsip pengolahan produk kamaboko tidak berbeda jauh dengan produk hasil diversifikasi perikanan di Indonesia seperti bakso ikan, otak-otak dan empek-empek.

Menurut Okada (1973) dalam Fardiaz (1985), kamaboko merupakan kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama yang ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pati, gula, garam dan natrium glutamat kemudian dimasak dengan pengukusan, pemanggangan, perebusan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(13)

2

ataupun penggorengan. Namun dengan perkembangan teknologi, kamaboko saat ini menggunakan surimi sebagai bahan mentahnya.

Mutu yang penting dari kamaboko adalah sifat teksturnya yang elastis (ashi). Faktor-faktor yang mempengaruhi ashi kamaboko diantaranya adalah jenis ikan dan bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan kamaboko. Biasanya dalam pembuatan kamaboko digunakan surimi dari jenis ikan berdaging putih dan berprotein tinggi, sedangkan bahan tambahan (pengisi) yang sering digunakan adalah pati. Pati kentang, tepung terigu, tepung tapioka dan jagung merupakan pati yang sering digunakan untuk memperkuat ashi dalam pembuatan kamaboko (Suzuki 1981).

Pati singkong atau yang disebut tepung tapioka merupakan bahan pengisi. Winarno (2002) menyatakan bahwa pati terdiri dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi amilopektinnya, maka akan semakin lekat. Pati ditambahkan bertujuan memperbaiki adonan, meningkatkan daya ikat air, memperkecil penyusutan dan memperbaiki tekstur.

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi kekuatan ashi kamaboko adalah jumlah garam (NaCl) yang ditambahkan. Suhardi (1998) juga menyebutkan bahwa miofibrial (larut dalam larutan garam) mempunyai kemampuan mengemulsi dan menstabilkan emulsi yang lebih besar. Pada umumnya konsentrasi garam yang digunakan dalam pembuatan kamaboko adalah 2-3% dari berat ikan (Suzuki 1981). Penambahan garam pada pembuatan kamaboko ikan manyung berfungsi untuk membantu pembentukan gel dan menambah cita rasa. Garam harus diberikan pada awal penggilingan, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerekatan pasta ikan. Jika garam diberikan pada akhir penggilingan, sifat kerekatan pasta ikan akan menurun (Suzuki 1981).

Dalam usaha meningkatkan nilai ekonomis ikan tawar khususnya ikan manyung dalam perdagangan, maka dalam pembuatan kamaboko menggunakan ikan manyung sebagai bahan dasar. Untuk meningkatkan gel kamaboko supaya berkualitas baik, maka akan dilakukan pembuatan kamaboko ikan manyung dengan penambahan garam (NaCl) dan tepung tapioka.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(14)

3

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl dan penambahan tepung tapioka sebagai bahan pengisi terhadap kualitas pembentukan gel 2. Untuk mengetahui perlakuan kombinasi terbaik antara kosentrasi NaCl

dan tepung tapioka untuk mengahsilkan gel ikan manyung yang berkualitas baik dan disukai konsumen

C. Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu upaya pengawetan ikan manyung

2. Meningkatkan nilai ekonomi dan pemanfaatan ikan manyung

3. Memberikan informasi kepada masyarakat proses pembuatan kamaboko 4. Menghasilkan produk inovasi kamaboko yang belum banyak dipasarkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(15)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Manyung a. Ikan Manyung

Ikan manyung merupakan salah satu ikan dasar (demersal) yang hidup diperairan estuari (air tawar) dan laut. Kebanyakan ikan ini hidup di dua habitat, yaitu mula-mula di air tawar lalu pindah ke laut lepas. Penyebaran ikan manyung di Indonesia meliputi perairan laut barat Sumatera Selatan, Jawa, Selat Malaka, Timur Sumatera. Utara jawa, Bali-Nusa Tenggara Timur, selatan dan barat Kalimantan, selatan Sulawesi, utara Sulawesi, maluku dan Irian. Daerah penyebaran di dunia meliputi Thailand dan pantai Laut Cina Selatan, serta Australia Utara dan Australia Barat Laut . Bentuk ikan manyung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan manyung (Arius thalassinus)

b. Komposisi Kimia Ikan Manyung

Protein ikan terdiri dari tiga, yaitu : sarkoplasma, miofibril dan jaringan ikat (stroma). Presentase protein stroma dalam daging ikan lebih sedikit dibandingkan daging lainnya. Hal inilah yang menyebabkan daging ikan lebih lembut dibandingkan daging lainnya (Suzuki 1981).

Kandungan lemak ikan umumnya merupakan asam-asam esensial yaitu asam lemak linoleat dan linolenat. Burt (1988) dalam Prawira A. (2008), menjelaskan bahwa dalam lemak ikan lebih banyak kandungan asam lemak omega 3 dibandingkan dengan asam lemak omega 6. Belitz dan Grosch (1999) dalam Prawira A. (2008) menyatakan bahwa dalam lemak ikan banyak terdapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(16)

5

asam lemak dengan rantai C20-C22 dengan 5 dan 6 ikatan rangkap yang termasuk ke dalam kelompok asam lemak omega 3. Eicosa Pentaenoic Acid (EPA), Docosa Hexaenoic Acid (DHA) dan asam α-linoleat merupakan jenis asam lemak yang termasuk ke dalam kelompok asam lemak omega 3.

Semua vitamin yang dibutuhkan untuk nutrisi manusia terdapat pada ikan. Minyak ikan merupakan sumber vitamin yang kaya akan vitamin A dan D. Tokoferol atau vitamin E merupakan antioksidan alami yang terdapat pada daging ikan (Prawira A, 2008).

Sebagian besar kalsium pada tubuh ikan (sekitar 99%) ditemukan di jaringan otot dan rangka. Sekitar 20-40% dari total kalsium terapat pada rangka tubuh (Prawira A,2008). Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan keratin fosfat. Sarkoplasma banyak mengandung garam-garam potasium, kalsium, magnisium dan klor. Potasium dan kalsium sering merupakan bagian protein kompleks (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Komposisi ikan manyung dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia ikan manyung (Arius thalassinus) dalam 100g daging ikan

Komposisi Jumlah

Protein 12,7-21,2 g

Lemak 0,2-2,9 g

Air 75,1-81,1 g

Abu 0,9-1,6 g

Karbohidrat 0,4-0,6 g

Kalsium 14,0-98,0 mg

Fosfor 148,0-440,0 mg

Magnisium 34,0 mg

Vitamin A 96,0 IU

Vitamin C 0,0-11,7 mg

Vitamin B12 2,2-2,5 µ g

Tiamin 40,0-80,0 µ g

Riboflavin 80,0-197,0 µ g

Niasin 0,5-4,5 µ g

Sumber : (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). B. Protein Ikan

Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20%) dan tersusun oleh sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino didalam tubuh manusia. Dengan demikian, ikan mempunyai nilai biologis (NB) yang tinggi (Liviawaty dan Afrianto, 1989).

Daging ikan tersusun oleh zat-zat makanan yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup. Seperlima bagian dari tubuh ikan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(17)

6

merupakan komponen protein yang tersusun oleh asam-asam amino yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, jenis dan jumlah asam amino pada daging ikan rata-rata sama dengan yang terdapat pada daging sapi, tetapi daging ikan mempunyai kelebihan kandungan ariginin, histidin, lisin dan sisteinnya lebih banyak. Daging ikan juga kaya akan lemak yang mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh ( Hadiwiyoto, 1993).

Protein dikelompokkan berdasarkan kelarutan di dalam air dan larutan dalam garam menjadi 3 kelompok, yaitu SSP (Soluble Protein Salt), WSP (Water Soluble Protein) dan Stroma Protein. Salt Soluble Protein adalah protein yang larut dalam larutan encer garam kuat dan tidak larut dalam air murni, misalnya aktomiosin. Water soluble Protein adalah protein yang larut dalam air murni dan tidak larut dalam larutan garam. Sedangkan protein yang tidak larut dalam air murni dan tidak larut dalam larutan garam denga konsentrasi tinggi ialah kelompok stroma protein (kolagen , elathin dsb). Selanjutnya berdasarkan letaknya protein digolongkan menjadi tiga golongan yaitu protein sarkoplasma, protein myofibrilal dan protein jaringan pengikat atau stroma (Rahayu, 1992). Penggolongan protein ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggolonga protein ikan berdasarkan kelarutannya, letak dan tegangan ionisasinya

Kelarutan Letak Tegangan Numenklatur

Sangat mudah larut dalam air

Kebanyakan pada

sarkoplasma 0

Miogen, protein sarkoplasma Sedikit larut dalam

air

Kebanyakan myofibril,

myofilamen >0,3

Protein struktural, protein miofibrilar Tidak larut dalam air

Kebanyakan pada jaringan pengikat dan dinding sel

>0,3 Strome, protein jaringa pengikat Sumber : De man (1976) dalam Asriningrum (2007)

Protein myofibrilar larut dalam larutan garam, terdiri dari miosin dan aktomiosin. Protein myofibrial mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan emulsi, gel, dan proses koagulasi. Pada umumnya protein yang larut dalam larutan garam efisien sebagai zat pengemulsi dari protein yang larut dalam air (Hadiwiyoto, 1993).

Daging ikan memiliki tenunan pengikat yang sangat sedikit dan tenunan pengikat daging ternak. Oleh karena itu, pemasakan ikan harus menggunakan suhu pemanasan yang tepat agar proteinnya terkoagulasi dengan baik. Pemanasan terlampau lama akan membuat daging atau protein ikan mengeras.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(18)

7

Agar sarinya cukup banyak dan terksturnya empuk, pemasakan ikan sebaiknya sesingkat mungkin (Winarno, 1993).

C. Kamaboko

Kamaboko merupakan jenis makanan hasil laut di Jepang dengan pembentukkan gel protein yang homogen (Suzuki 1981). Kamaboko merupakan kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama yang ditambahkan dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental, gula dan garam serta natrium glutamat untuk menambah cita rasa. Campuran ini kemudian dimasak dengan pengukusan, pemanggangan, perebusan ataupun penggorengan (Okada 1973 dalam Fardiaz 1985).

Kamaboko diproduksi dengan menambahkan garam dan bahan tambahan lainnya pada surimi (beku), penggilingan (sol) dan kemudian ketika selesai dibentuk lalu dipanaskan menjadi kamaboko (gel) (Okuzumi dan Fujii 2000). Menurut Suzuki (1981), berdasarkan bentuk dan cara memasaknya, kamaboko dapat digolongkan menjadi beberapa macam yaitu:

(1) Itatsuki kamaboko

Merupakan pasta daging yang ditumpuk di atas cetakan papan tipis terbuat dari kayu pohon cemara atau Japanese cedar. Ukuran cetakan bervariasi dari pembuat yang satu dengan lainnya. Itatsuki kamaboko dipanaskan dengan cara dikukus. Lamanya pengukusan tergantung pada ukuran kamaboko, biasanya 80-90 menit untuk ukuran yang besar dan 20-30 menit untuk ukuran yang lebih kecil. Beberapa produk ada yang dipanaskan dengan cara dipanggang selain dengan pengukusan.

(2) Fried kamaboko

Fried kamaboko merupakan pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan tambahan, dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya disebut satsumanage. Bahan yang digunakan untuk membuat kamaboko jenis ini mutunya lebih rendah dibanding bahan untuk itatsuki.

(3) Chikuwa

Chikuwa merupakan kamaboko yang dibuat pada cetakan yang berbentuk tabung, pembentukannya biasanya dilakukan secara otomatis dengan mesin dan dimasak dengan cara dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya berwarna putih di sebelah dalam dan coklat keemasan di sebelah luar dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(19)

8

permukaannya. Mutu bahan baku untuk bahan baku kamaboko jenis ini juga lebih rendah dibandingkan dengan itatsuki.

(4) Hanpen

Hanpen merupakan salah satu jenis kue ikan yang berwarna putih dan seperti bunga karang. Ciri khas tersebut dihasilkan dengan mencampurkan udara kedalam pasta selama proses penggilingan. Daging ikan hiu, khususnya dari spesies hiu biru (Isurus glaucus) biasa digunakan karena kemampuannya untuk menahan udara dalam daging. Mencampurkan pasta daging dengan 6-10% (b/b) yam (sejenis ubi) juga berguna dalam pengambilan udara. Kemudian dibentuk bujur sangkar dengan ukuran 8 cm dan direbus pada suhu 80-90 °C.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi gel kamaboko

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel (elastisitas) dari kamaboko adalah :

 Kesegaran ikan. Apabila kesegaran ikan rendah maka nilai elastisitasnya akan rendah, hal ini disebabkan karena denaturasi protein daging ikan berkurang kelarutannya.

 Jenis ikan. Distribusi protein miofibril dan sarkoplasmik dalam jaringan otot berbeda-beda pada setiap jenis ikan. Jenis ikan yang baik untuk pembebntukan gel adalah jenis ikan yang rendah lemak dan berdaging putih.

 pH. Kelarutan protein ikan akan menjadi lebih besar dekat netral, oleh karena itu miosin akan lebih mudah larut pada pH 6,5-7,0.

 NaCl. Penambahan natrium klorida pada pasta ikan selain sebagai bumbu juga untuk melarutkan aktomiosin agar terbentuk gel dengan elastisitas baik.

 Pemanasan. Elastisitas dari pasta daging diperoleh melalui pemanasan pada suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat lebih kuat dibandingkan dengn suhu rendah waktu lama.

2. Proses pembuatan Kamaboko

Pada prinsipnya ada lima tahap proses dalam pembuatan kamaboko, yaitu pemisahan daging ikan, pencucian daging ikan, penggilingan daging dan pencampuran bumbu, pencetakan dan pemanasan (Suzuki 1981).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(20)

9

a. Pemisahan daging ikan

Pertama-tama kepala dan isi perut ikan dibuang. Kemudian setelah itu dicuci, potongan ikan diambil dagingnya dengan menggunakan mesin pemisah daging. Pada mesin ini, ikan ditekan melalui drum yang berlubang-lubang kecil sehingga daging ikan yang lunak tertekan melewati lubang ke bagian dalam drum meninggalkan tulang dan kulit yang selanjutnya terbuang ke luar.

b. Pencucian daging ikan

Daging ikan yang sudah dipisahkan dicuci berkali-kali dengan air dingin (5-10 °C) dalam jumlah banyak. Umumnya air yang digunakan adalah sebanyak lima sampai sepuluh kali berat ikan dan pencucian diulang tiga sampai lima kali. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan, jenis air pencuci dan mutu kamaboko yang diinginkan. Biasanya air pencuci terakhir mengandung NaCl sebanyak 0,01-0,3% untuk memudahkan pembuangan air, karena pada umumnya pencucian yang berulang- ulang meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan (Suzuki 1981). Sesudah pencucian, air dibuang dari daging ikan dengan cara diperas atau disentrifus.

c. Penggilingan daging dan pencampuran bumbu

Daging ikan yang sudah bersih dan tidak berbau kemudian dilumatkan dalam pencacah daging, kemudian digiling dengan garam dan bumbu lainnya dalam gilingan batu selama 30-50 menit sampai terbentuk adonan berupa pasta. Selama penggilingan daging, suhu dipertahankan dibawah 15 °C dengan menggunakan penggiling yang dilengkapi sistem pendingin. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan kamaboko sangat beragam tergantung pada jenis produknya dan lokasi pembuatannya. Umumnya kadar garamnya berkisar antara 2,5-4% (Suzuki 1981). Itatsuki kamaboko mengandung garam 3,5-4%; pati kentang 0-5%; gula 10-15%; MSG 1-1,5%, sake manis 4-5%. Selain itu sering juga digunakan putih telur untuk memperbaiki penampakan khususnya kilap pada permukaan produknya. Chikuwa mengandung garam 3,2%; pati gandum 7%; MSG 1,5% dan sake manis 5% (Suzuki 1981).

d. Pencetakan

Bentuk yang paling umum adalah Itatsuki kamaboko, dimana pasta adonan daging ikan ini dibentuk seperti roti pada sepotong lapisan kayu kecil. Adonan daging harus segera dicetak, karena kalau disimpan akan menggumpal dan sukar

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(21)

10

untuk dibentuk khususnya jika suhu tinggi. Peristiwa penggumpalan atau pembentukkan gel ini dikenal dengan gel "suwari". Oleh karena itu untuk mencegah terbentuknya gel suwari, adonan pasta daging ikan harus dipertahankan pada suhu rendah.

e. Pemanasan

Pada waktu adonan pasta yang sudah tercetak dipanaskan, gel suwari akan terbentuk selama suhu naik. Pemanasan dapat dilakukan baik dengan pengukusan, pemanggangan, penggorengan maupun perebusan. Untuk mendapatkan produk yang baik dengan masa simpan cukup, suhu bagian tengah kamaboko harus lebih tinggi dari 75 °C selama pemanasan. Setelah pemanasan, produk olahan didinginkan segera, kemudian dikemas. Diagram alir proses pembuatan kamaboko menurut Suzuki (1981) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan kamaboko (Suzuki 1981)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(22)

11

3. Mekanisme pembuatan gel kamaboko

Gelatinisasi protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992). Hudson (1992) membagi proses gelasi menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi protein utuh dari bentuk terlipat menjadi tidak terlipat.

Tahap pertama adalah pembentukan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik. Menurut Niwa (1992), ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat. Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril (Hudson 1992). Pada tahap ini menurut Niwa (1992) pasta kamaboko akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfida (SS) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih intensif terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi (di atas 80 °C). Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson 1992).

D. Tepung tapioka

Tapioka merupakan salah satu dari sekian banyak sumber karbohidrat yang merupakan sumber kalori utama bagi tubuh (Anonymous, 2002). Menurut Makfoeld (1982) tepung tapioka adalah granula-granula yang terdapat didalam umbi ketela pohon. Adapun komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 . komposisi kimia tepung tapioka (100 gr)

Komposisi Jumlah (%)

Kadar air 9,0

Protein 1,1

Lemak 0,5

Karbohidrat 84,2

Kalsium 0,084

Fosfor 0,125

Fe 0,001

Sumber : Winarrno (1992)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(23)

12

Tepung tapioka mempunyai sifat-sifat antara lain sangat jernih, tidak mudah menggumpal, memilki daya perekat yang tinggi, tidak mudah rusak atau pecah dan suhu gelatinisasi lebih rendah. Selain itu tepung tapioka mempunyai sifat mudah menyerap air dan jumlah air yang diserap tergantung temperatur dan kelembapan relatif dari tepung (Anynomuos, 1990)

Pati singkong atau tepung tapioka seperti halnya jenis pati lain yang terdiri dari dua fraksi. Kedua fraksi ini yaitu amilosa dan amilopektin dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut ialah amilosa, sedangkan fraksi yang tidak terlarut merupakan amilopektin (Winarno, 1992). Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Jumlah air yang terserap dan pembengkakan terbatas sekitar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi dalam air pada suhu antara 55-650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan setelah pembengkakak ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 2002).

Pati atau yang disebut tepung tapioka merupakan bahan pengisi. Winarno (2002) menyatakan bahwa pati terdiri dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Semakin kecil kandunagan amilosa atau semakin tinggi amilopektinnya, maka akan semakin lekat. Pati ditambahkan bertujuan memperbaiki adonan, meningkatkan daya ikat air, memperkecil penyusutan dan memperbaiki tekstur. Penggunaaan pati berkisar 0-3%.

Tepung tapioka biasa digunakan sebagai bahan pengikat, dimana tujuan dari penggunaan bahan pengikat antara lain:

1. Mengikat air sehingga penyusutan karena proses lebih kecil 2. Menambah volume

3. Memperbaiki nilai gizi, bila bahan pengikat yang digunkan merupakan sumber protein

4. Memperbaiki cita rasa

5. Memperbaiki tekstur (Maliyati, 1992)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(24)

13

E. NaCl (Garam Dapur)

Natrium klorida lebih dikenal dengan sebutan garam dapur, merupakan bahan paling umum dan banyak digunakan dalam proses pengawetan ikan dibanding jenis bahan pengawet lainnya. Pada umumnya konsentrasi garam yang digunakan dalam pembuatan kamaboko adalah 2-3% dari berat ikan (Suzuki 1981). Garam harus diberikan pada awal penggilingan, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerekatan pasta ikan. Jika garam diberikan pada akhir penggilingan, sifat kerekatan pasta ikan akan menurun (Suzuki 1981).

Penambahan garam dapur akan memperbaiki kekutatan gel (gel strength). Garam akan dibutuhkan untuk mencegah proses denaturasi protein khususnya myofibrilar selama proses pendinginan. Efektivitasnya ditentukan oleh hilangnya ion inorganik pada garam, protein larut dalam air (water soluble protein) dan komponen non protein dari lembaran daging ikan (Lanier, 1992).

Menurut Wiley (1991), penggilingan daging dengan sodium klorida (NaCl) merupakan preses yang penting untuk membentuk gel kamaboko yang elastis. Garam tidak digunakan sebagai bumbu penyedap, tetapi meningkatkan kekuatan ion daging untuk melarutkan protein myofibrillar dalam daging. Kosentrasi garam yang minimum perlu untuk mengekstrak protein myofibrillar daging pada pH 7 sekitar 2% dari berat daging. Bila pH semkain menurun maka konsentrasi garam meningkat (Suzuki, 1981). Menurut Zaitsev (1969) menyatakan bahwa pada konsentrasi rendah (1-3%) garam tidakbersifat membunuh mikroorganisme tetapi hanya sebagai bumbu yang akan memberikan citarasa gurih pada bahan pangan yang ditambahkan. Pada Gambar 3 dapat dilihat hubungan antara konsentrasi garam dengan ashi (kelenturan gel).

Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi garam dengan ashi ( kelenturan gel) (Suzuki, 1981).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(25)

14

F. Analisa Finansial

Suatu studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran yang didasarkan atas anggapan-anggapan yang selalu bisa dipenuhi. Konsekuensinya adalah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu adalah apabila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang seharusnya mempengaruhi keuntungan (Susanto dan Saneto, 1994).

Beberapa parameter yang sering digunakan dalam analisis finansial antara lain:

1. Titik impas (Break Even Point) (Susanto dan Saneto, 1994)

Suatu analisa yang menunjukkan hubungan antara keuntungan, volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point(BEP). BEP adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan atau laba. Perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:

a. Biaya titik impas

BEP = Biaya Tetap 1-(Biaya tidak tetap / pendapatan)

b. Presentase Titik impas :

BEP (%) = BEP (Rp) x 100% Pendapatan

2. Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan nilai biaya sekarang. Bila dalam analisa diperoleh nilai (NPV) lebih besar dari nol (0), berarti proyek layak untuk dilaksanakan, jika nilai NPV diperoleh dalam perhitungan lebih kecil dari nol (0), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Bentuk rumus NPV dapat dilihat sebagai berikut :

NPV = Bt-Ct (1+i)t Keterangan :

Bt = benefit sosial kotor dengan suatu proyek pada tahun 1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(26)

15

Ct = biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun 1 t = 1,2,3,...n

n = umur ekonomi dari proyek

i = sosial discount rate/ suku bunga bank

3. Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan Saneto, 1994) Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C Ratio) adalah metode perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang (Present Value). Proyek dapat dijalankan apabila nilai gross B/C lebih besar atau sama dengan 1. Rumus Gross Benefit Cost Rasio (Gross B/C Ratio)dapat dituliskan sebagai berikut :

Nilai B/C Ratio = Pendapatan Biaya produksi

4. Payback Period (Susanto dan Saneto, 1994).

Payback period adalah metode yang mencoba mengukur kecepatan pengembalian modal investasi yang dinyatakan dalam tahun. Proses perhitungan metode ini berpedoman pada aliran kas bukan pada laba yang dihasilkan. Aliran kas diartikan sebagai jumlah laba dan nilai depresiasi yang dikeluarkan. Nilai payback period dinyatakan sebagai perbandingan biaya pertahun (Intial Cash Flow) dengan aliran kasnya (Cash Flow). Nilai perbandingan ini dapat diterima apabila lebih pendek dari yang disyaratkan. Rumus dapat dilihat sebagai berikut :

Pp = I Ab Keterangan :

I = jumlah modal

Ab = penerimaan bersih pertahun

5. Internal Rute of Return (Susanto dan Saneto, 1994).

Internal Rute of Return adalah tingkat suhu bunga yang menyebabkan nilai penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang dinilai. Dengan perkataan lain IRR adalah tingkat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(27)

16

bunga yang menyebabkan NPV = 0 . jika ternyata IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di bank untuk proyek dapat diteruskan. IRR = 1 + NPV (i”- i’)

NPV’-NPV” Keterangan :

NPV’ = NPV positif hasil percobaan nilai NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai i = Tingkat bunga

G. Landasan Teori

Ikan manyung merupakan salah satu ikan dasar yang hidup diperairan air tawar dan laut. Kebanyakan ikan ini hidup di dua habitat, yaitu mula-mula di air tawar lalu berpindah ke tempat air laut untuk menetap. Ikan manyung ini merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga untuk meningkatkan daya simpannya dilakukan pengolahan ikan seperti kamaboko.

Kamaboko merupakan jenis makanan hasil laut di Jepang dengan pembentukkan gel protein yang homogen (Suzuki 1981). Kamaboko merupakan kue ikan yang sifatnya elastis, terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama yang ditambahkan dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental, gula dan garam serta natrium glutamat untuk menambah cita rasa. Campuran ini kemudian dimasak dengan pengukusan, pemanggangan, perebusan ataupun penggorengan (Okada 1973 dalam Fardiaz 1985).

Mekanisme pembentukan gel pada kamaboko terjadi pada tiga tahap yaitu tahap pertama adalah pembentukan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik. Menurut Niwa (1992), ketika suhu naik, maka ikatan hidrogen menjadi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat. Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril (Hudson 1992). Pada tahap ini menurut Niwa (1992) pasta kamaboko akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfida (SS) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfida lebih intensif terjadi pada suhu pemanasan yang lebih tinggi (di atas 80 °C). Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi ketika pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(28)

17

menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson 1992). Menurut Anggraini N (2002), menyatakan bahwa nilai kekuatan gel meningkat dengan penambahan tepung tapioka.

Tepung tapioka yang ditambahkan dalam pembuatan kamaboko berfungsi sebagai zat pengisi untuk memperbaiki adonan, meningkatkan daya ikat air, memperkecil penyusutan dan memperbaiki tekstur (Anonymous, 2006). Kekuatan gel dengan adanya penambahan bahan lain yaitu pati adalah sebagai bahan pengisi yang mempunyai efek penguat gel sehingga dapat memberi kekenyalan.

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi kekuatan ashi kamaboko adalah jumlah garam (NaCl) yang ditambahkan. Pada umumnya konsentrasi garam yang digunakan dalam pembuatan kamaboko adalah 2-3% dari berat ikan (Suzuki 1981). Penambahan garam pada pembuatan kamaboko ikan gabus berfungsi untuk membantu pembentukan gel dan menambah cita rasa. Garam harus diberikan pada awal penggilingan, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerekatan pasta ikan. Jika garam diberikan pada akhir penggilingan, sifat kerekatan pasta ikan akan menurun (Suzuki 1981).

H. Hipotesis

Diduga terdapat pengaruh nyata antara kosentrasi tepung tapioka dan kosentrasi NaCl terhadap mutu dan nilai gizi kamaboko ikan manyung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(29)

18 BAB III

BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, laboratorium Analisa Pangan, dan laboratorium Uji Inderawi Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

B. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kamaboko yaitu ikan manyung yang diperoleh dari Pasar Mangga Dua, air mineral, es batu, garam (NaCl), tepung tapioka, bawang putih dan lada.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4, K2SO4, HgO, HCl 25%, petroleum eter, NaOH 45%, Na2S2O3, NaOH 0,1 N, asam asetat 1 N, Iod 2%, akuades dan kertas Saring.

C. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan kamaboko adalah piasu stainless, pengaduk, blender, baskom, timbangan listrik, panci stainless, plastik, alat pencetak, alat pengukus

Alat yang digunakan dalam analisa meliputi labu kjehdal, soxhlet, oven, botol timbang, timbangan analitik digital, oven listrik, erlenmeyer, pemanas listrik, gelas beker, pipet tetes, gelas ukur, biuret dan penetrometer.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(30)

19

D. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor, masing-masing kombinasi perlakuan diulang dua kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji BNJ (Gasperz,1994).

1. Faktor Berubah

Faktor I : Konsentrasi tepung tapioka yaitu : A1 : 0%

A2 : 1% A3 : 2% A4 : 3%

Faktor II : Konsentrasi NaCl yaitu : B1 : 1%

B2 : 2% B3 : 3%

Dari hasil kombinasi dua faktor tersebut diperoleh dua belas perlakuan sebagai berikut :

Penambahan NaCl (%)

Penambahan Tepung Tapioka

A1 A2 A3 A4

B1 A1B1 A2B1 A3B1 A4B1

B2 A1B2 A2B2 A3B2 A4B2

B3 A1B3 A2B3 A3B3 A4B3

Keterangan:

A1B1 : Penambahan tepung tapioka 0%, penambahan NaCl 1% A2B1 : Penambahan tepung tapioka 1%, penambahan NaCl 1% A3B1 : Penambahan tepung tapioka 2%, penambahan NaCl 1% A4B1 : Penambahan tepung tapioka 3%, penambahan NaCl 1% A1B2 : Penambahan tepung tapioka 0%, penambahan NaCl 2% A2B2 : Penambahan tepung tapioka 1%, penambahan NaCl 2% A3B2 : Penambahan tepung tapioka 2%, penambahan NaCl 2% A4B2 : Penambahan tepung tapioka 3%, penambahan NaCl 2%

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(31)

20

A1B3 : Penambahan tepung tapioka 0%, penambahan NaCl 3% A2B3 : Penambahan tepung tapioka 1%, penambahan NaCl 3% A3B3 : Penambahan tepung tapioka 2%, penambahan NaCl 3% A4B3 : Penambahan tepung tapioka 3%, penambahan NaCl 3%

Menurut Gasperz (1994), model statistik untuk Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk...(1) i = 1, … ,a

j = 1, … , b k = 1, …, c Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan dari suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B)

µ : Nilai tengah umum (rata-rata sesungguhnya) αi : Pengaruh perlakuan ke-i dari A

βj : Pengaruh perlakuan ke-j dari B

(αβ)ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B εijk : Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k memperoleh perlakuan kombinasi ke-ij

2. Variabel tetap :

1. Jenis ikan : ikan manyung 2. Berat ikan manyung 50 gr

3. Lada 0,6 gr dan bawang putih 0,4 gr 4. Suhu pengukusan 70oC

5. Lama waktu pengukusan 45 menit 6. Berat serpihan es batu 20%

E. Parameter yang diamati

1. Parameter yang diamati untuk bahan baku meliputi :

a. Analisa Protein (AOAC. 1970 di dalam Sudarmadji, 1984) b. Analisa Lemak (Woodman, 1941 di dalam Sudarmadji ,1984)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(32)

21

2. Parameter yang diamati untuk produk gel ikan manyung adalah : a. Rendemen (Hartanti dkk, 1998)

b. Uji Derajat Putih (Kett Electric Laboratory, 1981) c. Analisa kekuatan gel

d. Analisa Kadar Air (AOAC 1970, Rangana, 1979 dalam Sudarmadji, 1984) e. WHC (Water Holding Capacity) (Yuwono, 1998)

f. Uji Organoleptik meliputi : aroma, warna, rasa, dan tekstur 3. Parameter yang damati pada produk terbaik adalah :

a. Analisa Protein (AOAC. 1970 di dalam Sudarmadji, 1984) b. Analisa Lemak (Woodman, 1941 di dalam Sudarmadji ,1984)

F. Prosedur penelitian

1. Ikan manyung segar, dilakukan penyiangan dengan mengeluarkan isi perut dan insang. Kemudian dicuci sampai bersih

2. Kepala ikan manyung dipotong dan dilakukan pemisahan daging dari kulit dan duri ikan ( pembuatan fillet )

3. Daging fillet dicuci dengan air garam 0,3% (b/b) untuk menghilangkan sisa-sisa darah, lemak yang dapat menyebabkan warna dan bau yang tidak disukai

4. Daging fillet digiling dengan menggunakan blender

5. Daging giling ditambah dengan tepung tapioka 0%, 1%, 2%, 3% dan NaCl 1%, 2%, 3% dan serpihan es 20 %

6. Dilakukan pencetakan

7. Pengukusan dengan suhu 70oC dengan waktu pengukusan selama 45 menit

8. Dilakukan pendinginan pada suhu kamar selama 1 jam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(33)

22 Ikan manyung Penirisan Pencucian Penyiangan Fillet Konsentrasi : NaCl 1% NaCl 2% NaCl 3% Dari 50 gr ikan

pencampuran bumbu lada 0,6 gr, bawang

putih 0,4 gr NaCl 0,3%

Kamaboko Pendinginan suhu kamar

selama 1 jam Pengukusan T = 70oC, t = 45 menit

Pencetakan

1. Analisa produk: Rendemen

Kadar air

Uji Derajat Putih Kekuatan gel (tekstur) WHC

Uji Organoleptik

2. Analisa produk terbaik Kadar Lemak

Kadar Protein

Konsentrasi : Tepung tapioka 0% Tepung tapioka 1% Tepung tapioka 2% Tepung tapioka 3% Dari 50 gr ikan Pencucian

Penggilingan Penambahan es 20% Analisa : Kadar Lemak Kadar Protein

Penimbangan 50 gr fillet Air

duri, kepala dan lemak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(34)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku dan analisa produk kamaboko ikan manyung yang dihasilkan terdiri dari analisa fisik, kimiawi dan organoleptik. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan analisa finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan sebagai produk industri.

A. Analisa Bahan Baku

Pembuatan kamaboko ikan manyung dilakukan analisa terhadap bahan awal daging ikan manyung untuk kualitas kamaboko yang diharapkan dengan analisa kadar lemak dan analisa kadar protein. Hasil analisa bahan baku awal ikan manyung dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisa Daging Ikan Manyung

Komposisi Jumlah Analisa (%)

Kadar Lemak Kadar Protein

0,24 18,3 Keterangan : komposisi analisa kadar lemak dan analisa kadar protein

Tabel 4. dapat diketahui bahwa hasil analisa bahan baku awal daging ikan manyung mengandung kadar lemak 0,24% dan kadar protein 18,3%. Menurut Wheaton dan Lawson (1985), kadar lemak dan kadar protein dalam ikan manyung adalah 0,2-2,9% dan12,7-21,2%.

Hasil yang diperoleh pada analisa menunjukan bahwa kadar protein yang terkandung pada ikan manyung masih sesuai pernyataan Wheaton dan Lawson (1985), hal itu menunjukkan ikan manyung layak untuk dijadikan bahan baku produk kamaboko.

B. Analisa Produk Kamaboko Ikan Manyung 1. Rendemen

Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 3), menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka dan NaCl terdapat interaksi nyata terhadap

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(35)

24

rendemen yang dihasilkan, masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p< 0,05). Rerata rendemen kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rata-Rata Rendemen Kamaboko Ikan Manyung dengan

Penambahan Tepung Tapioka dan NaCl.

Perlakuan Rendemen

(%)

Notasi

Tapioka NaCl

0% 84,02 g

1% 84,89 fg

2% 1% 85,01 fg

3% 85,44 f

0% 87,28 e

1% 88,54 d

2% 2% 88,74 d

3% 89,23 d

0% 91 c

1% 93,57 b

2% 3% 95,97 a

3% 96,50 a

Ket: nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%(Uji Tukey).

Tabel 5. menunjukkan bahwa nilai rata-rata rendemen kamaboko ikan manyung berkisar antara 84,02%-96,50%. Perlakuan penambahan tepung tapioka 0% dan NaCl 1% menunjukkan rendemen yang paling rendah (84,02%), sedangkan perlakuan yang paling tertinggi adalah perlakuan tepung tapioka 3% dan NaCl 3% sekitar 96,50%.

Hubungan antara rendemen yang terdapat didalam tabel atau hasil analisa dengan perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh antara perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl terhadap rendemen kamaboko ikan manyung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(36)

25

Gambar 4. menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka dan NaCl dapat meningkatkan rendemen kamaboko ikan manyung. Hal tersebut disebabkan NaCl mempunyai daya ikat air yang dapat meningkatkan berat produk, hal ini sesuai dengan pernyataan Lanier (1992) bahwa penambahan NaCl mengakibatkan ion-ion hidrat terlarut pada permukaan protein miofibril dan bergabung dengan molekul air. Demikian juga dengan semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan maka semakin meningkatkan kandungan pati sehingga menyebabkan total padatan semakin tinggi dan produk yang diperoleh semakin berat dan rendemen semakin besar beratnya.

2. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 4), menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka dan NaCl terdapat interaksi nyata terhadap kadar air yang dihasilkan, masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p< 0,05). Rerata kadar air kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Rata-Rata Kadar Air Kamaboko Ikan Manyung dengan

Penambahan Tepung Tapioka dan NaCl.

Perlakuan Kadar Air

(%)

Notasi

Tapioka NaCl

0% 63,885 e

1% 64,75 d

2% 1% 65,3 cd

3% 65,605 c

0% 65,47 c

1% 65,705 c

2% 2% 65,715 c

3% 67,04 b

0% 67,35 b

1% 68,1 a

2% 3% 68,195 a

3% 68,425 a

Ket: nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%(Uji Tukey)

Berdasarkan hasil analisa pada tabel 6. Dapat dilihat bahwa kadar air yang dihasilkan kamaboko ikan manyung antara 63,885%-68,425%. Perlakuan yang didapatkan adalah penambahan tepung tapioka 0% dan NaCl 1% mempunyai nilai terendah, dan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 3% menunjukkan hasil kadar air yang tertinggi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(37)

26

Hubungan penambahan tepung tapioka dan NaCl terhadap kadar air kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Gambar 5.

ss

Gambar 5. Pengaruh Antara Perlakuan Penambahan Tepung Tapioka dan Nacl Terhadap Kadar Air Kamaboko Ikan Manyung.

Gambar 5. menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka dan NaCl akan dapat meningkatkan kadar air yang lebih tinggi pada kamaboko ikan manyung. Hal ini disebakan karena NaCl mempunyai daya ikat air dan semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan maka pati yang juga akan semakin banyak karena pati mempunyai gugus hidroksil yang dapat mengikat air dalam daging ikan.

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Meyer (1982), menyatakan bahwa dalam larutan elektrolit (NaCl) cenderung mengikat air dan bersaing dengan ptotein yang mengakibatkan sebagian air terikat oleh Na+. Winarno (1992) menyatakan molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu iakatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam, molekul air tersebut merupakan air terikat kuat.

3. Derajat Putih

Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka dan NaCl tidak terdapat interaksi nyata terhadap derajat putih yang dihasilkan, masing-masing perlakuan tidak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(38)

27

berpengaruh nyata (p< 0,05). Rerata derajat putih kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-Rata Derajat Putih Kamaboko Ikan Manyung dengan Penambahan Tepung Tapioka dan NaCl

Perlakuan

Derajat putih Notasi

Tapioka NaCl

0% 49,07 tn

1% 49,685 tn

2% 1% 52,065 tn

3% 49,71 tn

0% 49,805 tn

1% 49,115 tn

2% 2% 48,845 tn

3% 49,1 tn

0% 48,96 tn

1% 47,835 tn

2% 3% 48,16 tn

3% 48,25 tn

Ket: nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%(Uji Tukey)

Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 7. menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi tepung tapioka maka nilai derajat putih kamaboko ikan manyung semakin menurun. Hal ini disebabkan karena Kamaboko ikan manyung dengan daya ikat air tinggi menyebabkan kadar air bebas dalam produk berkurang sehingga menyebabkan produk menjadi kurang cerah, sedangkan kamaboko yang daya ikat airnya rendah menyebabkan kadar air bebas dalam produk tinggi sehingga lebih cerah dan saat diukur dengan whitenessmeter memperoleh nilai yang lebih tinggi (Park 1995).

Semakin tinggi penambahan konsentrasi NaCl maka nilai derajat putih kamaboko ikan manyung semakin menurun. Hal ini disebabkan karena penggunaan garam pada saat pencucian yaitu agar mendapatkan warna yang lebih putih juga untuk menyingkirkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel dan juga mempengaruhi warna kamaboko. Penggunaan garam yang terlalu sedikit menyebabkan warna kamaboko yang dihasilkan kurang baik karena ekstraksi protein myofibril kurang sempurna. Sehingga produk kurang cerah atau nilai kecerahannya berkurang.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(39)

28

4. Water Holding Capasity (WHC)

Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka dan NaCl terdapat interaksi nyata terhadap WHC yang dihasilkan, masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p< 0,05). Rerata WHC kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rata-Rata WHC Kamaboko Ikan Manyung dengan Penambahan Tepung Tapioka dan NaCl.

Perlakuan WHC

(%)

Notasi

Tapioka NaCl

0% 29,145 i

1% 29,56 hi

2% 1% 29,825 h

3% 30,99 g

0% 31,475 g

1% 32,005 f

2% 2% 32,61 e

3% 33,92 d

0% 34,935 c

1% 35,545 b

2% 3% 35,72 b

3% 36,275 a

Ket: nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%(Uji Tukey)

Hasil analisa WHC pada Tabel 9. bahwa nilai jumlah air yang keluar antara 29,145%-36,275%. Perlakuan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 3% menunjukkan nilai terendah, hal ini berarti nilai WHC semakin tinggi. Sedangkan perlakuan penambahan tepung tapioka 0%dan NaCl 1% memberikan nilai jumlah air yang keluar semakin tinggi hal ini berarti nilai WHC paling rendah.

Hubungan penambahan tepung tapioka dan NaCl terhadap nilai jumlah air yang keluar pada kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Gambar 6.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(40)

29

Gambar 6. Pengaruh Antara Perlakuan Penambahan Tepung Tapioka Dan Nacl Terhadap WHC Kamaboko Ikan Manyung.

Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka dan NaCl maka jumlah air yang keluar semakin rendah dan berarti WHC semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena penambahan NaCl akan menyebabkan air terikat dan semakin banyak pati maka dapat mengikat air, karena pati mempunyai gugus hidroksil yang dapat mengikat air dengan demikian akan meningkatkan nilai WHC.

Hal ini didukung pernyataan Winarno (1992) menyatakan molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu iakatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam, molekul air tersebut merupakan air terikat kuat.

5. Tekstur

Berdasarkan hasil analisa ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tepung tapioka dan NaCl tidak terdapat interaksi nyata terhadap tekstur yang dihasilkan, masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p< 0,05). Rerata tekstur kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada Tabel 9.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(41)

30

Tabel 9. Nilai Rata-Rata Tekstur Kamaboko Ikan Manyung dengan Penambahan Tepung Tapioka

Penambahan Tepung tapioka (%)

Rata-rata Tekstur (mm/kg.s) Notasi 0 1 2 3 0,047 0,046 0,043 0,042 a b c d

Ket: nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%(Uji Tukey)

Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 9. menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi tepung tapioka maka nilai tekstur kamaboko ikan manyung semakin menurun. Hal ini disebabkan karena pada penambahan tepung tapioka 3%, fraksi amilopektin mampu mengikat air yang ada dalam adonan dan membentuk ikatan hidrogen secara maksimal. Sedangkan pada penambahan tepung tapioka 1% diduga jumlah air yang tersedia dalam adonan tidak cukup untuk diikat oleh tepung tapioka sehingga banyak tepung tapioka yang tidak mengikat air dan mengganggu didalam struktur gel sehingga kamaboko menjadi keras atau tidak elastis (Tanikawa dalam Ibrahim, 2002). Amilopektin bertanggung jawab atas elastisitas. (Ibrahim 2002)

Tabel 10. Nilai Rata-Rata Tekstur Kamaboko Ikan Manyung dengan Penambahan NaCl Penambahan NaCl (%) Rata-rata Tekstur (mm/kg.s) Notasi 1 2 3 0,053 0,045 0,035 a b c

Ket: nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%(Uji Tukey)

Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi NaCl maka nilai tekstur kamaboko ikan manyung semakin menurun. Penambahan garam menyebabkan protein aktin dan miosin berinteraksi membentuk aktomiosin yang menghasilkan struktur jaringan protein daging yang berbentuk gel dan dapat mengubah tekstur kamaboko menjadi lebih kenyal. Penggunaan garam yang terlalu sedikit menyebabkan tekstur kamaboko yang dihasilkan kurang baik karena ekstraksi protein myofibril kurang sempurna (Tanikawa dalam Ibrahim, 2002).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(42)

31

6. Uji Organoleptik

Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dinilai dengan menggunakan indera manusia, yaitu penglihatan, pembau, peraba, dan perasa. Sifat organoleptik kamaboko yang diuji meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa menggunakan uji hedonik dengan analisa menggunakan metode Friedman.

a. Warna

Berdasarkan uji Friedman (Lampiran 8) menunjukkan perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl berpengaruh nyata terhadap rasa kamaboko ikan manyung. Jumlah ranking kesukaan panelis dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah ranking uji kesukaan warna kamaboko ikan manyung Perlakuan

Jumlah Ranking

Tapioka NaCl

0% 78

1% 1% 89

2% 62

3% 119

0% 125

1% 2% 142

2% 116

3% 131

0% 111

1% 3% 130

2% 123

3% 112

Ket: semakin besar ranking maka semakin disukai.

Berdasarkan Tabel 11. menunjukkan bahwa perlakuan yang mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu pada perlakuan penambahan tepung tapioka 1% dan NaCl 2%. Hal ini menunjukkan panelis lebih banyak menyukai warna kamaboko yang tidak pucat dan tidak terlalu cerah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(43)

32

b. Aroma

Berdasarkan uji Friedman (Lampiran 9) menunjukkan perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl berpengaruh nyata terhadap aroma kamaboko ikan manyung. Jumlah ranking kesukaan panelis dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah ranking uji kesukaan aroma kamaboko ikan manyung Perlakuan

Jumlah Ranking

Tapioka NaCl

0% 131

1% 1% 112

2% 126

3% 125

0% 124

1% 2% 139

2% 119

3% 128

0% 141

1% 3% 174

2% 122

3% 126

Ket: semakin besar ranking maka semakin disukai.

Berdasarkan Tabel 12. Menunjukkan bahwa perlakuan yang mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu pada perlakuan penambahan tepung tapioka 1% dan NaCl 3%. Hal ini menunjukkan panelis lebih banyak menyukai aroma kamaboko yang tidak berbau amis.

c. Tekstur

Berdasarkan uji Friedman (Lampiran 10) menunjukkan perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl berpengaruh nyata terhadap tekstur kamaboko ikan manyung. Jumlah ranking kesukaan panelis dapat dilihat pada Tabel 13.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(44)

33

Tabel 13. Jumlah Ranking Uji kesukaan Tekstur kamaboko ikan manyung Perlakuan

Jumlah Ranking

Tapioka NaCl

0% 79

1% 1% 108

2% 64

3% 116

0% 181

1% 2% 179

2% 138

3% 152

0% 140

1% 3% 148

2% 115

3% 131

Ket: semakin besar ranking maka semakin disukai.

Berdasarkan Tabel 13. Menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung tapioka 1% dan menambahan NaCl 2%. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih banyak menyukai tekstur kamaboko yang tepat (empuk) tidak terlalu keras dan tidak terlalu kenyal.

Semakin tinggi penambahan NaCl maka tekstur yang dihasilkan semakin menurun, begitu pula dengan penambahan tapioka yang semakin tinggi akan menyebabkan tekstur yang lembek (kenyal), sehingga kurang disukai oleh panelis. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Wibowo (1998), penambahan tepung tapioka yang berlebihan akan menyebabkan tekstur bakso menjadi kenyal, sehingga produk akan kurang disukai.

d. Rasa

Berdasarkan uji Friedman (Lampiran 11) menyatakan perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl berpengaruh nyata terhadap rasa kamaboko ikan manyung. Jumlah ranking kesukaan panelis dapat dilihat pada Tabel 14.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(45)

34

Tabel 14. Jumlah ranking uji kesukaan rasa kamaboko ikan manyung Perlakuan

Jumlah Ranking

Tapioka NaCl

0% 74

1% 1% 118

2% 102

3% 107

0% 171

1% 2% 163

2% 154

3% 167

0% 123

1% 3% 188

2% 105

3% 80

Ket: semakin besar ranking maka semakin disukai.

Berdasarkan Tabel 14. Menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung tapioka 1% dan menambahan NaCl 3%. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih banyak menyukai rasa kamaboko yang enak (tidak terlalu asin dan tidak terlalu hampar). Semakin banyak penambahan tepung tapioka dan NaCl akan mempengaruhi rasa, penambahan tepung tapioka akan mengurangi rasa asli dari daging ikan manyung dan penambahan NaCl akan mempengaruhi rasa asin. Menurut Winarno (2002), komponen utama yang terkandung dalam tapioka adalah karbohidrat. Penyusun utama karbohidrat adalah pati yang tersusun dari amilosa dan amilopektin, maka perbandingan keduanya akan mempengaruhi cita rasa pada produk pangan.

C. Analisa Keputusan

Mutu suatu produk makanan yang beredar dipasaran atau bahan pangan dapat ditentukan berdasarkan tiga sifat yaitu fisik, kimiawi dan organoleptik. Sifat organoleptik merupakan faktor yang lebih banyak menentukan bahan pangan atau produk pangan diterima atau tidak diterima oleh konsumen, karena sifat organoleptik bersentuhan langsung dengan selera konsumen (Mangkusubrata, 1983).

Pendukung dari data-data yang diperlukan untuk analisa keputusan adalah aspek kuantitas meliputi rendemen, water holding capacity, kadar air, kadar lemak, kadar protein, uji derajat putih, kekuatan gel dan aspek kualitas yaitu kesukaan rasa, tekstur, aroma dan rasa produk kamaboko yang dihasilkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(46)

35

Data-data tersebut diambil dari perlakuan terbaik yang berdasarkan standar mutu yang ditentukan serta penerimaan konsumen terhadap produk pada uji organoleptik. Data-data hasil analisa fisik, kimiawi dan organoleptik kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada tabel.

Berdasarkan tabel 15. analisa pada produk perlakuan terbaik pada produk kamaboko dengan perlakuan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 2%, hal tersebut merupakan hasil perbandingan nilai yang dhasilkan dari derajat putih, rendemen, kadar air , WHC, tekstur dengan uji organoleptik yaitu uji kesukaan aroma, warna, tekstur dan rasa pada produk kamaboko.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(47)

37

Tabel 15 . Analisa Kimia, Fisik Dan Organoleptik Kamaboko Ikan Manyung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(48)

38

D. Analisa Terbaik Produk Kamboko 1. Analisa Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang sangat penting, karena lemak akan menghasilkan energi tinggi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein, menjaga kekebalan dan kesehatan manusia (Muchtadi 1989). Tetapi lemak juga dapat menyebabkan kerusakan dalam bahan pangan selama proses pengolahan dan penyimpanan karena kemungkinan terjadinya oksidasi.

Hasil analisa produk terbaik kamaboko ikan manyung terhadap kadar lemak kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 16. Hasil analisan kadar lemak kamaboko ikan manyung

Analisa Jumlah (%)

kadar lemak 0,21

Dari tabel 16. Dapat diketahui bahwa hasil analisa pada produk kamaboko ikan manyung dengan produk terbaik menghasilkan kadar lemak 0,21%. Presentase kadar lemak yang kecil ini disebabkan karena pada proses pembuatan kamaboko, yaitu pada tahap pencucian, kandungan lemak daging ikan secara mudah tereduksi bersama air pencucian.

2. Analisa Protein

Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997). Kadar protein dalam bahan makanan merupakan pertimbangan tersendiri bagi konsumen.

Hasil analisa produk terbaik kamaboko ikan manyung terhadap kadar protein kamaboko ikan manyung dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 17. Hasil analisan kadar protein kamaboko ikan manyung

Analisa Jumlah (%)

kadar protein 17,91

Dari tabel 17. dapat diketahui bahwa hasil analisa pada produk kamaboko ikan manyung dengan produk terbaik menghasilkan kadar protein 17,91%. Kadar protein produk kamaboko ikan manyung tergolong tinggi dan memenuhi standat yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 15% (untuk makanan bakso ikan).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(49)

39

Produk kamaboko ikan manyung hasil protein mengalami penurunan dari ikan manyung dengan kadar protein 18,3%, setelah menjadi kamaboko ikan manyung menjadi 17,91%, hal itu disebabkan karena kadar protein dalam tepung tapioka sangat rendah, sehingga penambahan tepung tapioka berpengaruh terhadap kamaboko ikan manyung. Menurut siswanto (2000), penurunan kadar protein ini disebabkan karena rendahnya kadar protein dari tepung tapioka yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kandungan protein pada daging, sehingga dengan semakin banyak tepung tapioka yang ditambahkan menyebabkan kosentrasi protein dari campuran daging dengan tepung tapioka semakin rendah.

E. Analisa Finansial 1. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi direnc anakan tiap hari memerlukan bahan baku ikan manyung 10.000 kg per tahun, sehingga untuk tiap tahunnya memerlukan daging ikan manyung sekitar 28.000 kg. Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan kamaboko ikan manyung sebesar 31.200 bungkus (400gr/bungkus). Data kapasitas produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu usaha yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam jangka waktu tertentu tidak berubah mengikuti perubahan tingkat produksi. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan.

Biaya yang diperlukan tiap tahun dari industri kamaboko ikan manyung adalah sebagai berikut :

Total biaya produksi = biaya tetap + biaya tidak tetap

= Rp 18812.422,40 + Rp 417.583.600 = Rp 536.396.022,40

Perincian total biaya produksi tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 14.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(50)

40

3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka dapat diketahui harga pokok tiap bungkus.

Harga pokok = Total biaya produksi Kapasitas produksi per tahun = Rp 536.396.022,40

31.200

= Rp 17.192,18/bungkus = Rp. 17.000/bungkus

4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin dicapai 50% dari harga pokok, pajak 10% dari harga jual

Harga jual = harga pokok + keuntungan 50% + pajak 10%

Rp 8.596,09 + Rp 1.719,22 + Rp 17.192,18 = Rp 27.507,49 Jadi harga jual perbungkus Rp. 27.500

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event merupakan suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kagiatan. Volume penjualan diamana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian

dinamakan “ Break Event Point”. Biaya yang termasuk variabel pada umumnya

adalah bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan. Biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002).

Berdasarkan Lampiran 15 diperoleh BEP sebagai berikut :  BEP (biaya titik impas) = Rp 231.405.444,15  %BEP (% titik impas) = 26,96%

 Kapasitas titik impas = 8.412,45 bungkus/ tahun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(51)

41

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Jadi produksi kamaboko ikan manyung mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 8.412,45 bungkus/ tahun, dengan kapasitas normal sebanyak 31.200 bungkus/tahun. Hal ini berarti kamaboko ikan manyung memproleh keuntungan karena produksi diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 26,96% dari total produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 16.

6. Net Present Value (NPV)

Net present Value merupakan selisih antara nilai investasi sat sekarang dengan penerimaan kas bersih dimana yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV nya lebih besar dari nol.

Berdasarkan Lampiran 18 diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 144.320.565 dengan demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV nya positif atau lebih besar dari nol.

7. Payback Peroid (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana tetnam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa, 2002). Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek daripada period Payback maksimal, maka usul investasi tersebut dapat diterima.

Berdasarkan Lampiran 15 diperoleh nilai Payback Period (PP) selama 2,9 tahun. Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih kecil dari pada umur ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio

Gross Benefit Cost Ratio (gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Proyek akan dipilih apabila Gross B/C> 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak dipilih.

Berdasarkan Lampiran 18 diperoleh nilai gross B/C sebesar 1,0900 berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(52)

42

9. Rate of Return (ROR)

Rate of Return metode internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dem\ngan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Menurut (Pujawa, 2002) menyatakan bahwa pada tingkat suku bunga inilah nilai NPV sama dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bungan sekarang.

Berdasarkan Lampiran 17 diperoleh IRR sebesar 31,820 %. Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(53)

43 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian pembuatan Kamaboko Ikan Manyung dengan kajian penambahan tepung tapioka dan NaCl :.

1. Terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) antara perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl terhadap rendemen, kadar air, dan WHC, untuk organoleptik kamaboko ikan manyung dari segi warna, aroma, tekstur dan rasa juga berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung tapioka dan NaCl (p < 0,05), sedangkan pada uji derajat putih dan tekstur tidak terdapat interaksi yang nyata.

2. Pada perlakuan terbaik didapatkan bahwa kamaboko ikan manyung dengan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 2% menghasilkan rendemen 89,23%, kadar air 67,04 %, WHC 33,92 % dan tekstur 0,034%,kadar lemak kasar 0,21% dan kadar protein kasar sekitar 17,91.

3. Hasil analisa finansial diketahui bahwa nilai Break Even Point (BEP), dicapai pada Rp 231.405.444,15 sebesar 26,96% dan kapasitas titik impas 8.412,45 bungkus/ tahun, sedangkan Internal Rate of Return (IRR) mencapai 31,820 % ,Payback Period (PP) dicapai selama 2,9 tahun, Net Present value (NPV) sebesar Rp. 144.320.565 dan Benefit Cost Ratio sebesar 1,0900.

B. Saran

Penulis menyarankan tekstur dan warna perlu adanya pewarna dan pengenyal agar produk yang dihasilkan lebih disukai oleh konsumen dan dapat diterima dengan baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(1)

40

3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka dapat diketahui harga pokok tiap bungkus.

Harga pokok = Total biaya produksi Kapasitas produksi per tahun

= Rp 536.396.022,40 31.200

= Rp 17.192,18/bungkus = Rp. 17.000/bungkus

4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin dicapai 50% dari harga pokok, pajak 10% dari harga jual

Harga jual = harga pokok + keuntungan 50% + pajak 10%

Rp 8.596,09 + Rp 1.719,22 + Rp 17.192,18 = Rp 27.507,49 Jadi harga jual perbungkus Rp. 27.500

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event merupakan suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kagiatan. Volume penjualan diamana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian

dinamakan “ Break Event Point”. Biaya yang termasuk variabel pada umumnya

adalah bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan. Biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002).

Berdasarkan Lampiran 15 diperoleh BEP sebagai berikut :

 BEP (biaya titik impas) = Rp 231.405.444,15

 %BEP (% titik impas) = 26,96%


(2)

41

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Jadi produksi kamaboko ikan manyung mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 8.412,45 bungkus/ tahun, dengan kapasitas normal sebanyak 31.200 bungkus/tahun. Hal ini berarti kamaboko ikan manyung memproleh keuntungan karena produksi diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 26,96% dari total produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 16.

6. Net Present Value (NPV)

Net present Value merupakan selisih antara nilai investasi sat sekarang dengan penerimaan kas bersih dimana yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV nya lebih besar dari nol.

Berdasarkan Lampiran 18 diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 144.320.565 dengan demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV nya positif atau lebih besar dari nol.

7. Payback Peroid (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana tetnam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa, 2002). Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek daripada period Payback maksimal, maka usul investasi tersebut dapat diterima.

Berdasarkan Lampiran 15 diperoleh nilai Payback Period (PP) selama 2,9 tahun. Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih kecil dari pada umur ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio

Gross Benefit Cost Ratio (gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Proyek akan dipilih apabila Gross B/C> 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak dipilih.

Berdasarkan Lampiran 18 diperoleh nilai gross B/C sebesar 1,0900 berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.


(3)

42

9. Rate of Return (ROR)

Rate of Return metode internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dem\ngan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Menurut (Pujawa, 2002) menyatakan bahwa pada tingkat suku bunga inilah nilai NPV sama dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bungan sekarang.

Berdasarkan Lampiran 17 diperoleh IRR sebesar 31,820 %. Berarti proyek ini dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.


(4)

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian pembuatan Kamaboko Ikan Manyung dengan kajian penambahan tepung tapioka dan NaCl :.

1. Terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) antara perlakuan penambahan tepung tapioka dan NaCl terhadap rendemen, kadar air, dan WHC, untuk organoleptik kamaboko ikan manyung dari segi warna, aroma, tekstur dan rasa juga berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung tapioka dan NaCl (p < 0,05), sedangkan pada uji derajat putih dan tekstur tidak terdapat interaksi yang nyata.

2. Pada perlakuan terbaik didapatkan bahwa kamaboko ikan manyung dengan penambahan tepung tapioka 3% dan NaCl 2% menghasilkan rendemen 89,23%, kadar air 67,04 %, WHC 33,92 % dan tekstur 0,034%,kadar lemak kasar 0,21% dan kadar protein kasar sekitar 17,91.

3. Hasil analisa finansial diketahui bahwa nilai Break Even Point (BEP), dicapai pada Rp 231.405.444,15 sebesar 26,96% dan kapasitas titik impas 8.412,45 bungkus/ tahun, sedangkan Internal Rate of Return (IRR) mencapai 31,820 %

,Payback Period (PP) dicapai selama 2,9 tahun, Net Present value (NPV) sebesar Rp. 144.320.565 dan Benefit Cost Ratio sebesar 1,0900.

B. Saran

Penulis menyarankan tekstur dan warna perlu adanya pewarna dan pengenyal agar produk yang dihasilkan lebih disukai oleh konsumen dan dapat diterima dengan baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonymous, 2006. Kembang Tahu/ Yuba, Pekatan Protein Kedelai, Surimi dan Kamaboko, Kerupuk Udang, Terasi, Petis. Jurusan teknologi Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Apriantono. 2002. Kajian umbi-umbian. FTP, UNEJ. Jember

Desrosier,N.,W., 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah Mulyohardjo,M., UI Press. Jakarta.

Hadiwiyoto. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta. Irawan, A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Penerbit Aneka Solo. Kartika, B., 1989. Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, UGM.

Yogyakarta.

Lanier, T.C dan Chong M.Lee, 1992. Surimi Technology. Marcel Dekker Inc. New York.

Liviawaty, E dan Afrianto, E.1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kasinius. Yogyakarta.

Makfoeld. D. 1982. Diskripsi Pengolahan Hasil Pertanian: Departemen Ilmu dan Teknologi Makanan Fakultas Teknik Pertanian. UGM. Yogyakarta. Marliyati, S.A., A, Sulaiman dan F. Anwar, 1992. Pengolahan Pangan Tingkat

Rumah Tangga. PAU. Pangan dan Gizi Universitas Pertanian Bogor. Moeljono, R. 1982. Pengolahan hasil sampingan Ikan. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Muchtadi, T dan Sugyono. 1989. Ilmu pengetahuan bahan pangan. IPB PRES,

Bogor:

Mulyani, T., dan Sudaryati. 2003. Pengaruh Penambahan Garam dan Waktu Pengukusan terhadap Pembentukan Gel Ikan Tongkol/Kamaboko.

PROSIDING Seminar Nasional PAPTI. Yogyakarta, 22 - 23 Juli 2003. Prawira, A. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Alginat (Na-Alginat)Terhadap

Mutu Kamaboko Berbahan Dasar Surimi Ikan Gabus (Channa Striata).(skripsi). IPB. Bogor.

Rahayu dkk. 1992. Teknologi Ferrnentasi Produk Perikanan. Penerbit Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(6)

45

Siswanto, Imam. S., Yusuf R., 2000.Pengaruh Tingkat Penggunaan Tepung Tapioka dan Lama Simpan Daging terhadap pH, WHC, Kadar Air, Kadar Protein, Kadar Lemak dan Keempukan Bakso Daging Sapi dalam jurnal PAPTI Vol 2. No 3. ISSN: 1410 – 896.8.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1996. Prosedur Analisa Untuik Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suzuki T. 1981. Fish andKrill Protein : Processing Technology. London: Applied Science Ltd.

Vincent, G, 1991. Metode perancangan percobaan. Penerbit CV. AMRICO. Bandung.

Wibowo, S., 1998, Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wiley, A., 1991,. dalam Dwi Rahmawati Kusuma. Skripsi Pengaruh Penambahan Garam dan Waktu Pengukusan terhadap Pembentukan Gel Ikan / Kamaboko UPN Jawa Timur.

Winarno, F.G., 1993, Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.