2016 Randu Naskah HCVF HBKT

(1)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 1 I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Konsep HCVA (High Conservation Value Area) atau Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) muncul pada tahun 1999 sebagai “Prinsip ke 9” dari standart pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Majelis Pengurus Hutan (Forest Stewardship Council / FSC). Konsep KBKT yang didesain dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha-usaha peningkatan keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup dalam kegiatan produksi kayu. Hingga saat ini efektifitas upaya pengelolaan di kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi belum diketahui bersama. Oleh sebab itu diperlukan adanya monitoring guna mengetahui keberhasilan upaya – upaya tersebut. Monitoring juga diperlukan sebagai bahan masukan untuk kegiatan pengelolaan di masa yang akan datang.

2. Maksud dan Tujuan

a. Memberi informasi kondisi KBKT yang di dalamnya memuat stress / source of stress di kawasan tersebut.

b. Membangun System Monitoring pengelolaan KBKT untuk mengetahui ketepatan strategi yang telah dikembangkan sebagai pemenuhan Prinsip FSC 9.4.

c. Mengetahui kondisi viabilitas target konservasi. d. Memberikan informasi mengenai realisasi pengelolaan 3. Ruang Lingkup

Monitoring dan evaluasi KBKT dilakukan di kawasan pengelolaan hutan di wilayah KPH Randublatung dengan luas Ha yang terdiri dari :

• HAS Bekutuk (habitat Monyet Ekor Panjang, Merak dan Elang Bido): 331,3 Ha • HAS Bangklean (Habitat Jelarang Bilalang, Kijang dan Merak) : 251,1 Ha • Has Kesongo (Habitat Kuntul Putih, Elang bido) : 659,7 Ha • Has Randublatung 1 (Habitat Kijang, Merak dan Biawak) : 199,5 Ha • Has Randublatung II (Habitat Katak Pohon Jawa dan Biawak) : 551,5 Ha • Kawasan Curam (Habitat Merak, Elang bido dan Kijang) : 159 Ha

• Situs Ekologi dan Budaya : 110,1 Ha

• KPS Sempadan Sungai : 1,034,0 Ha


(2)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 2 Monitoring dilakukan melalui pengamatan langsung (Survey Biodiversity) dan pengamatan tidak langsung (Laporan Tahunan Lingkungan, PHBM, Hugra dan Keamanan) pada unit contoh pengamatan, pelaporan dan penyajian data. Evaluasi dilakukan dengan menganalisa data dan informasi monitoring.

4. Daftar Istilah

Appendix I adalah jenis dan jumlah dialam sudah sangat sedikit dan dikawatirkan akan punah (perdagangannya tidak boleh sama sekali).

Appendix II adalah jenis yang pada saat ini tidak termasuk terancam punah, tetapi memiliki kemungkinan untuk terancam punah, jika perdagangannya tidak diatur.

Appendix III adalah Jenis ini tidak berbeda jauh dengan Appendix II, bedanya jenis ini diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu.

Budaya adalah istilah yang mengacu kepada suatu hasil bersama dari kelompok manusia atau komunitas lokal, termasuk nilai-nilai, ide-ide, kepercayaan, perilaku, acara atau ritual, bahasa, pengetahuan dan obyek material.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya , baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makluk hidup lainnya.

Banjarharian adalah sistem pembutan tanaman hutan yang dikerjakan dengan upah harian atau borongan. Tanpa penanaman tanaman pertanian pada lahan yang sama

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) adalah wilayah kerja administrasi perum perhutani. BKPH tingkatanya 1 level lebih tinggi dari RPH • Bagian Hutan (BH) adalah daerah hutan dalam satuan kelola yang diperuntukan

untuk pengusahaan hutan sesuai dengan tujuan perusahaan.

CITES : Convention on International Trades of Endangered Species ; konvensiuntuk perdagangan internasional spesies langka.

Condition adalah ukuran terintegrasi mengenai komposisi, struktur, dan interaksi biotik yang mencirikan keberadaan target.


(3)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 3Debit aliran adalah banyaknya volume air yang melewati suatu penampang

aliran per satuan waktu (m3/detik).

Derajat Keberadaan/Co occurance Index (PCS=percentage of co-occurring species/PCS) merupakan ukuran rata-rata kekayaan spesies pada suatu lokasi yang memiliki spesies tertentu.

Derajat Kelangkaan adalah ukuran sebaran spesies pada suatu lokasi yang memiliki spesies interes (ditemukan atau tidak ditemukannya spesies pada lokasi). • Derajat Sensitifitas (Disturbance Sensitivity Index / DSI) adalah ukuran

kepekaan spesies terhadap gangguan manusia.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah atau cekungan air yang dibatasi punggung bukit yang berfungsi menerima dan menampung air hujan melalui sungui utama menuju pantai/laut.

Erosi tanah adalah peristiwa terpindahkannya sebagian massa tanah oleh suatu faktor penyebab erosi dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Erosi percikan adalah lepasnya partikel-partikel tanah akibat tetesan air hujan yang memukul permukaan tanah.

Erosi permukaan tanah adalah terbawanya butir-butir tanah yang terdapat dipermukaan tanah akibat aliran air pada permukaan tanah.

Erosi alur adalah kelanjutan dari erosi aliran permukaan yang terkonsentrasi pada suatu tempat sehingga membentuk alur-alur.

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara organisme (makhluk hidup) atau unsur biotik dengan lingkungannya atau unsur abiotik.

Endemik Bird Area (EBA) adalah kawasan yang secara geografis merupakan tempat tinggal bagi sedikitnya dua species burung endemic dimana wilayah jelajahnya terbatas pada kawasan relatif kecil.(menurut BirdLife International). • Forest Stewardship Council (FSC) adalah lembaga yang bertugas melakukan

proses penilaian sertifikasi sesuai standart yang berlaku kepada unit manajemen untuk memperoleh sertifikasi ekolabel.

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.


(4)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 4Habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik

maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra,1990).

Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HBKT) adalah suatu areal hutan yang memiliki satu atau lebih NKT (Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia,2008). • Hutan Alam Sekunder (HAS) adalah lapangan-lapangan berupa hutan alam

atau hutan alam sekunder hasil restorasi/akan direstorasi.

Hutan Lindung Terbatas (HLT) adalah kawasan hutan yang diperuntukan untuk perlindungan terbatas.

IUCN : International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. • Indek Erosi (IE) adalah rasio antara laju erisi aktual terhadap laju erosi yang

terjadi/diperbolehkan.

Important Bird Area (IBA) adalah kawasan dimana terdapat species kunci burung yang keberadaanya rentan terhadap kepunahan global atau dimana populasinya tidak dapat tergantikan.

Jasa Lingkungan adalah jasa-jasa biofisik yang dihasilkan oleh suatu ekosistem secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia.

Keanekaragaman hayati atau biological diversity (biodiversity) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan keanekaragaman sumberdaya alam hayati, yang mencakup jenis-jenis flora dan fauna dalam suatu ekosistem.

KRS (Kofisien Rejim Sungai) merupakan perbandingan antara nilai debit aliran terbesar dan nilai debit aliran terkecil.

Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) merupakan kawasan perlindungan terutama untuk perlindungan tata air terdiri dari Sempadan Sungai, Mata Air dan Sempadan Jurang.

Kawasan Perlindungan Khusus (KPKh) merupakan kawasan perlindungan untuk tujuan perlindungan khusus. KPKh meliputi : Situs Budaya, Kuburan, Pohon Plus, Hutan Koleksi, Kawasan Pelindungan Plasma Nuftah (KPPN) serta Hutan Alam Sekunder (HAS).

Keanekaragaman jenis (species diversity) adalah jumlah seluruh jenis satwaliar yang dapat ditemukan pada suatu kondisi habitat tertentu.


(5)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 5Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) adalah suatu areal yang memiliki

satu atau lebih NKT .

Kebutuhan Dasar (Pokok) adalah jenis barang atau jasa yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat pokok, termasuk pangan, air, sandang, bahan untuk rumah dan peralatan, kayu bakar, obat-obatan, pendidikan dan pakan hewan.

Komunitas Lokal adalah istilah yang mengacu kepada sekumpulan orang yang hidup di dalam atau di sekitar kawasan hutan atau ekosistem alam lain yang memiliki jaringan komunikasi, memiliki kepentingan bersama dengan hutan atau ekosistem alam lain dan memiliki simbol lokal tertentu berkaitan dengan kawasan tersebut.

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah (KPPN) adalah areal-areal yang berfungsi untuk perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity) flora dan fauna.

Kelas Umur (KU) adalah kawasan yang ditumbuhi dengan hutan jati produktif yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) adalah salah satu unit usaha pada Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dengan daya dukung potensi Sumber daya hutan, kinerja pengusahaan, dinamika lingkungan dan faktor-faktor lain.

Landscape Context adalah ukuran terintegrasi dua faktor yaitu regim dan proses-proses lingkungan yang dominan terhadap perkembangan dan pemeliharaan keberadaan target; dan koneksitas.

Lapangan dengan Tujuan Istimewa (LDTI ), kedalam golongan ini adalah alur, jalan rel, dan jalan mobil, pekarangan,, tempat penimbunan kayu, kuburan dst.

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara


(6)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 6 langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makluk hidup lainya.

Masyarakat Desa Hutan (MDH) adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya.

Natural Forest adalah kawasan hutan dengan kodisi ekosistem belum mengalami gangguan.

Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggi pada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai-nilai ekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya.

NKT 1 adalah kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting.

NKT 1.1 adalah kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan / atau konservasi.

NKT 1.2 adalah spesies hampir punah.

NKT 1.3 adalah kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup. • NKT 1.4 adalah kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan

spesies yang digunakan secara temporer.

NKT 2 adalah kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami.

NKT 2.1 adalah kawasan bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika ekologi.

NKT 2.2 adalah kawasan alam yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus (bersesinambungan).

NKT 2.3 adalah kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan spesies alami.

NKT 3 adalah kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah. • NKT 4 adalah kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami.

NKT 4.1 adalah kawasan atau ekosistem yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir.


(7)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 7NKT 4.3 adalah kawasan yang berfungsi sebagai sekat bakar alam untuk

mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan.

NKT 5 adalah kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal.

NKT 6 adalah kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional komunitas lokal.

Pemantauan biodiversity adalah kegiatan pengumpulan dan analisis hasil pengamatan atau pengukuran yang dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi perubahan kondisi dan kemajuan pencapaian tujuan pengelolaan.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan atau perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan(stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proposional.

Participatory Conservasion Planning (PCP) adalah Perencanaan Konservasi Parsitisipatif terhadap situs dalam bentuk konsultasi Publik. Kegitannya berupa Identifikasi, inventarisasi dan penyusunan strategi serta rencana pengelolaan secara partisipasi dengan melibatkan masyarakat pengguna dan yang bermukim disekitar situs.

Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan (PLDT) adalah suatu bentuk kegiatan mengolah lahan untuk lahan pertanian dan atau pemanfaatan lahan untuk kegiatan usaha yang mendapatkan hasil, kegiatan tersebuat dilakukan sekelompok masyarakat pada sutau wilayah kawasan hutan.

Pesanggem adalah orang perorangan yang memenuhi kriteria tertentu yang telah menandatangani perjanjian kontrak kerja tanaman.

Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) adalah suatu proses pengelolaan Htan yang menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang.

Preemtif adalah suatu kegiatan pengamanan hutan dengan cara penyuluhan kepada masyrakat untuk tidak melakukan tindak pidana hutan.


(8)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 8Preventif adalah suatu kegiatan pengamanan hutan dengan cara patroli secara

rutin untuk mencegah secara dini sebelum pohon roboh.

RTE adalah spesies yang masuk ke dalam kategori jarang, terancam dan hampir punah menurut IUCN.

Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) adalah rencana jangka panjang pengelolaan hutan agar kelestarian hutan dapat dipertahankan, merupakan sub sistem perencanaan sumberdaya hutan. Jangka berlaku 10 tahun untuk daur panjang, dan 5 tahun untuk daur pendek.

Rencana Teknik Tahunan (RTT) adalah Rencana Tehnik Tahunan yang meliputi rencana kegiatan persemaian, tanamam, pemeliharaan dan tebangan. • Resort Pemangkuan Hutan (RPH) adalah wilayah kerja administrasi perum

perhutani di bawah BKPH.

Reboisasi adalah kegiatan penanaman tanaman jati atau rimba pada kawasan produksi di lokasi bekas tebangan.

Rehabilitasi adalah upaya memperbaiki dan memulihkan kondisi hutan dan lahan melalui penanaman tanaman jati atau rimba di lokasi tanah kosong.

Represif adalah suatu kegiatan pengamanan hutan dengan cara penangkapan atau penggeledahan.

Semi Natural Forest adalah kawasan hutan dengan kondisi ekosistem sudah mengalami gangguan dan perlu kegiatan restorasi untuk pemulihan habitat

Sedimentasi adalah proses pengendapan material–material sedimen yang terbawa oleh muatan air.

Satwaliar adalah binatang yang hidup dalam ekosistem alam.

Species indikator adalah jenis satwa yang peka terhadap perubahan yang terjadii disekitarnya sehingga menyebabkan perubahan baik perilaku maupun pergerakannya.

Spesies interes adalah spesies yang memiliki peranan ekosistem tertinggi, sehingga dengan melindungi spesise interest diharapkan spesies lain otomatis akan ikut terlindungi, ditentukan berdasarkan pertimbangan Derajat Keberadaan, Derajat Kelangkaan dan Derajat Sensitifitas.

Site Consevation Planning (SCP) adalah suatu metode untuk membangun strategi dalam pengelolaan kawasan konservasi dalam hal ini NKT dengan


(9)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 9 menggunakan komponen 5-S yaitu System, Stress, Source of Stress, Strategy dan Success.

System Viability (kelangsungan hidup sistem) adalah kelangsungan hidup system atau target konservasi dilihat dari hasil penilaian terhadap Size, Condition, dan Landscape Context dari masing-masing system.

Sizeadalah ukuran luasan atau kelimpahan keberadaan target konservasi.

Studi Dampak Sosial (SDS) adalah suatu pengaruh terhadap masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial, ekonomi dan lingkungan dari pengelolaaan hutan.

Standart Operasional Prosedur (SOP) adalah acuan stadar dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.

Stasiun Pemantauan Lingkungan (SPL) adalah lokasi yang ditetapkan untuk pemantauan lingkungan.

Tumpangsari adalah sistem pembuatan tanaman hutan yang dikerjakan bersama-sama dengan tanaman pertanian.

Total Dissolve Solid (TDS) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik, misal garam, dll) yang terdapat pada suatu larutan.

Total Suspension Solid (TSS) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat menyebabkan kekeruhan air.

Unit contoh adalah unit bagian dari populasi dimana pengamatan, pengukuran dan atau pencacahan dilakukan secara aktual terhadap ciri-ciri atau karakteristik obyek.

4. DASAR PELAKSANAAN

1. Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Undang-undang no.41 tahun 1999 tentang Kehutanan

3. Undang-undang no.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

4. SNI 3-1724-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan Sungai


(10)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 10 6. SNI 03-2820-1992 tentang MetodePengukuran debit Sungai dan Saluran Terbuka

dengan Pelampung Permukaan

7. SNI 13-060-10 tentang Air dari Sumber Alam

8. Peraturan Pemerintah No.150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untun Produksi Biomassa

9. Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air 10. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air

11. Peraturan Pemerintah No.35 tahun 1991 tentang Sungai

12. Keputusan Menteri Kehutanan No.52/Kpts-II/2001 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu

13. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.37 tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan

14. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

15. Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2011 tentang Sungai

16. Peraturan Menteri Kehutanan No.11/MenHut/II/2009 tentang Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.

17. Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan No.P.9/VI-BPHA/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan. 18. F. Backer, 2001. Prinsip-prinsip Silvikultur, Gadjah Mada Press.

19. Tony Written, 1999. Ekologi Jawa dan Bali Jilid II, Canadian Int.Dev. Agency 20. Forest Stewardship Council (FSC) Prinsip 9. Pemeliharaan HCVF

21. Toolkit For Identifying and Managing HCVF (Jennings, Nussbaum, Synnott, 2002) yang dikenal sebagai Proforest Toolkit.

22. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia oleh Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Tropenbos Indonesia, 2008.


(11)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 11 II.KEADAAN UMUM

1. Identitas Perusahaan

2. Kondisi Umum KPH

Luas wilayah KPH Randublatung 32.438,72 ha terletak di antara 04°25' BT sampai dengan 04° 40' BT dan Lintang Selatan 07°05' sampai dengan 07° 20' LS. Secara administratif pemerintahan, wilayah KPH Randublatung berada pada wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari: 31.736,0 ha (97,83%) berada di wilayah Kabupaten Blora dan seluas 702,70 ha ( 2,17%) berada di wilayah Kabupaten Grobogan.

Batas wilayah secara administratif meliputi: • Sebelah Utara : KPH Blora • Sebelah Timur : KPH Cepu • Sebelah Selatan : KPH Ngawi • Sebelah Barat : KPH Gundih

Nama Perusahaan : Perum Perhutani KPH Randublatung Jenis Badan Hukum : BUMN

Alamat Perusahaan : Jl. Cepu Blok III/28 Randublatung No. Telpon dan Fax : 0296-810012/ 0296-810024 Alamat e-mail : kphrandublatung@yahoo.co.id Bidang usaha : Kehutanan

Penanggung Jawab Nama

Jabatan

: : :

Administratur/ KKPH Randublatung Ir. Herdian Suhartono

Administratur KPH Randublatung


(12)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 12

Gambar1. Peta lokasi KPH Randublatung

KPH Randublatung merupakan Kelas Perusahaan Jati dengan wilayah hutan terdiri dari 6 Bagian Hutan (BH), yaitu : BH Doplang, BH Bekutuk, BH Ngliron, BH Randublatung, BH Bangklean dan BH Banyuurip. Secara administratif KPH Randublatung dibagi menjadi 12 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan 44 Resort Pemangkuan Hutan. Masing-masing BKPH dan RPH di wilayah KPH Randublatung adalah : BKPH Trembes (RPH Balong, Nglencong, Botoreco, Padas), BKPH Temuireng (RPH Alas malang, Dawung, Kaligawan dan Trembes), BKPH Tanggel (RPH Bogorejo, Delok, dan Kalipang ), BKPH Temanjang(RPH Gumeng, Banyuurip, Jambean dan Temetes), BKPH Ngliron (RPH Banyuasin, Kedungringin, Ngliron dan Ngodo), BKPH Kedung Jambu (RPH Gedang becici, Jatikusumo, Kedung jambu, dan Soko) BKPH Kemadoh (RPH jegong, Karang, Klanding dan Singget) BKPH Pucung (Bangklean, Kemadoh dan Pucung) BKPH Banyuurip (RPH Banyuurip, Gadung, Ngampel dan Serut) BKPH Selogender ( RPH Kepoh, Selogender dan Kuwojo) BKPH Boto (RPH Beran, Boto, Sugih dan Sumengko) dan BKPH Beran ( RPH Bodeh, Kedungsambi dan Menden).

KPH Randublatung.merupakan salah satu Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Wilayah Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dengan luas wilayah 32.438,7 ha, terdiri dari kawasan untuk produksi seluas 28.082,8 Ha (86,57%), kawasan perlindungan seluas 3.318,3 Ha (10,23 %) serta kawasan penggunaan lain seluas 1.037,6 Ha (3,20%). Kawasan untuk perlindungan terdiri dari Kawasan

PETA LOKASI

KPH RANDUBLATUNG


(13)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 13 Perlindungan Setempat (KPS) seluas 1.250,2 Ha (3,24%) yang terdiri dari Sempadan Sungai (1.034 Ha), Sempadan Mata Air (57,2 Ha) dan Sempadan Jurang (139 Ha), Kawasan Perlindungan Khusus (KPKh) seluas 3,8 Ha (6,80%). Selain itu juga terdapat Cagar Alam Jati seluas 25,4 Ha yang pengelolaannya berada dibawah BKSDA wilayah Pati (Sumber : hasil audit SDH akhir tahun 2007).

Kegiatan pengelolaan hutan didasarkan pada aspek kelestarian produksi, kelestarian sosial, dan kelestarian lingkungan guna pencapaian pembangunan berkelanjutan/ lestari (sustainable development). Pengelolaan hutan berbasis kelestarian tersebut merupakan komitmen perusahaan dalam mengimplementasikan Standar FSC (Forest Stewardship Council) dan PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari), sebagai wujud ketataatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terbukti pada tanggal 30 Maret 2012 Perum Perhutani Randublatung telah mendapatkan “Sertifikat SGS-FM/COC-009321 yang berlaku sampai dengan 29 Maret 2017 dan Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu dari PT. Equality Indonesia dengan Nomor Sertifikat : 052-17/EQC-VLK/V/2013 yang berlaku sampai dengan tanggal 23 Mei 2016.

Secara umum, kegiatan pengelolaan hutan untuk produksi kayu/ non kayu/ jasa maupun produk turunan lainnya akan berpengaruh terhadap kondisi ekosistem dan lingkungan, begitu juga dengan pengelolaan hutan oleh KPH Randublatung. Kegiatan pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan oleh KPH Randublatung secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap komponen lingkungan, baik pengaruh positif maupun negatif.


(14)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 14 III. METODE MONITORING

Metode Monitoring KBKT KPH Randublatung berdasarkan pada pendekatan 5-S. Pendekatan 5-S difokuskan pada komponen-komponen di bawah ini dengan ilustrasi bentuk hubungan antar komponen disajikan dalam Gambar 1. Komponen-komponen 5-S site conservation planning tersebut adalah : (1) System, (2) Stress, (3) Source of Stress (Stressor), (4) Strategy, dan (5) Success

Bentuk Hubungan antar Komponen Kerangkakerja 5 – S

Site Conservation Planning

SYSTEM : adalah merupakan spesies, komunitas, dan ekosistem, serta proses-proses alam yang memelihara dan melestarikan mereka, yang merupakan perwujudan dari keseluruhan keanekaragaman hayati tapak setempat. System ini

dikenal sebagai “Target Konservasi”, dan menjadikannya sebagai fokus dalam membuat rencana konservasi.

Pada saat system teridentifikasi, viabilitas setiap system dinilai dengam menggunakan tiga kriteria yaitu : size, condition, dan lanscape context. Size merupakan area atau kelimpahan target, condition merupakan integrasi komposisi, struktur, dan interaksi biotik target, sedangkan landscape context merupakan integrasi ukuran dominant


(15)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 15 environment regimes dan ketersediaan habitat dan sumber daya alam lain untuk kelangsungan hidup target.

STRESS : Kerusakan atau degradasi pada system yang menyebabkan berkurangnya kemampuan system untuk bertahan dan berkembang. Kerusakan bisa terjadi langsung pada target atau proses ekologi penting bagi target untuk melangsungkan kehidupannya.

SOURCE OF STRESS (STRESSOR): Suatu kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada kondisi sistem yang bisa berupa ketidaksesuaian penggunaan lahan, air dan sumber daya alam lainnya, atau suatu kegiatan yang menyebabkan terjadinya tekanan. Source of stress ini bisa berupa aktivitas yang sedang berjalan atau active dan juga bisa berupa aktivitas yang sudah berlalu atau histories tetapi masih menimbulkan dampak pada target.

Stressor yang sudah teridentifikasi kemudian dilakukan scoring tingkat kontribusi dan irreversibility stress yang diakibatkan oleh stressor.

STRATEGY : Langkah-langkah atau upaya pendekatan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi sistem akibat tekanan, dan mengendalikan sumber tekanan atau ancaman kritis yang mana sedapat mungkin menyenangkan/menguntungkan para pihak.

Langkah-langkah strategy yang dibangun didasarkan pada ancaman pada target konservasi yang merupakan kombinasi dari stress dan source of stress pada target. Tujuan dari strategy ini adalah untuk restorasi stress dan eliminasisource of stress.

SUCCESS : Menetapkan ukuran keberhasilan bagi setiap langkah perbaikan kondisi sistem akibat tekanan dan ukuran keberhasilan bagi setiap langkah pengurangan atau pengendalian sumber tekanan.

Upaya restorasi stress dan eliminasi source of stress ditujukan untuk memperbaiki kesehatan biodiversity, mengetahui threat status and abatement, dan selanjutnya untuk mengetahui kapasitas institusi konservasi.


(16)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 16 Monitoring keberhasilan pengelolaan target konservasi dibedakan menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah monitoring keberhasilan perbaikan target konservasi secara ekologis. Kedua adalah monitoring kemampuan institusi dalam melaksanakan kegiatan konservasi.

1. Program-program Monitoring Keberhasilan Pengelolaan Target Konservasi Secara Ekologis

Tabel-tabel berikut adalah merupakan program monitoring pengelolaan target-target konservasi ditinjau dari segi ekologis. Metodologi monitoring yang tercantum dalam table-tabel tersebut secara lengkap disajikan dalam lampiran laporan ini.

Secara umum desain sampling lapangan untuk aspek ekologi dibagi kedalam dua kategori yaitu : 1) point sampling pada seri poin sepanjang garis transek, 2) plots sampling dalam seri poin sepanjang transek.

Seluruh sampling yang dibuat di desain permanen, diketahui koordinat starting point dan ending point transek. Ukuran sample, jumlah, dan penempatan sample didesain mengikuti kaedah statistik dengan tujuan untuk mendapatkan data sample yang merupakan representasi dari kondisi ekologis yang di sampling.

Konsistensi pelaksanaan pengukuran, replikasi, dan pengulangan pengukuran diharapkan akan didapatkan data dalam bentuk seri data sehingga dapat diketahui dinamika ekologi target konservasi. Dari data dinamika ini akan diketahui apakah strategi pengelolaan target konservasi dapat mempertahan nilai-nilai konservasi tinggi atau meningkatkan nilai-nilai tersebut. Data ini sangat penting untuk memberi feedback startegi pengelolaan target konservasi yang diterapkan, apakah sudah tepat ataukah masih diperlukan perbaikan agar strategi pengelolaan target konservasi menjadi lebih efektif.


(17)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 17 Tabel 1. Program Monitoring Pengelolaan Hutan Alam Sekunder (HAS)

Kerapatan tegakan

plot permanen

(garis berpetak) 1x/tahun Juli-Agustus

Penutupan tajuk plot permanen

(garis berpetak) 1x/tahun Juli-Agustus Penutupan

tumbuhan bawah

plot permanen

(garis berpetak) 1x/tahun Juli-Agustus Kelimpahan jenis

tumbuhan bawah

plot permanen

(garis berpetak) 1x/tahun Juli-Agustus kelimpahan dan

keanekaragaman jenis burung

kombinasi transek garis dan variable circular plot (VCP)

1x/tahun Juli-Agustus

Perjumpaan satwa

liar line transek 1x/tahun Juli-Agustus Penutupan lahan

terbuka line transek 1x/tahun Juli-Agustus kehilangan tanah Pengukuran erosi Bulanan musim hujan

Metode sampling

Frekuensi

sampling Waktu sampling

HAS HAS

Target Konservasi

Strata

Kawasan Indikator

Tabel 2. Program Monitoring Pengelolaan Mata Air Target

Konservasi Indikator

Metode Sampling Frekuensi Sampling Waktu Sampling Mata Air

Debit Ukur debit Setiap Bln Januari - Desember Penutupan

Lahan Line Transek 1x/ Tahun Juli - Agustus Kerapatan

Tegakan Line Transek 1x/ Tahun Juli - Agustus

Tabel 3. Program Monitoring Pengelolaan Species Interest dan endemik (Elang Bido, Merak, Kuntul Kerbau, Jelarang Bilalang, Biawak dan Katak Pohon Jawa)

kerapatan tegakan

transek garis

berpetak 1x/th Juli-agustus

penutupan tumbuhan bawah

transek garis

berpetak 1x/th Juli-agustus

Kelimpahan jenis

tumbuhan buah

transek garis

berpetak 1x/th Juli-agustus

Jumlah

individu line transek+ pvc 1x/th Juli-agustus

Kelimpahan

jenis line transek+ pvc 1x/th Juli-agustus

Jenis Pakan line transek+ pvc 1x/th Juli-agustus

Target

Konservasi Indikator Metode sampling

Frekuensi

sampling Waktu sampling

Spesies interest dan spesies

endemik ( macan tutul, rusa,

kepodang dan lutung)


(18)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 18 2. Program-program Monitoring Keberhasilan Pengelolaan Target

Konservasi Secara Institusi

Tingkat keberhasilan pengelolaan target konservasi secara ekologis mencerminkan bagaimana kapasitas institusi pengelola target konservasi tersebut. Sebagai institusi pengelola target konservasi disini adalah Perum Perhutani

3. Metode Survey / Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora Vegetasi Hutan Tanaman

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan unit contoh berbentuk lingkaran berdiameter 17,8 m. Unit contoh diletakkan secara sistematik dengan jarak antar unit contoh 100 m.

Vegetasi Hutan Alam

Pengamatan vegetasi dilakukan pada suatu petak yang dibagi-bagi ke dalam petak-petak berukuran 20x20 m2, 10x10 m2, 5x5 m2 dan 2x2 m2. Petak berukuran 20x20 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat

pertumbuhan pohon (diameter ≥20 cm), petak berukuran 10x10 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat pertumbuhan tiang (diameter 10 – <20 cm), petak berukuran 5x5 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat pertumbuhan pancang (anakan pohon dengan tinggi >1,5 dan diameter <10 cm), dan petak berukuran 2x2 m2 untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai (anakan pohon dengan tinggi <1,5 m; diameter <3 cm). Bentuk unit contoh pengamatan tumbuhan disajikan pada Gambar.

100 m

r =17.8 m r

r r

20 m


(19)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 19

Gambar3 . Bentuk unit contoh pengamatan vegetasi; A petak 2x2 m2, B

petak 5x5 m2, C petak 10x10 m2 dan D petak 20x20 m2 Tumbuhan Bawah

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan unit contoh yang didasarkan atas pendekatan metode garis berpetak. Setiap unit contoh memiliki dimensi panjang 100 m dan lebar 1,0 m. Setiap unit contoh akan dibagi-bagi dalam petak ber-ukuran 1x1 m2, yang diletakkan pada setiap jarak 10 m dari titik pusat petak. Bentuk unit contoh untuk pengumpulan data tumbuhan bawah disajikan pada Gambar berikut.

Gambar4. Bentuk unit contoh pengamatan tumbuhan bawah

2. Pengumpulan Data Keanekaragaman Fauna Pengamatan Mamalia

Pengamatan dilakukan pada unit contoh berbentuk garis, yakni metode transek garis (line transect) sepanjang 500 m untuk setiap unit contoh. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan mamalia meliputi jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis ditemukan berdasarkan tipe penutupan lahan. Pengumpulan data mamalia dilakukan melalui perjumpaan langsung (direct count) maupun tidak langsung, yakni melalui pencatatan tanda-tanda, jejak, feses dan sebagainya. Data yang dikumpulkan meliputi jenis dan jumlah individu setiap jenis yang dijumpai, jarak antar satwa liar dengan posisi

Arah lintasan pengamatan A

C

D

B

A B

C

D

500 m 20 m

10 m 10 m

Garis Tengah lintasan pengamatan

100 m

10 m 10 m

1 m


(20)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 20 pengamat dan sudut antar posisi ditemukannya satwa liar dengan lintasan pengamatan yang dibuat. Pembuatan transek pengamatan mamalia besar seperti disajikan pada Gambar 5. Pengamatan mamalia dilakukan tiga kali, yakni pada periode waktu pagi hari (sekitar pukul 05:30–09:00), sore hari (sekitar pukul 15:30–18:00), dan malam (sekitar pukul 19:00 – 23:00).

Gambar5. Desain transek garis pengamatan mamalia besar; d=jarak tegak lurus antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan (d=r.Sinθ), r=jarak antar satwaliar dengan pengamat, =sudut antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan, O=posisi pengamat, dan S=posisi satwa

Pengamatan Burung

Pengamatan burung dilakukan dengan menggunakan unit contoh kombinasi transek garis dengan variable circular plot (VCP). Jarak antar titik pusat plot yang satu dengan lainnya adalah 100 m, sedangkan panjang setiap transek adalah 500 m. Bentuk unit contoh pengamatan burung seperti disajikan pada Gambar 6. Data yang diambil dari proses pengamatan burung adalah jenis, jumlah, perilaku, dan jenis perjumpaan.

Gambar6. Desain inventarisasi burung dengan metode VCP

r

100 m

500 m S

O

S

S

d r



500m


(21)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 21 Pengamatan Amphibia & Reptilia

Pengumpulan data amphibia dan reptilia dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan secara visual (visual encounter survey= VES) pada transek pengamatan sepanjang 500 m dan lebar 20 m, baik di habitat terestrial maupun riparian. Pengumpulan data dilakukan pada malam hari (19:00 hingga 23:00). Data yang dicatat meliputi: jenis yang ditemukan, jumlah individu setiap jenis yang ditemukan .

4. Metode Pengolahan Data

1. Komposisi dan Struktur Vegetasi

Komposisi jenis diperhitungkan berdasarkan nilai-nilai parameter kuantitatif tumbuhan yang mencerminkan tingkat penyebaran, dominansi dan kelimpahannya dalam suatu komunitas hutan. Nilai-nilai ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai mutlak maupun nilai relatif. Berdasarkan pengambilan contoh dengan menggunakan metode jalur berpetak maka nilai-nilai tersebut dirumuskan sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1983):

Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis Total luas unit contoh

Kerapatan Relatif (KR) =

Kerapatan suatu jenis

x 100% Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah total unit contoh

Frekuensi Relatif (FR) =

Frekuensi suatu jenis

x 100% Total frekuensi seluruh jenis

Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis Total luas unit contoh

Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Total dominansi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP)

= KR+DR+FR 2. Keanekaragaman Spesies


(22)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 22 Indeks keanekaragaman (diversity index) merupakan ukuran matematis bagi keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman memberikan informasi yang lebih baik tentang komposisi komunitas dibandingkan dengan kekayaan spesies yang dihitung secara sederhana (seperti jumlah spesies yang ada) serta telah memperhitungkan kelimpahan relatif dari spesies-spesies yang berbeda. Indeks keanekaragaman memadukan kekayaan dan kemerataan spesies ke dalam satu nilai.

Keanekaragaman spesies berdasarkan tipe penutupan lahan dianalisis dengan menggunakan indeks keanekaragaman alpha yang mencakup: (a) indeks keanekaragaman Shannon, (b) indeks keanekaragaman Simpson, dan (c) indeks kemerataan Simpson (Krebs 1989). Indeks keanekaragaman Shannon dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

'

H =

s

i i i

p

p

1

)

ln(

.

i p =

 s i i i i

n

n

N

n

1 keterangan:

'

H = indeks keanekaragaman Shannon

N = total jumlah individu semua jenis yang ditemukan

i

n = jumlah individu spesies ke-i

s = jumlah spesies ditemukan Kriteria Indeks : H’<1, keanekaragaman rendah

H’= 1 - 3, keanekaragaman sedang

H’ >3, keanekaragaman tinggi

Apabila dilihat dari struktur pertumbuhan yang normal pada hutan alam, indeks keanekaragaman jenis tingkat semai > tingkat pancang > tingkat tiang > tingkat pohon > tingkat tumbuhan bawah, sehingga regenerasi jenis tumbuhan dapat berjalan dengan baik. Bila pertumbuhannya tidak mengikuti pola tersebut atau terjadi gangguan pada salah satu tingkat, maka


(23)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 23 hutan tersebut bisa dikatakan sedang mengalami suksesi (Resosoedarmo, et all,1992).

Harapan H’ dapat digunakan sebagai alternatif bagi H’. Harapan H’ ekuivalen

dengan kesamaan jumlah spesies umum yang diperlukan untuk

menghasilkan nilai H’ tertentu dari suatu contoh. Menurut Whittaker (1972),

ragam H’ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

) ' (H

Var =

2 2 2

.

2

1

)]

ln(

.

[

)]

.[ln(

N

s

N

p

p

p

p

i i i i

Untuk menguji perbedaan nilai H’ antar unit contoh, dapat digunakan

metode Hutcheson (1970) untuk uji signifikansi dengan uji t. Persamaan statistik uji tersebut adalah:

th =

) .( ) .( ' 2 ' 1 ' 2 ' 1 H Va r H Va r H H  

df =

2 ' 2 1 ' 1 2 ' 2 ' 1

)

.(

)

.(

)]

.(

)

.(

[

N

H

Va r

N

H

Va r

H

Va r

H

Va r

Keterangan: ) ( ' 1 H

Var = ragam indeks keanekaragaman Shannon pada sampel pertama

) ( '

2

H

Var = ragam indeks keanekaragaman Shannon pada sampel kedua

' 1

H = indeks keanekaragaman Shannon pada sampel pertama

' 2

H = indeks keanekaragaman Shannon pada sampel kedua N1 = total jumlah individu pada sampel pertama

N2 = total jumlah individu pada sampel kedua df = derajat bebas


(24)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 24 Simpson (1949) memberikan peluang bagi dua individu yang ditarik secara acak dari komunitas besar yang tidak terbatas berdasarkan perbedaan spesies sebagai berikut:

DS =  pi2

Keterangan:

S

D = indeks Simpson

pi = proporsi individu spesies ke-i, = ni/N

Indeks kemerataan spesies kemungkinan merupakan indeks yang paling banyak digunakan oleh ahli-ahli ekologi. Indeks kemerataan spesies berdasarkan Simpson dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

D

E =

x

s

p

D

D

s

i i

1

1

1 2

max

 keterangan:

ED = indeks kemerataan spesies (ekuitabilitas=evenness) D = indeks Simpson

Dmax = S atau total jumlah spesies ditemukan pi = proporsi jumlah individu spesies ke-i, = ni/N ni = jumlah individu spesies ke-i

N = total jumlah individu seluruh spesies 3. Kesamaan Komunitas

Kesamaan komunitas merupakan salah satu indeks keanekaragaman beta. Kesamaan komunitas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Jaccard Index maupun Sörensen (Krebs 1989). Indeks kesamaan Jaccard ataupun Sörensen memiliki nilai maksimum 1, yang menunjukkan adanya tingkat kesamaan yang tinggi atau spesies yang terdapat pada kedua lokasi identik. Jika indeks tersebut memiliki nilai 0 berarti bahwa kedua lokasi


(25)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 25 sama sekali tidak memiliki kesamaan dan tidak ada satupun spesies yang terdapat pada kedua lokasi yang diperbandingkan.

Salah satu keuntungan ukuran ini adalah penghitungannya mudah. Kelemahannya adalah tidak mempertimbangkan kelimpahan spesies karena semua spesies yang ditemukan dianggap memiliki kelimpahan yang sama. Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka digunakan ukuran kesamaan yang didasarkan atas data kuantitatif seperti yang diusulkan oleh Bray dan Curtis (1957). Persamaan indeks kesamaan komunitas berdasarkan Jaccard adalah sebagai berikut:

J

C =

j b a

j

  keterangan:

CJ = indeks koefisien Jaccard

j = jumlah spesies yang ditemukan di kedua komunitas

a dan b = jumlah spesies yang ditemukan di komunitas A dan komunitas B

Indeks kesamaan komunitas Sörensen yang telah dimodifikasi oleh Bray-Curtis adalah:

S

C =

b a

j 

2

Keterangan :

CS = indeks Sörensen atau koefisien Czekanowski

j = jumlah spesies yang ditemukan di kedua komunitas

a dan b = jumlah spesies yang ditemukan di komunitas A dan komunitas B


(26)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 26

IV.

MONITORING VIABILITAS TARGET KONSERVASI

1.NKT 1 . Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting.

1.1 Has Bekutuk

Pengelolaan Cagar Alam Bekutuk berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam, namun untuk mendukung pengelolaan ekosistemnya KPH Randublatung menetapkan zona penyangga seluas 331,3 ha. Zona penyangga tersebut adalah HAS Bekutuk. HAS Bekutuk kondisi saat ini vegetasinya masih didominasi oleh tegakan jati dan Rimba Campur. HAS Bekutuk merupakan hutan yang akan dibentuk menjadi hutan alam dengan dilakukan kegiatan pengkayaan jenis secara bertahap. HAS bekutuk juga merupakan habitat untuk spesies interest maupun satwa RTE antara lain jenis (Elang Bido, Biawak, moyet ekor panjang, kijang, dan Merak dll). Adapun monitoring keanekaragaman pada kawasan Has Bekutuk tersaji di tabel di bawah ini.

Gambar 7. Restorasi di HAS Bekutuk petak 35 dan 52 BKPH Temanjang

Tabel 4. Hasil Monitoring Keanekaragaman Jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 TB. Bawah 2,07 2,28 2,07 2,26 2,22 2,21

2 Semai 1,54 2,09 2,11 2,26 1,98 1,94

3 Pancang 1,41 1,15 1,16 1,21 0,78 0,75

4 Tiang 0,03 0,04 0,06 0,11 0,11 0,12

5 Pohon 0,42 0,41 0,41 0,48 0,48 0,48


(27)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 27

Gambar 8. Grafik keanekaragaman tahun 2011-2016

Gambar 9. Peta Kawasan konservasi Has Bekutuk NKT I.1

Berdasarkan hasil survey biodiversity selama tahun 2011 s/d 2016 maka kelimpahan jenis Flora pada tingkat tumbuhan bawah, semai, pancang mengalami penurunan. Adapun untuk tingkat tiang mengalami kenaikan dimana pada tahun sebelumnya 0,11 pada tahun 2016 naik menjadi 0,12. Untuk jenis tingkat pohon masih seperti tahun yang lalu artinya belum ada perubahan untuk keanekaragamanya. Jika dilihat dari tren evaluasi mempunyai kreteria sedang yang artinya nilai antara 1-3. Untuk jenis tiang dan pohon memiliki kreteria rendah dimana nilai keanekaragamanya < 1. Jika dilihat keseluruhan pengelolaan pada


(28)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 28 kawasan Has bekutuk masih tergolong baik dan menunjukan pengelolaan KBKT sesuai dengan proses yang diharapkan.

Tabel 5. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Aves 2,55 2,31 3,06 3,25 3,49 3,47

2 Herpetofauna 1,84 1,58 2,02 2,49 2,28 2,53

3 Mamalia 1,73 1,68 2,3 2,21 2,52 2,39

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 khusus HAS Bekutuk

Gambar 10. Grafik keanekaragaman Fauna tahun 2011-2016

Berdasarkan hasil data survey biodiversity selama tahun 2011 s/d 2016 maka keanekaragaman jenis Fauna pada tingkat Aves dan amalia mengalami penurunan pada setiap jenis kecuali Herpetofaunan seperti yang terdapat tabel di atas. Penurunan pada tingkat jenis Aves dan Mamalia tidak begitu signifikan, jika di lihat keseluruhan keanekaragaman jenis Fauna pada habitat kawasan Has Bekutuk masih tergolong baik dimana nilai pada tingkat Aves, Mamalia dan Herpetofauan di atas >2. Kegiatan untuk mempertahankan populasi jenis fauna yang sudah di lakukan yaitu partroli rutin, sosialisasi larangan perburuan di kawasan huatan dan pemasangan plang informasi lingkungan. Hal tersebut menunjukan pengelolaan KBKT sesuai dengan proses yang diharapkan oleh menejemen.


(29)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 29 1.4 Kawasan Sumber Lumpur Kesongo

Sumber Lumpur Kesongo, Rawa Kesongo merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan kawasan Kesongo dimana setatusnya menjadi TBP(Tak Baik Untuk Produksi dengan keluasan 134,4 ha. Dengan kekhasan dan keunikan perpaduan hamparan hutan rawa tentatif 16,0 ha dan savana 79,9 ha serta sumber lumpur 38,5 ha. Kawasan tersebut juga merupakan sarang 19 jenis aves sehingga perlu adanya perlindungan aves migran antara lain burung Kuntul Putih (Bulbucus ibis), Bangau Tongtong (Leptotilos javanicus), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Bambangan Merah (Ixopbrychus cinnamomeus) dan Cangak Merah (Ardea purpurea). Kawasan Has Kesongo juga mempunyai zona penyangga dengan keluasan 659,7 ha dimana kondisi tegakan masih di dominasi tanaman jati. Dari hasil survai biodiversity di tipe kawasan kesongo keanekaragamn flora hanya di temukan pada tingkat Tumbuhan bawah saja dan pada tingkat Fauna di temukan jenis Aves dan Herpetofauna. Untuk lebih jelas tersaji pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 khusus Kesongo

Gambar 11. Grafik keanekaragaman Flora tahun 2011-2016

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 TB. Bawah 1,78 1,83 0,182 0,18 0,183 1,8

2 Semai - - - - -

3 Pancang - - - - -

4 Tiang - - - - -


(30)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 30 Tabel 7. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 khusus HAS Bekutuk.

Gambar 12. Grafik keanekaragaman Fauna tahun 2011-2016

Gambar 13 . Peta Kawasan NKT 1.4.

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Aves 2,28 2,31 3,06 3,25 3,49 2,12

2 Mamalia - - - - -


(31)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 31 Gambar 14. Lokasi kesongo

2. NKT 2 .

NKT 2.2 Unit Managemen Hutan memiliki kawasan alami yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus / berkesinambungan.

Pada kawasan Sumber Lumpur Kesongo seluas 134,4 Ha, terdapat tiga kawasan alami yang tidak terpisahkan oleh garis batas yang tidak terputus/berkesinambungan, yaitu Savana Kesongo seluas 79,9 Ha, Rawa Kesongo seluas 16,0 Ha dan Lumpur Kesongo seluas 38,5 Ha. Ketiganya tidak mempunyai batas-batas yang jelas karena berada dalam satu lokasi/hamparan yang berdekatan dan tak terputus.


(32)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 32 Gambar 16. Lokasi Sumber Lumpur, Rawa dan Savana Kesongo.

Tabel 8. Hasil Monitoring Keanekaragaman jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 Kesongo

Gambar 17. Keragaman Flora di kesongo.

Berdasarkan data di atas hasil monitoring keanekaragaman jenis flora pada tipe habitat kawasan kesongo merupakan lokasi khas dimana pada areal lokasi tersebut merupakan kawasan savana hanya di tumbuhi tumbuhan bawah saja dan adapun untuk pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon tidak bisa tumbuh di

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 TB. Bawah 1,78 1,83 0,83 2,26 2,22 2,21

2 Semai - - - - -

3 Pancang - - - - -

4 Tiang - - - - -


(33)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 33 karenakan kondisi kawasan tersebut mengandung belerang setiap terjadi kurda/meletus. Untuk hasil pemantauan keanekaragaman jenis flora dan fauna di kawasan rawa kesongo, savana dan lumpur kesongo tidak terjadi perbedaan keanekaragaman di karenakan metode transek pengamatan dalam satu jalur. Tabel 9. Hasil Monitoring Keanekaragaman Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2015 khusus Kesongo

Gambar 18. Keragaman Fauna di kesongo.

Begitu juga pada keanekaragaman jenis fauna pada tingkat aves pada tahun 2016 mengalami penurunan di banding pada tahun yang lalu, akan tetapi jika dilihat keseluruan pada tingkat aves dan herpetofauna pempunyai kreteria sedang artinya nilai rata-rata >2/ha. Untuk lebih jelasnya tersaji dalam dokumen monev biodiversty.

NKT 2.3

Spesies interes adalah spesies yang memiliki peranan ekosistem tertinggi, sehingga dengan melindungi species interest diharapkan spesies lain secara otomatis akan ikut terlindungi. Berdasarkan survey biodiversity telah ditetapkan 5 (lima) species interest yaitu :

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Aves 2,28 2,31 3,06 3,25 3,49 2,12

2 Mamalia - - - - -


(34)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 34 1. Jelarang Bilalang(Ratufa affinis)

Jelarang bilalang merupakan termasuk dalam spesies yang dilindungi sepenuhnya berdasarkan PP. RI No 7 Tahun 1999 dan termasuk salah satu jenis satwa yang terdaftar dalam Appendix II dokumen CITES, yaitu satwa yang dibatasi perdagangannya. Keberadaan Jelarang bilalang di kawasan hutan KPH Randublatung, menjadikannya sebagai salah satu target konservasi penting, karena jelarang bilalang merupakan Umbrella Species atau jenis mamalia yang umumnya menggunakan tajuk/kanopy pohon sebagai habitatnya, dan dapat dijadikan sebagai indikator baik tidaknya kondisi hutan pada kawasan tersebut. Habitat hutan dengan pepohonan menjadi kunci kehidupan Jelarang bilalang yang hidupnya sendirian maupun berpasangan dan aktif di pagi dan siang hari ini, menggunakan sebagian besar aktifitasnya di pepohonan baik aktifitas makan, istirahat, sosial ataupun berpindah dan makanannya berasal dari pepohonan meliputi buah-buahan, biji-bijian, kulit pohon, serangga dan telur burung. Kawasan yang menjadi daerah habitat Jelarang bilarang adalah KPPN Banglean dengan luas 251,1 Ha.


(35)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 35 Tabel 10. Monitoring Keanekaragamam jenis vegetasi/flora tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 2,26 2,22 2,21 2,26 1,98 1,94 1,21 0,78 0,75 0,11 0,11 0,12 0,48 0,48 0,48 2 Semp. Sungai 2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93 3 Semp. Jurang 2,33 2,14 2,15 1,81 1,67 1,68 1,59 1,14 1,14 0,21 0,21 0,26 0,15 0,07 0,07 4 KPPN Randu 2,65 2,25 2,51 2,42 2,1 2,16 1,59 2,18 2,16 1,06 0,94 0,92 0,22 0,22 0,22 5 KPPN Banglean 2,93 2,81 2,82 2,08 1,85 1,86 2,61 2,37 2,32 1,03 1,11 0,84 0,35 0,44 0,47 No Tipe Habitat

Keanekaragaman Flora

Pohon

TB Semai Pancang Tiang

Sumber survey biodiversity tahun 2014 dan 2016

Gambar 20. Keanekaragaman Jenis flora (Jelarang Bilalang)

Dari hasil monitoring flora di tipe habitat Has Bekutuk, Sempadan Sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung dan KPPN bangklean untuk tingkat Tumbuhan Bawah, semai dan Pancang dalam kondiri baik yang artinya rata-rata keanekaragamannya di atas >2/ha. Adapun untuk tingkat Tiang dan Pohon kurang dari 1/ha. Tegakan yang masih di dominasi tanaman jati dan rimba lokal lainnya KPH Randublatung terus berupaya meningkatkan jenis keanekaragaman dengan sistem pengkayaan maupun memelihara anakan jenis RBC pada lokasi tersebut.


(36)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 36 Gambar 21. Lokasi Kawasan KPPN Bangklean

Dari hasil monitoring species Jelarang Bilalang pada tahun 2016 di temukan 5 jenis tipe habitat yaitu Has Bekutuk, Sempadan Sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung, dan KPPN Bangklean.Jenis vegetasi pada tahun 2014 dan 2016 pada kawasan habitat Jelarang Bilalang sebagian besar tingkat keanekaragaman vegetasi menunjukan peningkatan pada setiap strata pertumbuhannya. Hal tersebut menunjukan pengelolaan kawasan HCVF sesuai dengan proses yang diharapkan.

Tabel 11. Monitoring Keanekaragamam jenis fauna tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 3,25 3,49 3,47 2,21 2,28 2,39 2,49 2,25 2,53 2 Semp. Sungai 2,22 2,23 2,38 2,29 2,29 2,52 2,16 2,14 2,53 3 Semp. Jurang 2,3 2,39 2,63 2,08 2,29 2,19 2,46 2,35 2,33 4 KPPN Randu 3,41 2,54 2,23 2,22 2,19 2,43 2,64 2,56 2,56 5 KPPN Banglean 2,86 2,42 2,25 2,34 2,36 2,6 2,83 2,8 2,78

No Tipe Habitat Aves Mamalia

Keanekaragaman fauna

Herpetofauna


(37)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 37

Gambar 22. Keanekaragaman Jenis fauna (Jelarang Bilalang)

Hasil monitoring fauna pada tahun 2014 dan 2016 pada kawasan habitat Has Bekutuk, Sempadan Sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung dan KPPN Bangklean jenis Aves, Herpetofauna maupun Mamalia sebagian besar tingkat keanekaragaman satwaliar menunjukan peningkatan pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan pada setiap kelasnya, namun perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keanekaragamannya sehingga dapat bertambah lebih baik. Kegiatan pengelolaan yang sudah di lakukan pada tipe kawasan KPPN Bangklean adalah:

1. Penandaan batas pada kawasan tersebut. 2. Patroli rutin.

3. Sosialisasi tentang kawasan perlindungan berserta jenis satwa yang dilindungi.

4. Pembuatan Plang informasi tentang keberadaan kawasan KPPN Bangklean. 5. Pemeliharaan permudaan alam dan buatan tanaman lokal dengan sistim

bronjong di petak 82 dan 47 BKPH Kemadoh RPH Jegong.

Tabel 12. Monitoring Populasi Spesies Interest Jelarang Bilalang di setiap Tipe kawasan tahun 2011-2016.

No Lokasi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 KPPN Banglean 0,63 1,27 2,56 3,19 3,83 3,91


(38)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 38

2 S. Sungai - - 0,35 0,70 0,69 0,64

3 S. jurang - - 1,10 1,64 1,09 1,12

4 KPPN Randu - - 0,67 1,33 1,33 1,24

5 Has Bekutuk - - 2,63 3,94 3,94 3,83

Sumber survey biodiversity tahun 2011 dan 2016

Gambar 23. Populasi Tipe habitat (Jelarang Bilalang)

Gambar 24. Jenis Jelarang Bilalang

Hasil monitoring Jelarang Bilalang pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 ditemukan di satu tipe kawasan saja. Pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 menjadi lima tipe kawasan. Nilai keanekaragaman jenis jelarang bilalang tertinggi pada tipe kawasan KPPN Bangklean dan Has Bekutuk yaitu sebesar 3,91/ha dan 3,83/ha. Kawasan KPPN Bangklean dan Has Bekutuk yang masih didominasi tegakaan besar sehingga sangat cocok untuk beriteraksi untuk mencari makan dan


(39)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 39 berkembang biak. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumya keanekaragaman di setiap habitat mengalami peningkatan untuk satwa jelarang bilalang dan sesuwai yang diharapkan. Pengelolaan yang sudah di lakukan yaitu antara lain :

a. Pengkayaan dengan jenis rimba lokal di mana jenis tersebut sebagai sumber pakan dan tempat bersarang.

b. Inventarisasi pohon tinggal bekas tebangan.

c. Sosialisasi kepada masyarakat desa hutan (KOMSOS)

d. Membuat papan informasi pelarangan perburuan satwa di kawasan hutan

Pendugaan populasi Jelarang Bilalang menunjukan angka tetap, naik dan turun pada tiap-tipe habitatnya, hal tersebut dimugkinkan karena homerange Jelarang Bilalang yang cukup luas dan tipe pergerakannya yang cepat. Hal tersebut menunjukan pengelolaan Jelarang Bilalang kawasan HCVF perlu ditingkatkan untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi jelarang bilalang.

Tabel 13. Monitoring Kontek Landskape No Jenis

Monitoring

Has Bekutuk

Sempadan Sungai

Sempadan jurang

KPPN Bangklean

KPPN Randu

1 KRS 2,12 2,11 22,08 2,11 4,97

2 Hujan 71,6 103 106,5 103 77,7

3 Kebakaran - - - - -

Sumber data Laporan Keamanan dan Lingkungan

Dari data Tabel di atas menunjukan bahwa hasil monitoring landskape pada kawasan tersebut faktor KRS maupun Curah Hujan masih tergolong normal artinya masih dibawah baku mutu yang telah di tetapkan. Intensita curah hujan tertinggi pada tipe kawasan sempadan jurang yaitu 106,5 ml/tahun adapun nilai KRS tertinggi pada tipe kawasan Sempadan jurang yaitu 22,08 ltr/detik. Faktor kebakaran pada tipe kawasan tersebut tidak terjadi kebakaran pada tahun 2016.

2. NKT 2.3 Kuntul Putih (Bubulcus ibis).

Kuntul putih sebagai jenis aves merupakan spesies langka yang dilindungi oleh pemerintah melalui PP RI No. 7 tahun 1999 serta mempunyai nilai indeks umbrella yang tinggi. Habitat burung Kuntul Putih di lahan basah, pantai atau terumbu karang. Makanan berupa, ikan, katak, dan hewan invertebrata. Kawasan yang


(40)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 40 menjadi daerah habitat Kuntul Putih pada tahun 2014 adalah Kesongo, HAS Kesongo, Has Randublatung dan sempadan sungai dengan luas 1.332,4 Ha.

Gambar 25. Peta lokasi NKT 2.3 (Kuntul Putih) • Monitoring Kondisi Target

Tabel 14. Monitoring Keanekaragaman jenis vegetasi tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016

1 Kesongo

1,83 1,82 1,8

-

-

-

-

-2 Has Kesongo

2,54 2,59 2,44 1,6 1,12 1,12 1,58 0,96 0,98 0,08 0,09 0,09 0,32 0,41 0,41

3 Has Randu

1,8 1,71 1,86 2,11

1,9 1,91

1,6 1,32 1,26 0,18 0,26 0,25 0,37 0,37

0,5

4 Semp.Sungai

2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93

No Tipe Habitat

Keanekaragaman Flora

Pohon

TB

Semai

Pancang

Tiang


(41)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 41

Gambar 26. Grafik Keanekaragaman Tipe habitat (Kuntul Putih)

Dari hasil survey biodiversity keanekaragaman flora pada 4 tipe kawasan yaitu Kesongo, HAS kesongo, Has Randublatung dan Sempadan Sungai mengalami penurunan pada tingkat tumbuhan bawah, semai, Pancang, tiang dan pohon pada tahun 2016. Guna untuk mempertahankan jenis flora maka pengkayaan maupun pemeliharaan anakan pohon lokal pada 4 tipe kawasan tersebut perlu di tinggkatkan sehingga dapat berfungsi dengan baik.


(42)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 42 Tabel 15. Monitoring Keanekaragaman fauna tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016

1 Kesongo 2,64 1,82 2,12 2,31 2,15 2,05

2 Has Kesongo 2,76 2,4 2,25 1,65 1,83 2,12 2,8 2,79 2,62 3 Has Randu 2,28 2,39 2,37 1,94 1,85 2,02 1,8 1,95 2,2 4 Semp. Sungai 2,22 2,23 2,38 2,29 2,29 2,52 2,16 2,14 2,53 No Tipe Habitat

Keanekaragaman fauna

Herpetofauna

Aves Mamalia

Sumber survey biodiversity tahun 2014 dan 2016

Gambar 28. Grafik Keanekaragaman Fauna Tipe habitat (Kuntul Putih)

Hasil monitoring fauna pada tahun 2014 dan 2016 pada kawasan habitat Kesongo, Has Kesongo, Has Randublatung dan Sempadan Sungai jenis Aves, Herpetofauna maupun Mamalia sebagian besar tingkat keanekaragaman satwaliar menunjukan peningkatan pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan pada setiap kelasnya, namun perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keanekaragamannya sehingga dapat bertambah lebih baik.

Tabel 16. Monitoring Populasi Spesies Interes Kuntul Putih

No Lokasi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 Kesongo 12,10 11,39 14,30 14,43 6,58 5,378 2 HAS Kesongo 7,85 4,38 4,60 4,74 4,52 4,600


(43)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 43 3 HAS Randublatung - 0,49 0,57 0,7 0,35 0,283 4 Sempadan Sungai - - 0,14 0,35 0,42 0,283

Sumber survey biodiversity tahun 2011 dan 2016

Gambar 29. Grafik Populasi Tipe habitat (Kuntul Putih)

Penyebaran populasi Kuntul Putih terjadi peningkatan, berdasarkan pemantauan sampai dengan tahun 2016 ditemukan di 4 tipe kawasan hutan yaitu Kesongo, Has Kesongo, HAS Randublatung, sempadan sungai, sementara pada dua tahun sebelumnya (2009 dan 2012) hanya di temukan di 3 tipe kawasan hutan. Sedangkan Populasi kuntul putih juga mengalami penurunan, seperti pada kawasan kesongo pada tahun sebelumnya 6,58/ha pada tahun 2016 menjadi 5,378/ha penurunan populasi jenis satwa kuntul putih di sebabkan faktor alam dimana pada tahun 2016 kondisi cuaca sangan mendukung yang artinya curah hujan yang berkepanjangan sehingga jenis satwa kuntul putih sangat mudah untuk berinteraksi di berbagai tempat. Kuntul putih merupakan jenis satwa air sehingga perlu ditinggatkan dalam pengelolaan pada tipe kawasan tersebut. Adapun keberadaan Bufer Zona sebagai penyangga kesongo sangat penting sebagai habitat untuk berkembang biak kuntul putih. Di kawasan Has Kesongo sendiri Populasinya masih tinggi yaitu 5,378/ha.

Tabel 17. Monitoring Kontek Landskape No Jenis Monitoring Kesongo

Has Kesongo

Has Randu

Semp. Sungai

1 KRS 15,58 15,58 4,97 2,11


(44)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 44

3 Kebakaran - - - -

Sumber data laporan pemantuan lingkungan dan keamanan

Monitoring di kawasan Kesongo meliputi kegiatan mengevaluasi adanya pengukuran Koefisien Rejim Sungai (KRS), curah hujan dan monitoring kebakaran. Adapun dari hasil kegiatan evaluasi data KRS pada tahun 2016 lebih tinggi dibanding pada tahun sebelumya. Dan data curah hujan pada tahun 2016 lebih tinggi dibanding pada tahun sebelumnya, dan itu tidak berpengaruh pada populasi jenis satwa. Adapun untuk kejadian kebakaran pada tahun 2016 nihil artinya tidak ada kejadian kebakaran dikarenakan pada tahun 2016 hampir tidak ada musim kering.

3. Merak (Pavo muticus)

Dilindungi oleh oleh pemerintah melalui UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam & Ekosistem, PP RI no 7 tahun 1999, mempunyai nilai umbrella index yang tinggi.

Burung ini mempunyai deskripsi bentuk yang khas, berukuran sangat besar (jantan 210 cm, betina 120 cm), dengan penutup ekor yang sangat panjang (jantan saja), dan jambul tegak di atas kepala. Jantan: mantel, leher, dan dada hijau mengilap, "ekor" kipas terdiri dari bulu mengilap dengan bintik berbentuk mata. Betina: warna bulu kurang bagus, keputih-putihan pada bagian bawahnya. Tidak mempunyai "ekor" panjang. Iris dan paruh coklat, kaki hitam keabuan. Dengan keindahan itu, burung merak menjadi salah satu satwa yang sering diburu untuk diperdagangkan, sebagai satwa peliharaan. Hal ini tentunya mengancam kelestariannya. Bahkan, International Council for Bird Preservation telah menetapkan burung merak ini sebagai spesies yang hampir punah. Kawasan yang menjadi daerah habitat Merak Hijau adalah Has Bekutuk, Has Kesongo, Has Randublatung, Sempadan Sungai, Kelerengan, KPPN Randublatung dan KPPN Banglean.


(45)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 45

Gambar 30. Peta lokasi NKT 2.3 (Merak Hijau) • Monitoring Kondisi Target

Tabel 18. Monitoring Keanekaragamam jenis vegetasi di tipe habitat

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 2,26 2,22 2,21 2,26 1,98 1,94 1,21 0,78 0,75 0,11 0,11 0,12 0.48 0,48 0,48 2 Has Kesongo 2,54 2,59 2,44 1,6 1,12 1,12 1,58 0,96 0,98 0,08 0,09 0,09 0,32 0,41 0,41 3 Has Randu 1,8 1,71 1,86 2,11 1,9 1,91 1,6 1,32 1,26 0,18 0,26 0,25 0,37 0,37 0,5 4 Semp.Sungai 2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93 5 Semp.Jurang 2,33 2,14 2,15 1,81 1,67 1,68 1,59 1,14 1,14 0,21 0,21 0,26 0,15 0,07 0,07 6 KPPN Randu 2,65 2,52 2,57 2,42 2,1 2,16 2,4 2,14 2,16 1,06 0,94 0,92 0,22 0,22 0,22 7 KPPN Bangklean 2,93 2,81 2,82 2,08 1,85 1,86 2,61 2,37 2,32 1,03 1,11 0,84 0,35 0,44 0,47 No Tipe Habitat

Keanekaragaman flora

Pohon

TB Semai Pancang Tiang


(46)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 46

Gambar 31. Grafik keanekaragaman Flora habitat Merak

Dari hasil monitoring Biodiversiy tahun 2016 jenis Tumbuhan Bawah, semai dan Pancang di berbagai kawasan menunjukkan penurunan di tingkat jenis walupun tidak signifikan, Begitu pula untuk jenis tiang dan pohon. Evaluasi Keanekaragaman jenis vegetasi pada kawasan hutan rutin dilaksanakan monitoring guna mendapatkan gambaran pengelolaan untuk mendukung keberadaan satwa liar yan berfungsi sebagai tempat habitat.

Tabe 19. Monitoring Keanekaragamam jenis fauna

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 3,25 3,49 3,47 2,21 2,28 2,39 2,49 2,52 2,53 2 Has Kesongo 2,76 2,4 2,25 1,65 1,83 2,12 2,8 2,79 2,62 3 Has Randu 2,28 2,39 2,37 1,94 1,85 2,02 1,8 1,95 2,2 4 Semp. Sungai 2,22 2,23 2,38 2,29 2,29 2,52 2,16 2,14 2,53 5 Semp.Jurang 2,3 2,38 2,63 2,08 2,29 2,19 2,46 2,35 2,33 6 KPPN Randu 3,41 2,54 2,23 2,22 2,19 2,43 2,64 2,56 2,56 7 KPPN Bangklean 2,86 2,42 2,25 2,34 2,36 2,6 2,83 2,8 2,78 No Tipe Habitat

Keanekaragaman fauna

Herpetofauna

Aves Mamalia


(47)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 47

Gambar 32. Grafik keanekaragaman Fauna habitat Merak

Dari tabel di atas keanekaragaman jenis Aves, Herpetofauna dan Mamalia di Tipe kawasan Has Bekutuk, Has Kesongo, Has Randublatung, Sempadan sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung dan KPPN Bangklean mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak siknifikan jika di banding tahun sebelumya. Ada beberapa tipe kawasan yang mengalami penurunan pada jenis Aves yaitu pada Has Bekutuk dimana tahun 2015 3,49/ha pada tahun 2016 menjadi 3,47/ha. Untuk jenis mamalia pada tipe habitat Has Bekutuk juga mengalami kenaikan di banding tahun sebelumnya yaitu 2,28/ha menjadi 2,39/ha pada tahun 2016. Adapun jenis Herpetofauna yaitu pada tipe kawasan Has Bekutuk, sempadan sungai dan sempadan jurang pada tahun ini mengalami keniakan dibanding tahun sebelumnya artinya pengelolaan keanekaragaman fauna baik dan sesuwai yang di harapkan. Tabel 20. Monitoring Populasi Spesies Interest Merak

No Lokasi Populasi

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 HAS bekutuk - 0,56 0,85 1,06 1,20 1,273 2 HAS Kesongo 0,07 - - 0,28 0,56 0,281

3 HAS Randu 0,28 0,49 0,56 0,849

4 S.Sungai 0,70 0,28 0,64 0,77 0,77 0,849 5 Kawasan Curam 1,41 0,84 2,41 2,61 2,40 0,92 6 KPPN Randu 1,98 0,77 1,63 1,76 1,20 0,566


(1)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 77

mata

pencaharian.

Peranan

penting

sumberdaya hutan KPH

Randublatung

dalam

pemenuhan

kebutuhan

dasar

atau

mata

pencaharian

terletak

pada nilai-nilai dalam

kegiatan tanaman sistem

tumpangsari dan PLDT,

pemenuhan

kebutuhan

kayu

bakar

dan

pemenuhan

kebutuhan

hijauan makanan ternak

bagi masyarakat sekitar

hutan.

hutan

6

NKT.6

NKT.6.1

Situs

Ekologi

dan

Budaya

Masyarakat

setempat

menganggap

bahwa

hutan merupakan bagian

yang sangat penting. Di

wilayah

KPH

Randublatung ditemukan

situs sebanyak 9 buah

situs ekologi dan 8 buah

situs budaya dan religi,

dimana semuanya sudah

diidentifikasi, ditatabatas

secara

permanen,

1.

Penebang

an Pohon.

2.

Pembakar

an Hutan.

3.

Kerusakan

Vegetasi.

4.

Perburuan

5.

Tenorial

1.

Membuat surat

larangan

penebangan

pohon di lokasi

perlindungan

2.

Pembuatan papan

informasi Situs

3.

Patroli rutin.

4.

Sosialisasi

kawasan

perlindungan.

5.

Pembuatan BAP

1

1

365

hr

1


(2)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 78

dilindungi dan dimonitor

oleh Managemen KPH

Randublatung

dalam

kelola lingkungan dan

sosial.

pengukuan

kawasan

perlindungan

melibatkan

Stakeholder

6.

Pembuatan perdes

7.

Membuat Surat

Laranga

pengarapan liar di

kawasan

perlindungan.

8.

Membuat Surat

Larangan

Perburuan


(3)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 79 VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A

. Kesimpulan 1. NKT 1 ;

Cagar alam Bekutuk, vegetasi masih didominasi Jati merupakan habitat spesies interest Elang bido, Biawak dan Merak. Data survey biodiversity kelimpahan jenis aves, mamalia dan herpetofauna mengalami kenaikan masih pada tingkat yang tidak membahayakan/ancaman, ini menunjukkan pengelolaan pada kawasan tersebut sesuai proses yang diharapkan.

Kawasan sumber Lumpur Kesongo, Kawasan tersebut juga merupakan sarang 19 jenis aves sehingga perlu adanya perlindungan aves migran antara lain burung Kuntul Putih (Bulbucus ibis), Bangau Tongtong (Leptotilos javanicus), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Bambangan Merah (Ixopbrychus cinnamomeus) dan Cangak Merah (Ardea purpurea). Kawasan sumber lumpur Kesongo seluas 672,9 ha ditetapkan sebagai zone penyangga.

2. NKT 2 ;

Menunjukkan peningkatan pada populasi flora dan fauna , ini menunjukkan pengelolaan pada kawasan tersebut sesuai proses yang diharapkan, ditetapkan 5 spesies interest yaitu Jelarang Bilalang, Kuntul putih, merak, biawak, elang bido. 3. NKT 3 :

Kawasan sumber Lumpur Kesongo dan kawasan rawa kesongo merupakan ekosistem langka, terancam dan hampir punah, sarang 19 jenis aves migran antara lain burung Kuntul Putih (Bulbucus ibis), Bangau Tongtong (Leptotilos javanicus), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Bambangan Merah (Ixopbrychus cinnamomeus) dan Cangak Merah (Ardea purpurea).

4. NKT 4 :

Lokasi yang menjadi konsentrasi sumber air sebanyak 7 mata air yaitu kawasan Sendang Wedok, Sendang Lanang, Sendang Kuwung, Sendang Salak, Mata Air Banyuasin, Sendang Apit dan Sendang Tutupan / Mata air Delok. Sumber air tersebut letaknya menyebar di wilayah KPH Randublatung dengan total luas mata air dan kawasan perlindungan disekitarnya seluas 57,8 ha.


(4)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 80 KPH Randublatung juga menetapkan kawasan perlindungan sepadan sengai seluas (1.034 Ha), Prioritas yang memiliki peranan penting dalam menjaga kontinuitas pasokan air untuk masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan KPH Randublatung.

5. NKT 5 :

Pemanfaatan hutan oleh masyarakat dengan kegiatan tumpangsari-PLDT, Kegiatan pencarian kayu baker dan pemenuhan HMT (Hijauan Makanan Ternak). 6. NKT 6 ;

Terdapat 17 situs ekologi dan budaya, selain terkandung berbagai potensi sumberdaya alam berupa tegakan jati dan keanekaragaman hayati, situs-ekologi dan budaya juga memiliki nilai historis dan sangat berarti dan diistemwakan bagi masyarakat sekitarnya. Penggunaan situs sebagai tempat upacara rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan atas rejeki yang berlimpah.

A. REKOMENDASI

1. Perlu di tingkatkan sosialisasi terhadap masyarakat terkait Kawasan Perlindungan di Hutan KPH Randublatung.

2. Meningkatkan patroli rutin di petak-petak yang masuk daftat kawasan perlindungan dan menjalin koordinasi dengan pihak intansi terkait.

3. Guna untuk mempertahankan sumber pakan dan tempat berlindung satwa Spesies Interest maupun RTE perlu di lakukan pengkayaan dengan jenis rimba lokal, pembuatan papan informasi dan surat larangan perburuan supaya tetap lestari, terpantau dan terbaharui.

4. Kegiatan Monev harus tetap dilakukan secara terencana, berkesinambungan 5. Perlu di laksanakan monev situs secara lebih baik sebagai wujud pelestarian

budaya dan ekologi.

6. Mengelola kawasan bernilai tinggi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pengelolaan kawasan nilai lainnya. Perpaduan unit pengelolaan kawasan yang memiliki nilai hayati tinggi – untuk menjamin ketersediaan sumber pangan, sumber obat, menjamin ketersedian air atau jasa lingkungan lainnya, yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat lokal.


(5)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 81 DAFTAR PUSTAKA

Hardjanti. F I ; Sriyadi BS, A; Ambarwati, E ; Ratnaningsih, S. 2008. Handbook Cites. Departemen Kehutanan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati. Jakarta.

Holmes, D; Nash, S. 1999. Burung-burung di Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi – LIPI ; Birdlife International Indonesia Programme. Jakarta.

Indrawan, M; Primack, R B; Supriatna, J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor. Jakarta.

Iskandar, D T. 1998. Ampibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi – LIPI ; GEF – Biodiversity Collections Project. Cibinong.

IUCN. 2014 dan 2015. Red List. http://www.iucnredlist.org/

Kartono, A P. 2007. Panduan Inventarisasi Biodiversity di Kawasan Hutan Jati Perum Perhutani. Fakultas Kehutanan IPB dan Tropical Forest Trust. Bogor.

Kartono, A P. 2007. Panduan Penentuan Spesies Interest dalam Pengelolaan Biodiversity di Kawasan Hutan Jati Perum Perhutani. Fakultas Kehutanan IPB dan Tropical Forest Trust. Bogor.

Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Tropenbos International Indonesia Programme. Balikpapan.

Kurniati, H. 2003. Amphibians & Reptiles of Gunung Halimun National Park West Java, Indonesia (Frogs, Lizards and Snakes). Research Center for Biology – LIPI ; Nagao Natural Environment Foundation – NEF. Cibinong.

MacKinnon, J ; Phillipps, K ; Balen, Bas Van. 1992. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darusalam). Puslitbang Biologi – LIPI ; Bridlife International Indonesia Programme. Jakarta.

Maryanto, I ; Achmadi, A S ; Kartono ; A P. 2008. Mamalia Dilindungi Perundang – Undangan Indonesia. LIPI Press. Cibinong.


(6)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 82 Payne, J; Francis, C M; Phillips, K; Kartikasari, S N. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak & Brunei Darusalam. WCS Indonesia Program. Jakarta.

Sukmantoro, W; Dkk. 2007. Daftar Burung Indonesia No. 2. PILI-NGO Movement dan IdOU. Bogor.

Written,T; Soeriaatmadja, R E; Afiff, S A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Prenhallindo. Jakarta.

2008, Emil salim, Panduan Identifikasi Nilai Konsevasi Tinggi

2010, Dokumen Participatory Conservation Planing (PCP) Situs KPH Randublatung. 2010, Dokumen Site Conservation Planing (SCP) HCV KPH Randublatung

2010, Dokumen Studi Dampak Sosial (SDS) KPH Randublatung 2010, Dokumen Identifikasi HCVF (KBKT) KPH Randublatung 2011, Dokumen Studi Dampak Sosial (SDS) KPH Randublatung 2011, Dokumen Monev KBKT KPH Randublatung Tahun 2011 2012, Dokumen Monev KBKT KPH Randublatung Tahun 2012 2013, Dokumen Monev KBKT KPH Randublatung Tahun 2013 2014, Dokumen Monev KBKT KPH Randublatung Tahun 2014 2014, Dokumen Monev KBKT KPH Randublatung Tahun 2014 2015, Dokumen Monev KBKT KPH Randubllatung Tahun 2015