Densifikasi kayu randu (ceiba pentandra (L) gaertn) menggunakan proses penekanan dan pelapisan permukaan polimer poliester serta metode radiasi-uv

(1)

DENSIFIKASI KAYU RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

MENGGUNAKAN PROSESPENEKANAN DAN

PELAPISANPERMUKAAN POLIMER POLIESTER SERTA

METODE RADIASI-UV

SKRIPSI

DHEDY HANDONO

105096003160

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

DENSIFIKASI KAYU RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

MENGGUNAKAN PROSESPENEKANAN DAN

PELAPISANPERMUKAAN POLIMER POLIESTER SERTA

METODE RADIASI-UV

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Oleh :

DHEDY HANDONO

105096003160

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, November 2011

DHEDY HANDONO 105096003160


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiandan penulisan skripsi ini. Tidak lupa, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya.

Atas segala bantuan dan bimbingan yang penulis peroleh, selama perkuliahan, penelitian serta penulisan skripsi ini penulis ucapkan banyak terima kasih kepada :

1. DR. Syopiansyah Jaya Putra, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,Jakarta, yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

2. Drs. Dede Sukandar, M.Si, Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

3. DR. Mirzan T. Razzak, M.Eng, APU, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyampaian materi dan penyusunan skripsi.

4. Prof. Sugiarto Danu, APU, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penelitian dan penjelasaan mengenai penelitian di lapangan serta penulisan skripsi.

5. Dr. Thamzil Las, Pembimbing akademik penulis yang telah memberikan motivasi kepada penulis dan telah membimbing penulis selama kuliah.


(7)

6. Para staf dan dosen Prodi Kimia UIN yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kimia kepada penulis dan membantu penulis dalam hal administrasi selama kuliah.

7. Bapak, Ibu dan adik-adikku serta keluarga yang telah banyak memberikan doa dan dukungan baik moril dan materiil.

8. Bapak Darsono sebagai pembimbing lapangan yang telah dengan sabar membimbing dan berdiskusi tentang hasil penelitian dan memberikan bantuan alat, jurnal, buku agar penelitian berjalan dengan lancar,

9. Staf radiasi-UV (Bpk. Rojalih, Sarimin, Yoga Pramana) yang banyak membantu penulis saat proses radiasi ultraviolet dan memberikan pengetahuan tentang radiasi ultraviolet.

10.Pak Taufik Ramli, Pak Mamat Yasin, dan Imam yang telah memberikan bantuan penyediaan alat lab dan selalu memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis.

11.Ibu Evi, Pak Marsongko, dan Pak Sungkono yang selalu memberikan semangat kepada penulis, Pak Cahya yang telah meminjamkan buku kepada penulis dan seluruh peneliti yang lain, yang tidak dapat penulis sebut satu persatu atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

12.Teman-teman penulis (Arif, Jeki, Dumaris, Subhan, Ulum, Mujab,dan Rojiki) yang telah memberi semangat dan motivasi kepada penulis. khususnya Kimia angkatan 2005, alumni Delascho Jakarta yang telah memberikan motivasi kepada penulis dan tempat berdiskusi.


(8)

Penulis sangat sadar segala kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu dan teknologi.

Jakarta, November 2011

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... ..vi

DAFTAR ISI ... ...ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... .xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... .xvii

ABSTRAK ... xviii

ABSTRACT ... ..xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Batasan Permasalahan ... 5

1.4Hipotesa ... 6

1.5Tujuan Penelitian ... 6

1.6Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kayu Randu (Ceiba pentandra (L) Gaertn) ... 7

2.1.1 Densifikasi Kayu ... 8

2.2 Polimer ... 10

2.2.1 Polimer industri ... 13

2.2.2Pelapisan Permukaan ... 14 ix


(10)

2.2.3Poliester tak jenuh ... 15

2.2.4Fotoinisiator ... 16

2.2.5 Pigmen ... 20

2.2.6 Proses polimerisasi ... 21

2.2.7Mekanisme polimerisasi radiasi sinar-UV ... 26

2.6 Spektroskopi Ultraviolet-Visible (UV-Vis) dan Inframerah ... 27

2.6.1 Spektroskopi Ultraviolet-Visible ... 27

2.6.2 Spektroskopi inframerah ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Waktu dan tempat penelitian ... 36

3.2 Alat dan bahan ... 36

3.2.1Alat ... 36

3.2.2Bahan ... 36

3.3 Cara kerja ... 37

3.3.1 Persiapan kayu randu ... 37

3.3.2 Pengukuran densitas ... 37

3.3.3Pengukuran kayu randu setelah penekanan ... 37

3.3.4 Pengukuran pengembangan tebal ... 38

3.3.5 Pembuatan formulasi bahan pelapis ... 38

3.3.5.1Formulasi bahan pelapis dasar ... 38

3.3.5.2Formulasi bahan pelapis atas ... 38

3.4 Pelapisan dengan curing menggunakan sinar-UV ... 39

3.4.1Pelapisan dasar ... 39


(11)

3.4.2 Pelapisan atas ... 39

3.5 Pengukuran sifat lapisan ... 39

3.5.1 Kilap ... 39

3.5.2 Nilai warna ... 40

3.5.3 Kekerasan lapisan permukaan ... 40

3.5.4 Kekerasan lapisan permukaan dengan pensil Mitsubishi ... 41

3.5.5Adesi metode Cross-Cut ... 41

3.5.6 Ketahanan terhadap bahan kimia dan pelarut ... 42

3.5.7 Ketahanan terhadap noda ... 42

3.6. Skema kerja ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Sifat fisik kayu randu ... 44

4.2 Proses penekanan kayu randu ... 45

4.3 Pengembangan tebal setelah perendaman ... 50

4.4 Proses polimerisasi pada pelapisan permukaan ... 52

4.5 Pengujian lapisan permukaan ... 56

4.5.1 Kilap ... 56

4.5.2 Nilai warna ... 58

4.5.3 Kekerasan pendulum lapisan permukaan ... 60

4.5.4 Kekerasan pensil lapisan permukaan ... 63

4.5.5 Ketahanan terhadap bahan kimia, pelarut dan noda ... 64

4.5.6 Adesi metode Cross-Cut ... 65

4.6 Analisis spektrum FTIR ... 67


(12)

4.6.1 Analisis FTIR lapisan dasar ... 67

4.6.2 Analisis FTIR lapisan atas ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 81


(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1 Pohon kayu randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn). ... 7

Gambar 2 Tiga klasifikasi utama dari polimer industri ... 13

Gambar 3 Struktur senyawa Darocure 1173 ... 16

Gambar 4 Reaksi Norris Tipe 1 ... 18

Gambar 5 Mekanisme tipe reaksi Norris II dengan adanya fotosinergis ... 19

Gambar 6 Struktur senyawa metil orange ... 20

Gambar 7 Reaksi polimerisasi kondensasi ... 21

Gambar 8 Reaksi polimerisasi adisi ... 22

Gambar 9 Polimerisasi adisi radikal bebas ... 23

Gambar 10 Reaksi pengikatan silang polietilen dengan menggunakan Radiasi sinar gamma ... 23

Gambar 11 Tahapan polimerisasi adisi kationik ... 24

Gambar 12 Polimerisasi adisi anionik akrilonitril ... 25

Gambar 13 Polimer ikat silang ... 27

Gambar 14 Daerah spektrum elektromagnetik yang menunjukkan hubungan vibrasi inframerah dengan tipe radiasi lain ... 29

Gambar 15 Daerah serapan inframerah ... 32

Gambar 16 Ragam vibrasi, rentangan (a) dan bengkokan (b) ... 33

Gambar 17 Penampilan papan kayu randu: (a) setelah penekanan ; (b) setelah penekanan ... 46


(14)

Gambar 18 Struktur molekul lignin ... 47 Gambar 19 Tipe ikatan yang terdapat di dalam lignin ... 48 Gambar 20 Kurva hubungan antara densitas dengan pengurangan tebal ... 49 Gambar 21 Kurva hubungan antara densitas dengan pengembangan tebal

setelah perendaman selama 2 jam ... 50 Gambar 22 Struktur molekul selulosa ... 51 Gambar 23 Kurva hubungan antara densitas dengan pengembangan tebal

setelah perendaman selama 24 jam ... 51 Gambar 24 Sintesis poliester melalui reaksi kondensasi ... 52 Gambar 25 Reaksi pembentukan radikal bebas oleh 2,2-dimetil-2-hidroksi-

Asetofenon (Darocure 1173) ... 54 Gambar 26 Reaksi ikatan silang poliester dengan stiren ... 55 Gambar 27 Keadaan refleksi pada lapisan bawah dan lapisan atas ... 56 Gambar 28 Pengaruh kecepatan konveyor terhadap nilai warna pada

pengurangan tebal 0%, pada konsentrasi fotoinisiator 1%, 2% dan 3% ... 58 Gambar 29 Pengaruh kecepatan konveyor terhadap nilai warna pada

pengurangan tebal 30%, pada konsentrasi fotoinisiator 1%, 2% dan 3 m/menit ... 59 Gambar 30 Pengaruh kecepatan konveyor terhadap nilai warna pada

pengurangan tebal 75%. Konsentrasi fotoinisiator 1%, 2%

dan 3 m/menit ... 60 Gambar 31 Reaksi pembentukan radikal peroksida (ROOM.) dengan adanya

xiii xiv


(15)

oksigen sebagai penangkap radikal (radical scavenger) ... 60

Gambar 32 Mekanisme serangan nukleofilik pada derivat asam karboksilat ... 64

Gambar 33 Adesi antara lapisan atas, dasar dan contoh uji ... 66

Gambar 34 Spektrum FTIR lapisan dasar ... 68

Gambar 35 Struktur molekul stirena (a) dan asam ftalat anhidrat (b) ... 69

Gambar 36 Spektrum FTIR lapisan atas dengan kecepatan konveyor 1 m/menit (LPR 03, merah) dan 3 m/menit (LPR 04, biru) ... 67


(16)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 Jenis fotoinisiator dengan tipe reaksinya ... 17

Tabel 2 Tipe transisi energi dalam setiap daerah spektrum eletromagnetik ... 30

Tabel 3 Frekuensi gugus-gugus fungsi ... 34

Tabel 4 Sifat fisik pada kayu randu dengan meningkatnya densitas ... 44

Tabel 5 Hasil pengukuran kilap lapisan permukaan ... 57

Tabel 6 Hasil pengukuran kekerasan pendulum lapisan permukaan ... 62

Tabel 7 Hasil pengukuran kekerasan pensil lapisan permukaan... 63

Tabel 8 Persen tinggal lapisan pada permukaan kayu diukur dengan metode Cross–Cut ... 64


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Hasil pengukuran kayu randu sebelum dan sesudah

penekanan ... 81

Lampiran 2 Hasil pengukuran pada setiap sisi kayu randu menggunakan air sebelum dilakukan uji perendaman ... 82

Lampiran 3 Hasil pengukuran perendaman kayu randu selama 2 jam ... 83

Lampiran 4 Hasil pengukuran perendaman kayu randu selama 24 jam ... 84

Lampiran 5 Persentase pengembangan tebal pada kayu randu ... 85

Lampiran 6 Hasil pengukuran kilap warna permukaan kayu randu ... 86

Lampiran 7 Hasil pengukuran nilai warna permukaan kayu randu ... 87

Lampiran 8 Hasil pengukuran kekerasan lapisan permukaan kayu randu ... 88

Lampiran 9 Hasil pengukuran permukaan kayu randu dengan pensil ... 89

Lampiran 10 Hasil pengukuran nilai adesi lapisan permukaan kayu randu dengan metode Cross-Cut (%) ... 90

Lampiran 11 Hasil pengujian ketahanan lapisan terhadap bahan kimia, dan noda pada persentase pengurangan tebal 0% ... 91

Lampiran 12 Hasil pengujian ketahanan lapisan terhadap bahan kimia, dan noda pada persentase pengurangan tebal 30% ... 92

Lampiran 13 Hasil pengujian ketahanan lapisan terhadap bahan kimia, dan noda pada persentase pengurangan tebal 75% ... 93


(18)

ABSTRAK

DHEDY HANDONO, DENSIFIKASI KAYU RANDU (Ceiba

pentandra(L.)Gaertn)MENGGUNAKAN PROSES PENEKANAN DAN

PELAPISANPERMUKAAN POLIMER POLIESTER SERTA METODE

RADIASI-UV. Dibawah bimbingan MIRZAN T RAZZAK dan SUGIARTO DANU

Percobaan densifikasi kayu randu dan pelapisan permukaan dengan resin poliester tak jenuh telah dilakukan menggunakan radiasi sinar-UV untuk meningkatkan kualitas kayu randu. Teknik densifikasi kayu merupakan teknik penekanan kayu (solidifikasi) yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan permukaan dan kekuatan kayu.Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah kayu randu (Ceiba pentandra (L.)Gaertn) yang memiliki densitas rendah. Bahan pelapis merupakan campuran resin poliester tak jenuh, fotoinisiator radikal 2,2-dimetil-2-hidroksi asetofenon (Darocur 1173) sebagai lapisan dasar. Lapisan atas terdiri dari resin poliester tak jenuh, fotoinisiator radikal 2,2-dimetil-2-hidroksi asetofenon setelah ditambahkan dengan pigmen putih titanium dioksida. Fotoinisiator dalam campuran divariasi dengan tingkat konsentrasi 1, 2, dan 3% dari berat resin.Iradiasi dilakukan dengan menggunakan sinar-UV dengan daya 80 Watt/cm.

Teknik densifikasi yang telah dilakukan dapat meningkatkan densitas kayu randu, permukaan kayu yang cerah, kesan raba permukaan agak halus dan pengembangan tebal setelah perendaman juga semakin meningkat, sedangkan analisis dan sifat lapisan yang diukur meliputi spektrum infra merah, nilai warna, kilap, kekerasan, ketahanan terhadap bahan kimia, pelarut dan noda.Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada umumnya lapisan polimer poliester pada permukaan substrat mempunyai nilai warna, kilap, dan kekerasan yang tinggi.Kekerasan tertinggi lapisan diperoleh dengan menggunakan pensil adalah H. Lapisan tahan terhadap bahan kimia natrium karbonat 1%, asam asetat 5%, alkohol 50% dan asam sulfat 10% tetapi tidak tahan terhadap natrium hidroksida 10% dan spidol permanen warna hitam, merah, dan biru. Analisis menggunakan FTIR baik lapisan dasar dan atas permukaan polimer mengandung gugus karbonil (~1738 cm-1), gugus OH (~3500 cm-1) menunjukkan adanya senyawa alkohol, gugus C-O (~1260 cm-1) dan C-H alifatik (~2860 cm-1) sehingga menunjukkan adanya senyawa ester pada lapisan polimer.

Kata kunci :kayu randu, poliester tak jenuh, polimer titanium dioksida, radiasi sinar-UV.


(19)

ABSTRACT

DHEDY HANDONO, DENSIFICATION OF WOOD RANDU (Ceiba pentandra

(L.) Gaertn) USING COMPRESSED PROCESS AND SURFACE COATING POLYESTER POLYMER WITH ULTRA VIOLET RADIATION METHODS. Advisor MIRZAN T RAZZAK and SUGIARTO DANU

An experimental on densification and surface coating with unsaturated polyester resin has been done by using ultra violet (UV) radiation technique to improve the quality of randu wood. Wood densification technique is wood pressing technique (solid) and used to increase hardness and strength of wood surface. This research uses low density randu wood (Ceiba pentandra (L.) Gaertn). Radiation curable material was the mixture of unsaturated polyester resin, radical photoinisiator of 2,2-dimethyl-2-hydroxy acethophenone (Darocure 1173) as base coat. Top coat consists of unsaturated polyester resin, radical photoinisiator of 2,2-dimethyl-2-hydroxy acethophenone after added with titanium dioxide as white pigment. Photoinisiator in the mixture were varied at the concentration level of 1,2, and 3% by weight, based on resin. Irradiation was conducted by using 80 Watt/cm intensity UV light at the conveyor speed of 1, 2 and 3 m/min.

Densification technique of silk cotton wood has been done get increase density of silk cotton wood, surface wood was bright, touch impression on surface approximately soft and developing of thickness after soaking it also increase, whereas its analysis and film properties observed were Infra Red (IR) spectrum, value of colour, glossy, hardness, chemical, solvent, and stain resistance. Results of the experiment showed that in general unsaturated polyester polymer film on the substrate surface have high value of colour, glossy, and hardness. The highest of pencil hardness was getting with pencil H. Film have good resistances against 1% sodium carbonate, 5% acetic acid, 50% alcohol and 10% sulfuric acid except against 10% sodium hydroxide, black, blue and red permanent marker. The analysis FTIR spectrum for base coat and top coat showed that both contain of carbonyl group (~1738 cm-1), hydroxyl group (~3500 cm-1) as alcohol compound, C-O group (~1260 cm-1) and aliphatic hydrocarbon CH (~2860 cm-1) so it indicates the ester compound on the polymer.

Key word : randu wood, unsaturated polyester, polymer, titanium dioxide, ultraviolet radiation.

xviii


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hutan yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber daya alam yang vital di Indonesia, karena memberikan kontribusi besar dalam pembangunan bangsa. Menurut Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, Departemen Kehutanan, di Indonesia terdapat 3124 jenis kayu yang terdiri dari kayu komersial, non komersial, tidak dikenal dan jenis kayu budidaya (Dwianto dan Marsoem, 2008). Oleh karena itu, aspek-aspek penelitian dan pengembangan hutan senantiasa diupayakan demi terwujudnya pemanfaatan hutan yang berkesinambungan dengan tetap mewujudkan asas kelestarian hutan. Namun, akibat teknologi yang berkembang pesat serta bertambahnya jumlah penduduk pengguna bahan baku, kelestarian kayu dalam hutan semakin berkurang karena areal hutan semakin sempit. Kayu merupakan salah satu jenis komoditas hasil hutan yang banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, mulai dari yang sederhana (korek api dan peti kayu) sampai kepada bahan mewah (furnitur, bahan interior kapal dan bangunan, ukiran, dan lain-lain), serta bahan bangunan (BATAN, 2007).

Kebijaksanaan peningkatan pengolahan hasil hutan oleh industri, kemampuan sumber daya hutan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri harus mendapatkan perhatian industri-industri pengolahan kayu yang ada tetap berperan di masa mendatang. Di Indonesia, dari 4.000 jenis kayu yang dikenal,


(21)

sekitar 85,7% termasuk ke dalam kelas keawetan rendah, sehingga untuk dapat dipergunakan dengan memuaskan harus diawetkan. Tanpa melalui proses pengawetan yang baik, kayu-kayu yang digunakan akan mudah diserang organisme perusak dan menyebabkan kerugian ekonomis (Muin dan Astuti, 2006). Sifat ketahanan kayu dapat ditingkatkan dengan pelapisan Carbon Phenolic Spheres (CPS) dan Graphite Phenolic Spheres (GPS) (Subyakto dan Dwianto, 2004).Oleh karena itu, melalui diversifikasi olahan dan pemanfaatan kayu, seluruh bagian pohon diharapkan dapat digunakan lebih efisien, demikian pula dengan pemanfaatan jenis-jenis kayu yang saat ini masih kurang dilakukan (Budi dan Nani, 2006).Salah satu jenis kayu yang kurang dikenal, namun memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan adalah jenis kayu randu (Ceiba pentandra (L.)Gaertn) yang tergolong dalam famili Malvaceae. Kayu randu mempunyai keunggulan dan kelemahan, keunggulannya merupakan jenis kayu cepat tumbuh sehingga ketersediaan di alam melimpah, mampu tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 400 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987) dan serat kayu randu yang terdapat dalam buah berguna untuk pengisi kasur, bantal, jaket, isolasi listrik, bahan baku tekstil (kain). Sedang buah mudanya untuk sayuran, biji mengandung 20-25% minyak yang berkolesterol rendah, untuk pelumas, sabun, bahan baku obat diabet tipe II dan kayunya yang lunak digunakan sebagai bahan kerajinan tangan (Kosasih, 2007). Kelemahannya densitas yang rendah sehingga sifat fisik dan mekaniknya rendah (Amin dan Dwianto, 2006).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kekuatan kayu yaitu dengan teknik densifikasi kayu.Teknik ini dapat diterapkan pada jenis-jenis kayu


(22)

cepat tumbuh yang pada umumnya berkualitas rendah (Amin dan Dwianto, 2006).Dengan teknik densifikasi, kayu yang memiliki densitas rendah dapat diubah menjadi kayu dengan densitas yang tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan sifat dan penggunaannya.Proses densifikasi kayu dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pelunakan (softening), deformasi (deformation) dan fiksasi (fixation). Sebelum ditekan kayu harus mengalami pelunakan hemiselulosa dan lignin.Proses penekanan dapat meningkatkan kerapatan dan kekuatan kayu yang umumnya dilakukan pada kayu jenis dikotil berkerapatan rendah seperti sengon dan agathis (Wardhani dkk., 2006).

Pelapisan dapat dilakukan dengan menggunakan kuas, rol atau dengan penyemprotan (spray coating). Untuk proses pemadatan (curing) dapat dilakukan dengan metode konvensional atau metode modern. Metode konvensional terdiri dari resin pelapis berupa polimer yang ditambah dengan katalis. Setelah pelarut dari resin menguap, katalis berfungsi menyebabkan terjadinya proses pemadatan. Adanya pelarut menyebabkan metode ini menjadi kurang ramah lingkungan, demikian juga penggunaan panas membutuhkan energi yang besar.Dalam metode pelapisan modern, pemadatan dapat dilakukan dengan menggunakan radiasi.Salah satu radiasi yang dapat dipakai adalah sinar-UV (Rosyid, 2008).

Proses pemadatan lapisan permukaan dengan menggunakan sinar-UV ( UV-curable coating) terdiri dari resin polimer tak jenuh yang ditambah dengan fotoinisiator. Kelebihan pelapisan permukaan dengan teknologi radiasi dibandingkan dengan teknologi konvensional adalah digunakannya bahan kimia pelapis dengan pelarut-pelarut reaktif (monomer polifungsional) yang tidak


(23)

menguap sehingga tidak mencemari udara, proses berlangsung lebih cepat untuk kapasitas produksi yang sama, konsumsi energi jauh lebih kecil, kualitas produk lebih baik (lebih keras, lebih tahan terhadap goresan, tahan terhadap panas, dan pelarut organik), tidak terdapat sisa-sisa katalis pada produk, dan adesi bahan pelapis terhadap substrat lebih baik. Sedangkan kelemahan pelapisan permukaan dengan teknologi radiasi adalah investasi awalnya relatif besar, bahan kimia pelapis relatif lebih mahal daripada bahan kimia pelapis konvensional dan proses radiasi lebih cocok untuk permukaan yang datar (Suhariyono dkk., 1998).

Pemadatan terjadi setelah resin menerima radiasi sinar-UV dari sumber radiasi. Jika intensitas sinar-UV rendah, fotoinisiator tidak cukup mendapat energi untuk memulai proses pemadatan sehingga lapisan menjadi tidak kering dan sifat fisik dan mekanik lapisan yang diinginkan menjadi tidak terpenuhi. Paparan radiasi terhadap lapisan dalam jangka waktu yang lama dengan memperlambat kecepatan konveyor menyebabkan radiasi yang diserap oleh bahan pelapis menjadi lebih banyak. Namun, jika radiasi yang diberikan terlalu banyak, lapisan akan menjadi rapuh karena terlalu banyak ikatan silang yang terbentuk sehingga terjadi degradasi polimer.

Dalam penelitian ini akan dilakukan pelapisan permukaan dengan menggunakan resin poliester tak jenuh setelah ditambah pigmen putih TiO2 (Titanium dioksida) pada permukaan kayu randu. Dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui konsentrasi fotoinisiator yang optimal untuk mendapatkan lapisan yang baik serta kecepatan konveyor yang sesuai sehingga dapat dihasilkan lapisan permukaan yang baik.


(24)

1.2 Rumusan masalah

1. Apakah dengan teknik densifikasi dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik kayu randu serta proses pelapisan permukaan dengan curing menggunakan radiasi sinar-UV dapat meningkatkan sifat lapisan permukaan kayu randu?

2. Berapa waktu yang diperlukan dan penekanan yang optimal pada kayu randu?

3. Berapa kecepatan konveyor optimun yang memberikan jumlah energi yang sesuai sehingga dihasilkan lapisan dengan sifat dan penampilan yang baik? 4. Berapa konsentrasi fotoinisiator optimum yang harus ditambahkan agar

dihasilkan pemadatan lapisan yang sempurna?

1.3 Batasan permasalahan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah densitas kayu randu setelah densifikasi pelapisan permukaan dengan curing menggunakan radiasi sinar-UV dapat meningkatkan kualitas kayu randu secara fisik dan mekanik, serta konsentrasi fotoinisiator yang ditambahkan agar dapat memberikan efek dekoratif yang sesuai pada kayu randu dan kecepatan konveyor optimum. Pigmen yang ditambahkan adalah pigmen warna putih TiO2 dan resin yang digunakan adalah Poliester Tak Jenuh (PTJ) dengan nama komersial Yucalac 157. Ketebalan lapisan yang dapat menutup tekstur permukaan kayu randu tidak menjadi objek dalam penelitian ini.


(25)

1.4 Hipotesa

Semakin tinggi tingkat densitas kayu randu, maka waktu yang diperlukan untuk penekanan juga akan semakin lama, permukaan kayu semakin mengkilap, dan kesan raba lebih halus.

1.5 Tujuan penelitian

1. Mengetahui kondisi optimum perlakuan densifikasi untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik kayu randu serta proses pelapisan permukaan dengan teknik curing radiasi sinar-UV.

2. Mendapatkan konsentrasi pigmen optimum yang dapat menutup tekstur permukaan kayu randu.

3. Mengetahui kecepatan konveyor optimum yang dapat menghasilkan lapisan dengan sifat dan penampilan yang baik.

4. Mendapatkan hasil pengukuran nilai kekerasan, adesi, kilap, nilai warna, serta mengetahui ketahanan bahan kimia lapisan hasil radiasi sinar-UV. 5. Mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada lapisan dasar dan atas dengan

instrumen FTIR (Fourier Transform Infra Red)

1.6 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi bahwa kayu randu dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku alternatif pengganti kayu yang memiliki densitas tinggi (kayu jati, mahoni, pinus dan lain-lain) melalui diversifikasi olahan sehingga dapat diaplikasikan oleh industri.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

Kayu randu termasuk dalam filum Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas dicotylyedonae, ordo malvales, famili malvaceae (Bombaceae), genus Ceiba, dan spesies Ceiba pentandra (Salazar dan Dorthe, 2001). Tumbuh secara alami di Meksiko, Amerika Tengah, Caribea dan satu di Afrika Barat varietas guineensis dan dibawa ke Asia untuk dibudidayakan ke seluruh daerah tropik Indonesia terutama di Pulau dan banyak ditemui di Bogor, Situbondo, dan Semarang.

Gambar 1 Pohon kayu randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn)

Pohon kayu randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) dapat tumbuh hingga setinggi 60-70 m dan dapat memiliki batang pohon yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m. Pohon ini banyak ditanam di kebun, pematang sawah dan dapat berfungsi sebagai pohon pembatas wilayah.Kayu randu (Ceiba pentandra(L.)


(27)

Gaertn) mempunyai densitas 0,28 g/cm3 (0,24-0,49) dan termasuk kayu berkualitas rendah yaitu kelas kuat IV–V dan kelas awet IV–V (Danu dkk., 1996). Kayu randu terdiri dari tipe indica dan tipe caribea. Tipe indica, tingginya kurang dari 20 meter dengan diameter 50 cm, sedangkan tipe caribea bisa mencapai tinggi 50 m dan berdiameter 2 m atau lebih (Suharti, 1994).

2.1.1 Densifikasi kayu

Teknik densifikasi kayu merupakan teknik penekanan kayu utuh (solidifikasi) yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan permukaan dan kekuatan kayu.Teknik ini dapat diterapkan pada jenis-jenis kayu cepat tumbuh yang pada umumnya berkualitas rendah melalui peningkatan densitasnya.

Proses densifikasi kayu dapat dibagi menjadi 3 tahap (Amin dan Dwianto, 2006), yaitu :

1. Pelunakan (softening) 2. Deformasi (deformation) 3. Fiksasi (fixation)

Dalam proses pembentukan kayu, seperti pelengkungan dan penekanan, dinding sel kayu harus bersifat lunak atau plastis sehingga lebih mudah dibentuk. Dinding sel kayu merupakan komposit yang terdiri dari beberapa lapisan yang heterogen, baik struktur maupun komposisi kandungan kimianya (Wardhani dkk., 2006). Kayu kompresi secara komersial telah dibuat di Jerman dengan namaLignostone (Stamm, 1964). Tetapi hasil penekanannya masih belum bersifat permanen karena masih bisa kembali ke keadaan semula bila mendapat pengaruh kelembaban atau perendaman (recovery).Hasil penekanan yang permanen mutlak


(28)

diperlukan untuk memanfaatkan kayu-kayu tersebut sebagai pengganti kayu komersial.

Densifikasi kayu yang bersifat permanen dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya :

1. Perekatan (modifikasi kimia)

2. Perlakuan suhu tinggi pada kondisi kayu kering

3. Perlakuan uap air suhu tinggi pada kondisi kayu basah (steam)

Prinsip densifikasi kayu dengan metode perekatan dilakukan dengan memasukkan perekat atau bahan kimia ke dalam pori-pori kayu dan proses curing atau polimerisasinya terjadi pada saat penekanan dalam kondisi kayu terdeformasi (Amin dan Dwianto, 2006). Pada metode ini dapat digunakan perekat fenol, melamin, urea, tanin, atau perekat yang berasal dari lateks, sedangkan modifikasi kimia dapat menggunakan metode formalisasi, esterifikasi, atau asetilasi.

Densifikasi kayu dengan metode perlakuan suhu tinggi pada kondisi kayu kering dapat diterapkan dengan menggunakan alat tekan panas atau oven pengering, tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai fiksasi kayu yang permanen, yaitu sekitar 20 jam pada suhu 180oC (Amin dan Dwianto, 2006), sehingga cukup banyak menurunkan sifat mekanik kayu tersebut. Hal ini karena terdegradasinya lignin, sehingga menyebabkan menurunnya sifat higroskopis kayu (Inoue and Norimoto, 1991).

Metode perlakuan uap air dengan suhu tinggi pada kondisi kayu basah dilakukan dengan memanaskan kayu menggunakan uap air pada suhu tinggi (steam treatment). Menurut Inoue et al., (1993) bahwa metode ini dilakukan dengan alat


(29)

tekan tahan panas. Kelebihan dari metode ini adalah fiksasi yang bersifat permanen dari kayu yang ditekan dapat dicapai lebih cepat jika dibanding dengan metode sebelumnya, dan tidak banyak memengaruhi atau menurunkan sifat mekanik kayu.

Kekuatan kayu bergantung pada :

1. Kadar air pada kayu. Semakin rendah kadar air yang terkandung pada kayu maka semakin baik kekuatan kayu tersebut.

2. Jenis kayu yang tumbuh cepat, kurang baik dalam hal kekuatannya, sedangkan kayu yang tumbuh lama akan lebih baik kekuatannya.

3. Berat jenis kayu juga sangat memengaruhi kualitas kayu. Semakin rapat susunan partikel-partikelnya semakin bagus kualitasnya (BATAN, 2007).

2.2 Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti “banyak”, dan mer, yang berarti “bagian”. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer (Hart et al., 2003). Jika hanya ada beberapa unit monomer yang tergabung bersama, polimer dengan berat molekul rendah yang terjadi, disebut oligomer(bahasa Yunani oligos “beberapa”). Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzellius pada tahun 1833 (Stevens, 2007).Sedangkan industri polimer (polimer sintesis) baru dikembangkan beberapa puluh tahun terakhir ini.

Berkembangnya industri polimer ini diawali ketika Charles Goodyear dari Amerika Serikat berhasil menemukan vulkanisasi pada tahun 1839.Karena sifatnya


(30)

yang karakteristik maka bahan polimer sangat disukai. Sifat-sifat polimer yang karakteristik ini di antaranya:

1. Mudah diolah untuk berbagai macam produk pada suhu rendah dengan biaya murah.

2. Ringan. Maksudnya rasio bobot terhadap volumenya kecil. 3. Tahan korosi dan kerusakan terhadap lingkungan yang agresif. 4. Bersifat isolator yang baik terhadap panas dan listrik.

5. Berguna untuk bahan komponen khusus karena sifatnya yang elastis dan plastis.

6. Berat molekulnya besar sehingga kestabilan dimensinya tinggi.

Derajat polimerisasi (DP) dari suatu polimer adalah rasio atau perbandingan berat molekul polimer dengan berat molekul monomernya.Suatu polietilen (PE) dengan berat molekul 28.000 misalnya, memiliki derajat polimerisasi 1000 karena berat molekul dari monomernya (C2H4) adalah 28. DP menggambarkan ukuran molekul dari suatu polimer berdasarkan atas jumlah dari monomer penyusunnya.Jika polimer tersebut dipreparasi dari monomer tunggal, A, maka produknya digolongkan sebagai homopolimer.Contoh dari homopolimer adalah polietilen, polistiren, polipropilen, poliisobutilen dan lain-lain.

– A – A – A – A – A – A – A – A - Homopolimer

Jika lebih dari satu monomer yang dipolimerisasi, maka produknya berupa kopolimer. Jika monomer A dan B dipolimerisasi bersama, maka empat jenis


(31)

kopolimer akan mungkin terbentuk dalam struktur polimer tersebut. Jika dua unit struktur berselang-seling dalam susunan linear, maka produknya disebut kopolimer alternasi, misalnya (Poli[stirena-alt-(metil matakrilat)], sedangkan jika distribusinya acak maka disebut kopolimer acak, misalnya poliester tak jenuh. Susunan (kombinasi yang ketiga adalah di mana blok-blok A dan B muncul bersama. Susunan demikian direferensikan sebagai kopolimer blok, misalnya Poli[stirena-ko -(metil metakrilat)].

– A – B – A – B – A – B – A – B - Kopolimer alternasi – A – A – A – B – A – B – B – A- Kopolimer acak – A – A – A – A – B – B – B – B- Kopolimerblok

Suatu susunan blok nonlinear juga mungkin, yang terdiri dari satu polimer dengan polimer lain yang bercabang darinya. Ini disebut kopolimer cangkok, misalnya Polistirena-poli(metil metakrilat)], Blok-kopoli[butadiena/ cangkok-ko(stirena/akrilonitril)] dan lain sebagainya.


(32)

2.2.1 Polimer industri

Ada tiga klasifikasi utama dari polimer industri: plastik, serat dan karet (Gambar 2). Perbedaan dan kegunaan produk akhir dari ketiga tipe polimer ini didasarkan sifat mekanik khusus polimer yang disebut modulus, yang istilah yang lebih umum mempunyai arti kekakuan (stiffness).Serat mempunyai modulus tertinggi, sedangkan karet terendah.Produk yang terakhir ini termasuk plastik-plastik selulosa, selulosa dan karet (Stevens, 2007).

Gambar 2 Tiga klasifikasi utama dari polimer industri

a. Plastik

Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan ekonomis dan kegunaannya: plastik komoditi dan plastik teknik (Stevens, 2007). Plastik-plastik komoditi dicirikan oleh volumenya yang tinggi dan harganya yang murah, biasanya dipakai dalam bentuk barang yang bersifat pakai-buang (disposable) seperti lapisan pengemas, namun ditemukan juga pemakaiannya dalam barang-barang yang tahan lama. Polietilena, polipropilena, poli(vinil- klorida) dan


(33)

polistirena termasuk dalam plastik komoditi.Plastik teknik lebih mahal harganya dan volumenya rendah, tetapi memiliki sifat mekanik yang rendah.Poliamida, polikarbonat, asetal dan poliester termasuk dalam plastik teknik.

b.Karet

Karet atau elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas) atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat.Sebagian besar mempunyai struktur jaringan.Akhir-akhir ini, beberapa jenis elastomer bukan jaringan yang penting direferensikan sebagai termoplastik elastomer dan telah dikembangkan.Bahan-bahan ini yang sifat-sifat elastomeriknya ditimbulkan oleh adanya gaya-gaya ikatan ion atau sekunder.

c. Serat (fiber)

Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatannya yang tinggi, elongasi (daya rentang) yang baik, stabilitas panas yang baik, spinabilitas (kemampuan untuk diubah menjadi filamen-filamen) dan sejumlah sifat-sifat lain yang bergantung pada apakah dipakai dalam tekstil, kawat, tali dan kabel.Suatu daftar parsial dari sifat-sifat serat mungkin memasukkan juga daya celup (dyebility), resistensi bahan kimia, resistensi serangga dan jamur dan resistensi kekusutan.Contoh serat yang sering digunakan adalah Nilon dan Dacron.

2.2.2 Pelapisan permukaan

Proses pelapisan permukaan dengan teknik curing radiasi sinar-UV terjadi karena bahan-bahan pelapis tersebut mengalami polimerisasi radiasi melalui pembentukan ikatan-ikatan silang sehingga terbentuk lapisan polimer tiga dimensi pada permukaan substrat. Dalam pelapisan berwarna, tebal lapisan dan konsentrasi


(34)

pigmen memengaruhi daya tutup lapisan terhadap tekstur permukaan substrat. Lapisan yang terlalu tipis atau konsentrasi pigmen yang rendah tidak akan menutup tekstur permukaan substrat. Sebaliknya, lapisan yang terlalu tebal atau konsentrasi pigmen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan lapisan yang dihasilkan kurang sempurna. Intensitas sinar-UV akan menurun dengan bertambahnya tebal lapisan. Demikian juga, kandungan pigmen dapat menghalangi absorpsi sinar-UV (Fresca, 1987).

2.2.3 Poliester tak jenuh

Poliester tak jenuh merupakan hasil reaksi campuran asam organik (misalnya asam fumarat, asam maleat dan anhidrida ftalat) dengan glikol (misalnya etilen glikol dan propilen glikol) (Rekso et al., 1998; BATAN, 1984).Campuran poliester tak jenuh dengan monomer stiren merupakan bahan pelapis radiasi yang sudah lama dikenal (Danu et al., 1996).Poliester tak jenuh diproses sampai mencapai berat molekul yang relatif rendah, kemudian dilarutkan dalam monomer seperti stirena untuk membentuk larutan yang kental. Sejauh ini stiren merupakan pelarut yang paling umum dipakai (Danu et al., 1998), meskipun bisa memakai monomer lain seperti vinil asetat atau metil metakrilat atau untuk memperoleh sifat-sifat tahan nyala lebih baik, monomer terhalogenasi seperti orto-para bromostirena.

Poliester sebagai resin termoset cenderung memiliki stabilitas dimensi yang tinggi, tahan terhadap temperatur yang tinggi dan ketahanan yang baik terhadap pelarut (Danu et al., 2006). Satu-satunya bahan yang mempunyai nilai komersial untuk direaksikan dengan gugus tidak jenuh dalam kerangka polimer adalah anhidrida maleat dan asam fumarat karena harganya murah.Jika hanya digunakan


(35)

asam tak jenuh dan glikol, ikatan silang produk akhir terlalu berlebihan sehingga rapuh tidak bisa dipakai.Resin poliester merupakan salah satu bahan pelapis radiasi yang banyak digunakan untuk bahan pelapis permukaan yang mempunyai sifat cukup baik yaitu keras, kuat, dan bening serta harganya relatif murah (Lawson, 1993).

2.2.4Fotoinisiator

Peran fotoinisiator adalah menginisiasi polimerisasi untuk menghasilkan polimer ikatan silang dengan mengabsorpsi sinar-UV dan menghasilkan spesi inisiator aktif (Gatechair et al., 1983). Fotoinisiator Darocur 1173 merupakan senyawa derivat asetofenon dengan nama kimia 2-hidroksi-2-metil-fenilpropanon atau 2,2-dimetil-2-hidroksi-asetofenon (Gambar 3). Fotoinisiator ini akan mengabsorpsi energi radiasi sinar-UV pada panjang gelombang antara 225-375 nm (Holman and Oldring, 1988) menghasilkan fotoinisiator tereksitasi dan membentuk radikal bebas dengan prapolimer dan monomer pengencer sehingga terbentuk polimer berikatan silang. Senyawa ini memiliki viskositas yang rendah dan tidak menimbulkan iritasi kulit yang berbahaya.

Gambar 3 Struktur senyawa Darocur 1173 (Suhariyono dkk., 1998)

Ada lima jenis fotoinisiator utama yang digunakan dalam pelapisan permukaan dengan sinar-UV. Jenis-jenis tersebut disajikan pada Tabel 1.


(36)

Tabel 1 Jenis fotoinisiator dengan tipe reaksinya.

Terbentuknya spesi aktif terjadi setelah fotoinisiator (I) menyerap sinar-UV sehingga menjadi tereksitasi (I*).Fotoinisiator tereksitasi selanjutnya dapat terpecah menjadi spesi radikal bebas (I-).Radikal bebas menginisiasi monomer atau oligomer (M) menjadi monomer atau oligomer radikal (IM-), yang melakukan perambatan (propagasi) menghasilkan polimer ikatan silang jika mengalami terminasi (Kirchmoyr and Rist, 1981). Tahapan proses di atas dapat digambarkan sebagai berikut (Canet and Mani, 1972) :

1. Pembentukan fotoinisiator tereksitasi I → I*

2. Pembentukan radikal inisiator I* → I.

3. Inisiasi, propagasi dan terminasi I. + M → IM.(Inisiasi)

IM.+ M → IMM. (Propagasi) IM. + M. → IMM (Terminasi)

Jenis fotoinisiator Tipe reaksi

Benzoin Norris I

Benzil ketal Norris I

Asetophenon Norris I

Benzophenon Norris II

Thioxantones Norris II


(37)

Terbentuknya radikal bebas dapat terjadi melalui dua jenis mekanisme reaksi umum yaitu dengan reaksi Norris tipe I dan II (Chang et al, 1987).Reaksi Norris tipe I adalah pemecahan homolitik antara gugus karbonil dan atom karbon α terdekat yang menghasilkan dua spesi radikal (Gambar 4). Pemecahan homolitik adalah pemecahan yang melibatkan satu buah elektron, sehingga akan menghasilkan atom-atom dengan elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) yang disebut atom radikal, sedangkan pemecahan heterolitik adalah pemecahan yang melibatkan pasangan elektron sehingga akan selalu berkaitan dengan ion positif dan ion negatif.

h

υ

Gambar 4

Reaksi Norris tipe I (Chang et al, 1987 dalam Rosyid, 2008)

Reaksi Norris tipe II melibatkan abstraksi hidrogen oleh gugus karbonil sehingga menghasilkan dua molekul radikal (Gambar 5).Dalam mekanisme abstraksi hidrogen biasanya fotoinisiator ditambah senyawa yang bersifat fotosinergis yang berfungsi sebagai donor hidrogen.Senyawa-senyawa amina khususnya amina tersier biasanya ditambahkan sebagai fotosinergis (Rosyid 2008). Hal ini dikarenakan senyawa amina, misalnya dietil amin memiliki sepasang elektron yang menyendiri, sehingga apabila bereaksi dengan fotoinisiator radikal akan terjadi transfer elektron dari senyawa amina ke karbon karbonil dari fotoinisiator.


(38)

Gambar 5 Mekanisme tipe reaksi Norris II dengan adanya fotosinergis

Mula-mula fotoinisiator menerima radiasi sinar-UV sehingga menjadi tereksitasi (A).fotoinisiator yang tereksitasi selanjutnya membentuk kompleks tereksitasi atau exciplex (C) dengan fotosinergis (B) setelah terjadi fotoinisiator transfer elektron.Transfer elektron dapat berlangsung karena fotoinisiator radikal bersifat elektrofil. Karbon karbonil kompleks tereksitasi bermuatan parsial negatif sehingga dapat melakukan abstraksi hidrogen dari karbon alfa fotosinergis dan menghasilkan dua spesi radikal (D).


(39)

2.2.5 Pigmen

Pigmen merupakan bahan berbentuk partikel-partikel kecil yang tidak dapat larut dalam mediumnya dan ditambahkan untuk memberikan warna (dekoratif), menutup tekstur atau permukaan bahan, melindungi bahan dari kerusakan, serta pada logam dapat mencegah korosi (Morgans, 1990).Pigmen dapat berupa senyawa anorganik atau organik.Pigmen anorganik misalnya titanium dioksida, timbal oksida dan kromium oksida, sedangkan pigmen organik misalnya senyawa-senyawa azo, misalnya metil orange (asam-p-dimetilamino-azobenzenasulfonat), Eriochrome Black T, dan calmagite.Stuktur senyawa metil orange ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Struktur senyawa metil orange

Titanium dioksida merupakan pigmen putih anorganik yang sangat penting dan banyak digunakan untuk pembuatan cat dan pelapisan.Kemampuan untuk menutup dan memberi warna putih yang efisien, sifat nontoksik, kemudahan diperoleh, serta harganya yang murah merupakan alasan utama banyak dipakainya selain pigmen-pigmen putih yang lain (Buchner et al., 1989).Ada dua bentuk kristal TiO2 yang tersedia secara komersial sebagai pigmen yaitu anatase dan rutile. Rutile memiliki indeks refraksi lebih besar dibanding anatase sehingga mempunyai daya


(40)

tutup lebih besar.Namun karena serapannya mulai dari panjang gelombang 425 nm, rutile dapat mengalami penguningan.Titanium dioksida dapat berperan sebagai pigmen putih karena dapat merefleksikan seluruh panjang gelombang sinar tampak secara kuat (Blakey and Hall, 1988).

2.2.6 Proses polimerisasi

Proses pembentukan rantai molekul raksasa polimer dari unit-unit molekul terkecilnya melibatkan reaksi yang kompleks. Proses polimerisasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis reaksi, yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi (Hart et al., 2003). Polimerisasi kondensasi adalah polimerisasi yang terbentuk dari kondensasi dua gugus reaktif monomer-monomer penyusunnya dengan kehilangan atom atau molekul tertentu ketika polimer terbentuk (Gambar 7). Poliester merupakan contoh polimerisasi dengan reaksi kondensasi dari dua monomer bifungsional yang kehilangan molekul air (Stevens, 2007), sedangkan contoh yang lainnya adalah polietilen glikol, dan poliasam 4-hidroksi-metilbenzoat.

Gambar 7Reaksi polimerisasi kondensasi.

Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang terbentuk dari reaksi berantai pusat aktif dari monomer-monomer penyusunnya tanpa disertai dengan kehilangan suatu atom atau molekul (Gambar 8).Contoh polimerisasi dengan reaksi adisi adalah polietilen yang tersusun dari molekul etilen.Polimerisasi adisi dapat


(41)

terbentuk dari tiga jenis mekanisme (Billmayer, 1961), yaitu polimerisasi adisi radikal bebas, polimerisasi adisi kationik dan polimerisasi adisi anionik.Polimerisasi adisi kationik melibatkan zat antara yaitu karbokation sedangkan polimerisasi adisi anionik melibatkan zat antara yaitu karbanion.

Gambar 8 Reaksi polimerisasi adisi.

a. Polimerisasi adisi radikal bebas

Polimerisasi adisi radikal bebas memerlukan inisiator radikal, contohnya adalah benzoil peroksida.Inisiator ini mengurai pada sekitar 800C menghasilkan radikal benzoil peroksida.Radikal ini dapat mengawali (menginisiasi) rantai atau dapat kehilangan karbondioksida menghasilkan radikal fenil yang juga dapat mengawali rantai (Hart et al., 2003).

Radikal (I•) yang telah terbentuk dapat menginisiasi monomer (R) menjadi monomer radikal (I-R•).Monomer radikal selanjutnya dapat berpropagasi dengan monomer lain (R) membentuk rantai polimer radikal yang panjang (I-R-R•). Mekanisme polimerisasi radikal bebas dapat digambarkan sebagai berikut (Stevens, 2007):

1. Inisiasi

I• + R ---> I-R• 2. Propagasi

I-R• +R ----> I-R-R•


(42)

3. Terminasi

I-R-R• + R• ----> R-R

Proses propagasi akan berhenti jika polimer-polimer radikal saling bergabung menjadi polimer yang stabil (R-R).

Gambar 9 Polimerisasi adisi radikal bebas.

Pada dasarnya prinsip mekanisme pengikatan silang adalah mekanisme radikal bebas (Stevens, 2007).Pembentukan radikal bebas polimer dapat melibatkan abstraksi atom hidrogen oleh inisiator radikal atau terinduksi oleh radiasi, misalnya pada pengikatan silang polietilen (Gambar 10).

Gambar 10 Reaksi pengikatan silang polietilen dengan menggunakan radiasi sinar gamma.


(43)

Polimer yang masih memiliki gugus tak jenuh, pengikatan silang dapat terjadi melalui gugus tersebut dengan terlebih dahulu terbentuk radikal bebas.Radikal bebas dapat berasal dari inisiator radikal yang ditambahkan.

b.Polimerisasi adisi kationik

Senyawa vinil tertentu lebih baik dipolimerisasi melalui kationik, bukan melalui intermediet radikal bebas.Contoh komersial yang paling sering dijumpai adalah isobutilen (2-metil-propena), yang dapat dipolimerisasi dengan katalis Friedel–Crafts dalam reaksi yang melibatkan zat antara karbokation tersier (Gambar 11).

Gambar 11 Tahapan polimerisasi adisi kationik.

Inisiasi menghasilkan kation tert-butil yang dalam langkah propagasi akan mengadisi karbon CH2 dari ikatan rangkap secara Markovnikov untuk 24


(44)

menghasilkan karbokation tersier lain, dan seterusnya. Terminasi akan terjadi melalui lepasnya proton dari atom karbon di sebelah karbon positif (Hart et al., 2003). Poliisobutilen yang dihasilkan dengan cara ini digunakan sebagai aditif dalam minyak lumas dan sebagai perekat dalam kertas label peka tekanan dan label kertas yang dapat kembali. Polimer berbobot molekul lebih tinggi digunakan dalam pembuatan ban dalam untuk ban truk dan sepeda.

c.Polimerisasi adisi anionik

Dalam polimerisasi anion vinil, rantai propagasinya berupa suatu karbanion (Stevens, 2007). Karbanion adalah sejenis anion dari karbon yang memiliki satu pasangan elektron menyendiri .

Gambar 12 Polimerisasi adisi anionik akrilonitril.


(45)

Karbanion merupakan sejenis nukleofilik dan dapat dibentuk dari reaksi pemecahan heterolitik dari ikatan kovalen yang melibatkan atom karbon dimana atom yang berikatan dengan atom karbon yang berikatan dengan atom karbon pergi tanpa membawa pasangan elektron. Hal ini akan membuat atom karbon tersebut menjadi bermuatan negatif karena memiliki pasangan elektron menyendiri. Monomer-monomer yang memiliki gugus substituen yang bisa menstabilkan karbanion melalui resonansi atau induksi, paling rentan terhadap polimerisasi anion.Contoh gugus-gugus demikian yaitu nitro, siano, karboksil, vinil dan fenil.Alkena dengan substituen penarik elektron dapat dipolimerisasi melalui zat antara karbanion.Pada tahap inisiasi, alkena yang memiliki ikatan rangkap akan berikatan dengan karbanion sehingga akan terjadi proses adisi nukleofilik ke monomer (Gambar 12). Kelompok alkil mempunyai kecenderungan untuk melepaskan elektronnya yang membuat terjadinya peningkatan kepadatan elektron pada atom karbon yang bermuatan negatif, hal ini akan menyebabkan terjadinya ketidakstabilan. Semakin banyak gugus alkil yang terikat pada atom karbon yang bermuatan negatif, semakin besar pula kerapatan elektronnya dan ini menyebabkan turunnya stabilitas dari karbanion tersebut.Katalis yang dapat digunakan berupa senyawa organologam, misalnya alkilitium (R-Li) (Hart et al., 2003).

2.2.7Mekanisme polimerisasi radiasi sinar-UV

Mekanisme polimerisasi radiasi-UV diawali dengan pembentukan radikal bebas. Radikal bebas yang berasal dari inisiator akan menginisiasi monomer. Adisi radikal monomer ke monomer-monomer lainnya, yang diikuti oeh adisi berantai radikal-radikal oligomer dan polimer ke monomer yang tersedia mengandung


(46)

reaksi-reaksi propagasi. Reaksi propagasi akan terhenti saat terjadi penggabungan antara monomer-monomer yang radikal.

Salah satu bentuk polimer hasil polimerisasi yaitu polimer jaringan atau yang lebih dikenal dengan polimer ikat silang (cross linking). Polimer ikat silang yaitu polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain pada rantai utamanya sehingga terbentuk sambung silang tiga dimensi.

Gambar 13 Polimer ikat silang

Polimer-polimer yang telah berikatan silang termasuk ke dalam polimer termoset yaitu polimer yang tidak akan mencair atau meleleh jika dipanaskan. Polimer termoset tidak dapat dibentuk dan tidak dapat larut karena pengikatan silang, menyebabkan kenaikan berat molekul yang besar.

2.6Spektroskopi Ultraviolet-Visible (UV-Vis) dan Inframerah 2.6.1Spektroskopi Ultraviolet-Visible

Daerah sinar tampak pada spektrum berhubungan dengan cahaya yang panjang gelombangnya 400–800 nm.Cahaya ultraviolet mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek, sekitar 200–400 nm. Banyaknya energi yang berkaitan dengan cahaya ini adalah 37 sampai 75 kkal/mol untuk daerah sinar tampak dan 75 sampai 150 kkal/mol untuk daerah ultraviolet (Fessenden and


(47)

Fessenden, 1982a). Energi sebanyak ini berhubungan dengan banyaknya energi yang diperlukan elektron untuk melompat dari orbital molekul terisi ke orbital yang berenergi lebih tinggi, yaitu orbital molekul kosong.Lompatan elektron seperti ini disebut transisi elektron (electronic transition) (Hart et al., 2003; Fessenden and Fessenden, 1982a).

Panjang gelombang cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron (Day and Underwood, 2002). Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden and Fessenden, 1982a). Absorpsi energi direkam sebagai absorbans (Hart et al., 2003). Absorbans pada suatu panjang gelombang tertentu didefinisikan sebagai:

� = �����

dimana A adalah absorban, Io adalah intensitas berkas cahaya rujukan, I adalah intensitas berkas cahaya contoh.

A =

���

dimana A adalah absorban,

adalahabsorptivitas molar atau disebut juga sebagai

koefisien ekstingi molar (dalam l mol-1cm-1), c adalah konsentrasi (mol l-1), l adalah panjang atau ketebalan dari bahan atau medium yang dilintasi oleh

cahaya(cm).

Absorban suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi.Oleh karena itu


(48)

absorbanbergantung pada struktur elektronik senyawanya dan juga pada kepekatan contoh dan panjangnya sel contoh (Fessenden and Fessenden, 1982a).

2.6.2 Spektroskopi inframerah a. Daerah spektrum inframerah

Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, apakah senyawa organik atau anorganik akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Hubungan antara daerah inframerah dengan spektrum elektromagnetik yang lain dapat terlihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Daerah spektrum elektromagnetik yang menunjukkan hubungan vibrasi inframerah dengan tipe radiasi lain.

Panjang gelombang (λ) berbanding terbalik dengan frekuensi (�) dan dinyatakan sebagai �= c/λ, c adalah kecepatan cahaya. Energi berbanding lurus dengan frekuensi : E= h�, h adalah tetapan Planck. Dari persamaan terakhir dapat diketahui secara kuantitatif bahwa energi radiasi yang paling tinggi adalah sesuai dengan daerah spektrum sinar-X, dan energi tersebut cukup kuat untuk memecah ikatan dalam molekul.


(49)

Pada spektrum elektromagnetik, radiofrekuensi yang memiliki energi sangat rendah, hanya cukup untuk mengakibatkan transisi inti atau transisi putaran elektronik (NMR atau ESR) di dalam molekul. Daerah spektrum elektromagnetik inframerah terletak pada panjang gelombang yang lebih panjang bila dibandingkan dengan daerah sinar tampak yang terletak dari panjang gelombang sekitar 400 nm hingga 800 nm, tetapi terletak pada panjang gelombang mikro yangmempunyai panjang gelombang lebih besar daripada 1 nm (Fessenden and Fessenden, 1982a).Ringkasan daerah spektrum dan tipe transisi energi, sejumlah daerah tersebut meliputi inframerah, memberikan keterangan penting tentang spektrum molekul organik (Tabel 2).

Tabel 2 Tipe transisi energi dalam setiap daerah spektrum elektromagnetik

Daerah spektrum Transisi Energi

Sinar-X Pemecahan ikatan

Ultraviolet / tampak Elektronik

Inframerah Vibrasi

Gelombang mikro Rotasi

Frekuensi radio

Putaran inti (Resonansi Magnetik Inti ) Putaran elektron (Resonansi Putaran

Elektron )

Identifikasi molekul dengan menggunakan infra merah dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertamapenentuan gugus fungsi ditunjukkan didaerah 3600-1200 cm-1 dan bagian kedua adalah membandingkan secara rinci spektra zat yang telah diketahui dengan spektra zat murni yang mengandung semua gugus fungsi yang ditemukan pada tahap pertama (Herbone, 1987).


(50)

a.Proses serapan inframerah

Molekul akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi bila mereka menyerap radiasi inframerah. Penyerapan radiasi inframerah sesuai dengan perubahan energi yang memiliki orde dari 2 hingga 10 kkal/mol (Fessenden and Fessenden, 1982a).Radiasi dalam kisaran energi ini sesuai dengan kisaran frekuensi vibrasi rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen dalam kebanyakan molekul.

Energi sinar di daerah inframerah tidak cukup kuat untuk menyebabkan transisi elektronik sebagai mana yang terjadi pada absorpsi UV-VIS. Energi sinar di daerah inframerah hanya cukup untuk membuat transisi energi vibrasi dan rotasi.Untuk dapat menyerap sinar di daerah inframerah, harus disertai dengan perubahan momen dipol dari molekul, hal ini sebagai akibat dari adanya gerakan vibrasi atau di dalam molekul. Maka hanya dalam situasi demikian medan listrik dari radiasi dapat berinteraksi dengan molekul dan menyebabkan perubahan amplitudo dari gerakan tersebut. Apabila absorpsi ini terjadi maka energi yang diserap akan menaikkan amplitudo gerakan vibrasi ikatan dalam molekul (Amran, 2004). Namun demikian, tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi inframerah, meskipun frekuensi radiasi tetap sesuai dengan gerakan ikatan.Hanya ikatan yang mempunyai momen dipol yang dapat menyerap radiasi inframerah (Sastrohamidjojo, 1990).

b.Kegunaan spektrum inframerah

Spektrometri inframerah (IR) menyangkut interaksi antara radiasi cahaya di daerah inframerah dengan materi.Spektra inframerah dari suatu senyawa 30


(51)

memberikan gambaran keadaan dan struktur molekul. Setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi yang berbeda dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit yang berbeda (Khopkar, 1984), maka tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum inframerah yang tepat sama.

Gambar 15 Daerah serapan inframerah.

Hampir semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul diatomik homonuklear, seperti O2, N2, dan H2.Spektra inframerah dari molekul poliatomik relatif kompleks karena adanya beberapa kemungkinan transisi vibrasi (Gambar 16), adanya overtone, dan perubahan pita.Namun demikian pita absorpsi untuk beberapa gugus fungsi tertentu cukup tajam dan karakterisitik.Keseluruhan spektra inframerah dari satu molekul tertentu adalah karakteristik sehingga sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa.


(52)

1. Ragam Vibrasi Rentangan (stretching) dan Bengkokan (bending)

Gambar 16 Ragam vibrasi, rentangan (a) dan bengkokan (b).

Tipe ragam yang paling sederhana dari gerakan vibrasi dalam molekul yang aktif inframerah, yaitu menyebabkan serapan, adalah ragam rentangan dan bengkokan.Pengertian “guntingan”, “goyangan”, “kibasan”, dan “pelintiran” biasanya diperoleh dari pustaka untuk menyatakan serapan inframerah. Dalam setiap gugus yang terdiri dari tiga atom atau lebih, paling tidak dua daripadanya sama maka akan terdapat dua cara rentangan dan / bengkok: bentuksimetri dan bentuk asimetri. Panjang gelombang inframerah (IR) lebih pendek daripada panjang gelombang sinar tampak maupun ultra ungu (UV). Oleh karena itu, IR tidak mampu mentransisikan elektron, melainkan hanya menyebabkan molekul


(53)

bergetar(Hendayana, 1994).Beberapa nilai frekuensi gugus-gugus fungsi dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3Frekuensi Gugus-Gugus Fungsi (Hermanto, 2008)

Gugus Fungsi Panjang

Gelombang (μ)

Bilangan Gelombang (cm-1)

O-H Alkohol/fenol bebas

Asam karboksilat

H yang terikat

2,74-2,79 3,70-4,0 2,82-3,12 3580-3650 2500-2700 3210-3550 NH Amina primer,

sekunder dan amida

6,10-6,45 3140-3320

CH Alkana Alkena Alkuna Aromatik 3,37-3,50 3,23-3,32 3,03 ~ 3,30 2850-2960 3010-3095 3300 ~ 3030

CH2 Bending 6,83 1465

CH3 Bending 6,90-7,27 1450-1375

CC Alkuna Alkena Aromatik 4,42-4,76 5,95-6,16 ~ 6,25 2190-2260 1620-1680 1475-1600 C=O Aldehid

Keton Asam Ester Anhidrida 5,75-5,81 5,79-5,97 5,79-5,87 5,71-5,86 5,52-5,68 1720-1740 1675-1725 1700-1725 1720-1750 1760-1181

CN Nitrit 4,35-5,00 2000-3000

NO2 Nitro 6,06-6,67 1500-1650

2.Komponen Spektrofotometri

Unit peralatan spektrofotometri infra merah terdiri dari:

a. Sumber radiasi

Sumber radiasi yang lazim digunakan adalah bahan bakar yang sukar mencair, Nernst glower dan Globar. Nernst glower biasanya merupakan tabung 34


(54)

hampa dari Zirkunium dan Yitrium oksida yang dipanaskan dan mempunyai suhu operasi antara 7500 hingga 12000C.

b. Monokromator

Monokromator terdiri dari sistem celah masuk dan celah keluar, alat pendispersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan beberapa cermin untuk memantulkan dan memfokuskan berkas sinar. Prisma atau gratting di dalam monokromator mempunyai fungsi yang penting.Radiasi yang didispersikan oleh prisma tergantung pada indeks biasnya yang berubah dengan frekuensi radiasi. c.Detektor

Ada tiga macam detektor yang digunakan pada spektrofotometer inframerah, yaitu bolometer, termokopel, dan sel pneumatic Golay.Ketiga macam detektor tersebut bekerja berdasarkan pada pengaruh panas yang dihasilkan bila radiasi inframerah diserap dari berkas sinar yang mengenai.Pada umumnya detektor harus mempunyai daerah peka yang kecil, kapasitas panas yang rendah, arus gangguan yang rendah, sensitivitas panas yang yang tinggi, dan absorptivitas tidak selektif terhadap semua frekuensi radiasi inframerah (Sastrohamidjojo, 1990).


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010di Laboratorium Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium.

3.2Alat dan bahan 3.2.1 Alat

Alat yamg digunakan adalah timbangan analitik, pemanas listrik, gergaji, sarung tangan, penjepit, pencatat waktu, mistar dan ampelas, pensil Uni Mitsubishi, alat tekan panas 220 V, 54 kW dan alat tekan dingin. Sumber radiasi-UV satu lampu dengan intensitas 80 Watt/cm, buatan IST Strahlen Teknik GmbH (Jerman). Fourier Transform Infra RedSpectroscopy (FTIR) Perkin Elmer Spectrum One, Alat pengukur kekerasan, Pendulum Hardness Rocker buatan Sheen (Inggris). Alat pengukur kilap, Glossmeter buatan Toyoseiki (Jepang).Alat pengukur nilai warna, Chromameter tipe CR-2006 buatan Shimadzu (Jepang).

3.2.2 Bahan

Papan kayu randu berasal dari Desa Cikaracak, Leuwiliang, Bogor. Resin Poliester Tak Jenuh (PTJ) dengan nama komersial Yucalac 157.Fotoinisiator 2-hidroksi-2-etil-1-fenil propanon dengan nama komersial Darocur 1173 buatan


(56)

Merck, Jerman. Pigmen Putih TiO2 dalam dispersi poliester, buatan PT. Justus Kimia Raya, Tangerang.

3.3 Cara kerja

3.3.1 Persiapan kayu randu

Kayu randu dipotong dengan ukuran 17 cm x 17 cm x 3 cmdengan gergaji sebanyak 60 lembar.Permukaan dan tepi kayu kemudian dihaluskan dengan ampelas sehingga permukaan menjadi lebih rata.Pengamatan dilakukan secara fisik, seperti sifat, kesan raba, arah serat dan permukaan kayu, serta pengukuran panjang, lebar, dan tebal untuk mengetahui volume kayu tersebut.Kayu randu ditimbang dengan timbangan analitik lalu dihitung densitasnya.

3.3.2 Pengukuran densitas

Alat tekan dihidupkan, kemudian diatur pada suhu 100oC hingga konstan dengan tekanan 0 kg/cm2. Kayu randu dimasukkan ke dalam alat tekan dan diberi penambahan tekanan setiap 5 kg/cm2. Setiap penambahan tekanan dilakukan pengukuran tebal dengan penggaris anti panas, hingga mencapai ketebalan yang telah ditentukan kemudian dicatat hasil pengukurannya. Pengujian dilakukan secara triplo untuk setiap perlakuan.

3.3.3 Pengukuran kayu randu setelah penekanan

Kayu randu yang telah dibersihkan dari debu, kotoran dan dihaluskan dengan ampelas dimasukkan ke dalam alat tekan dengan tekanan 0 kg/cm2 dan suhu 100oC. Kayu randu dikeluarkan serta dicatat berat, volume, dan perubahan fisik pada kayu tersebut. Pengujian dilakukan secara triplo untuk setiap perlakuan.


(57)

3.3.4 Pengukuran pengembangan tebal

Kayu randu setelah dilakukan penekanan, kemudian diukur ketebalannya pada keempat sudut, (To). Untuk pengembangan dalam air, kayu randu direndam dalam air pada suhu kamar selama 2 jam dan 24 jam dengan menggunakan tempat air yang terbuat dari plastik sehingga seluruh kayu dapat terendam dengan sempurna. Kayu randu diukur kembali tebalnya (T1) pada keempat sudutnya. Angka yang diperoleh dari masing-masing contoh uji selanjutnya dirata-ratakan (BSN., 1991). Besarnya penambahan tebal (PT) dapat diukur dengan rumus :

PT = 100%

0 0 1

x T

T T

Keterangan:

PT = Pengembangan Tebal (%) T0 = Tebal sebelum perendaman(cm) T1 = Tebal setelah perendaman (cm)

3.3.5 Pembuatan formulasi bahan pelapis 3.3.5.1 Formulasi bahan pelapis dasar

Formulasi bahan pelapis dasar dibuat dalam wadah gelas dengan komposisi 1% fotoinisiator Darocur dari berat resin poliester tak jenuh.

3.3.5.2 Formulasi bahan pelapis atas

Formulasi bahan pelapis atas dibuat dalam wadah gelas dengan komposisi 1% fotoinisiator, serta 1% konsentrasi pigmen (TiO2) masing-masing dari berat resin poliester tak jenuh.


(58)

3.4 Pelapisan dengan curing menggunakan sinar-UV 3.4.1 Pelapisan dasar

Sebelum pelapisan dasar dilakukan, kayu randu dibersihkan lagi dengan menggunakan aseton.Pelapisan dilakukan dengan menggunakan rol hingga semua permukaan substrat terlapisi dengan baik oleh resin.Substrat yang telah diberi bahan pelapis diiradiasi menggunakan sinar-UV dengan kecepatan konveyor 3m/menit.

3.4.2 Pelapisan atas

Sebelum dilakukan pelapisan atas, substrat yang telah dilapisi dengan lapisan dasar terlebih dahulu diampelas hingga halus dengan kertas ampelas No. 240.Substrat selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan aseton dan dibiarkan hingga kering. Pelapisan dilakukan dengan menggunakan silinder kaca yang diberi lilitan pita perekat sehingga diperoleh ketebalan lapisan sekitar 100 µm. Substrat yang telah diberi bahan pelapis, selanjutnya diiradiasi dengan variasi kecepatan konveyor, 1 dan 3 m/menit. Setelah semua kayu randudiiridiasi kemudian diuji sifat-sifat lapisannya.

3.5 Pengukuran sifat lapisan 3.5.1 Kilap

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat Glossmeter. Pengukurankilap dilakukan berdasarkan standar ASTM D-532-80(ASTM., 1984), nilai kilap dinyatakan dalam satuan persen (%).Besarnya kilap merupakan perbandingan intensitas sinar yang dipantulkan dengan sinar datang pada sudut


(59)

tertentu. Berkas sinar yang mengenai contoh uji akan diserap, dipantulkan dan dihamburkan oleh kayu randu. Intensitas sinar yang dipantulkan dihitung oleh detektor untuk dibandingkan dengan intensitas sinar datang.Sebelum dilakukan pengukuran, alat uji terlebihi dahulu dikalibrasi.Kayu randu diletakkan pada alat penjepit yang telah tersedia dalam alat tersebut agar dapat diukur secara tepat dan tidak bergeser.Pengukuran dilakukan pada sudut datang 600, di beberapa tempat, dan selanjutnya dihitung nilai rata-ratanya.

3.5.2 Nilai warna

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter.Berkas cahaya polikromatik diarahkan pada contoh yang hendak diuji, selanjutnya cahaya yang dipantulkan direkam oleh detektor.Warna suatu bahan merupakan gabungan dari nilai warna L, a, dan b. Nilai L, a, dan b yang digunakan adalah L,a, dan b sistem Hunter.Nilai tersebut dilihat dari alat rekorder setelah alat bekerja.Nilai L menunjukkan warna putih (100) hingga hitam (0).Nilai a menunjukkan warna hijau (100) hingga merah (0) dan nilai b menunjukkann warna kuning (100) hingga biru (0).

3.5.3 Kekerasan lapisan permukaan

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat pendulum Hardness Rocker, dengan metode Koenig sesuai ISO 1522 (ISO., 1973), dimana sudut ayunan dari 60sampai dengan 30. Pendulum terdiri dari bola baja yang diletakkan

pada permukaan lapisan sehinggga menekan lapisan tersebut.Lapisan mengakibatkan amplitudo dari pendulum yang diayunkan menjadi turun dengan bertambahnya waktu.Oleh karena itu, satuan kekerasan yang digunakan adalah


(60)

detik.Jumlah ayunan dilihat dari pencatat setelah alat bekerja.Pengukuran dilakukan pada tiga tempat yang berbeda, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata jumlah ayunan pendulum itu kemudian dikalikan dengan 1,42 detik.

3.5.4 Kekerasan lapisan permukaan menggunakan pensil mitsubishi.

Kekerasan pensil bertujuan untuk mengetahui kekerasan minimal lapisan sebelum terjadinya deformasi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan pensil standar Uni Mitsubshi sesuai Standar JIS K 5401-70(JIS., 1972). Pengujian ini dilakukan untuk mengukur kekerasan lapisan permukaan sebelum terjadinya deformasi.Lapisan permukaan polimer yang telah dibersihkan dengan aseton, kemudian ditekan dengan pensil Mitsubishi dengan kekerasan pensil yang lebih rendah terlebih dahulu (3B–2B–B–HB–F–H–H2).Pengukuran dilakukan pada tiga tempat yang berbeda.

3.5.5 Adesi metode Cross-Cut

Pengujian Adesi dengan Metode Cross-Cut sesuai ASTM D 2571-71(ASTM., 1984). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada lapisan permukaan serta adesi yang terjadi antara substrat dengan lapisan dasar dan lapisan dasar dengan lapisan atas. Pengujian dilakukan dengan cara membuat goresan lapisan dengan menggunakan cutter. Goresan berupa garis paralel sebanyak 11 garis, dan garis lain membentuk sudut 900 terhadap garis yang pertama sehingga didapatkan 100 kotak yang sisi-sisinya berukuran 1,6 mm. Pada kotak-kotak tersebut ditempelkan pita perekat dan ditekan dengan penghapus pensil agar benar-benar merekat dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah 30 menit pita perekat ditarik dengan arah tarikan membentuk sudut 450 terhadap contoh uji dan


(61)

dihitung jumlah kotak yang tertinggal. Adesi memenuhi syarat jika lapisan yang tertinggal lebih dari 50% dari luas bidang uji.

3.5.6 Ketahanan terhadap bahan kimia dan pelarut

Pengujian ketahanan terhadap bahan kimia,dan pelarutsesuai ASTM D 1308-79(ASTM., 1984). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan lapisan permukaan terhadap bahan kimia dan pelarut. Adanya penetrasi yang terjadi ke dalam jaringan kerangka polimer, misalnya terjadi penggembungan dan pemudaran warna pada lapisan permukaan. Pengujian dilakukan dengan cara uji tetes (spot test) yaitu dengan cara meneteskan bahan kimia pada kayu randu dan selanjutnya ditutup dengan gelas arloji. Sebelum penetesan lapisan harus dalam keadaan bersih dari debu dan minyak.Pengamatan dilakukan setelah dibiarkan selama 6 jam.Pengamatan pada lapisan yang diuji meliputi apakah terjadi pelepuhan, pelapukan, penggembungan (swelling) dan perubahan kilap serta warna setelah pengujian.Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah CH3COOH 5%, H2SO410%, NaOH 10% dan Na2CO31%, sedangkan pelarut adalah C2H5OH 50%.

3.5.7 Ketahanan terhadap noda

Pengujian ketahanan lapisan terhadap noda sesuai JIS K5400 (JIS., 1972). Pengujian dilakukan dengan menggunakan spidol permanen warna

biru, merah dan hitam.Noda berupa garis dilakukan dengan spidol pada lapisan. Noda dibiarkan selama 6 jam lalu dibersihkan dengan aseton, kemudian diamati apakah meninggalkan bekas/noda warna spidol pada permukaan lapisan. Noda yang tidak bisa dibersihkan dengan aseton menunjukkan bahwa lapisan permukaan tidak tahan terhadap noda.


(62)

3.6 Skema kerja

Kayu Randu Dipotong dan diampelas

Ditekan menggunakan alat tekan dengan pengurangan tebal 0, 15, 30, 45, 60,dan 75 %

Pelapisan dasar [PTJ Yucalac + Darocur 1173 (1%)]

Pelapisan atas [PTJ Yucalac + Darocur 1173 (1%), TiO2 (1%)]

Iradiasi- UV

Pengujian / Pengukuran Pengujian / Pengukuran

Iradiasi- UV pengampelasan


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Sifat fisik kayu randu

Kayu memiliki warna-warni alami yang sangat bervariasi.Menurut Mandang dan Pandit, (1997) menyatakan bahwa warna kayu berkisar dari hampir putih sampai hitam, ada yang polos dan ada pula yang terdiri atas dua macam warna atau lebih, sehingga tampak seperti ada coraknya.Warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak yang disebut ekstraktif, misalnya tanin, flavonoid, antosianin dan sebagainya.Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral, seperti air, eter, alkohol, benzena dan aseton (Herawati, 2005).

Pengukuran densifikasi kayu randu (Ceiba pentandra(L.) Gaertn) dengan proses penekanan dilakukan dengan perlakuan sifat fisik. Permukaan kayu yang cerah dengan kesan raba permukaan agak halus terdapat pada kayu randu yang memiliki densitas lebih tinggi yaitu 0,26-0,28 g/cm3, sedangkan kayu randu dengan densitas lebih rendah (0,23-0,26 g/cm-3) akan terlihat kurang cerah atau kusam dengan kesan raba agak kasar serta rongga-rongga yang besar (Tabel 4).

Tabel 4 Sifat fisik kayu randu dengan meningkatnya densitas.

Densitas (g/cm3) Keterangan

0,23-0,24 Permukaan kasar, berwarna coklat tua, berongga besar 0,24-0,25 Permukaan kasar, berwarna coklat tua, berongga besar

0,25-0,26 Permukaan kasar, coklat

0,26-0,27 Permukaan agak halus, coklat cerah 0,27-0,28 Permukaan agak halus, coklat cerah


(64)

Peningkatan nilai densitas kayu yang telah ditekan ada kaitannya dengan perubahan bentuk sel-sel penyusunnya.Sel-sel kayu yang telah ditekan cenderung memipih sehingga mengurangi volume rongga, yang sekaligus mengurangi volume kayunya, sementara beratnya tetap.Hal ini berdampak pada meningkatnya densitas. Semakin tinggi densitas, maka volume sel yang telah ditekan akan semakin besar sehingga volume kayu semakin berkurang.

4.2 Proses penekanan kayu randu

Proses penekanan kayu randu ditekan menggunakan alat tekan pada suhu 1000C. Panas yang berasal dari alat tekan selama proses penekanan menyebabkan naiknya suhu air di dalam kayu secara konduksi, sehingga air dalam kayu tersebut menguap. Semakin tinggi kadar air yang terdapat di dalam kayu maka semakin banyak uap air yang dikeluarkan pada tingkat suhu dan waktu penekanan tertentu (Amin dan Dwianto, 2006; Darwis, 2008). Air di dalam kayu merupakan air yang berikatan dengan selulosa melalui ikatan hidrogen. Suhu 1000C merupakan suhu dimana air pada kayu akan menguap seluruhnya (Subyakto dan Dwianto, 2004) dan terjadi pemutusan ikatan hydrogen sehingga air terikat di dalam kayu akan menguap. Waktu yang digunakan untuk mencapai tebal target dengan densitas 0,254-0,286 g/cm3 antara 30-50 menit, dan persentase pengurangan tebal sebesar 75% yaitu antara 60-90 menit. Kayu belum mengalami fiksasi dengan sempurna saat penekanan dengan suhu 1000C karena masih terlihat bagian tepi dari kayu randu yang berusaha untuk kembali ke kondisi semula (Gambar 17).Menurut Amin dan Dwianto (2006), bahwa kayu yang telah ditekan akan berpengaruh terhadap sel-sel penyusun kayu. Kayu randu termasuk dalam golongan kayu softwooddengan


(65)

sel-sel penyusunnya berupa sel trakeid sebagai penyusun utama dengan komposisi 90-95% (Sucipto, 2009). Sel trakeid adalah sel yang berbentuk panjang dan ujung-ujungnya tertutup runcing

Gambar 17 Penampilan papan kayu randu: (a) setelah penekanan ; (b) sebelum penekanan.

Menurut Darwis (2008), kayu randu yang telah ditekan mengakibatkan sel-sel trakeid menjadi pipih dan gepeng (collapse) dan penekukan yang terjadi pada dinding sel trakeid tidak menyebabkan terjadinya keretakan pada dinding sel. Jenis perubahan ini dikategorikan dalam elastic buckling.Elastic buckling dapat didefinisikan sebagai penekukan tanpa mengakibatkan retaknya dinding sel. Hal tersebut terjadi pada saat polimer-polimer dalam dinding sel bersifat elastis dan akan pulih kembali pada saat tekanan ditiadakan (Darwis, 2008). Menurut Kawai and Sasaki (1996), kadar air kayu yang berubah menjadi uap panas tersebut dapat terdifusi ke bagian dalam struktur kayu sehingga menimbulkan tekanan uap (internal vapour pressure)di dalam rongga sel kayu.

Kayu harus mengalami pelunakan sebelum ditekan (Amin dan Dwianto, 2006) sehingga mudah dibentuk (Iswanto, 2008; Murhofiq, 2000) dan dipadatkan


(66)

(Blomberg et al., 2006; Darwis, 2008).Pelunakan kayu terjadi pada dua tahap yaitu pelunakan lignin saat tercapai suhu transisi gelas (Tg) sebesar 830C dan dekomposisi hemiselulosa dinding sel menjadi monomer gula pada suhu sekitar 1800C (Amin dan Dwianto, 2006; Stamm, 1964; Wardhani et al., 2006) akibatnya tegangan yang tersimpan dalam mikrofibril dilepaskan oleh pemecahan dinding sel polimer. Transisi gelas (Tg) adalah perubahan karakteristik kayu di mana kayu mempunyai sifat-sifat yang lebih condong seperti karet sehingga memungkinkan untuk dibentuk atau dilengkungkan dengan energi yang lebih rendah dan kerusakan yang lebih kecil (Bodig dan Jayne, 1982 dalam Darwis, 2008).

Gambar 18 Lignin

Lignin merupakan senyawa kimia kompleks yang terdapat di dalam kayu yang tersusun dari monomer fenilpropan dan memiliki struktur kimia yang


(67)

bercabang serta berbentuk polimer 3 dimensi (Gambar 18).Lignin mengisi ruangan-ruangan di dalam dinding sel antara selulosa, hemiselulosa dan pektin.Karena ukuran dan strukturnya 3 dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu sehingga dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur.Unit fenilpropan (C9 atau C6C3) di dalam lignin dihubungkan oleh ikatan C-C dan eter.

Gambar 19 Tipe ikatan yang terdapat di dalam lignin

Selama proses penekanan, lignin yang merupakan polimer berikatan silang (cross-link) akan melunak atau mengalir dan mengisi ruang matriks di dalam kayu karena pengaruh tekanan uap panas (Amin dan Dwianto, 2006). Sebagian besar lignin memiliki ikatan β-O-4 (phenylpropane β-aryl ether) dan 5-5 (Biphenil and dibenzodioxocin) jika dilakukan penekanan maka ikatan tersebut akan putus dan akan menempati ruangan-ruangan di dalam dinding sel sehingga kayu dapat ditekan dan mudah dibentuk (Gambar 19).


(1)

Lampiran 8 Hasil pengukuran kekerasan pendulum lapisan permukaan kayu randu

Pengurangan

Tebal (%)

Fotoinisiator (%) Kecepatan konveyor (m/menit) Ulangan Rata-rata (detik) 1 (detik) 2 (detik) 3 (detik) 0 1

1 14 24 17 18.33

2 17 23 14 18.00

3 25 27 29 27.00

2

1 25 28 29 27.33

2 27 23 24 24.67

3 30 45 38 37.67

3

1 50 48 54 50.67

2 34 38 26 32.67

3 31 36 36 34.33

30

1

1 27 33 33 31.00

2 13 12 12 12.33

3 29 29 28 28.67

2

1 23 26 27 25.33

2 28 27 24 26.33

3 17 18 18 17.67

3

1 26 30 30 28.67

2 33 30 34 32.33

3 22 26 27 25.00

75

1

1 20 23 28 23.67

2 31 22 29 27.33

3 33 35 32 33.33

2

1 27 31 28 28.67

2 26 40 24 30.00

3 15 13 17 15.00

3

1 31 40 44 38.33

2 23 23 18 21.33

3 26 23 26 25.00


(2)

Lampiran 9 Hasil pengukuran kekerasan pensil lapisan permukaan kayu randu Pengurangan Tebal (%) Fotoinisiator (%) Kecepatan konveyor (m/menit) Kekerasan pensil

3B 2B B HB F H H2

0

1

1 + + + - - - -

2 + + + + - - -

3 + + + + - - -

2

1 + + + - - - -

2 + + + + - - -

3 + + + + - - -

3

1 + + + + + + -

2 + + + + - - -

3 + + + - - - -

30

1

1 + + + - - - -

2 + + - - - - -

3 + + + - - - -

2

1 + + + - - - -

2 + + + - - - -

3 + + - - - - -

3

1 + + + + - - -

2 + + - - - - -

3 + + + - - - -

75

1

1 + + + - - - -

2 + + + + - - -

3 + + + + + - -

2

1 + + + + - - -

2 + + + + - - -

3 + + + - - - -

3

1 + + + + + - -

2 + + + + - - -

3 + + + + - - -

Keterangan :

- = tergores + = tidak tergores


(3)

Lampiran 10 Hasil pengukuran nilai adesi lapisan pada permukaan kayu randu dengan metode Cross-Cut (%)

Pengurangan Tebal (%) Fotoinisiator (%) Kecepatan konveyor (m/menit) Ulangan Rata-rata (%) 1 (%) 2 (%) 3 (%) 0 1

1 80 84 89 84.33

2 92 93 98 94.33

3 74 92 84 83.33

2

1 100 99 97 98.67

2 95 94 93 94.00

3 33 43 65 47.00

3

1 83 93 84 86.67

2 89 98 75 87.33

3 58 90 80 76.00

30

1

1 78 86 94 86.00

2 35 45 83 54.33

3 92 81 92 88.33

2

1 94 89 91 91.33

2 83 77 86 82.00

3 82 75 90 82.33

3

1 96 97 99 97.33

2 76 76 95 82.33

3 38 93 24 52.00

75

1

1 81 78 90 83.00

2 90 89 88 89.00

3 83 89 78 83.33

2

1 72 93 93 86.00

2 66 51 72 63.00

3 84 98 79 87.00

3

1 69 93 79 80.33

2 99 81 95 91.67

3 97 56 85 79.33


(4)

Lampiran 11 Hasil pengujian ketahanan lapisan terhadap bahan kimia dan noda pada persentase pengurangan tebal 0%


(5)

Lampiran 12 Hasil pengujian ketahanan lapisan terhadap bahan kimia dan noda pada persentase pengurangan tebal 30%


(6)

Lampiran 13 Hasil pengujian ketahanan lapisan terhadap bahan kimia dan noda pada persentase pengurangan tebal 75%


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang Kapuk Randu (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) Sebagai Penghambat Pembentukan Batu Ginjal Pada Tikus Putih Jantan

0 16 79

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) TERHADAP Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

1 12 15

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) TERHADAP Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

0 4 15

I. PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) TERHADAP Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

0 12 6

III. METODE PENELITIAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) TERHADAP Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

0 5 11

V. SIMPULAN DAN SARAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RANDU (Ceiba pentandra (L.) Gaertn) TERHADAP Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

0 2 9

SINTESIS KARBON AKTIF DARI SERBUK KAYU RANDU (Ceiba pentandra) MENGGUNAKAN RADIASI GELOMBANG MIKRO DAN APLIKASINYA UNTUK MENJERAP METHYL VIOLET.

0 0 6

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOLIK DAUN RANDU (Ceiba pentandra, Gaertn.) TERHADAP Staphylococcus epidermidis dan Shigella dysentriae.

0 0 15

SINTESIS KARBON AKTIF DARI SERBUK KAYU RANDU (Ceiba pentandra) MENGGUNAKAN RADIASI GELOMBANG MIKRO DAN APLIKASINYA UNTUK MENJERAP METHYL VIOLET -

0 0 1

SINTESIS KARBON AKTIF DARI SERBUK KAYU RANDU (Ceiba pentandra) MENGGUNAKAN RADIASI GELOMBANG MIKRO DAN APLIKASINYA UNTUK MENJERAP METHYL VIOLET -

0 0 5