PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM LIRIK LAGU ”ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

RIZKY PUTRI WINASTITI NPM. 0743010181

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2011


(2)

PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

DALAM LIRIK LAGU “ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN”

(Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik

Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan Oleh Bona Paputungan) Disusun Oleh :

RIZKY PUTRI WINASTITI NPM 0743010181

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 12 Mei 2011

Tim Penguji,

Pembimbing Utama

DR. CATUR SURATNOADJI, M.Si NPT. 3. 6604 94 0028 1

2. Sekretaris

Drs. Syaifuddin Zuhri M.Si NPT. 3 7006 94 0035 1

1. Ketua

Juwito S.Sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1

3. Anggota

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(3)

LIRIK LAGU “ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN”

(Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan Oleh Bona Paputungan)

Disusun Oleh :

RIZKY PUTRI WINASTITI 0743010181

Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian skripsi

Menyetujui

Pembimbing Utama

DR. Catur Suratnoaji, M.Si NPT. 3 6804 94 0028 1

Mengetahui DEKAN

Drs.Hj.Suparwati, Msi NIP. 195507181983022001


(4)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM LIRIK LAGU “ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia Dalam Lirik Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan) dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Catur Surotnoadji, M.si selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur. 2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi. Dekan Fisip UPN “Veteran” Jawa TImur. 3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. Ketua Program Studi Studi Ilmu Komunikasi. 4. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, Msi. Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi.

5. Bapak Dr. Catur Suratnoaji, Msi. Selaku Dosen Pembimbing yamg selalu memberikan dukungan, saran dan kritik untuk penulis.

6. Seluruh Staff dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi.


(5)

10.Teman seperjuangan Tya, Novi, Dian ”Koming”, Mbak Cherry, Agnes makasih atas saran dan memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun agar Skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi teman-teman Jurusan Ilmu Komunikasi dan semua mahasiswa yang melakukan penelitian serta bagi penulis khususnya.

Terima kasih

Surabaya, Mei 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAKSI... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 14

2.1.1. Penegakan Hukum di Indonesia ... 14

2.1.2. Gayus Lumpuhkan Naluri Kepolisian ... 19


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional ... 30

3.1.1. Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan”... 30

3.2. Unit Analisis dan Corpus ... 31

3.2.1. Unit Analisis ... 31

3.2.2. Corpus ... 31

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.2.4. Metode Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek ... 38

4.2. Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Menurut Teori Tanda Saussure... 40

4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data... 41

4.3.1. Penyajian Data ... 41

4.3.2. Pemaknaan Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” ... 44 4.4. Representasi Penegakan Hukum di indonesia melalui Lirik


(8)

4.4.1. Hukum Digambarkan Sebagai ”Barang Dagangan” .... 69

4.4.2. Penegakan Hukum di Indonesia... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 76

5.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(9)

(10)

ABSTRAKSI

Rizky Putri Winastiti, Penggambaran Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan).

Musik merupakan satu kata yang amat menarik untuk diperbincangkan, diperdebatkan dan diamati. Musik dalam hal ini telah menjadi fenomena, tidak bisa dipisahkan dari lingkar hidup manusia. Fenomena kebrobokan terhadap penegakan hukum di Indonesia membuat Bona Paputungan untuk membuat judul lagu ”Andai Aku gayus Tambunan”. Syair lagu ini merupakan salah satu kritik sosial. Betapa tidak adilnya perlakuan hukum di negeri ini digambarkan dua sosok yang kontras. Satunya bisa melenggang ke luar tahanan karena bisa menyuap aparat. Satunya lagi tidak bisa banyak berbuat karena tidak memiliki uang. Alasan peneliti memilih Bona Paputungan adalah karena kiprah maestro mafia pajak Gayus Tambunan yang telah menginjak-injak hukum Indonesia menginspirasi Bona Paputungan. Bona pun lantas menciptakan sebuah lagu khusus untuk Gayus. Lagu yang berjudul “Andai Aku Gayus Tambunan” tersebut di posting di situs Youtube, Jumat 14 Januari 2011.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Semiotik Saussure yaitu, dengan menghubungkan antara Signifier dan Signified dalam lirik lagu tersebut sehingga dapat diperoleh interprestasi data yang benar-benar berkualitas. Penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu. Sebagian orang memandang kritik tentang penegakan hukum di Indonesia sebagai suatu realitas yang wajar, namun tidak semua orang memiliki pemaknaan yang sama terhadap suatu realitas. Hal ini bersifat subyektif, tergantung dari latar belakang individu yang memaknainya.

Hasil ini menunjukkan bahwa Melalui larik kedua lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”, Hukum di Indonesia digambarkan seperti barang dagangan. Para aparat hukum memperjual-belikan hukum, karena memang sistem hukum di Indonesia sudah sedemikian korup. Hukum dapat dibeli dengan uang lalu masyarakat kecil yang tidak memiliki apapun harus menerima dengan pasrah situasi yang mendera mereka. Aparat hukum, baik polisi, jaksa, dan hakim, hanya berorientasi pada uang. Bukan menegakkan keadilan. Siapa yang kuat membayar, merekalah yang akan menang. Hukum sudah seperti barang dagangan yang diperjual-belikan oleh para polisi, jaksa, dan hakim. Biasanya, para pengacara yang akan jadi perantara antara terdakwa dengan para aparat hukum tersebut.

Kata Kunci: Penggambaran, Semiotik, Penegakan Hukum, Penegakan Hukum di Indonesia


(11)

1.1. Latar Belakang Masalah

Musik merupakan satu kata yang amat menarik untuk diperbincangkan, diperdebatkan dan diamati. Musik dalam hal ini telah menjadi fenomena, tidak bisa dipisahkan dari lingkar hidup manusia. Musik bukan sekedar sebagai sarana hiburan atau rekreasi, musik harus dipandang serta dipahami sebagai bagian inheren dari proses perkembangan manusia atau masyarakat. Musik seringkali dipakai saebagai alat upacara atau ceremony, pengungkapan perasaan, bahkan alat politik. Dengan kata lain, keberadaan fungsi alat musik tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan politik dimana alat musik itu berasal.

Keberadaan musik senantiasa hadir dimanapun manusia berada. Hal ini disebabkan karena musik disampaikan melalui berbagai macam media komunikasi elektronik, misalnya radio, televisi, tape recorder, compact disc, internet ataupun sarana yang lain seperti pada saat pagelaran, konser musik, pertunjukkan, yang diiringi musik. Salah satu hal penting dalam sebuah musik adalah keberadaan liriknya, karena melaui lirik lagu, pencipta lagu ingin menyampaikan pesan yang merupakan pengekspresian dirinya terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di dunia sekitar, dimana dia berinteraksi di dalamnya.

Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang dinyayikan mempunyai peranan yang sangat penting, karena lirik lagu sebagaimana bahasa


(12)

2

dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata atau peristiwa, juga secara individu mampu memikat perhatian. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap sikap atau nilai.

Penegakan Hukum di Indonesia mempunyai gambaran yang ideal yaitu mensyaratkan satu kondisi lain yang tidak bisa diabaikan, yakni dijalankannya pembangunan hukum, terutama dalam aspek penegakan hukum (law enforcement) yang menjadi dambaan masyarakat Indonesia. Ironisnya, fakta menunjukkan potret penegakan hukum di tanah air condong dijalankan secara sendiri-sendiri oleh setiap lembaga penegak hukum. Ada kesan, tidak ada koordinasi, keterpaduan, dan kesamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum. Bergandengan erat dengan itu, perangkat perundang-undangan yang ada sudah sangat banyak dibuat, bahkan secara substantif cenderung tumpang tindih antara satu peraturan dan peraturan-peraturan lainnya.

(http://haripom.multiply.com/journal/item/16)

Sampai sejauh ini, penegakan hukum di Indonesia tergolong masih sangat lemah. Hukum seringkali dipermainkan dan dicari celah-celah kelemahannya serta dengan mudahnya untuk merubah suatu tatanan yang sudah di atur oleh Pemerintah Pusat sehingga Negara ini dianggap seperti main ludruk/sandiwara. Penegakan hukum yang baik mesti mampu memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan bangsa ini. Konkretnya, segala bentuk penyimpangan,


(13)

pelanggaran, dan penyalahgunaan hukum di semua institusi baik di sipil maupun di militer dapat dengan mudah dieliminasi. Oleh Karena itu, penegakan hukum tidak boleh dijalankan secara parsial, melainkan secara menyeluruh, terpadu, transparan, berkeadilan tanpa pandang bulu, dan bisa dipertanggungjawabkan. Ada lagi petugas penegak hukum diluar kepolisian. seperti aparat kejaksaan, selaku penyidik dalam tindak pidana korupsi. Belakangan, ada Komisi Pemberantasan Korupsi yang berwenang menyidik kasus korupsi. Terakhir ada lagi yang namanya Timtas Tipikor (Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yang berfungsi penyidik, juga khusus untuk kasus korupsi.

(http://haripom.multiply.com/journal/item/16)

Setiap lembaga penegak hukum terkesan berjalan sendiri-sendiri, bertumpang tindih wewenang, dan bahkan cenderung saling menyalahkan bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Tak ayal, akibat dari semua itu, banyak kasus korupsi yang menggantung, tidak terselesaikan dengan baik, atau bahkan menguap begitu saja. Tragisnya, realitas justru berbicara lain. Dalam menangani satu kasus korupsi, misalnya, yang namanya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), Kepolisian Militer, Polri, kejaksaan, dan KPK bisa menyelidiki satu kasus korupsi yang sama.

(http://haripom.multiply.com/journal/item/16)

Dilihat dari fenomena yang ada saat ini keseriusan aparat pun dipertanyakan dalam memproses hukum orang-orang yang terlibat. Kebenaran dan keadilan pun dipertanyakan dalam memproses hukum orang-orang terlibat. Keadilan ini memiliki dengan dua timbangan seimbang melambangkan bahwa


(14)

4

hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan dalam lingkungan sosial. Aturan mencakup semua aspek kehidupan berdasarkan norma, etika, adat, dan pandangan logis. Kenyataan di lapangan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan pengacara sering main mata. Keberadaan pengadilan hanya formalitas untuk legalitas vonis yang sudah tidak murni lagi. Jatuhnya vonis pengadilan bisa diatur sesuai imbalan yang berikan. Jangan heran bila banyak terdakwa yang terlibat kasus kakap mendapat vonis ringan bahkan bebas. Hukum berlaku tegas, keras, dan memaksa kepada masyarakat lemah yang buta hukum. Jauh dari itu aparat sering menindas masyarakat dengan memanfaatkan faktor kebutaan pengetahuan tentang hukum. Berbanding 180 derajat hukum melempem menghadapi orang dengan kekuatan kekuasaan dan financial besar. Patokan palu hakim terdengar manis bagi pembeli keputusan dan terdengar pahit bagi pencari kebenaran hakiki. Karena itu, masyarakat sangat phobia berhubungan dengan hukum. (http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/95/palu -hakim-untuk-siapa)

Mereka menganggap mengurus suatu perkara sama dengan buang-buang uang, tenaga, waktu, dan membuka pintu penjara sendiri. Palu meja hijau selalu bermata hijau kepada limpahan uang sehingga uang adalah raja dan keadilan keberpihakan kepada uang. Kerjasama antara polisi, jaksa, hakim dan pengacara dalam bersandiwara di pengadilan sudah berlangsung lama. Mereka hidup disana, mereka membawa nama besar institusi penegak hukum, dan mereka pula yang mencoreng-coreng muka sistem peradilan. Imange kotor ini karena aparat tunduk pada kekuasaan dan materi belaka. Sedangkan keadilan untuk rakyat kecil


(15)

diabaikan. Keadilan telah bermetafosa menjadi barang langka dengan melawan common sense (proses politik yang dipenuhi dengan hal-hal yang logis dan bisa dinalar secara sedehana oleh “subjek sadar” secara luas dan umum). Pengadilan bahkan lebih banyak mengorbankan kebaikan dan fakta kebenaran, meringankan timbangan kesalahan dan menghilangkan merupakan perilaku tercela yang merendahkan martabat pengadilan.

(http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/95/palu -hakim-untuk-siapa)

Hingga minggu ini masalah suap menyuap masih menjadi deretan pertama dari perbincangan banyak kalangan. Sangatlah wajar jika ini terjadi, karena sampai detik ini, tak satupun aktor intlektual yang sedang "bermain" dalam kasus ini tersentuh oleh hukum. Bahkan kalau boleh dibilang, mereka sudah semakin piawai dalam memainkan perannya. Meski banyak sosok sengaja di jadikan tumbal dalam kasus ini.Banyak kasus sudah bergulir ke permukaan. Media juga tak henti hentinya mem-blowup kasus suap menyuap yang makin hari makin marak. Yang lebih dahsyat lagi, para pejabat negara juga sudah tidak malu lagi menerima atau memberi suap meskipun terselubung. Bahkan jika ada rekannya yang tertangkap mereka cenderung mengatakan bahwa pejabat tersebut apes. Sepertinya budaya malu di negeri ini sudah tidak ada lagi.

(http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspxx=Hot+Topic&y=Cybern ews|0|0|12|283)

Dengan adanya reaksi yang seperti ini, tentulah pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi sepertinya masih terbilang gagal, karena masih begitu


(16)

6

banyak pejabat yang menganggap suap sebagai hal biasa dalam kehidupan mereka. Bahkan mungkin boleh dibilang seperti sudah menjadi bagian dari gaya hidup mereka.Yang pasti, tertangkapnya Gayus Tambunan yang sempat menghilang beberapa minggu itu tentulah menguak tabir betapa bobroknya perangkat pemerintahan. Tak hanya dari aparat pemerintahan, penegak hukumpun terlibat dalam kasus ini. Dan tentulah semua orang juga meyakini bahwa Gayus tidak sendiri tapi banyak oknum yang juga terlibat di dalamnya. Bahkan orang yang selama ini paling vokal dalam mengungkap kasus suap ini, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji, dengan lantan mengatakan bahwa mereka yang telah ditangkap dalam kasus suap ini bukanlah sutradara. Tapi mereka adalah pemain yang memang sengaja dipasang untuk memainkan arahan dari sang sutradara.

(http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=Cyber news|0|0|12|283)

Bisa jadi apa yang dikatakan Susno ini benar. Melihat begitu mengakarnya kasus ini hingga bertahun tahun, boleh dipastikan hampir semua line telah terkena "virus" ini. Karena sudah begitu banyak oknum yang terlibat dalam kasus ini, pastilah mereka mengamankan posisi mereka masing-masing.Bahkan dari kalangan Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Febri Diansya, seperti yang diutarakan di salah satu media Indonesia menyebutkan bahwa karakter kejahatan Gayus ini sangat terorganisasi dengan baik, sehingga sudah bisa di pastikan dia tidak bekerja sendiri dalam melakukannya. Karena kasus ini sudah seperti virus, tentulah dibutuhkan keberanian yang luar biasa


(17)

untuk bisa memberantas sampai ke akar akarnya. Tidak cukup hanya di penjara atau kewajiban mengembalikan hasil korupsinya. Tapi ketegasan untuk memberi efek jerah, tak hanya bagi pelaku, tapi juga bagi mereka yang ingin coba coba untuk melakukan kejahatan model ini. Yang pasti kasus suap ini harus di tuntaskan secara serius.

(http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=Cyber news|0|0|12|283)

Rumah tahanan ternyata hanya sekadar alat untuk menyempurnakan sandiwara hukum. Gedung pengisolasian tersangka atau terdakwa itu sebenarnya bak gedung tanpa pintu, semua bisa keluar masuk, asal ada duit.Gayus Halomoan Partahanan Tambunan kembali membuka borok penegak hukum di Indonesia. Setelah membuka borok mengenai mafia perpajakan, mantan pegawai Direktorat Perpajakan itu kemudian membuka aib mengenai adanya suap menyuap dengan petugas hukum dalam hal penyelesaian perkara di pengadilan. Kini, dia kembali membuka borok mengenai adanya suap-menyuap kepada petugas penjaga rumah tahanan (Rutan) agar bisa keluar masuk dari rutan tanpa alasan yang diizinkan hukum.

(http://beritaindonesia.co.id/hukum/rutan-tanpa-pintu)

Bukanlah hal yang luar biasa jika ada berita seperti terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan bisa bebas keluar masuk tahanan dengan menyuap aparat penegak hukum. Yang luar biasa adalah bilamana tidak ada tahanan yang berani keluar masuk penjara karena aparat menjaga ketat dan tidak doyan duit ‘haram’. Tapi, sekarang terdakwa yang dekat penguasa atau terpidana yang banyak duitnya


(18)

8

bisa bebas keluar masuk penjara seenaknya. Meski kasus ini terjadi berkali-kali dan sudah menjadi rahasia umum, namun tidak terlihat ada upaya preventif dari pemerintah yang berkuasa untuk melakukan perbaikan. Mestinya, setiap penjara dilakukan inspeksi mendadak secara rutin.

(http://jakartapress.com/www.php/news/id/16639/Kasus-Gayus-Kekonyolan-Aparat-Hukum.jp)

Seperti publik dibuat kaget dadakan, terpidana Gayus Tambunan diberitakan keluar rumah tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua dan diduga pergi ke Bali nonton turnamen tennis intrernasional. Selama menjalani penahanan, Oknum pegawai Ditjen pajak ini tercatat 68 kali meninggalkan selnya di Rutan Brimob. Kabarnya, Gayus menyogok Rp790 juta kepada Kepala Rutan Brimob Kopol Iwan Siswanto dan delapan penjaga Rutan, untuk bias melenggang bebas keluar tahanan. Terlebih lagi, pada Jumat (5 /11/2010) lalu, Gayus diduga ‘pelesir’ Bali menonton turnamen tenis internasional. Dugaan tersebut muncul setelah foto penonton tennis 99 persen ‘mirip’ Gayus beredar di media massa. (http://jakartapress.com/www.php/news/id/16639/Kasus-Gayus-Kekonyolan-Aparat-Hukum.jp)

Gejala yang sama tidak hanya terjadi di lingkungan kepolisian, melainkan juga merasuk di jajaran kejaksaan. Pengakuan Gayus bahwa ia telah memberikan uang US$ 500.000 kepada petinggi di lingkungan Kejaksaan Agung seperti tidak memberikan tekanan apa-apa.


(19)

Seharusnya keterangan itu dijadikan sebagai modal dasar untuk membongkar praktek mafia hukum di kejaksaan.

(http://www.bunyu-online.com/2011/01/gayus-dkk-telah-membeli-kebobrokan.html)

Fenomena kebrobokan terhadap penegakan hukum di Indonesia membuat Bona Paputungan untuk membuat judul lagu ”Andai Aku gayus Tambunan”. Syair lagu ini merupakan salah satu kritik sosial. Betapa tidak adilnya perlakuan hukum di negeri ini digambarkan dua sosok yang kontras. Satunya bisa melenggang ke luar tahanan karena bisa menyuap aparat. Satunya lagi tidak bisa banyak berbuat karena tidak memiliki uang.

Upaya menyampaikan kritik terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia ini secara otomatis memerlukan media dalam sosialisasinya seperti dalam tulisan, diskusi, atau symposium, film, dan salah satu media yang digunakan untuk mempresentasikan gagasan atau pesan tentang sistem penegakan hukum di Indonesia ini adalah melalui musik atau lagu.

Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan kelestarian terhadap siakp atau nilai. Oleh karena itu ketika sebuah lirik lagu mulai diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai atau bahkan prasangka tertentu. Suatu lirik dapat menggambarkan realitas sosial yang menggambarkan kritik sosial.


(20)

10

Bagi James Lull (1998, 93-94), musik merupakan sebuah domain budaya pop dimana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan budaya dijalankan.

Musik juga memainkan peran dalam evolusi manusia, dibalik dan tindakan manusia terdapat pikiran dan perkembangan diri dipengaruhi oleh musik. Pemakaian bahasa pada sebuah karya seni berbeda dengan penggunaan bahasa sehari-hari atau dalam kegiatan lain. Musik berkaitan erat dengan setting sosial terhadap masyarakat tempat dia berada, sehingga mengandung makna yang tersembunyi dan berbeda didalamnya.Realitas–realitas yang bertentangan dengan nilai-nilai ideal tersebut, kemudian dicoba untuk diangkat oleh Bona Paputungan dalam lirik lagunya.

Dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” yang di populerkan oleh Bona Paputungan ini menceritakan sebagian dari para pejabat pemerintah yang sering dinilai melakukan penyimpangan-penyimpangan dan bertindak demi kepentingan pribadi semata sebagai oknum yang berkuasa di negeri ini.

Karena itu dalam penelitian ini peneliti menaruh perhatian pada masalah sosial, khususnya sesuatu yang berkenaan dengan sistem penegakan hukum di Indonesia yang digambarkan oleh Bona Paputungan. Alasan peneliti memilih Bona Paputungan adalah karena kiprah maestro mafia pajak Gayus Tambunan yang telah menginjak-injak hukum Indonesia menginspirasi Bona Paputungan. Bona pun lantas menciptakan sebuah lagu khusus untuk Gayus. Lagu yang berjudul “Andai Aku Gayus Tambunan” tersebut di posting di situs Youtube, Jumat 14 Januari 2011.


(21)

Sejak itu, video sudah di upload berulang-ulang dan video aslinya sudah dilihat 63.816 orang saat postingan ini dibuat. Video yang diunggah oleh akun 234mure ini berhasil meraih 26.120 klikers per Minggu (16/1/2011) dengan durasi 4:47 menit. Kekuatan lagu "Andai Aku Gayus Tambunan" ini jelas terletak pada syair lagunya. Lagu yang cukup kontekstual dan membumi menjadi bagian kritik sosial aktual.

(file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/kritik-sosial-ala-bona paputungan.html) Kini, lagu tersebut sudah banyak tersebar melalui telepon seluler (ponsel). Bahkan, ada juga yang bangga memakai lagu tersebut sebagai nada dering di ponselnya. Ia kemudian membuat video klip unik ini. Lagu ciptaannya itu juga tengah hangat dibahas lewat situs-situs jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Para pengguna akun jejaring pertemanan ini ramai-ramai menge-share lagu "Andai Aku Gayus Tambunan"(file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/Gara-gara%20Lagu%20Gayus,%20Bona%20Paputungan%20Mendadak%20Tenar.htm Jalur dunia maya memang saat ini menjanjikan sebagai jalur cepat untuk mempopulerkan diri. Hal ini seperti yang tertangkap dengan jenaka oleh si palantun sekaligus pencipta lagu ” Andai Aku Gayus Tambunan “. Sejak karyanya beredar di internet ia pun sontak menjadi popular. Tak ada salahnya memang apa yang menginspirasi beliau menciptakan lagu tersebut adalah sosok Gayus Tambunan. Mungkin sang penyair saat itu sedang menyuarakan kecemburuannya pada sang koruptor, karena ia pernah merasakan susahnya hidup dibalik terali besi. Namun bagi sebagian besar masyarakat seakan terwakili opini mereka lewat lirik dari lagu tersebut yang memang mengena di hati. Petikan syairnya yang


(22)

12

nakal menyentil para penegak hukum memang bisa membuat kuping panas bagi mereka. Mereka yang sacara langsung maupun tak langsung menjadi bagian institusi hukum. Lagu tersebut layak diberikan apresiasi karena lahir dari ketidakpuasan masyarakat atas bobroknya penegakan hukum saat ini.

Lagu yang sangat ” easy listening ” ini begitu merebak secepat tumbuhnya cendawan di musim penghujan. Begitu cepat tersebar dan menjadikan sang penciptanya menjadi selebritas mendadak. Mengangkat peristiwa korupsi terpopuler di masyarakat dan memadukannya dengan media internet yang begitu mudah diakses sebagai publikasinya. Berlimpahnya oknum koruptor di negeri ini mempunyai stok inspirator yang cukup banyak untuk menggali ide-ide. Dengan mengutak-atik , corat coret dan menuangkan dalam sebuah syair, lagu, pantun, puisi, atau sebuah film dan unggah melalui media internet.

(file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/Hits%20lagu%20”%20Andai%20aku%20 Gayus%20Tambunan”.html)

Dari beberapa fenomena yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji lirik lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan” yang dibawakan oleh Bona Paputungan terhadap berbagai permasalahan yang sedang terjadi dalam pemerintahan saat ini sehingga dapat mengetahui makna yang disampaikan dalam lirik lagu tersebut. Dalam mengungkapkan bentuk komunikasi yang diungkapkan oleh Bona Paputungan, peneliti menggunakan metode semiotik Saussure untuk mengetahui makna pesan yang terdapat dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”.


(23)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” oleh Bona Paputungan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui penggambaran penegakan hukum di Indonesia berdasarkan lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” oleh Bona Paputungan.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis, yaitu menambah literatur penelitian kualitatif Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai analisis studi semiotik.

2. Kegunaan Praktis, yaitu untuk membantu pendengar musik dalam memahami makna tanda yang menggambarkan penegakan hukum di Indonesia oleh Bona Paputungan.


(24)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Penegakan Hukum di Indonesia

Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasiakan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nialai tahap akhir, untuk menciptakan memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Surjono Sukanto (1983:2) dalam Bambang Sutiyoso, 2010:16)

Pola penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan masyarakat, tempat hukum tersebut berlaku atau diberlakukan. Dalam masyarakat sederhana, pola penegakan hukumnya dilaksanakan melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana pula. Namun dalam masyarakat modern yang bersifat rasional dan memiliki tingkat spesialisasi dan diferensiasi yang begitu tinggi, pengorganisasian penegak hukumnya menjadi begitu kompleks dan sangat birokratis. Semakin modern suatu masyarakat, maka akan semakin kompleks dan semakin birokratis proses penegakan hukumnya. Sebagai akibatnya, yang memegang peranan penting dalam proses penegakan hukum bukan hanya manusia yang menjadi aparat penegak hukum, namun juga organisasi yang mengatur dan mengelola operasionalisasi proses penegakan hukum. (Bambang Sutiyoso, 2010:16)


(25)

Penegakan hukum selalu melibatkan manusia didalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukum. Janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan perlindungan kepada seseorang, mengenakan pidana terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu.(Satjipto Rahardjo,2009:7).

Kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan para penegak hukum, sebagai kategori manusia dan bukan sebagai jabatan, akan cenderung memberikan penafsiran sendiri terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan, kepribadian dan masih banyak faktor lain. Oleh karena itu, menjadi tidak aneh apabila orang mengatakan bagaimana hukum dijalankan sehari-hari merupakan satu mitos dan mitos itu setiap hari dibuktikan kebohongannya (Chambliss & Seidman (1971:3) )

Untuk mewujudkan hukum dan sebagai ide-ide ternyata dibutuhkan suatu oragnisasi yang cukup kompleks. Negara yang harus campur tangan dalam perwujudan hukum yang abstrak ternyata harus mengadakan berbagai macam badan untuk keperluan tersebut. Kita tidak mengenal adanya Jawatan Hukum atau Kantor Hukum, melainkan: Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Pemasyarakatan dan juga Badan Peraturan Perundang-undangan. Badan-badan yang tampak sebagai organisasi yang berdiri sendiri-sendiri tersebut pada hakekatnya mengemban tugas yang sama, yaitu mewujudkan hukum atau menegakkan hukum dalam masyarakat. Dapat dikatakan tanpa organisasi-oragnisasi terssebut, hukum tidak dapat dijalankan oleh masyarakat. Apabila keadaanya sudah demikian, maka


(26)

16

tentunya dalam rangka membicarakan penegakan hukum, tidak dapat dilewatkan pembicaraan mengenai segi keorganisasian tersebut. Tujuan-tujuan hukum hanya dapat diwujudkan melalui pengorganisasian yang kompleks pula. Untuk mewujudkan tujuan hukum diperlukan berbagai organisasi, sekalipun pada hakekatnya bertugas untuk mengantarakan orang kepada tujuan-tujuan hukum, namun masing-masing tetap berdiri sendiri-sendiri sebagai badan yang bersifat otonom. (Satjipto Rahardjo, 2009:14)

Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. (Radburch (1961:36) )

Membicarakan hukum dalam konteks organisasi membuka pintu bagi pengkajian tentang bagaimana lembaga hukum yang diserahi tugas untuk mewujudkan dan menegakkan hukum itu bekerja. Bagaimanapun juga badan tersebut menjalani kehidupannya sendiri. Kehidupannya sendiri yang dimaksud kehidupan sebagai lembaga atau organisasi tersebut. Kehadiran lembaga-lembaga hukum tersebut adalah untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak menjadi kenyataan, namun lembaga-lembaga itu sendiri diikat oleh kehidupan kelembgaan. Dalam keadaan tersebut, maka alih-alih menegakkan hukum, lembaga tersebut sibuk sendiri untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut bekerjanya suatu lembaga (Satjipto Rahardjo, 2009:18)

Banyak penelitian menunjukkan bahwa tingkat dan rating tindak pidana korupsi di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan


(27)

negara-negara lain di dunia ini. Penegakan dan penerapan hukum yang berkenaaan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi disebut-sebut juga sudah semakin parah, sudah sampai titik nadir. Banyak kasus menunjukkan bahwa saat ini korupsi dan suap menyuap juga menimpa para penegak hukum itu sendiri, seperti korupsi di kalangan advokat, polisi, kejaksaan, dan hakim-hakim di pengadilan di berbagai tingkatannya, sehinggga apa yang namanya “mafia peradilan” sebenarnya memang benar-benar ada dalam kenyataan. (Munir Fuady, 2010:172)

Andi Hamzah (2005:6) dalam Munir Fuady (2010:172) melukiskan dengan jelas bagaimana parahnya wabah korupsi di Indonesia, jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di negara-negara tetangga, dengan menyatakan sebagai berikut:

“Jika komisi pemberantasan korupsi di Australia dan Singapura berfungsi sebagai pengisap debu (vacuum

cleaner), di Malaysia dan Hongkong sebagai sapu

ijuk dalam rumah, di Thailand sebagai sapu lidi di pekarangan, maka di Indonesia diperlukan bulldozer

karena korupsinya sudah menggunung”.

Bahwa bobroknya penerapan hukum di Indonesia juga tidak terlepas adanya bias dalam pembentukan hukum itu sendiri, sehinnga hukum yang dihasilkannya tidak dapat diwujudkan dalam praktik. Seperti telah disebutkan bahwa hukum (law) tidak dapat dipisahkan dengan kekuasaan (power), sehingga baik dalam pembentukan hukum maupun dalam penegakan hukum, senebarnya tidak dapat dihindari dari proses tawar menawar politik. Akan tetapi, apa yang terjadi Indonesia adalah ikut campurnya kekuasaan yang terlalu jauh ke dalam


(28)

18

proses pembuatan dan penerapan hukum. Sehingga konsekuensinya adalah kaidah hukum tidak pernah dapat dirumuskan secara baik dan pelaksanaanya juga tidak pernah dirumuskan secara baik dan pelaksanaanya juga tidak pernah benar. Mestinya kekuasan tersebut dikontrol oleh hukum bukan sebaliknya. (Munir Fuady, 2010: 179)

Kemudian Lili Rasjidi (1982:52) dalam Munir Fuady (2010:179) menyatakan sebagai berikut:

“ Unsur pemegang kekuasaan merupakan faktor yang penting dalam hal digunakannya kekuasaan yang dimilikinya itu sesuai dengan kehendak masyarakat. Karena itu, disamping keharusan daya hukum sebagai alat pembatas, juga pemegang kekuasaan ini diperlukan syarat-syarat lainnya, seperti memilki watak yang jujur dan rasa pengabdian terhadap kepentingan masyarakat. Kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat juga merupakan pembatas yang ampuh bagi pemegang kekuasaan”.

Sebenarnya, Indonesia dapat dimasukkan sebagai negara paling aneh di dunia, karena sebagai negara yang termasuk paling korup di dunia, justru paling sedikit koruptor yang berhasil dijebloskan ke balik tirai penjara law enforcement

kita. Salah satu penyebab sulitnya diberantas di Indonesia adalah karena berbagai putusan hakim yang mengadili berbagai kasus korupsi sudah terasing dari rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakatnya. Fenomena yang mencuat di dalam

law enforcement kita di Indonesia adalah kepenjaraan di dalam paradigma

legalistik, formalistik, dan prosedural belaka. (Achmad Ali, 2005:8)

Satjipto Rahardjo dalam Achmad Ali (2005:6) mengatakan sebagai berikut:


(29)

“ Sudah waktunya bangsa Indonesia mencanangkan bahaya korupsi sebagai keadaan darurat. Karena keadaan darurat, maka juga mesti ditangani dengan cara berpikir darurat, cara bertindak darurat, dan dengan petinggi hukum yang mampu melakukan terobosan yang bersifat darurat ”.

Semakin rendahnya tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum, disebabkan warga secara kasat mata menyaksikan dan mengetahui sendiri betapa “sandiwara hukum” dan lebih khusus lagi “sandiwara peradilan” masih terus berlangsung. Sosok-sosok penegakan hukum yang kini masih bergentayangan masihlah sosok lama dengan paradigma lama, tetapi dengan “kemasan baru”. Konkretnya, “sosok-sosok sapu kotor” di lingkungan penegakan hukum masih eksis dan semakin hari semakin memperkokoh posisinya. (Achmad Ali, 2005:36)

2.1.2. Gayus Lumpuhkan Naluri Kepolisian

Gayus Halomoan Tambunan luar biasa saktinya. Pegawai golongan III Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kekayaan lebih dari Rp100 miliar itu adalah jawara suap-menyuap.

Dia menyuap hampir semua otoritas penegak keadilan untuk membebaskannya dari jerat hukum. Di tahanan, dia melumpuhkan polisi dengan kelihaian suapnya. Dia mengerti betul watak polisi yang mudah teler karena uang. Gayus kembali menampar wajah penegakan hukum, terutama kepolisian, dengan ulah terbarunya. Dengan kemampuan uangnya, Gayus mampu membeli kebebasannya dengan uang mendekati Rp1 miliar. Tetapi akibatnya, dia menyeret


(30)

20

sembilan anggota polisi yang menjaganya menjadi tersangka, termasuk Kepala Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua Depok Komisaris Iwan Siswanto.

Gayus bahkan memperlihatkan kelasnya sebagai raja suap dengan menonton pertandingan tenis internasional di Bali, dengan penyamaran seadanya. Polisi seperti gagap untuk menjelaskan apakah Gayus benar berada di Bali sesuai dengan foto yang direkam wartawan. Ketika polisi masih gelagapan, Gayus mengaku bahwa dia memang berada di Bali.

Publik semakin jengkel terhadap kinerja kepolisian. Jengkel karena tidak mau bergerak cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental.

Ketika foto Gayus terungkap, polisi lebih sibuk menginterogasi penjaga rutan Brimob mengapa Gayus diizinkan keluar. Padahal yang menjadi pertanyaan publik adalah mengapa Gayus bisa ke Bali, bagaimana bisa, dan untuk apa? Apakah benar dia sekadar menonton pertandingan tenis, olahraga yang bukan kesukaannya?

Publik juga ingin tahu, dari mana Gayus memperoleh uang begitu banyak untuk menyuap petugas rutan sehingga sebagian besar hidupnya berada di luar tahanan? Kalau uang Gayus semuanya sudah disita, siapa yang membiayai Gayus selama ini?

Juga, apakah seorang Komisaris Iwan yang memiliki pengalaman reserse begitu mudah melepas Gayus tanpa mengetahui ke mana sang tahanan pergi? Apakah Komisaris Iwan menjadi satu-satunya pejabat tertinggi di kepolisian yang bisa memutuskan seenaknya tentang Gayus yang sedang menjadi sorotan publik?


(31)

Kepolisian Republik Indonesia harus dibedah total. Argumen bahwa lembaga itu sedang berbenah dan meminta publik untuk bersabar dimentahkan kasus Gayus. Polisi, dalam kasus Gayus, ternyata mampu memisahkan siapa yang boleh dihukum dan siapa yang tidak boleh. Buktinya, pemberi suap kepada Gayus tidak pernah diperiksa atau didengar kesaksiannya.

Kalau kepolisian terus-menerus menampar wajah Indonesia dengan perilaku manipulatif, ini bencana besar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengambil langkah berani membenahi institusi kepolisian.

Kasus Gayus mempertegas bahwa naluri kepolisian telah lumpuh. Ibarat macan yang terlalu lama dipiara di kandang emas, dia kehilangan naluri kebinatangannya. Perlu latihan serius agar harimau memperoleh kembali naluri membunuh.(file://localhost/G:/BOBROKNYA%20HUKUM%20DI%20INDONE SIA/18.htm)

2.1.3. Lemahnya Penegakan Hukum Di Indonesia

Hasil survei Transparency International Indonesia (TII) menyebut kejaksaan sebagai lembaga terkorup kedua setelah DPR. Presiden SBY pun menyadari betapa lemahnya penegakan hukum di Tanah Air. "Presiden menyambut baik penelitian yang dilakukan Todung Mulya Lubis dkk. Presiden sejak awal pemerintahan sudah menyadari lemahnya penegakan hukum di Indonesia," kata staf khusus presiden bidang hukum Sardan Marbun. Hal ini disampaikan dia usai diskusi bertajuk "Reformasi lembaga peradilan" di Timebreak Cafe, Plaza Semanggi, Jakarta, Sabtu (3/3/2007). "Namun saat ini


(32)

22

penegakan hukum selama SBY memerintah sudah lebih baik. Untuk reformasi peradilan, itu tergantung dari yudikatif, bukan eksekutif. Pemerintah tidak boleh campur tangan," ujarnya. Sementara anggota Komisi III DPR Nursjahbani Katjasungkana menilai survei dari TII merupakan persepsi dari lembaga tersebut. Praktek-praktek suap di peradilan saat ini masih ada dan dilakukan oleh semua perangkat peradilan, seperti panitera, hakim, dan jaksa. "Saya pernah mendapat laporan, ada seorang ibu yang membantu mengurus perceraian anaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Untuk mengambil putusan saja, panitera minta uang Rp 1 juta. Padahal ada angka resminya, tidak sampai segitu," ketusnya. Sedangkan anggota KY Zaenal Arifin berpendapat MA harus membuat survei tandingan. Tujuannya untuk membuktikan peradilan bukan lembaga terkorup kedua. "Tapi survei itu harus akurat dan mempunyai bukti. Selama tidak ada bukti konkret, maka nantinya pengusutan oleh suatu badan yang berwenang tidak bisa dilakukan," katanya. Pada 9 Desember 2006, TII mempublikasikan hasil survei indeks korupsi 2006. DPR menempati peringkat pertama, disusul kejaksaan, kemudian kepolisian.

(http://www.detiknews.com/read/2007/03/03/193745/749373/10/sby-sadari-lemahnya-penegakan-hukum-di-tanah-air)

2.1.4. Lirik Lagu

Sebuah lagu belum lengkap keberadaanya tanpa adanya lirik. Lirik lagu diciptakan untuk melengkapi dan memperindah keberadaan sebuah lagu tersebut. Sebuah lirik dapat diciptakan oleh mereka-mereka yang mempunyai inspirasi dan


(33)

insting yang lebih, sehingga nantinya akan tercipta lirik demi lirik yang cukup indah untuk diperdengarkan.

Lirik lagu dalam musik dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat dipakai untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat diapakai sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu. (Setianingsih, 2003:7-8).

Lirik lagu merupakan salah satu dari beragam karya seni yang ada. Ia pada dasarnya sama dengan puisi. Puisi tergolong sebagai seni kata, oleh karena itu lirik digolongkan sebagai seni kata, oleh karena itu lirik digolongkan sebagai seni kata sebab mediumnya adalah kata dalam bahasa. Sebenarnya, lirik sebuah lagu tak ubahnya dengan lirik sebuah puisi atau sajak. Yang membedakan hanyalah cara membawakannya saja, puisi tau sajak dibawakan dengan cara membaca dan menghafal dengan penuh penghayatan, sedangkan lirik lagu dibawakan dengan irama alunan musik yang dipandu padankan oleh sebuah irama.

Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang dinyayikan mempunyai peranan nyang sangat penting, karena lirik lagu sebagaimana bahsa dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencermnkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu bila tepat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata ataiu peristiwa, yang secara individu mampu


(34)

24

memikat perhatian. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap sikap atau nilai.

Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu mulai diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai , bahkan prasangka tertentu. Suatu lirik dapat menggambarkan realitas yang menggambarkan tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam pemerintahan sendiri.

2.1.5. Teori Semiotik

Semiotik adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari kata Yunani

semeion yang berarti “tanda”. Bidang kajian semiotik adalah mempelajari fungsi

tanda dalam teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. (Komaruddin dalam Sobur 2001:106). Tanda terdapat dimana-mana kata adalah tanda, demikain pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya.

Pokok kajian Saussure tentang bahasa berbeda jauh dengan pendekatan filolog abad ke-19. Bukannya mengkaji linguistik secara historis berdasarkan garis diakronik, yaitu kajian yang melihat perubahan pada bahasa dalam satu kurun waktu tertentu. Saussure justru mengembangkan linguistik sinkronik. Dia mempresentasikan analisis bahasa secara umum, sebuah kajian tentang prasyarat keberadaan dari semua bahasa.


(35)

Saussure mendefinisikan tanda linguistik sebagai entitas dua sisi (dyad), yaitu:

1. Penanda (signifier)

Penanda adalah aspekaterial dari sebauh tanda, sebagaimana kita menangkap bunyi saat orang berbicara. Bunyi ini muncul dari getaran pita suara (yang tentu saja bersifat material). Wilayah perhatian Saussure hanya meliputi tanda linguistik. Dalam hal ini dia mengikuti tradisi teorisasi tanda-tanda konvensional.

2. Petanda (signified)

Sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh penanda. Petanda merupakan konsep mental dari petanda tersebut.

Sign Composed of

signification

Signifier Signified external reality of (phisical (mental concept)

meaning

existance of the sign)

Gb. 2.1.5. Diagram Semiotik Saussure (Fiske dalam Sobur, 2002:125) Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna (konsep material), artinya apa yang dapat dikatakan ditulis atau dibaca.


(36)

26

Signified adalah gambaran mental. Yakni pikiran atau konsep aspek

mental dari bahasa. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain signification

adalah upaya dalam memberikan makna terhadap dunia (Fiske dalam Sobur, 2002:125) Tegasnya, Saussure meyakini bahwa proses komunikasi melalui bahasa juga melibatkan pemindahan isi kepala: tanda-tanda membetuk kode sirkuit yang menghubungkan dua individu agar membuka isi kepala masing-masing.

Selain itu Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara Langue dan Parole sebagai dua pendekatan linguistik. (Sobur, 2002:111). Langue adalah sistem pembendaan di antara tanda-tanda. Dapat dibayangkan sebagai sebuah lemari besar yang menyimpan semua kemungkinan tanda yang dapat digunakan oleh semua masyarakat. Kita dapat mengambil tanda-tanda tersebut, satu demi satu, untuk mengkonstruksikan sebuah parole (ekspresi kebahasaan, wicara) tertentu.

Ciri dasar lain dari Langue adalah terdapat dua bentuk di dalam hubungan dan perbedaan antara unsur-unsur bahasa berdasarkan kegiatan mental manusia. Di satu sisi, dalam satu wacana, kata-kata bersatu satu demi suatu kesinambungan tertentu yang ditunjang oleh keluasa. Hubungan demikian disebut sintagma (kumpulan tanda yang berurut secara logis). Dalam suatu sintagma suatu istilah kehilangan valensinya karena istilah itu dipertentangkan dengan istilah lain yang mendahului dan mengikutinya atau dengan keduanya. Di sisi lain, diluar wacana, kata-kata


(37)

yang memiliki kesamaan bersosiasi dalam ingatan yang membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa. Hubungan ini disebut oleh Saussure sebagai hubungan asosiatif atau paradigmatik. Bahasa di mata Saussure tak ubahnya sebuah karya keutuhan karya musik. Untuk memahamai sebuah simponi, kita harus memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individual dari setiap pemain musik. Untuk memahami bahasa, kita harus melihatnya secara “sinkronis”, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan makna.

Lagu merupakan sebuah dominan pop dimana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan budaya dijalankan. (James Lull dalam Sobur, 2003:147) Sistem tanda musik adalah oditif, namun untuk mencapai pendegarnya, pencipta musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tand aperantara tertulis, jadi visual.

Untuk menganalisis musik diperlukan disiplin lain, sebut saja misalnya ethnomusicology dan antropologi. Mantle Hood, seorang pelopor ethnomusicology dar USA memberikan definisi tentang ethnomusicology sebagai studi musik dari segi sosial dan kebudayaannya. (Sobur, 2003:148) Musik itu dipelajari melalui peraturan tertentu yang dihubungkan dengan bentuk kesenian lainnya termasuk bahasa, agama dan falsafah.


(38)

28

2.2. Kerangka Berpikir

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman

(Field of Experience) dan pengetahuan (Frame of Reference) yang berbeda-beda

pada setiap individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta lagu juga tidak terlepas dari dua hal di atas.

Begitu juga peneliti memaknai tanda dan lambang yang ada objek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan pada lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” dalam hubungannya dengan penegakan hukum di Indonesia dengan menggunakan metode semiotik Saussure, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai penegakan hukum di Indonesia.

Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce karena dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak menemukan adanya simbol-simbol yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode semiotik Saussure menitikberatkan pada hubungan Penanda dan Petanda yang ada pada lirik lagu tersebut.

Dari data-data berupa lirik lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan”, kata-kata dan rangkaian kata dalam lirik lagu tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode semiotik Saussure (menitikberatkan pada aspek material


(39)

(penanda) dan aspek mental (petanda) yang pada akhirnya diperoleh signifikansi) hingga menghasilkan suatu interpretasi bagaimana penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” tersebut.


(40)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional

3.1.1. Pengambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”.

Penegakan hukum (law enforcement) yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan suatu negara dalam upaya mengangkat harkat dan martabat bangsanya dibidang hukum terutama dalam memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Hal ini berarti pula adanya jaminan kepastian hukum bagi rakyat, sehingga rakyat merasa aman dan terlindungi hak-haknya dalam menjalani kehidupannya. Sebaliknya penegakan hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator bahwa negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan hukum kepada warganya. (Satjipto Rahardjo, 2010:18)

Penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu. Sebagian orang memandang kritik tentang penegakan hukum di Indonesia sebagai suatu realitas yang wajar, namun tidak semua orang memiliki pemaknaan yang sama terhadap suatu realitas. Hal ini bersifat subyektif, tergantung dari latar belakang individu yang memaknainya.


(41)

Lirik adalah susunan kata berupa nyanyian. Sementara lagu adalah ragam suara yg berirama.Sehingga dapat diartikan lirik lagu adalah susunan kata berupa nyanyian dengan ragam suara yang berirama. (www.artikata.com)

Dalam penelitian ini lirik lagu yang menjadi obyek adalah lirik pada lagu milik Bona Paputungan yaitu lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”.

3.2. Unit Analisis dan Corpus

3.2.1. Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan, terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan”.

3.2.2. Corpus

Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan, bersifat homogen mungkin (Kurniawan, 2001:70). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan. Kelebihannya adalah bahwa dalam mendekati teks kita tidak didahului oleh para anggapan atau interpretasi tertentu sebelumnya.


(42)

32

Corpus adalah kata lain dari sampel bertujuan khusus digunakan untuk analisis semiotika dan analisis wacana. Corpus pada penelitian ini adalah lirik lagu dengan judul “Andai Aku Gayus Tambunan”.

Alasan pengambilan lirik lagu di atas sebagai Corpus adalah karena dalam lirik lagu tersebut, memuat tentang penggambaran penegakan hukum di Indonesia. Selain itu dalam lirik lagu ini, pencipta lagu yaitu Bona Paputungan memposisikan dirinya sebagai subyek dalam memberikan kritik didalam isi cerita lirik dengan penggunaan kata “aku”. Dengan mengangkat dirinya sebagi subyek dalam lirik lagu tersebut akan memudahkannya untuk melakukan penghayatan dan mengekspresikan apa yang ingin digambarkan lirik lagu tersebut. Oleh karena itu lah, dalam memaknai lirik pada lagu ini peneliti lebih menekankan dengan melihat dari pencipta atau penulis lirik lagu tersebut. Lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN

11 Maret

Diriku masuk penjara Awal ku menjalani Proses masa tahanan

Hidup di penjara Sangat berat kurasakan Badanku kurus


(43)

Karena beban pikiran

Kita orang yang lemah Tak punya daya apa-apa Tak bisa berbuat banyak Seperti para koruptor

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah Pasrah akan keadaan

7 Oktober

Kubebas dari penjara Menghirup udara segar Lepaskan penderitaan

Wahai saudara Dan para sahabatku Lakukan yang terbaik


(44)

34

Jangan engkau salah arah

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah Pasrah akan keadaan

Biarlah semua menjadi kenangan Kenangan yang pahit

Dalam hidup ini

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah Pasrah akan keadaan


(45)

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer yaitu data diperoleh melaui pemahaman lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”. Pada tahap pemahaman ini diperoleh data primer yaitu data lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”.

3.2.4. Metode Analisis Data

Pemahaman terhadap lirik lagu ini menggunakan metode semiotik Saussure yaitu, menghubungkan antara signifer dan signified atau penanda dan petanda dengan melihat dari kata-kata dan rangkaian kata yang membentuk kalimat dalam lirik lagu tersebut. Kemudian menganalisis makna konotasi yang terdapat dalam lirik lagu tersebut sehingga diperoleh makna sebenarnya dari suatu kata (Sobur, 2002:128), sehingga diperoleh interpretasi data yang benar-benar berkualitas.

Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang

bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sementara signified atau petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa (Bertens dalam sobur, 2003:46) kerangka referensi pengguna tanda, melalui interaksi sosial yang dilakukan oleh pengguna sebagai anggota masyarakat atau budaya tertentu. Contoh Signifier dalam lirik lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan” adalah


(46)

36

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah

Pasrah akan keadaan

Dalam lirik ini diperoleh kosep mental (Signified) sebagai berikut :

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali

Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai suatu sistem tanda (sign) dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan

signified (petanda). Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek

material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan petanda gambran mental, yakni pikiran atu konsep (aspek mental) dari bahasa (Kurniawan, 2001:30). Apabila penanda dan petanda ini digabungkan akan menghasilkan konsep makna yang sebenarnya. Gabungan antra kedua unsur tersebut menghasilkan suatu pemahaman yang dinamakan signification. Dengan kata lain signification adalah upaya untuk memberikan makna.

Dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”, ketiga bagian dari teori tanda Saussure adalah sebagai berikut:


(47)

1. Signifiernnya adalah kata, fase dan kalimat yang terdapat dalam lagu Andai Aku Gayus Tambunan atau kata maupun kalimat dengan kata yang sesungguhnya.

2. Signifiednya adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang

digunakan oleh penulis lirik atau sang kreator, sehingga tercipta sebuah pesan yang ingin disampaikan.

3. Significationnya adalah kata, fase dan kalimat yang terdapat dalam lagu

Andai Aku Gayus Tambunan atau kata maupun kalimat yang sesungguhnya dan kata yang terkandung dalam lagu Andai aku Gayus Tambunan.


(48)

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek

Obyek dalam penelitian ini adalah lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” yang dipopulerkan oleh Bona Paputungan, 32 tahun, yaitu seorang mantan narapidana karena kasus kekerasan dalam rumah tangga di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A di Kota Gorontalo. Bona Paputungan meringkuk di terali besi sejak 11 Maret 2010 dan bebas pada 5 Januari 2011.

Selama meringkuk diterali besi sejak 11 Maret 2010 lalu, ia mengaku mendapat perlakuan kasar dari sipir dalam penjara. Wajahnya babak belur akibat dihantam bogem mentah dan pentungan salah seorang petugas. Belum lagi ia harus menjalani ”ritual” hukuman dari sesama penghuni penjara. Berbeda dengan tahanan yang terjerat kasus pidana korupsi, perlakuan mereka lebih baik dari tahanan lainnya. Kondisi Bona yang babak belur di jeruji itu dituangkan dalam bait-bait lagu. Salah satu yang menarik adalah berjudul ”Kisah aku dan Gayus Tambunan” yang kemudian diganti menjadi “Andai Aku Gayus Tambunan”.

Lewat lagu dan video klip yang dipublikasikan di sebuah situs internet you tube, penyanyi sekaligus pencipta lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” menjadi terkenal karena lagu ini banyak diakses oleh para pengguna internet. Selanjutnya karena lagu tersebut banyak diminati masyarakat, maka lagu tersebut mulai dikerjakan dengan serius dan dalam tahap pembuatan video klip. Untuk lagu


(49)

berjudul ”Andai Aku Gayus Tambunan” dan ”Markus”, video klipnya dibuat didalam lembaga pemasyarakatan kelas II A Kota Gorontalo. Sementara delapan lagu sisanya, video klipnya dibuat diluar penjara. Untuk produksi lagu di albumnya itu, Bona dibantu oleh salah seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari utusan Provinsi Gorontalo, dan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo yang sempat mendekam dalam penjara karena kasus korupsi.

Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” terinspirasi seorang mafia pajak yaitu Gayus Tambunan yang terjerat dalam kasus pajak bersama beberapa pejabat di Indonesia. Namun dalam proses penahanannya, Gayus Tambunan membuat heboh masyarakat Indonesia karena dengan mudahnya Gayus Tambunan keluar masuk penjara dan bepergian ke Bali dengan cara menyuap aparat penegak hukum.

Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” merupakan ungkapan hati pencipta lagu yaitu Bona Paputungan yang juga seorang mantan narapidana di Gorontalo. Dalam setiap liriknya, Bona ingin menggambarkan bahwa dalam penjarapun masih terdapat perbedaan perlakuan antara narapidana yang kaya dan miskin. Hal tersebut menggambarkan bahwa hukum di Indonesia masih lemah karena para aparat penegak hukumnya dapat dengan mudah memberikan keleluasaan kepada siapapun yang memiliki uang, baik fasilitas ataupun hak “kebebasan” yang tidak seharusnya. Dalam video klip lagu tersebut, Bona Paputungan menyindir sipir penjara yang dapat dibeli dengan selembar uang Rp 50 ribuan.


(50)

40

4.2. LirikLagu “Andai Aku Gayus Tambunan” menurut Teori Tanda

Saussure

Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai suatu sistem tanda (sign) dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan

signified (petanda). Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek

material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa (Kurniawan, 2001:30). Apabila penanda dan petanda ini digabungkan akan menghasilkan suatu konsep makna yang sebenarnya. Gabungan antara kedua unsur tersebut menghasilkan suatu pemahaman yang dinamakan signification. Dengan kata lain signification adalah upaya untuk memberikan makna.

Dalam lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan”, ketiga bagian dari teori tanda saussure adalah sebagai berikut :

1. Signifiernya adalah seluruh lirik kata yang tertuang atau kata-kata yang ada

dalam lirik lagu tersebut. Baik kata-kata, kalimat tersebut tertuang mulai bait yang pertama sampai dengan bait yang terakhir.

2. Signifiednya adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang

digunakan oleh penulis lagu tersebut, sehingga dapat diketahui pesan atau maksud yang ingin disampaikan oleh sang penulis lagu.

3. Significationnya adalah seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah

penggabungan antara penanda dan petanda yang menghasilkan sebuah


(51)

Melalui lirik dalam lagu “Andai Aku gayus Tambunan”, sang pencipta lagu yaitu Bona Paputungan berusaha mencurahkan perasaannya atas kejadian nyata yang dialami oleh dirinya dan juga teman-teman sesama napi yang tidak punya apa-apa baik uang atau kekuasaaan, sehingga mereka harus rela menerima segala perlakuan yang diberikan oleh penjara yang tentu saja kontras dengan perlakuan yang diberikan kepada para napi yang kaya dan memiliki kekuasaan. Lirik lagu ”Andai aku Gayus Tambunan” juga ingin merepresentasikan gambaran penegakan hukum di Indonesia yang masih lemah dan banyak dikendalikan oleh uang dan kekuasaaan serta lemahnya mentalitas dari para aparat penegak hukumnya.

4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data

4.3.1. Penyajian Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu dari lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” yang diciptakan sekaligus dinyanyikan oleh Bona Paputungan. Berikut ini adalah lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” :

”Andai Aku Gayus Tambunan”

11 Maret Diriku masuk penjara

Awal ku menjalani Proses masa tahanan

Hidup di penjara Sangat berat kurasakan


(52)

42

Karena beban pikiran

Kita orang yang lemah Tak punya daya apa-apa Tak bisa berbuat banyak Seperti para koruptor

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali

Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah

Pasrah akan keadaan

7 Oktober Kubebas dari penjara Menghirup udara segar

Lepaskan penderitaan

Wahai saudara Dan para sahabatku Lakukan yang terbaik


(53)

Jangan engkau salah arah

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali

Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah

Pasrah akan keadaan

Biarlah semua menjadi kenangan Kenangan yang pahit

Dalam hidup ini

Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali

Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah


(54)

44

Dari pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan”, maka hasil pengamatan tersebut kemudian akan disajikan penggambaran penegakan hukum di Indonesia yang merupakan pesan utama dalam lirik lagu tersebut. Lirik lagu ”Andai Aku gayus Tambunan” selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan landasan teori Ferdinand De Saussure untuk mengetahui makna yang terkandung dalam lirik lagu tersebut.

Saussure mendefinisikan tanda berdasarkan aspek penanda (signifier) dan juga petanda (signified) untuk mengetahui signification yang berfungsi untuk mengetahui realitas yang sebenarnya yang terjadi di lingkungan masyarakat.

4.3.2. Pemaknaan Lirik Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”

Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, sebuah lirik lagu mulai diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai bahkan prasangka tertentu. Sebuah lirik lagu dapat menggambarkan sebuah kritik sosial terhadap kondisi nyata yang ada di masyarakat saat ini.

Dalam lirik lagu ini, pencipta lagu yaitu Bona Paputungan berusaha memposisikan dirinya sebagai subyek atau orang pertama di dalam isi cerita lirik lagu dengan menggunakan kata “ku” sebagai pengganti sosok yang digambarkan dalam lirik lagu tersebut sedang merasakan beratnya hidup di penjara akibat


(55)

perbuatannya melawan hukum. Sedangkan kata “aku” adalah sosok “Gayus Tambunan” yang digambarkan menjadi tokoh utama yang sedang dikritisi keberadaannya dalam penjara. Berikutnya kata “kita” yang ditulis pencipta lirik lagu sebagai orang kedua dalam hal ini adalah masyarakat umum atau lebih khususnya adalah para narapidana yang miskin dan tidak memiliki uang ataupun kekuasaaan.

Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1997) maka judul lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” dapat dipahami dari makna kebahasaannya sebagai berikut :

1. Andai bermakna umpama, peristiwa yang dianggap mudah terjadi

2. Aku adalah saya atau diri sendiri.

3. Gayus Tambunan adalah seorang mafia pajak yaitu Gayus Tambunan yang

terjerat dalam kasus pajak bersama beberapa pejabat di Indonesia.

Secara utuh definisi dari Andai Aku Gayus Tambunan memiliki makna konotasi yaitu seseorang yang berandai-andai menjadi orang lain, dalam hal ini adalah mantan narapidana Bona Paputungan yang memiliki angan-angan atau berandai-andai dapat menjadi seperti seorang Gayus Tambunan yang memiliki banyak uang sehingga walaupun dalam kondisi di penjara tetap dapat menikmati kebebasan dan fasilitas lebih seperti saat berada di luar penjara.

Lagu ini terdiri dari 12 larik dan masing-masing larik terdiri dari empat bait. Secara umum lagu ini mengalami banyak pengulangan larik dan bait


(56)

46

terutama di bagian refferen (reff). Berikut ini akan ditampilkan analisa untuk tiap bait dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”


(57)

11 Maret Diriku masuk penjara

Awal ku menjalani Proses masa tahanan

Bait pertama pada lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” adalah kata

11 Maret. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata 11 Maret

menunjukkan waktu atau tanggal suatu kejadian itu terjadi. Selanjutnya di bait kedua dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” terdapat kata “Diriku”. Kata “Diriku” terdiri dari kata “diri” dan diberi akhiran kata “ku”. Kata “diri” bermakna tak berteman, tak ada yang lainnya, tak ada kawan. Namun bila kata “diri” dirangkai dengan kata –ku yang bermakna ku menunjukkan suatu pribadi individu. Dalam hal ini adalah sosok Bona Paputungan, mantan narapidana yang dijadikan subyek cerita dalam lirik lagu tersebut. Kata berikutnya adalah kata

masuk”. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata “masuk” memiliki

makna datang atau hadir dan juga merupakan lawan dari kata “keluar”. Masuk dalam hal ini dapat diartikan sedang memasuki sebuah tempat tertentu. Sedangkan kata “penjara” menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah rumah tempat menghukum atau secara umum penjara adalah tempat bagi orang-orang yang menerima hukuman atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Secara keseluruhan lirik “diriku masuk penjara” bermakna sosok Bona Paputungan yang diceritakan mulai hidup di penjara sebagai akibat atau konsekuensi dari hukuman yang harus ia jalani.


(58)

48

Pada bait ketiga lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” terdapat kata

awal ku menjalani”. Apabila diuraikan makna dari tiap kata tersebut, kata “awal

menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bermakna yang pertama sekali, mula-mula, permulaan. Jadi kata “awal” menunjukkan waktu seseorang pertama kali melakukan atau merasakan suatu hal. Kata –ku yang menunjukkan suatu pribadi individu. Dalam hal ini adalah sosok Bona Paputungan, mantan narapidana yang dijadikan subyek cerita dalam lirik lagu tersebut. Kata selanjutnya adalah “menjalani” yang berasal dari kata dasar “jalan”. Kata “jalan” bermakna suatu hamparan yagn dipakai sebagai lalu lalang (lalu lintas) orang atau kendaraan atau suatu hal yang dipakai untuk keluar masuk atau daya upaya untuk memecahkan masalah. Kata “menjalani” dalam lirik lagu ini mendapat awalan kata –me dan akhiran kata –i. Bila dirangkai kata “menjalani” menunjukkan sebuah aktivitas seseorang melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini adalah hukuman penjara untuk beberapa waktu yang harus dijalani oleh Bona Paputungan sebagai narapidana.

Bait keempat terdapat kata “proses masa tahanan”. Kata ”proses” menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bermakna kegiatan, runtun peristiwa. Sedangkan kata ”masa” bermakna waktu; tahun; kala; saat; jaman. Bila dirangkai dengan kata ”tahanan” yang berarti lembaga pemasayarakatan; tempat menahan; penjara, maka secara keseluruhan kata “proses masa tahanan” adalah beberapa waktu yang harus dijalani di penjara oleh seorang narapidana yang ditahan karena melakukan pelanggaran hukum.


(59)

berusaha memberi gambaran kepada para pendengarnya tentang awal atau proses dirinya saat menjalani hukuman di penjara yaitu tepatnya 11 Maret 2010. Pada saat itu, Bona Paputungan dinyatakan resmi menjalani hukuman sebagai narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A di Kota Gorontalo karena kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Hidup di penjara Sangat berat kurasakan

Badanku kurus Karena beban pikiran

Pada larik kedua dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”, pencipta lagu menuliskan tentang kata “hidup di penjara”. Bila diuraikan secara terpisah, kata “hidup” memiliki arti bergerak, bernyawa, mampu melakukan kegiatan sebagaimana mestinya. Kata “di” menunjukkan kata tempat sedangkan kata

penjara” menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah rumah tempat

menghukum atau secara umum penjara adalah tempat bagi orang-orang yang menerima hukuman atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Bila dirangkai secara keseluruhan, kata “hidup di penjara” menunjukkan bahwa pencipta lagu selama ini menjalani kehidupan di balik terali besi untuk menebus kesalahan atau menjalani hukuman yang telah dilakukannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh pengadilan.

Bait kedua berikutnya adalah kata ”sangat berat kurasakan”. Kata


(60)

50

keadaan) sedangkan kata “berat” bermakna sesuatu yang sulit atau sukar untuk dilakukan. Kata “kurasakan” menurut tata bahasa disusun oleh kata dasar “rasa” dan diberi awalan kata –ku dan kata akhiran –kan. Kata “kurasakan” menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bermakna suatu perasaan atau kondisi yang dirasakan oleh seseorang baik senang, sedih, sakit, sehat ataupun hal lainnya. Bila dirangkai seara keseluruhan, makna dari baik “sangat berat kurasakan” menggambarkan tentang beratnya atau sulitnya kehidupan atau kondisi yang harus dirasakan oleh para narapidana biasa yang tidak memiliki sesuatu apapun. Selain hak kebebasan yang dikekang, para narapidana tersebut memang harus hidup sesuai dengan fasilitas terbatas yang disediakan oleh negara. Baik dalam hal kenyamanan ataupun kesejahteraan. Namun hal tersebut adalah konsekuensi yang harus dijalani oleh seorang narapidana. Hidup di balik terali besi merupakan suatu hal yang tidak ingin dirasakan oleh siapapun termasuk para narapidana itu sendiri.

Bait berikutnya pada lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” adalah kata

badanku kurus”. Pada bagian ini, nampaknya pencipta lagu ingin menunjukkan

kondisi tubuh dari para narapidana yang hidup di dalam penjara. Kata “badanku” berasal dari kata dasar “badan” yang bermakna tubuh dan akhiran kata –ku yang yang menunjukkan suatu pribadi individu. Jadi kata “badanku” bermakna kondisi tubuh sang pencipta lagu sendiri yaitu Bona Paputungan dan para narapidana biasa lainnya. Kata “kurus” menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bermakna keadaan tubuh yang kekurangan daging atau dapat diartikan tidak gemuk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna kata “badanku kurus” pada bait ini adalah kondisi tubuh atau badan sang pencipta lagu sendiri yaitu Bona


(61)

Paputungan dan para narapidana biasa lainnya pada saat mendekam dalam penjara adalah kurus atau dapat diartikan tidak gemuk seperti sebelum mereka masuk je dalam penjara.

Bait selanjutnya pada larik kedua adalah berisi kata-kata ”karena beban

pikiran”. Kata ”karena” menunjukkan kata penghubung dengan kata sebelumnya

dan bermakna penyebab sesuatu hal sedangkan kata ”beban” dalam lirik lagu ini, menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bermakna sesuatu yang terasa memberatkan. Bila dirangkai dengan kata ”pikiran” yang bermakna proses berpikir, maka makna secara keseluruhan bait ”karena beban pikiran” adalah sesuatu hal yang menjelaskan mengapa pencipta lagu yaitu Bona Paputungan dan para narapidana biasa lainnya memiliki kondisi tubuh yang kurus adalah karena tidak hanya harus menanggung hukuman secara fisik tetapi juga beban pikiran seperti tanggung jawab keluarga (anak-istri), kehilangan pekerjaan ataupun ketakutan karena penolakan dari masyarakat mengingat adanya pandangan negatif pada setiap narapidana ketika kembali hidup di masyarakat umum.

Jadi secara keseluruhan makna lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” pada larik kedua adalah gambaran mengenai beratnya kehidupan yang dirasakan oleh pencipta lagu yaitu Bona Paputungan dan para narapidana biasa lainnya selama mendekam dalam penjara, baik tekanan fisik ataupun batin sehingga hal tersebut membuat kondisi fisik para narapidana menjadi semakin kurus ditambah lagi karena beban pikiran yang sangat berat dirasakan oleh para narapidana.


(1)

Tugas aparat penegak hukum adalah menegakkan hukum tetapi yang terjadi adalah komodifikasi hukum untuk memuaskan keinginan serta kerakusan ekonomi. Hukum baik dalam struktur, substansi dan budayanya menjadi hipokrit tidak lagi mengejar hakekat hukum, tetapi kepentingan pengemban hukum.

Pengemban hukum membentuk hukum menjadi komoditas untuk

diperjualbelikan.

Hukum dengan pasal-pasalnya, hukum dengan aparat penegak hukumnya, hukum dengan kemuliaan tujuannya didistorsikan sekedar menjadi ‘barang dagangan’. Hukum yang hakekatnya harus adil menjadi hukum yang melayani kepentingan para pihak yang melakukan transaksi. Hukum tidak lagi tampil dengan watak yang supreme, melainkan mengalami kemerosotan derajat menjadi pelayan.

Dengan situasi demikian maka masyarakat harus lebih bijak dan kritis dalam menyikapi kondisi yang terjadi di Indonesia khususnya menyangkut penegakan hukum. Untuk mencapai tujuan mulia “membersihkan” hukum di Indonesia dari pengaruh buruk para mafia peradilan maka, masyarakat diharapkan memberikan dukungan dan solidaritas atas kejujuran dari para aparat penegak hukum yang masih setia menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan jalan tidak ikut melakukan praktek suap jika sedang berurusan dengan hukum serta menginformasikan kepada aparat jika menemui dugaan adanya praktek mafia peradilan disekitarnya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hukum di Indonesia sudah tidak mampu lagi dipakai untuk menghukum para koruptor, serta penjahat kelas kakap lainnya karena aparat hukum di Indonesia sudah begitu kotor dan korup. Aparat hukum, baik polisi, jaksa, dan hakim, hanya berorientasi pada uang. Bukan menegakkan keadilan. Siapa yang kuat membayar, merekalah yang akan menang. Hukum sudah seperti barang dagangan yang diperjual-belikan oleh para polisi, jaksa, dan hakim. Biasanya, para pengacara yang akan jadi perantara antara terdakwa dengan para aparat hukum tersebut. Pengacara inilah yang akan membagi-bagikan uang dari terdakwa kepada para polisi, jaksa, dan hakim. Demikian pula di tingkat banding atau pun kasasi di MA.

Hukum di Indonesia digambarkan seperti barang dagangan. Para aparat hukum memperjual-belikan hukum, karena memang sistem hukum di Indonesia sudah sedemikian korup. Hukum dapat dibeli dengan uang lalu masyarakat kecil yang tidak memiliki apapun harus menerima dengan pasrah situasi yang mendera mereka. Aparat hukum, baik polisi, jaksa, dan hakim, hanya berorientasi pada uang. Bukan menegakkan keadilan. Siapa yang kuat membayar, merekalah yang akan menang. Hukum sudah seperti barang dagangan yang diperjual-belikan oleh para polisi, jaksa, dan hakim. Biasanya, para pengacara yang akan jadi perantara antara terdakwa dengan para aparat hukum tersebut.


(3)

Hukum di Indonesia digambarkan seperti barang dagangan. Para aparat hukum memperjual-belikan hukum, karena memang sistem hukum di Indonesia sudah sedemikian korup. Sebagai contoh, untuk masuk Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), para polisi harus membayar antara Rp 35 juta hingga Rp 40 juta. Karena gaji mereka kecil, tentu mereka harus menerima suap/memeras agar bisa membayar biaya kuliahnya yang mungkin berasal dari hutang. Ada juga bos judi yang membiayai polisi tersebut hingga jadi perwira dan jadi beking bos judi tersebut. Para aparat hukum juga harus menyetor sejumlah uang ke atasannya. Anggota polsek ditargetkan untuk menyetor ke Kapolsek. Para Kapolsek pun ditargetkan untuk menyetor uang ke Kapolres, hingga akhirnya sampai ke Kapolri. Pernah diberitakan bahwa jabatan Polri diperjual-belikan. Namun begitu dibantah oleh Kapolri Da’i Bakhtiar, isyu tersebut lenyap. Begitu pula isyu yang menyebutkan bahwa ada perwira Polri yang menawar jabatan polri sebesar Rp 10 milyar.

Dengan dalih supremasi hukum, seperti halnya barang dagangan, para aparat hukum dengan sewenang-wenang memperjual-belikan hukum tanpa ada yang bisa mengontrol. Hukum hanya mereka tegakkan jika terdakwa tidak punya uang untuk menyuap. Hukum mereka gunakan untuk memeras terdakwa yang tidak bersalah guna memperkaya diri mereka.

Hukum sering ditampilkan sebagai sosok yang garang, tak kenal ampun. Apalagi kalau menempatkan hukum sebagai sebuah perintah (law as command), ketidakpatuhan terhadap perintah melahirkan konsekuensi sanksi. Hukum yang demikian tampil begitu garang, akan menghukum siapa saja yang melanggar


(4)

hukum. Atas nama kepastian hukum, pihak yang memiliki otoritas menggunakan hukum untuk menciptakan ketertiban (sosial). Hukum dengan pasal-pasalnya, hukum dengan aparat penegak hukumnya, hukum dengan kemuliaan tujuannya didistorsikan sekedar menjadi ‘barang dagangan’. Hukum yang hakekatnya harus adil menjadi hukum yang melayani kepentingan para pihak yang melakukan transaksi. Hukum tidak lagi tampil dengan watak yang supreme, melainkan mengalami kemerosotan derajat menjadi pelayan.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi para masyarakat

Disarankan untuk lebih kritis dan bijak dalam menyikapi berbagai permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia khususnya mengenai kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara.

2. Bagi penelitian yang akan datang

Disarankan untuk melakukan penelitian dengan lagu-lagu yang juga punya tema atau pesan moral yang baik sehingga dapat memberi manfaat lebih bagi para pembacanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad, 2005. Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya), Bogor : Ghalia Indonesia.

Ali, Novel, 1999. Peradaban Komunikasi Politik, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Fuady, Munir, 2010. Dinamika Teori Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia.

Masoed, Mochtar, 1999. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta : UII Press.

Rahardjo, Satjipto, 2009. Penegakan Hukum. Suatu Tinjauan Sosiologis, Semarang : Genta Publishing.

Sobur, Alex, 2001. Analisis Teks Media, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sutiyoso, Bambang, 2010. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Yogyakarta : UII Press.

NON BUKU:

http://haripom.multiply.com/journal/item/16.

http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/95/palu-hakim-untuk-siapa.

http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=Cyber news|0|0|12|283).

http://beritaindonesia.co.id/hukum/rutan-tanpa-pintu.

http://jakartapress.com/www.php/news/id/16639/Kasus-Gayus-Kekonyolan-Aparat-Hukum.jp.

http://www.bunyu-online.com/2011/01/gayus-dkk-telah-membeli kebobrokan.html.


(6)

file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/Garagara%20Lagu%20Gayus,%20Bona% 20Paputungan%20Mendadak%20Tenar.htm.

file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/Hits%20lagu%20”%20Andai%20aku%20 Gayus%20Tambunan”.html.

file://localhost/G:/BOBROKNYA%20HUKUM%20DI%20INDONESIA/18.htm.

http://www.detiknews.com/read/2007/03/03/193745/749373/10/sby-sadari-lemahnya-penegakan-hukum-di-tanah-air. www.artikata.com


Dokumen yang terkait

Struktur Dan Pemarkah Kalimat Imperatif Dalam Lirik Lagu Ebiet G Ade Tahun 1980-An (Kajian Sintaksis)

4 57 84

Indonesia Dalam Menghadapi Persaingan Internasional

0 49 56

Peranan Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Pariwisata Alternatif Tangkahan

17 149 59

PENGGAMBARAN LAKILAKI DALAM LIRIK LAGU “SELIR HATI” ( Studi Semiotik Tentang Penggambaran Laki-laki Dalam Lirik Lagu “Selir Hati” yang dipopulerkan oleh grup band TRIAD Dalam Album TRIAD).

5 38 114

PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU “Jangan Menyerah” (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv).

9 66 75

PENGGAMBARAN KESETARAAN GENDER PADA LIRIK LAGU “RAHASIAKU” (Studi Semiotik Dalam Lirik Lagu “Rahasiaku” yang Dibawakan oleh Grup Band Gigi).

0 0 87

PENGGAMBARAN KESETARAAN GENDER PADA LIRIK LAGU “RAHASIAKU” (Studi Semiotik Dalam Lirik Lagu “Rahasiaku” yang Dibawakan oleh Grup Band Gigi).

0 0 18

PENGGAMBARAN KEPASRAHAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Tentang Penggambaran Kepasrahan Dalam Lirik Lagu “Jangan Menyerah” Karya Grup Band D’Masiv) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Ja

0 0 20

PENGGAMBARAN LAKILAKI DALAM LIRIK LAGU “SELIR HATI” ( Studi Semiotik Tentang Penggambaran Laki-laki Dalam Lirik Lagu “Selir Hati” yang dipopulerkan oleh grup band TRIAD Dalam Album TRIAD).

0 0 20

PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM LIRIK LAGU ”ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan)

0 0 23