PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat).

(1)

TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK

PENGHASILAN

(Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP

Pratama Sidoarjo Barat)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Nur Kamila Jilan Maulida 0613010168/FE/EA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

(Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP

Pratama Sidoarjo Barat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Disusun Oleh:

Nur Kamila Jilan Maulida 0613010168/FE/EA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN

(Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada

KPP Pratama Sidoarjo Barat)

Di susun Oleh :

Nur Kamila Jilan Maulida 0613010168/FE/EA

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur

Pada Tanggal 21 Mei 2010

Pembimbing : Tim Penguji : Pembimbing Utama : Ketua

Dr.Indrawati Yuhertiana, MM,Ak Dr.Indrawati Yuhertiana, MM,Ak Sekretaris

Dra.Ec. Dwi Suhartini, MAks Anggota

Drs.Ec. Eko Riyadi, MAks

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, NIP. 030 202 389


(4)

menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat)”.

Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.

3. Bapak. Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya


(5)

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu. DR. Indrawati Yuhertiana MM,Ak selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabaran dan kerelaan telah membimbing dan memberi petunjuk yang sangat berguna sehingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Anik Yuliati Dra, Ec selaku Dosen Wali yang telah memberi bantuan dan nasihat.

7. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

8. Kedua orang tuaku yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya.

9. Sahabat-sahabatku Sulis, Cahyo, Husni, Pungki, Ayu dan Spesial ”Ade” yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis dapat terus termotivasi untuk menyelesaikan studi dan skripsinya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Surabaya, Mei 2010


(6)

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Review Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Landasan Teori... 13

2.2.1. Pengertian Pajak... 13

2.2.2. Fungsi Pajak ... 15

2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak ... 15

2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak... 17

2.2.5. Pajak Penghasilan... 18

2.2.5.1. Subyek Pajak Penghasilan... 19


(7)

2.2.5.3. Penerapan Tarif Umum Pajak Penghasilan... 22

2.2.6. Pemahaman Self Assessment System... 23

2.2.6.1. Kesadaran Wajib Pajak ... 25

2.2.6.2. Kejujuran Wajib Pajak ... 26

2.2.6.3. Hasrat Membayar Pajak ... 27

2.2.6.4. Kedisiplinan Wajib Pajak... 29

2.2.7. Penghindaran Pajak... 30

2.2.8. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak.. 32

2.2.9. Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak... 34

2.2.10.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak dengan Penghindaran Pajak... 36

2.2.11.Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak... 38

2.2.12.Teori-teori yang Melandasi Penerapan Self Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak... 40

2.2.12.1. Teori yang Melandasi Pengaruh Kesadaran Wajib

Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak 40

2.2.12.2. Teori yang Melandasi Pengaruh Kejujuran Wajib

Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak 41


(8)

Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak 42

2.3. Kerangka Pemikiran... 44

2.4. Hipotesis... 44

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 45

3.1.1. Definisi Operasional ... 45

3.1.2. Pengukuran Variabel... 47

3.2. Teknik Penentuan Sampel... 51

3.2.1. Objek Penelitian dan Populasi ... 51

3.2.2. Sampel... 51

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 52

3.3.1. Jenis Data ... 52

3.3.2. Pengumpulan Data ... 53

3.4. Uji Kualitas Data... 53

3.4.1. Uji Validitas ... 53

3.4.2. Uji Reabilitas... 54

3.4.3. Uji Normalitas... 55

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55


(9)

3.5.1.1. Uji Asumsi Klasik ... 56

3.5.2. Uji Hipotesis ... 59

3.5.2.1. Pengujian Hipotesis Pertama digunakan Analisis Uji F ... 60

3.5.2.2. Pengujian Hipotesis Kedua digunakan Analisis Uji t ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 60

4.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sidoarjo ... 60

4.1.2. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo ... 60

4.1.3. Sekilas Tentang Pajak ... 63

4.1.4. Pajak Penghasilan ... 63

4.1.5. Pengembalian Kuesioner... 65

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

4.2.1. Karakteristik Responden ... 66

4.2.2. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)68 4.2.3. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2) 69 4.2.4. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Hasrat Membayar Pajak(X3)70 4.2.5. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel KedisiplinanWajibPajak(X4)70 4.2.6. Deskripsi Hasil Penelitian Variabel Penghindaran Pajak (Y)…… 71


(10)

4.3.3. Uji Normalitas... 76

4.4. Uji Asumsi Klasik ... 77

4.4.1. Uji Autokorelasi ... 78

4.4.2. Uji Multikolinieritas... 78

4.4.3. Uji Heteroskedastisitas... 79

4.5. Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 80

4.5.1. Analisis Regresi Linier Berganda ... 80

4.5.2. Uji Hipotesis ... 83

4.5.2.1. Uji Kesesuaian Model (Uji F) ... 83

4.5.2.2. Uji Pengaruh secara Parsial (Uji t)... 84

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

4.5.1. Implikasi Penilitian ... 86

4.5.2. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu ... 93

4.5.3. Keterbatasan Penelitian... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 97

5.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA


(11)

(12)

Menyampaikan SPT Tahunan Th.2004 - 2009 ... ……..5

Tabel 2 Tarif Pajak Orang Pribadi ... …….22

Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk… ……….62

Tabel 4.2 Prosentase Kuesioner ... ……..65

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)……….73

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2)………. 73

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3)……….74

Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)……...74

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pengindaran Pajak (Y)………..……...75

Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas ... ………76

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ... ….……77

Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinieritas ...………. 79

Tabel 4.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas ...………. 80

Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ...………. 81

Tabel 4.13 Hasil Uji F ...………. 84


(13)

Diagram 4.1. Karakteristik Responden Berdasar Usia... 66 Diagram 4.2. Karakteristik Responden Berdasar Jenis Kelamin ... 67 Diagram 4.3. Karakteristik Responden Berdasar Pendidikan Terakhir ... 67 Diagram 4.4. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1) ... 68 Diagram 4.5. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2) ... 69 Diagram 4.6. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel Hasrat

Membayar Pajak (X3) ... 70 Diagram 4.7. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel

Kedisiplinan Wajib Pajak (X4) ... 71 Diagram 4.8. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Variabel


(14)

Lampiran II Kuesioner

Lampiran III Rekapitulasi Hasil Jawaban Kuesioner Lampiran IV Pengujian Validitas

Lampiran V Pengujian Reliabilitas Lampiran VI Pengujian Normalitas Lampiran VII Input Regresi

Lampiran VIII Uji Asumsi Klasik Lampiran IX Uji Hipotesis


(15)

KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN

(Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat)

Oleh :

Nur Kamila Jilan Maulida

ABSTRAK

 

Penerimaan negara terbesar untuk mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional adalah dari sektor pajak, Salah satu jenis pajak di Indonesia adalah pajak penghasilan. Sistem perpajakan di Indonesia adalah Self Assessment System yaitu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam Self Assessment System, wajib pajak harus memenuhi prasyarat yaitu memiliki kesadaran, kejujuran, hasrat membayar dan kedisiplinan. Namun permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat menerapkan self assessment system secara murni. Hal ini disebabkan belum cukupnya pengetahuan perpajakan mengenai kesadaran dan kejujuran dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap sesuai ketentuan perpajakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara empirik apakah kesadaran, kejujuran, hasrat membayar, dan kedisiplinan wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap penghindaran pajak penghasilan.

Variabel yang digunakan adalah Kesadaran Wajib Pajak, Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, Kedisiplinan Wajib Pajak, dan Penghindaran Pajak. Teknik Pengukuran variabel yang digunakan adalah semantic differential. Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak penghasilan orang pribadi pada KPP Pratama Sidoarjo Barat. Dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer yang langsung diperoleh dari sumber data berupa kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari KPP Pratama Sidoarjo Barat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Incidental Sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kecenderungan Penghindaran Pajak, sedangkan Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, dan Kedisiplinan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penghindaran Pajak.

Keyword: Kesadaran Wajib Pajak, Kejujuran Wajib Pajak, Hasrat Membayar Pajak, Kedisiplinan Wajib Pajak dan Penghindaran Pajak


(16)

1.1.Latar Belakang Masalah

Mewujudkan kesejahteraan umum yang adil dan merata merupakan tujuan utama dari Pembangunan Nasional, Pembangunan haruslah berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. (Damanhur, 2006).

Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan pembiayaan atau dana yang tidak sedikit, karena itu perlu adanya usaha –usaha oleh pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan Negara, salah satu usaha pemerintah yaitu dengan meningkatkan peranan sumber penerimaan Negara dari sumber nonmigas yang sebagian besar berasal dari sektor pajak. Sampai saat ini penerimaan dari sektor pajak selalu diupayakan agar terus meningkat karena disektor inilah sumber penerimaan dalam negeri lebih stabil dan dinamis.

Sejak pemerintah melakukan reformasi Undang – Undang Perpajakan tahun 1983 yang dimulai berlaku tanggal 1 Januari 1984 kemudian telah disempurnakan pada tahun 1994 dan yang terakhir tahun 2000, dimana sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari Official assessment system menjadi Self assessment system, sumbangan penerimaan pajak terhadap Negara terus mengalami peningkatan. Hal ini merupakan perwujudan dari


(17)

tekad untuk menjadikan penerimaan pajak sebagai tulang punggung penerimaan Negara.

Perubahan Official assessment system yang merupakan sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak, menjadi Self assessment system yang merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang / kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan dan kepastian hukum, memperluas dasar pengenaan pajak, lebih memberikan keseimbangan hak dan kewajiban wajib pajak, menciptakan keterbukaan / transparasi, perbaikan administrasi perpajakan serta untuk memenuhi aspirasi tuntutan masyarakat (Cornelio, 2004).

Dalam Self assessment system fungsi dan peranan wajib pajak ditingkatkan. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada wajib pajak sendiri. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku (Damayanti, 2003).

Fungsi penghitungan memberi hak kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan dan atas dasar fungsi perhitungan wajib pajak berkewajiban untuk membayar


(18)

pajak sebesar pajak yang terutang. Fungsi terakhir dari wajib pajak adalah melaporkan pembayaran dan berapa besar pajak yang telah dibayar kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Sejalan dengan kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka diperlukan peran aparatur pajak untuk memperlancar pelaksanaan self assessment system. Fungsi aparatur pajak dalam self assessment system ditekankan pada tiga hal, yaitu pembinaan yang dilakukan melalui penyuluhan pengetahuan perpajakan, pelayanan dan pengawasan.

Menurut Tunggal (1995:43), dalam self assessment system dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, kemauan untuk membayar dari wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak.

Dalam detikFinance (2009) juga telah dikutip bahwa Self assessment system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu :

1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak. 2. Kejujuran wajib pajak.

3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak.

4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang.


(19)

Permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat oleh diterapkannya self assessment system secara murni. Hal ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan perpajakan tentang kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap. Rendahnya tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat tentang pajak mengakibatkan sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang akhirnya berpengaruh terhadap perilaku masyakat dalam hal kedisiplinan membayar pajak. Ironisnya, banyak masyarakat awam yang masih belum mengerti arti pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal pajak adalah salah satu sumber terpenting bagi pembiayaan pembangunan suatu Negara dan kesejahteraan warganya (Soemitro,1991:89)

Salah satu cara untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhan melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT secara benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung, ketepatan menyetor serta menyampaikan SPT secara benar dan tepat maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.


(20)

Tabel 1 : Jumlah Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Menyampaikan SPT Tahunan

Sumber : Sistem Informasi Perpajakan KPP Pratama Sidoarjo Barat No. (1) Tahun Pajak (2) Jumlah Wajib Pajak (3) Jumlah SPT yang disampaikan (4) Jumlah SPT yang tidak disampaikan (3-4) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 2004 2005 2006 2007 2008 2009 7.437 8.835 9.828 19.288 36.178 55.016 5.102 5.731 5.865 11.168 24.548 Belum lapor 2.335 3.104 3.963 8.120 11.630 -

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak di Sidoarjo Barat dari tahun 2004 – 2008 selalu mengalami peningkatan dimana jumlah wajib pajak pada tahun 2004 sebanyak 7.437 dan pada tahun 2008 menjadi 36.178. Begitu juga dengan jumlah wajib pajak yang menyetorkan SPT dari tahun 2004 sampai 2008 selalu mengalami peningkatan. Namun dalam peningkatan tersebut masih terdapat selisih antara jumlah wajib pajak dengan jumlah SPT yang disampaikan oleh wajib pajak setiap tahunnya. Selisih tersebut adalah SPT yang tidak disampaikan oleh wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya kekurangan berkaitan dengan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya yaitu menyampaikan atau melaporkan SPT tahunan.


(21)

Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah Self assessment system, yang mana kegiatan Penyampaian SPT merupakan suatu kewajiban yang termasuk di dalamnya, dalam penerapan Self assessment system wajib pajak diharuskan memiliki kesadaran, kejujuran, kedisiplinan dan hasrat yang tinggi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan pada kenyataannya kesadaran wajib pajak masih kurang untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu melaporkan atau menyampaikan SPT tahunan (Berdasarkan tabel 1).

Banyak indikasi yang menyebabkan wajib pajak tidak menyampaikan SPT-nya, salah satunya adalah penghindaran pajak. Hal ini terkait dengan kesengajaan wajib pajak ataupun penyampaian SPT yang tidak sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang berlaku (Pasal 3 UU KUP ayat 7 dan Pasal 4 UU KUP ayat 4b).

Hal tersebut dapat dimengerti karena dengan alasan bahwa hasil dari pembayaran pajak kurang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat sebagai wajib pajak. Tidak mudah mengubah paradigma bahwa masyarakat wajib pajak menganggap pajak tidak mendapatkan imbalan prestasi secara langsung layaknya dalam jual beli barang kebutuhan hidup (Ketut, 2005:36). Sehingga menimbulkan suatu kecenderungan perilaku penghindaran pajak. Selain itu tidak sedikit masyarakat sebagai wajib pajak yang belum memahami sistem perpajakan di Indonesia, yaitu pelaksanaan self assessment system.


(22)

Berdasarkan self assessment system, semua wajib pajak diwajibkan mendaftarkan diri pada Direktur Jendral Pajak/Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jika memiliki penghasilan di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan juga diwajibkan untuk mengisi formulir SPT Masa maupun Tahunan dengan benar, lengkap dan jujur.

Namun sistem ini masih ditemukan adanya celah bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Wajib pajak perorangan cenderung menghindari status sebagai wajib pajak orang pribadi, karena dengan begitu dapat meminimalkan jumlah pajak yang akan dibayar. Burton (2005) menyatakan bahwa wajib pajak dengan kesadarannya sendiri seharusnya sudah membayar pajak dengan benar (semua penghasilan sudah dilaporkan). Karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau (rela) membayar pajak. Jadi setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menghindari pajak.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul : “ Pengaruh Penerapan Self Assessment System

Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi di KPP Pratama Sidoarjo Barat) ”.


(23)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara empirik Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak

Memberikan masukan kepada kantor pelayanan pajak tentang pentingnya pemahaman self assessment system yang harus diberikan kepada masyarakat selaku wajib pajak.


(24)

2. Bagi Wajib Pajak

Memberikan dasar yang kuat tentang pemahaman self assessment system dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak negara melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak.

3. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penelitian lebih lanjut pada bidang perpajakan serta dalam rangka pengembangan ilmu perpajakan.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Review Penelitian Terdahulu

Tarjo dan Indra Kusumawati (2006) dengan Judul “Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System: Suatu Studi di Bangkalan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan self assessment system di Bangkalan sudah berjalan dengan baik atau belum, didasarkan atas fenomena yang berkembang di masyarakat Bangkalan yang menunjukkan bahwa wajib pajak sudah membayar pajak tetapi masih timbul kebingungan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa self assessment system di Bangkalan belum terlaksana dengan baik. Dillihat dari fungsi menghitung wajib pajak masih banyak yang tidak menghitung sendiri pajak terutangnya, dalam fungsi membayar terlihat baik karena wajib pajak telah menyetorkan pajak terutangnya sebelum jatuh tempo namun didapati wajib pajak yang membayar pajak terutang tidak sesuai dengan perhitungannya, untuk fungsi melapor wajib pajak sudah melaksanakan fungsinya namun mereka melapor bukan karena kesadaran mereka sendiri tetapi karena adanya denda. Fungsi fiskus dalam self assessment system di Bangkalan juga belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan


(26)

informasi tentang penyuluhan yang tidak merata. Selain itu fungsi pengawasan yang dilakukan oleh fiskus sulit diukur dari presepsi wajib pajak, karena dalam melakukan pengawasanfiskus melakukan fungsinya secara berlebihan. Sedangkan dalam fungsi pelayanan, menyatakan bahwa wajib pajak yang sering dating ke KPP adalah wajib pajak yang fungsi penghitungannya dilakukan oleh fiskus.

Cornelio Purwantini dan Ignatius Bondan Suratno (2004) dengan judul “Analisis Perbedaan Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Latar Belakang Wajib Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi dalam menanggapi self assessment system pajak penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan ditinjau dari latar belakang tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan wajib pajak. Dan terdapat perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan ditinjau dari latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak.

Kiryanto (1999) dengan judul “Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya”. Penelitian ini adalah untuk menguji apakah penerapan struktur pengendalian intern berpengaruh


(27)

terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilannya dan untuk mengetahui hubungan antara penerapan struktur pengendalian intern dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban penghasilannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pengendalian intern mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan kepatuhan wajib pajak badan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilannya.

Mardiyarini Tri Hertanty (2006) dengan judul “Pengaruh Penerapan Self Assessment System terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak penghasilan di Surabaya. Hasil penelitian ini adalah bahwa terdapat pengaruh antara kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak.


(28)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pajak

Menurut P.J.A Andriani, Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (IAI,2006:1).

Menurut Rochmat Soemitro (Resmi 2009:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang dapat langsung ditunjukkan serta digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Definisi ini kemudian disempurnakan, menjadi: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public invesment.

Menurut S.I. Djajadinigrat, Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal


(29)

balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum (Resmi, 2009:1)

Menurut Dr. N. J. Feldmann, Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2009:2).

Dari semua definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran yang dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara, berdasarkan Undang-undang yang berlaku dan tidak ada timbal-balik secara langsung.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pajak adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.


(30)

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.

2.2.2. Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu Negara. Pajak memiliki fungsi (IAI, 2006:2), sebagai berikut:

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair), Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

2. Fungsi Mengatur (Regulatoir), Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. 3. Fungsi Redistribusi, Dalam fungsi ini lebih ditekankan unsur

pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak.

4. Fungsi Demokrasi, Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.

2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Resmi (2009:11) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu :


(31)

a. Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

b. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:

 Menghitung sendiri pajak yang terutang;

 Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;


(32)

 Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;

 Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

c. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan sesuai perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2003:2) pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Pemugutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang


(33)

adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.2.5. Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam


(34)

suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya (IAI,2006:7)

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (Resmi,2009:80)

2.2.5.1. Subyek Pajak Penghasilan

Dalam terminologi pajak, seseorang atau badan usaha yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenal sebagai subjek pajak (Dirjen Pajak,2006:18)

Resmi (2009:81) Berdasar Pasal 2 ayat (1) UU No.36 tahun 2008 mengelompokkan subyek pajak sebagai berikut :

1. Subjek Pajak Orang Pribadi.

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia

2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.


(35)

Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3. Subjek Pajak Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya termasuk reksa dana.

4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Seperti kantor cabang, kantor perwakilan, pabrik, gedung kantor dan orang atau badan usaha yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.


(36)

2.2.5.2. Objek Pajak Penghasilan

Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun (Resmi,2009:86)

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan menurut Resmi (2009:86) dapat dikelompokkan menjadi :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara.

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha.

4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sebelumnya, seperti


(37)

keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian, keuntungan karena selisih kurs.

2.2.5.3. Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan

Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai pasal 17 UU No.7 Tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir adalah dalam UU No.36 Tahun 2008) dan tarif lainnya.

Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, dan Wajib Pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap. 1. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu :

Tabel 2 : Tarif Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp.50.000.000 5% Di atas Rp.50.000.000 s/d Rp.250.000.000 15% Di atas Rp.250.000.000 s/d Rp.500.000.000 25% Di atas Rp.500.000.000 30%

2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah 28% (dua puluh delapan persen). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku sejak Tahun pajak 2010.


(38)

2.2.6. Pemahaman Self Assessment System

Self Assessment System sebagai sistem penetapan pajak di Indonesia telah diterapkan sejak tax reform tahun 1983, setelah sebelumnya pernah memakai system Official Self Assessment. Pembaharuan itu dilakukan antara lain melalui penyerdehanaan jenis-jenis pajak, penyederhanaan ketentuan cara pemenuhan kewajiban pajak, dan pemberian wewenang kepada wajib pajak. Self AssessmentSystem itu sendiri adalah sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menurut Tunggal (1995:42), self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.

Sedangkan menurut Resmi (2009:12), self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada pada wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku dan


(39)

mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:

 Menghitung sendiri pajak yang terutang;

 Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;

 Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;

 Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;

 Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).

Carl S. Shoup (Zain, 2005:110) menyatakan self assessment system merupakan tipe keenam dari tipe-tipe administrasi perpajakan. Dalam tipe keenam ini wajib pajak mendapat beban yang berat, karena wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya (SPT), menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang.

Menurut Tunggal (1995:43) untuk mensukseskan self assessment system ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain: 1. Kesadaran wajib pajak (tax consciosness)


(40)

3. Kemauan membayar pajak dari wajib pajak (tax mindedness) 4. Kedisiplinan wajib pajak (tax disciplin)

2.2.6.1. Kesadaran Wajib Pajak

Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:975), kesadaran adalah keinsyafan, keadaan mengerti, tahu dan merasa. Jadi kesadaran wajib pajak adalah suatu sikap tahu dan mengerti yang dimiliki oleh wajib pajak untuk memahami arti dan fungsi dari pembayaran pajak.

Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, apabila semakin tinggi kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak atas kewajiban perpajakannya maka tidak mustahil target penerimaan pajak akan tercapai.

Banyak masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya arti pajak, hal ini disebabkan karena masih terdapat pandangan yang salah mengenai pajak. Dengan adanya hal tersebut dapat menyebabkan keengganan atau perasaan berat untuk membayar pajak. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak hanya karena dalam keadaan terpaksa atau karena adanya kepentingan yang mendadak, bukan sama sekali karena kesadaran akan membayar pajak (Tunggal,1995:7-8).


(41)

Untuk mencapai tingkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, juga tergantung dari cara pemerintah memberi penerangan dan pelayanan bagi masyarakat pembayar pajak, agar kesan dan pandangan yang keliru tentang arti dan fungsi pajak dapat dihilangkan (Tunggal,1995:8).

Menurut Soemitro (1992:5) kesadaran wajib pajak akan kewajibannya dapat dipupuk melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Dengan memiliki kesadaran akan pajak, maka wajib pajak juga harus mempunyai keinginan membayar pajak (tax minded) dan sekaligus ditanamkan kedisiplinan pajak (tax discipline) yang kuat dan didasari dengan kejujuran yang mantap.

Sesuai dengan self assessment system, kepatuhan wajib pajak ini meliputi kesadaran masyarakat untuk (Gunadi,2004) :

1. Mendaftarkan diri memperoleh NPWP

2. Menyampaikan SPT dengan perhitungan yang lengkap dan benar atas segenap objek pajaknya

3. Membayar pajak berdasarkan jumlah yang sebenarnya dan tepat waktu.

2.2.6.2. Kejujuran Wajib Pajak

Kejujuran merupakan hal yang sulit karena kejujuran bertalian erat dengan moral seseorang yang terbentuk dalam masa yang panjang.


(42)

Kejujuran adalah sifat (keadaan jujur) ketulusan hati, kelurusan hati (Kamus Bahasa Indonesia,2002:479).

Yang diartikan dengan ‘jujur’ oleh masyarakat adalah keterbukaan dalam sikap dan tingkah laku, adanya keselarasan antara ucapan dan perbuatan yang tidak saling bertentangan, dan dengan sendirinya jujur dalam hal keuangan dan materi (Ma’arat,1982:148). Jadi kejujuran wajib pajak adalah suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakan, terutama dalam pengisian SPT.

Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus akif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148).

Menurut Tunggal (1995:62) wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau penghasilannya dengan jalan memberikan keterangan yang tidak benar, atau mengajukan pernyataan yang tidak benar, dan memberikan data-data yang tidak benar atau keterangan palsu dalam dokumen.

2.2.6.3. Hasrat Membayar Pajak

Hasrat adalah keinginan kuat (Kamus bahasa Indonesia,1990:300). Jadi hasrat untuk membayar pajak adalah keinginan yang kuat untuk


(43)

melakukan kewajiban perpajakan yaitu membayar pajak. Hasrat membayar pajak dapat muncul dari hati wajib pajak yang telah memiliki kesadaran pajak.

Menurut Simatupang (2002) menyatakan bahwa adanya keinginan yang kuat dari sebagian masyarakat untuk tidak membayar, karena ketidakrelaan untuk mengalihkan sebagian kekayaan kepada Negara. Selain itu, ada satu yang menyebabkan rakyat belum secara sukarela membayar pajak yaitu adanya image ditengah – tengah masyarakat bahwa membayar pajak untuk orang pajak.

Proses dan prosedur pembayaran pajak yang berbelit – belit merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan hasrat membayar pajak. Untuk itu dibutuhkan modernisasi administrasi pajak. Menurut Perris (2004) menyatakan salah satu contoh modernisasi administrasi pajak adalah penerapan sistem administrasi baru yang memungkinkan seseorang atau badan usaha cukup melakukan pembayaran sekali dengan menggunakan Single Indentity Number (SIN) atau nomor identitas tunggal. Sistem ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan kewajibannya membayar pajak. Kemudahan ini dalam administrasi saat ini diharapkan akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk membayar pajak.


(44)

2.2.6.4. Kedisiplinan Wajib Pajak

Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:268) disiplin adalah tata tertib, ketaatan atau kepatuhan pada peraturan bidang studi yang memiliki objek sistem dan metode tertentu. Sedangkan menurut Ma’arat (1982:90) menyatakan bahwa disiplin adalah sikap peseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak ada perintah.

Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban–kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.

Jadi kedisiplinan pajak merupakan suatu sikap patuh, taat yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam hal perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih dahulu.

Menurut Tunggal (1995:45) dengan pemberian kepercayaan yang penuh kepada wajib pajak untuk melakukan self assessment system, memberikan konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, yaitu apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar, maka kepada wajib pajak tersebut akan dijatuhkan sanksi. Jadi, untuk


(45)

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya perlu dilakukan pengawasan oleh aparat perpajakan.

2.2.7. Penghindaran Pajak

Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:402) penghindaran berarti proses, cara, perbuatan menghindarkan atau menghindari, pengelakan atau penyingkiran. Pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dikenakan pajak.

Penghindaran pajak juga disebut sebagai tax planning, yaitu proses pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki (Zain, 2005:49).

Sedangkan menurut Ernest R. Mortenson (Zain, 2005:49) Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedimikian rupa untuk meminimalkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan.

Jadi penghindaran pajak adalah satu tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak dengan tujuan agar tidak terkena pajak atau untuk meminimalkan jumlah pajak yang terutang.


(46)

Berbagai upaya dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari pajak. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU PPh mengatur pengenaan pajak dalam hal-hal tertentu yang memungkinkan terjadinya penghindaran pajak. Hal-hal yang diatur dalam pasal tersebut adalah penentuan besarnya perbandingan utang dan modal, penentuan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri, dan penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa (Resmi, 2009:138).

Tax avoidance adalah salah satu cara penghindaran kewajiban dengan memanfaatkan celah-celah UU yang ada. Variabel tax avoidance adalah rasio perbandingan manfaat penundaan pembayaran PPh dengan ketetapan PPh-nya. Analisis dari studi tax avoidance atau penundaan pembayaran oleh wajib pajak, berdasarkan prinsip bahwa wajib pajak akan menunda pembayaran pajak, apabila keuntungan pembayaran pajak lebih besar dari pada kerugiannya (Kiryanto, 1999: 11)

Masyarakat sebagai wajib pajak menganggap pajak sebagai beban bukan sebagai kebutuhan karena mereka menganggap pajak tidak mendapatkan imbalan prestasi secara langsung layaknya dalam jual beli barang kebutuhan hidup.

Pada dasarnya tidak ada orang yang mau (rela) membayar pajak, setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menghindari pembayaran pajak (Burton, 2005).


(47)

Perlawanan aktif terhadap pajak meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak, diantaranya adalah (Marsyahrul, 2005: 16) :

- Penghindaran diri dari pajak

- Pengelakan atau Penyelundupan Pajak, dan - Melalaikan Pajak

Bentuk penghindaran pajak terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

2. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang.

Nurmantu (2003:151) menyatakan bahwa tax avoidance dan tax evasion merupakan bentuk penghindaran pajak yang mempunyai akibat yang sama yaitu berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara, atau bahkan tidak ada dana pajak yang masuk ke kas Negara, tetapi keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam hukum.

2.2.8. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak

Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak diberikan


(48)

kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang.

Kurang meratanya proses penyaluran pajak dapat menimbulkan avoidance (penghindaran) pada masyarakat. Hal ini dapat memacu masyarakat untuk malas membayar pajak.

Satu hal yang menyebabkan masyarakat belum secara sukarela membayar pajak adalah image ditengah–tengah masyarakat bahwa membayar pajak untuk orang-orang pajak. Penilaian mereka sebenarnya bukan tanpa alasan, justru mereka sadar sepenuhnya dalam mengungkapkan hal tersebut. Dari kondisi ini ternyata dapat menciptakan pikiran–pikiran negatif dari masyarakat terhadap pihak pajak, mereka beranggapan bahwa dana-dana tersebut bukan untuk keperluan pembangunan melainkan hanya untuk oknum pajak saja, sehingga hasilnya tidak akan pernah dirasakan secara maksimal oleh masyarakat (Silalahi, 2002).

Sedangkan menurut Hay (1982:3) menyatakan bahwa beberapa orang terasa segan membayar pajak sebab dengan membayar pajak berarti berkurang kekayaan dan pendapatannya, atau sikap negatif penduduk untuk tidak membayar pajak, menghindar dari pajak, menyelundupkan pajak, memberikan perhitungan yang tidak benar, menyogok petugas pajak atas petugas itu bersedia menetapkan pajak yang lebih kecil.


(49)

Menurut Pamungkas (2003:16-21) apabila mengacu pengertian system perpajakan dengan self assessment system yang berarti pemenuhan kewajiban seseorang dipercaya kepada masyarakat wajib pajak, maka secara umum wajib pajak sepenuhnya membayar sendiri pajaknya baik itu secara bulanan atau tahunan, sehingga tidak akan pernah melibatkan pihak lain atau pihak ketiga. Hal tersebut kembali lagi banyak ditentukan beberapa faktor yang ada dan yang dapat mendukung keberhasilannya yaitu :

1. Tingkat kepatuhan wajib pajak yang dimiliki dari pengetahuan

2. Pemahaman dan kesadaran mereka dalam masalah kewajiban pajaknya 3. Kemampuan administrasi fiskus untuk mengadministrasikan semua

perihal perpajakan dari semua masyarakat wajib pajak.

Dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk tidak mau atau enggan membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat.

2.2.9. Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak

Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur baik dan benar sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148). Self assessment


(50)

system mewajibkan wajib pajak untuk membuat pembukuan (pencatatan), adanya catatan atau pembukuan akan diketahui kemampuan (ability to pay) wajib pajak secara tepat dan faktual (Harahap, 2004:60)

Dasar self assessment system pelaksanaan kewajiban (dan hak) hukum dan kewajiban bernegara adalah trusty atau kepercayaan bahwa wajib pajak adalah jujur. Sesuai motto pay as you ean (Tumin, 2006:19)

Menurut Rohadie (2001) permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat untuk diterapkannya self assessment system secara murni, hal ini disebabkan anatara lain karena belum cukupnya pengetahuan perpajakan serta tingkat kesadaran dan kejujuran wajib pajak, sehingga dalam melaporkan perhitungan Pajak Penghasilan belum benar dan lengkap.

Penyampaian SPT merupakan kewajiban wajib pajak yang diatur dalam undang-undang. Sesuai dengan self assessment system yang dipakai oleh Indonesia, maka fungsi SPT Tahunan itu adalah sebagai sarana bagi wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang dengan jalan melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri.

Masalah yang muncul dalam pengisian SPT ini adalah bahwa masih banyak wajib pajak yang berusaha untuk menghindarkan diri dari pengenaan pajak atau setidak-tidaknya terkena pajak dengan seringan


(51)

mungkin. Bohari (1985:93) menyatakan bahwa para wajib pajak pada saat mengisi surat pemberitahuan (SPT) tersebut, mengisinya dengan tidak benar atau tidak lengkap, dengan maksud untuk menghindari pajak yang tinggi. Karena pada dasarnya pengenaan pajak atau besarnya pajak banyak ditentukan oleh SPT yang telah diisi oleh wajib pajak.

Soemitro (1987:134) menyatakan banyak wajib pajak melakukan pembukuan ganda untuk mengelabui Dirjen Pajak dalam urusan pajak, pembukuan ini dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri.

Menurut Tunggal (1995:62) menyatakan bahwa dengan self assessment system para wajib pajak dapat leluasa mengabaikan formalitas-fomalitas yang harus dilakukan atau memalsukan dokumen-dokumen serta mengisinya kurang lengkap.

Jadi dengan wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau penghasilannya, memberikan keterangan yang tidak benar, memberikan data-data yang tidak benar, hal ini membuat wajib pajak tidak jujur dalam kewajibannya sebagai wajib pajak. Semakin rendah tingkat kejujuran yang dimiliki oleh wajib pajak menyebabkan semakin besar terjadinya kecenderungan dalam penghindaran pajak.

2.2.10. Pengaruh Hasrat Membayar Pajak dengan Penghindaran Pajak Hasrat untuk membayar pajak adalah satu keinginan yang kuat untuk membayar pajak. Hasrat ini akan muncul disebabkan adanya


(52)

kesadaran yang tinggi akan kewajiban dalam perpajakan yaitu membayar pajak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh.

Hasrat untuk membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah disebabkan rasa keraguan pajak yang telah disetorkan ke Negara. Keraguan yang muncul dari wajib pajak mengakibatkan kecenderungan penghindaran pajak.

Menurut Soemitro (1983:8), administrasi pajak yang rumit menimbulkan beban berat bagi wajib pajak sehingga menimbulkan keengganan wajib pajak untuk membayar pajak.

Semakin sulit prosedur dan proses dalam pembayaran pajak yang harus dilakukan oleh wajib pajak maka hasrat wajib pajak untuk membayar pajak semakin rendah sehingga menimbulkan kecenderungan penghindaran pajak.

Menurut Srinivasan dalam Nurmantu (2003:158), semakin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin tinggi penghindaran pajak yang terjadi. Berdasarkan penelitian di Chile, Amerika Latin (Nurmantu, 2003:154) bahwa ada 8 penyebab seseorang tidak mau membayar pajak dengan judul “Why I don’t to pay my tax” yaitu:

1. Karena saya tidak menerima manfaat

2. Karena tetangga saya juga tidak membayar pajak 3. Karena jumlah pajaknya terlalu besar


(53)

4. Karena mereka mencuri uang saya

5. Karena saya tidak tahu bagaimana melaksanakannya 6. Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu

7. Karena jika mereka menangkap saya, maka saya akan dapat menyelesaikannya

8. Walaupaun saya tidak bayar, tidak akan terjadi apa-apa

2.2.11. Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak-pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.

Pengembalian SPT dengan tepat waktu, membayar pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan merupakan suatu wujud sikap disiplin wajib pajak. Dan bagi masyarakat yang tidak melakukan hal tersebut maka merupakan suatu sikap ketidakdisiplinan yang bermuara pada kecenderungan penghindaran pajak.

Menurut Nurmantu (2003:148), bahwa walaupun sudah ada ancaman hukuman administratif maupun ancaman hukum pidana bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi


(54)

kenyataan masih banyak wajib pajak yang tidak atau belum sepenuhnya memenuhi kewajibannya, hal ini terkait dengan kepatuhan perpajakan atau tax compliance.

Norman D. Novak (Kiryanto, 1999:8) menyatakan bahwa suatu iklim kepatuhan wajib pajak sebagai berikut:

1. Wajib pajak paham dan berusaha memahami undang-undang perpajakan

2. Mengisi formulir pajak dengan benar

3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar dan membayar pajak tepat pada waktunya.

Nurmantu (2003:149) menyatakan, sebab utama wajib pajak tidak patuh adalah bahwa bila seseorang bekerja dan kemudian dapat menghasilkan uang, maka mereka secara naluriah uang itu pertama-tama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarganya. Tapi pada saat yang bersamaan jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu, timbul kewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Pada umumnya kepentingan pribadi dan keluarga yang selalu dimenangkan. Sebab yang lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, kurang patuh pada pemerintah, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti ketidakstabilan pemerintahan, penghamburan keuangan Negara yang berasal dari pajak.


(55)

Semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan SPT, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya.

Adanya kecenderungan wajib pajak untuk menghindari kewajiban perpajakannya, dikarenakan faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat.

2.2.12. Teori-teori yang Melandasi Penerapan Self Assessment System

Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak

2.2.12.1.Teori yang Melandasi Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak

Kesadaran bernegara merupakan faktor penentu adanya kesadaran perpajakan. Kesadaran bernegara merupakan sikap sadar mempunyai Negara dan sikap sadar terhadap fungsi Negara. Sikap demikian merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi Negara atau siapapun yang merasa menjadi warga Negara, yaitu kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk rela


(56)

memberikan kontribusi dana untuk melaksanakan fungsi pemerintah dengan cara membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko, 1992:25)

Mengacu pada kesadaran bernegara, maka kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap pajak berupa berupa konstilasi komponen kognitif, afektif, dan konatif, yaitu dalam memahami, merasakan, dan beperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Wajib pajak berkonsekuensi agar rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pajak dengan cara membayar pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah. Apabila wajib pajak tidak sadar akan hal itu maka akan terjadi penghindaran pembayaran pajak dan pembangunan Negara akan terhambat karena pemasukan ke Negara juga terhambat.

2.2.12.2.Teori yang Melandasi Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak

Dasar dari teori keagenan (Agency Teory) adalah adanya dua individu, satu individu disebut agen dan yang lain disebut prinsipal (Hendriksen, 2000:221-222). Wajib pajak disebut sebagai agen, sedangkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) disebut sebagai prinsipal. Sikap yang pasif dari petugas pajak terhadap kesalahan-kesalahan dan pemalsuan-pemalsuan, dapat mengganggu keseluruhan struktur perpajakan, karena wajib pajak yang jujur akhirnya tidak dapat mempertahankan dirinya untuk berbuat hal yang sama. Selain itu hal yang paling merusak moral wajib pajak, adalah apabila dia mengetahui dan


(57)

yakin bahwa wajib pajak lainnya tidak mematuhi dan membayar pajak sesuai dengan beban yang harus dipikulnya (Zain, 1990:33).

Berdasarkan hal tersebut wajib pajak akan memanfaatkan peluang-peluang itu sehingga banyak permasalahan yang muncul dalam pengisian SPT seperti memanipulasi jumlah pajak yang terutang, sehingga secara tidak langsung mereka melakukan penghindaran pembayaran pajak. 2.2.12.3.Teori yang Melandasi Pengaruh Hasrat Membayar Pajak Terhadap

Kecenderungan Penghindaran Pajak

Berdasarkan pada teori psikologi yang telah dibahas pada teori yang melandasi hasrat membayar pajak, maka dapat disimpulkan bahwa keinginan seseorang membayar pajak tergantung dari penguatan positif yang diteriimanya. Apabila interaksi dengan individu lain dapat berjalan dengan baik, maka keinginan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya akan berjalan baik pula. Mengingat pajak merupakan suatu pungutan paksaan dan sesuatu paksaan itu akan menimbulkan reaksi negatif. Baiknya interaksi dengan individu lain maka secara tidak langsung wajib pajak akan sadar untuk membayar pajak tanpa merasa dipaksa, maka penghindaran pembayaran pajak tidak akan terjadi.

2.2.12.4.Teori yang Melandasi Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak

Teori reinforcement (teori penguatan) secara natural ada pada lingkungan luar (external). Hal yang paling penting untuk membentuk


(58)

kepribadian seseorang adalah melalui reward dan punishment. Berdasarkan punishment ditandai dengan adanya sanksi, yang membantu membentuk kepribadian seseorang untuk menjadi lebih patuh. Perilaku untuk menghindari sanksi merupakan respon dari seseorang, yang nantinya akan mendorong suatu kepatuhan (Thoha, 2004:58).

Tingkat kedisiplinan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pemahaman mereka terhadap ketentuan perpajakan. Kedisiplinan wajib pajak terhadap penghindaran pajak dapat dihubungkan dengan Positive Accounting Theory (PAT) yaitu bahwa manajer akan berusaha menaikkan laba dalam melaporkan laporan keuangan tetapi akan memperbesar jumlah rugi dalam laporan keuangan untuk menghindari pajak. Hal ini mendukung adanya hubungan antara kedisiplinan wajib pajak dengan adanya penghindaran pajak. Jadi seorang wajib pajak yang berusaha mencari dan memanfaatkan celah-celah UU PPh untuk meringankan beban pajaknya dengan melakukan penghindaran pajak.


(59)

2.3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan landasan teori diatas, maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kesadaran Wajib Pajak (X1)

Kejujuran Wajib Pajak (X2)

Hasrat Membayar Pajak (X3)

Penghindaran Pajak (Y)

Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)

Regresi Linear Berganda

2.4. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Bahwa kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak.


(60)

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Defnisi Operasional

Defnisi Operasional merupakan pendefinisian konsep–konsep penelitian menjadi variabel-variabel penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna variabel penelitian.

Menurut Nazir (2005:126) definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau kontrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur kontrak atau variabel tersebut.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini : a. Variabel Bebas (X), yang terdiri dari 4 macam variabel, yaitu :

1. Kesadaran Wajib Pajak (X1)

Suatu sikap sadar, mengetahui, mengerti, memahami, tentang arti, fungsi, manfaat, tata cara serta kewajiban sebagai wajib pajak yang dimiliki oleh diri wajib pajak, sesuai dengan perundangan perpajakan yang berlaku.

Menurut Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system.


(61)

2. Kejujuran Wajib Pajak (X2)

Suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menurut Nurmantu (2003:128) kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor penting dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya.

3. Hasrat Membayar Pajak (X3)

Keinginan kuat dari dalam diri masyarakat sebagai wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya yaitu membayar pajak. 4. Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)

Sikap patuh, taat yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam hal perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih dahulu sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan. Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.


(62)

b. Variabel Terikat

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penghindaran pajak (Y). Yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak dengan tujuan agar tidak terkena pajak atau meminimalkan jumlah pajak yang terutang.

Penghindaran pajak juga disebut sebagai tax planning, yaitu proses pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki (Zain,2005:49).

3.1.2. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini adalah skala interval, yaitu skala yang mengurutkan objek berdasarkan suatu atribut, dengan jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek (Nazir, 2005:131). Sedangkan teknik pengukuran variabel yang digunakan adalah semantic differential yaitu skala yang tersusun dalam satu garis kontinum dengan jawaban sangat positif di sebelah kanan, dan jawaban sangat negatif disebelah kiri atau sebaliknya (Sumarsono, 2004:25)

Indikator yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah :


(63)

1. Variabel bebas (X1) adalah Kesadaran Wajib Pajak dan

Pengukurannya didasarkan pada indikator : mengerti pajak dan mengetahui manfaat pajak.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa kesadaran wajib pajak yang ada masih kurang karena pemahaman tentang arti dan manfaat dari pajak juga juga masih rendah. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah pemahaman tentang arti dan manfaat pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa kesadaran wajib pajak yang ada sudah cukup baik. 2. Variabel bebas (X2) adalah kejujuran Wajib Pajak dan pengukurannya

didasarkan pada indikator :

a. Keterbukaan wajib pajak dalam pencatatan untuk melaporkan penghasilan yang diperoleh

b. Kebenaran dan kelengkapan dalam pengisian SPT Masa maupun SPT Tahunan

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa kejujuran wajib pajak yang ada masih kurang karena tingkat keterbukaan dan kebenaran dalam pengisian SPT masih rendah. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah tingkat keterbukaan dan kebenaran


(64)

dalam pengisian SPT masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa kejujuran wajib pajak yang ada sudah cukup baik karena tingkat keterbukaan dan kebenaran dalam pengisian SPT sudah cukup baik.

3. Variabel bebas (X3) adalah Hasrat Membayar Pajak dan

pengukurannya didasarkan pada indikator : keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak yang ada masih kurang karena kurangnya pengetahuan tentang pajak. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak yang ada sudah cukup baik karena pengetahuan tentang pajak sudah cukup baik.

4. Variabel bebas (X4) adalah Kedisiplinan Wajib Pajak dan

pengukurannya didasarkan pada indikator : ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak.


(65)

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa kedisiplinan wajib pajak yang ada masih kurang karena tingkat ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa kedisiplinan wajib pajak yang ada sudah cukup baik karena ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak sudah cukup baik.

5. Variabel terikat (Y) adalah Penghindaran Pajak dan pengukurannya didasarkan pada indikator : kebenaran dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa penghindaran pajak yang terjadi rendah. Sedangkan jika memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah penghindaran pajak yang terjadi rendah atau tinggi. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa penghindaran pajak yang terjadi sangat tinggi.


(66)

3.2 Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Objek Penelitian dan Populasi

Populasi adalah kumpulan seluruh elemen/objek yang diteliti (Nazir, 2005:271). Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak penghasilan orang pribadi pada KPP Pratama Sidoarjo Barat sebanyak 36.178 wajib pajak.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi (Nazir, 2003:271). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Incidental Sampling yaitu siapa saja yang ditemui dan termasuk dalam populasi pengambilan anggota sampel dari populasi dapat dijadikan sebagai sampel atau responden (Bungin, 2006:116).

N

n = (Umar, 2003:102) 1 + N ( e )2

Keterangan :

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

E = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat diinginkan, yaitu 10 %


(67)

Maka :

N 36.178 36.178 36.178 n = = = = = 99,7

1 + N (10%)2 1+36.178(0,01) 1+361,78 362,78

Perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel sebanyak 99,7 yang kemudian dibulatkan sehingga jumlah anggota sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 100 wajib pajak.

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian berupa jawaban responden melalui kuesioner yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Sidoarjo Barat.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua yaitu dari pihak lain selain sumber responden yang berasal dari KPP Pratama Sidoarjo Barat berupa perkembangan wajib pajak.


(68)

3.3.2 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab dengan respondendan pihak lain sehubungan dengan masalah yang diteliti.

2. Kuesioner

Pengumpulan data dengan memberikan daftar pernyataan kepada responden untuk kemudian diisi dengan lengkap dan dikembalikan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Kuesioner dibagikan kepada pihak yang berkepentingan secara langsung berhubungan dengan masalah yang diteliti (wajib pajak orang pribadi).

3.4 Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Validitas

Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid atau tidaknya alat ukur tersebut dapat diuji dengan mengkorelasi antara skor yang diperoleh pada masing-masing butir pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Apabila korelasi antara skor total dengan skor skor masing-masing pertanyaan signifikan (ditunjukkan dengan taraf signifikan < 0,05 ), maka dapat


(69)

dikatakan bahwa alat tersebut mempunyai validitas (Sumarsono, 2004:31).

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005: 41). Perhitungan keandalan butir dalam penelitian ini menggunakan fasilitas yang diberikan oleh SPSS untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha , yaitu suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1967) dalam (Ghozali, 2005: 42).

3.4.3. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode Kolmogorov Smirnov. (Sumarsono, 2004:40), dengan ketentuan sebagai berikut (Sumarsono, 2004:43) :

a. Jika nilai signifikasi (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 0,05 maka distribusi tidak normal.


(70)

b. Jika nilai signifikasi (nilai probabilitasnya) lebih besar dari 0,05, maka distribusi adalah normal.

3.5 Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis

Sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang diajukan yaitu untuk menganalisis ada atau tidaknya pengaruh antara Kesadaran wajib pajak, Kejujuran wajib pajak, Kedisiplinan wajib pajak dan Hasrat membayar pajak terhadap Kecenderungan penghindaran pajak, maka teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Adapun model regresi linear berganda untuk kondisi tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Y= bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e…………(Anonim, 2009: L-21)

gresi Dimana:

Y = Penghindaran Pajak b0 = Konstanta

X1 = Kesadaran Wajib Pajak

X2 = Kejujuran Wajib Pajak

X3 = Kedisiplinan Wajib Pajak

X4 = Hasrat untuk Membayar Pajak

b1,b2.b3 = Koefisien Re


(71)

3.5.1.1.Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik menyatakan bahwa persamaan regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh model regresi linier berganda yaitu :

1. Tidak boleh ada autokorelasi 2. Tidak boleh ada multikolinearitas. 3. Tidak boleh ada heteroskedastitas

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.

a. Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi (hubungan) antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) (Suliyanto,2005: 40). Akibat yang timbul dari adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah varians populasinya dalam model regresi adalah varians sampel tidak dapat menggambarkan varians populasinya dalam model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen pada variabel independen tertentu. Namun di dalam


(72)

penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi karena data yang diperoleh bukanlah data time series.

b. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier antara variable-variabel bebas dalam suatu model regresi. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas yaitu dengan cara melihat besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF).

VIF dapat dihitung dengan rumus : VIF = 1 .

Tolerance

Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lain. Nilai tolerance yang umum dipakai adalah 0,10 atau sama dengan nilai VIF dibawah 10, Maka tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2005: 91-95).

c. Heteroskedastisitas

Suatu model regresi dikatakan terdapat Heteroskedastisitas jika varians variabel dalam model tidak sama (konstan) (Algafiri, 2000:85). Untuk mendiagnosis adanya Heteroskedastisitas, salah satunya dengan melakukan pengujian rank spearman. Dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas apabila nilai signifikasi > 0,05 (Suliyanto, 2005: 74)


(1)

97

4.6.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dirasakan oleh peneliti telah dilakukan secara optimal namun demikian peneliti merasa dalam hasil penelitian ini masih adanya keterbatasan antara lain:

1. Kondisi responden yang bervariasi (terburu-buru, sibuk, dll) membuat jumlah sampel kuesioner tidak kembali seluruhnya (dari 100 kuesioner, telah kembali 82 kuesioner).

2. Berbagai kendala yang dihadapi pada saat penelitian, seperti ketika pengisian kuesioner oleh para responden, adanya kuesioner yang tidak jelas bagi responden sehingga peneliti perlu menerangkan kembali untuk memperoleh jawaban yang tepat.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel kesadaran wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak telah teruji kebenarannya.

2. Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak dan kedisiplinan wajib pajak tidak teruji kebenarannya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya serta kesimpulan penelitian yang diperoleh maka dapat diajukan saran:

1. Bagi Aparatur Pajak

Hendaknya pemerintah utamanya aparat perpajakan memperhatikan faktor-faktor terkait dengan kesadaran wajib pajak, karena faktor-faktor tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak di Kecamatan-kecamatan yang terdaftar di KPP Pratama Sidoarjo Barat. Cara yang bisa ditempuh adalah melakukan penyuluhan dan memberikan pengetahuan perpajakan (informasi pentingnya pajak, cara perhitungan


(3)

98

pajak, cara pembayaran pajak, cara melaporkan pajak) secara langsung atau melalui media yang dapat diterima oleh masyarakat khususnya kepada wajib pajak Penghasilan Orang Pribadi.

Selain itu kebijakan atau peraturan terkait dengan pengawasan terhadap aparatur pajak sendiri juga perlu lebih diperhatikan dan lebih digalakkan untuk menghindari penyelewengan tanggung jawab yang merugikan wajib pajak dan negara. Misalnya saja dengan membentuk tim gabungan (Pengusaha dan Pejabat Kementrian Keuangan) dengan tugas menghimpun kenakalan petugas pajak, sehingga diharapkan akan mengembalikan kepercayaan antara Ditjen Pajak dan wajib pajak yang menurun pasca kasus Gayus. Dan temuan tim juga diharapkan akan mengembalikan hak dan kewajiban wajib pajak ditempat yang seharusnya. 2. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat lebih meningkatkan pengetahuan dalam bidang perpajakan.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan dapat menggunakan variabel yang lebih bervariatif, selain itu dalam teknik pengambilan sampel lebih dikarakteristikan lagi sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi Jurusan Akuntansi, Penertbit Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur. _______, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Penerbit Balai

Pustaka, Jakarta.

_______, 2009, Sunset Policy dalam Konteks perpajakan Indonesia, DetikFinance, http://m.detik.com.

Bohari, 1985, Pengantar Perpajakan, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Bungin, H.M. Burhan Prof. Dr, 2006, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Kencana, Jakarta.

Burton, Richard, 2005, Cerita Pajak, Bisakah Menyenangkan?, Bisnis Indonesia, 04 Juli.

Cornelio, dan Ignatius, 2004, Analisis Perbedaan Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Latar Belakang Wajib Pajak, ANTIPASI, Vol.8, No.1, hal.127-150

Damayanti, Theresia W, 2003, Pelaksanaan Self Assessment System Menurut Presepsi Wajib Pajak, Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Dian Ekonomi), Vol.X, No.1, Maret, hal.109-128.

Dirjen Pajak, 2006, Tinjauan Perpajakan Indonesia, Jakarta.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivatiate Dengan Program SPSS, Edisi I, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Gunadi, 2003, Pajak Untuk Pelayanan Publik, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik, Vol.4, No.2, Agustus, hal. 38-43.

Hay, Marhainis Abdul, 1982, Dasar-Dasar Hukum Pajak, Badan Penerbit Unit Penerbitan Yayasan Pembinaan Keluarga UPN “Veteran”.

Hendriksen, Eldon S dan Michael F. Van Brenda, 2000, Teori Akuntansi, Buku Satu, Terjemahan Herman Wibowo, Penerbit Interaksara, Batam. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2006, Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet


(5)

Ketut, I Jelantik, 2005, “Hambatan Psychotax”, Berita Pajak, No.1533, Tahun XXXVII, Februari, hal 35-36.

Kiryanto, 1999, “Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya”, Simposium Nasional Akuntansi II IAI-KAPd, hal 24-24.

Mardiasmo, 2003, Perpajakan,Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta. Ma’arat, 1982, Pemimpin dan Kepemimpinan, Penerbit Ghalia Indonesia. Nazir, Muhamad, 2005, Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Nurmantu, Safri, 2003, Pengantar Perpajakan, Edisi Kedua, Penerbit Granit Kelompok Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Resmi, Siti, 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Buku 1, Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Rohaedi, 2001, Perbedaan Antara Beban Pajak Penghasilan (Income Tax Expense) Dengan Pajak Penghasilan Terutang (Income Tax Liability),

Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.1, No.2, hal.24-32.

Silalahi, Pande Raja, 2002, Mendongkrak Pajak, Jangan Asal Genjot ! Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.1, No.6 ,Januari, hal.16-18.

Simatupang, Agus Hendra, 2002, “Pajak Yes! Penjara Yes!”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.2, No.3, Oktober, hal.16-18.

Soemitro, Rochmat, 1987, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Penerbit PT Eresco, Bandung.

Soemitro, Rochmat, 1991, Asas dan Dasar Perpajakan I, Penerbit PT Eresco, Bandung.

Soemitro, Rochmat, 1992, Asas dan Dasar Perpajakan I, Penerbit PT Eresco, Bandung.

Suliyanto, 2005, Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran, Edisi I, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.


(6)

Suparmoko, M, 1992, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, ID. 4, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Tarjo, dan Indra, 2006, “Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System:Suatu Studi di Bangkalan”, JAAI, Vol.10, No.1, Juni, hal.133-160

Tumin, Muchtar, 2006, “Dirjen Pajak Dari Masa ke Masa”, Berita Pajak, No.1574, Tahun XXXIV, November, hal.18-20.

Tunggal, Amin Widjaja, 1995, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Peseorangan, Penerbit Rineka Cipta.

Zain dan Kustadi Arinta, 1990, Pembaharuan Perpajakan Nasional, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

9 51 73

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Utara).

0 0 101

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut).

0 0 107

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut).

0 0 107

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Industri Kecil di Wedoro).

1 3 110

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pedagang Batu Permata di Surabaya).

0 0 88

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat)

0 0 24

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pedagang Batu Permata di Surabaya)

0 0 21

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut)

0 0 23

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Utara)

0 0 20