PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Industri Kecil di Wedoro).

(1)

(Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Industri Kecil di Wedoro)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan Oleh :

CHURUL RACHMADHANI 0713010106/ FE/ EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI


(2)

Disusun Oleh :

Churul Rachmadhani

0713010106/ FE/ EA Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 24 Februari 2011

Pembimbing : Tim Penguji :

Pembimbing Utama Ketua

Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak

Sekretaris

Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi

Anggota

Drs. Siti Sundari, Ec, MSi

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM NIP.030 202 398


(3)

atas berkat karunia dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “ PENGARUH PENERAPAN SELF

ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN “.

Penyususun skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan serta saran – saran dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Wakil Dekan Fakultas


(4)

5. Ibu Dra. H. Dyah Ratnawati, MM selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan selama menuntut ilmu di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Bapak Drs. Ec. Hero Priono, MSi, Ak selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan petunjuk serta pemikiran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kepada kedua Orang tua saya yang sangat saya cintai serta kakakku dan adikku dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik secara materiil dan spiritual.

Penulis merasa yakin dan menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis sudah berusaha dengan kemampuan yang ada guna mengurangi kesalahan tersebut, maka kritik dan saran serta pendapat dari semua pihak sangat saya harapkan guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, semoga amal kebajikan yang telah diberikan diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan imbalan dari-Nya, Amin.

Surabaya, Februari 2011


(5)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Penelitian Terdahulu ... 11

2.2. Landasan Teori ... 14

2.2.1. pengertian Pajak ... 14

2.2.2. Fungsi Pajak……… 16

2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak……… 16

2.2.4. Syarat-syarat pemungutan Pajak……….. 18

2.2.5. Dasar Penagihan Pajak………. 19


(6)

2.2.6.3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) ... 24

2.2.6.4 Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan……… 25

2.2.7. Pemahaman Self Assessment System ... 26

2.2.7.7. Kesadaran Wajib Pajak………. 27

2.2.7.8. Kejujuran Wajib Pajak……….. 29

2.2.7.9. Hasrat membayar Pajak……… 29

2.2.7.10.Kedisiplinan Wajib Pajak ……… 30

2.2.8. Penghindaran Pajak ... 31

2.2.9. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Penghindaran Pajak ... 33

2.2.10.Pengaruh kejujuran Wajib Pajak Terhadap Penghindaran Pajak………. 36

2.2.11.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak Terhadap Penghindaran Pajak………. 39

2.2.12.Pengaruh Kedisiplinan pajak Terhadap Penghindaran Pajak ... 40

2.3. Kerangka Pikir ... 43


(7)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 45

3.1.1. Definisi Operasional ... 45

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 46

3.2. Teknik Penentuan Sample ... 50

3.2.1. Objek Penelitian dan populasi ... 50

3.2.2. Sampel ... 50

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.3.1. Jenis Data ... 53

3.3.2. Pengumpulan Data ... 53

3.4. Uji Kualitas Data ... 54

3.4.1. Uji Validitas ... 54

3.4.2. Uji Reliabilitas ... 54

3.4.3. Uji Normalitas ... 55

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 55

3.5.1. Teknik Analisis ... 55

3.5.1.1.Uji Asumsi Klasik ... 56

3.5.2. Uji Hipotesis ... 58


(8)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 60

4.1.1. Sejarah Singkat Wedoro... 60

4.1.2. Lokasi Industri Kecil Wedoro... 61

4.1.3. Sekilas Tentang Pajak... 62

4.1.4. Pajak Penghasilan... 62

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

4.2.1. Karakteristik Responden ... 65

4.2.2. Deskripsi Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1)... 66

4.2.3. Deskripsi Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2)... 68

4.2.4. Deskripsi Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3) ... 69

4.2.5. Deskripsi Variabel Kedisiplinan wajib Pajak (X4) .... 70

4.2.6. Deskripsi Variabel Penghindaran pajak (Y)………… 71

4.3. Deskripsi Hasil Pengujian ... 72

4.3.1. Hasil Pengujian Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas ... 72

4.3.1.1. Pengujian Validitas... 72

4.3.1.2. Pengujian Reliabilitas ... 74


(9)

4.4.1. Uji Multikolinieritas ... 77

4.4.2. Uji Heteroskedastisitas ... 78

4.5. Analisis Regresi Linier Berganda……… 79

4.6. Uji Hipotesis dan Pembahasan ... 82

4.6.1. Uji Kesesuaian Model ... 82

4.6.2. Uji t ... 83

4.6.3. Pembahasan Hasil Penelitian………... 85

4.6.3.1. Hipotesis 1……… 85

4.6.3.2. Hipotesis 2………. 86

4.6.3.3. Hipotesis 3………. 87

4.6.3.4. hipotesis 4……….. 88

4.7. Perbedaan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu .... 89

4.8. Keterbatasan Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Tabel 1.1. Perkembangan Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang

Menyampaikan SPT Tahunan ... 5

Tabel 2.1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu……… 14

Tabel 2.2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)……… 25

Tabel 2.3. Tarif Pajak Orang Pribadi……… 26

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan pekerjaan, Pendidikan dan Usia ... 65

Tabel 4.2. Rekapitulasi Jawaban Responden Kesadaran Wajib Pajak (X1) ... 67

Tabel 4.3. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2) ... 68

Tabel 4.4. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3) ... 69

Tabel 4.5. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)... 70

Tabel 4.6. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Penghindaran Pajak (Y)... 71

Tabel 4.7. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1) ... 73

Tabel 4.8. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Kejujuran Wajib Pajak (X2)... 73

Tabel 4.9. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Hasrat Membayar Pajak (X3)... 73


(11)

Variabel Kedisiplinan Wajib Pajak (X4) ... 73

Tabel 4.11. Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner Variabel Penghindaran Pajak (Y)... 74

Tabel 4.12. Hasil Uji Reliabilitas ... 75

Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas ... 76

Tabel 4.14. Hasil Multikolinearitas……….. 78

Tabel 4.15. Hasil Heteroskedastisitas... 79

Tabel 4.17.Persamaan Regresi... 79

Tabel 4.18.Uji Kesesuaian Model... 83

Tabel 4.19.Hasil Uji Kesesuaian Model (Uji F)……….. 83

Tabel 4.20.Hasil Analisis Parsial... 83


(12)

(13)

Lampiran 1 Kuesioner.

Lampiran 2 Data Rekapitulasi Jawaban Responden

Lampiran 3.1 Data Uji Validitas Variabel Kesadaran Wajib Pajak (X1) dan Kemampuan dan Usaha (X2)

Lampiran 3.2 Data Uji Validitas Variabel Kemampuan Intelektual (X3) dan Metode Pengajaran (X4)

Lampiran 4.1 Data Uji Normalitas

Lampiran 4.2 Data Uji Multikolonieritas dan Data Uji Heteroskedastisitas Lampiran 4.3 Persamaan Regresi


(14)

Oleh :

CHURUL RACHMADHANI ABSTRAK

Penerimaan Negara terbesar untuk mewujudkan tujuan utama Pembangunan Nasioanal adalah dari sektor pajak. Salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat adalah pajak penghasilan. sistem perpajakan di Indonesia adalah Self Assessment System yaitu wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Dalam Self Assessment System dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain memiliki kesadaran, kejujuran, hasrat membayar dan kedisiplinan. Namun permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat oleh diterapkannya Self Assessment System secara murni. Hal ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan perpajakan tentang kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap sesuai ketentuan perpajakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan membuktikan secara parsial apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak memepunyai pengaruh terhadap kecenderungan penghindaran pajak penghasilan

Variabel dalam penelitian adalah kesadaran wajib pajak (X1), kejujuran wajib pajak (X2), hasrat membayar pajak (X3), kedisiplinan wajib pajak (X4) dan penghindaran pajak (Y). Teknik pengukuran variabel dengan menggunakan skala semantic differential yang tersusun dalam satu garis kontinum dengan jawaban sangat positif diselah kanan dan negatifnya disebelah kiri. Populasi dalam penelitian ini adalah para pengusaha perorangan yang mempunyai toko yang masih aktif dan berlokasi di Wedoro Sidoarjo Jawa-Timur sebanyak 33 pengusaha. Teknik penarikan sample yang digunakan adalah teknik purposive sampling.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan penelitian ini bahwa tidak terdapat pengaruh kesadaran wajib pajak(X1), kejujuran wajib pajak (X2) terhadap penghindaran pajak (Y), dan terdapat pengaruh hasarat memebayar pajak (X3), kedisiplinan wajib pajak (X4) terhadap penghindaran pajak (Y).

Keywords: kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak, penghindaran pajak


(15)

CHURUL RACHMADHANI

Abstract

Largest state revenue in order to realize the main goal is Nasioanal Development of the tax sector. One type of tax levied by the government of the people is the income tax. taxation system in Indonesia is the Self Assessment System which taxpayers entrusted to calculate, calculate, pay and report on their own tax payable in accordance with the provisions of the applicable tax. In the Self Assessment System required some prerequisites from taxpayers, among others, have awareness, honesty, passion and discipline pay. But the problems faced by the taxpayer in Indonesia is unprepared society by the application of a pure Self Assessment System. This is due, among others, have not sufficient knowledge of taxation on the taxpayer awareness and honesty in reporting income tax calculation is correct and complete in accordance with tax provisions. The purpose of this study was to test and prove the partial if consciousness taxpayer, taxpayer honesty, desire to pay taxes, and taxpayers discipline memepunyai influence on the tendency of tax evasion

Variables in the research is the awareness of taxpayers (X1), the taxpayer honesty (X2), the desire to pay taxes (X3), discipline of taxpayers (X4) and tax evasion (Y). Variable measurement techniques using semantic differential scales which are arranged in a line continuum with very positive responses and negative diselah right to the left. The population in this study are individual entrepreneurs who have shops that are still active and located in East Java and Sidoarjo Wedoro total of 33 entrepreneurs. Sample withdrawal technique used was purposive sampling technique.

Based on the results of research and testing conducted this research concludes that there is no influence of taxpayer awareness (X1), the taxpayer honesty (X2) against tax evasion (Y), and there are significant tax memebayar hasarat (X3), discipline taxpayer (X4) against tax evasion (Y).

Keywords: awareness of a taxpayer, taxpayer honesty, desire to pay taxes, tax discipline, tax evasion


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mewujudkan kesejahteraan umum yang adil dan merata merupakan tujuan utama dari pembangunan Nasional, pembangunan haruslah berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Damanhur, 2006). Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya membuat kebijakan-kebijakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat, salah satunya memaksimalkan penerimaan Negara dengan meningkatkan peranan sumber penerimaan Negara dari sumber nonmigas yang sebagian besar berasal dari sektor pajak. Sampai saat ini penerimaan dari sektor pajak selalu diupayakan agar terus meningkat, karena disektor inilah sumber penerimaan dalam negeri lebih stabil dan dinamis.

Sejak pemerintah melakukan reformasi undang-undang perpajakan tahun 1983, sumbangan penerimaan pajak terhadap Negara terus mengalami peningkatan, karena ini merupakan perwujudan dari tekad untuk menjadikan penerimaan pajak sebagai tulang punggung penerimaan Negara. Sekarang pemerintah menerapkan self assessment system yaitu wajib pajak sebagai subyek pajak didalam memenuhi kewajiban perpajakannya diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga kepatuhan


(17)

wajib pajak sangatlah penting dalam rangka menghitung dengan jujur pajak terutangnya dan menyetor serta melaporkannya tepat waktu.

Kebijakan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah telah mengupayakan penyempurnaan sistem perpajakan nasional yaitu dengan diberlakukannya undang-undang perpajakan baru yang dikenal dengan reformasi perpajakan (tax reform) tahun 1983 yang dimulai berlaku tanggal 1 Januari 1984 yang telah disempurnakan pada tahun 1944 dan yang terakhir tahun 2000, dimana sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment system. Tujuan utama

pemerintah melakukan reformasi perpajakan adalah agar Indonesia dapat lebih mandiri dalam pembiayaan pembangunan (Soemarso, 1998:335).

Perubahan official assessment system yang merupakan system pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak, menjadi self assessment system yang merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang atau kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan dan kepastian hukum, memperluas dasar pengenaan pajak, lebih memberikan keseimbangan hak dan kewajiban wajib pajak, menciptakan keterbukaan dan transparasi, perbaikan administrasi


(18)

Dalam selft assessment system fungsi dan peranan wajib pajak ditingkatkan. Tanggungjawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada wajib pajak sendiri. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku (Damayanti, 2003)

Fungsi penghitungan memberi hak kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan dan atas dasar fungsi perhitungan wajib pajak berkewajiban untuk membayar pajak sebesar pajak yang terutang. Fungsi terakhir dari wajib pajak adalah melaporkan pembayaran dan berapa besar pajak yang telah dibayar kepada kantor pelayanan pajak (KPP). Sejalan dengan kepercayaan yang diberikan kepada wajib pajak, maka diperlukan peran aparatur pajak untuk memperlancar pelaksanaan self assessment system. Fungsi aparatur pajak dalam self assessment system ditekankan pada tiga hal, yaitu pembinaan yang dilakukan melalui penyuluhan pengetahuan perpajakan, pelayanan dan pengawasan.

Dalam detik finance (2009) dikutip bahwa self assessment system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu:

1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak 2. Kejujuran wajib pajak


(19)

3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak

4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang.

Menurut Tunggal (1995:43), dalam self assessment system dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak antara lain kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, kemauan untuk membayar dari wajib pajak dan kedisiplinan wajib pajak.

Permasalahan yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat oleh diterapkannya self assessment system secara murni. Hal ini disebabkan antara lain belum cukupnya pengetahuan perpajakan tentang kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilannya dengan benar dan lengkap. Rendahnya tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat tentang pajak mengakibatkan sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang akhirnya berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam hal kedisiplinan membayar pajak. Ironisnya, banyak masyarakat awam yang masih belum mengerti arti pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal pajak adalah salah satu sumber terpenting bagi pembiayaan pembangunan suatu Negara dan kesejahteraan warganya (Soemitro, 1991:89).


(20)

Salah satu cara untuk mengukur perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhan melaksanakan kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT secara benar dan tepat, semakin tinggi tingkat kebenaran dalam menghitung, ketepatan menyetor serta menyampaikan SPT secara benar dan tepat maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.

Tabel 1 : Perkembangan Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Menyampaikan SPT Tahunan

No. (1) Tahun Pajak (2) Jumlah Wajib Pajak (3)

Jumlah SPT yang disampikan (4) Jumlah SPT yang tidak disampikan (3-4) 1. 2. 3. 2006 2007 2008 3.251.753 5.431.689 8.807.666 954.654 1.236.876 2.577.498 2.297.099 4.194.813 6.230.168 Sumber : WWW.Pajak.Go.Id

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak dari tahun 2006-2008 selalu mengalami peningkatan dimana jumlah wajib pajak pada tahun 2006 sebanyak 3.251.753 dan pada tahun 2007 menjadi 5.431.689. Begitu juga dengan jumlah wajib pajak yang menyetorkan SPT dari yahun 2006 sampai 2007 selalu mengalami peningkatan. Namun dalam peningkatan tersebut masih banyak wajib pajak yang belum menyampaikan SPT dan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa


(21)

masih adanya kekurangan berkaitan dengan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya yaitu menyampaikan atau melaporkan SPT tahunan. Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah selft assessment system, yang mana kegiatan penyampaian SPT merupakan suatu kewajiban yang termasuk di dalamnya, dalam penerapan selft assessment system wajib pajak diharuskan memiliki kesadaran, kejujuran, kedisiplinan dan hasrat yang tinggi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sedangkan pada kenyataannya kesadaran wajib pajak masuh kurang untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu melaporkan atau menyampaikan SPT tahunan.

Banyak indikasi yang menyebabkan wajib pajak tidak menyampaikan SPT-nya, salah satunya adalah penghindaran pajak. Hal ini terkait dengan kesengajaan wajib pajak ataupun penyampaian SPT yang tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku (Pasal 3 UU KUP ayat 7 dan Pasal 4 UU KUP ayat 4b).

Hal tersebut dapat dimengerti karena dengan alasan bahwa hasil dari pembayaran pajak kurang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat umum sebagai wajib pajak. Sehinnga menimbulkan suatu kecenderungan perilaku penghindaran pajak. Selain itu tidak sedikit masyarakat sebagai wajib pajak yang belum memahami sistem perpajakan di Indonesia, yaitu pelaksanaan selft assessment system.


(22)

setempat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jika memiliki penghasilan di atas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan juga diwajibkan untuk mengisi formulir SPT Masa maupun Tahunan dengan benar, lengkap dan jujur. Namun sistem ini masih ditemukan adanya celah bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Wajib pajak perorangan cenderung menghindari status sebagai wajib pajak orang pribadi, karena dengan begitu dapat meminimalkan jumlah pajak yang akan dibayar.

Menurut Angga Widya Pratama (2010) menyimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak tidak teruji kebenarannya, kejujuran wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji kebenarannya, hasrat untuk membayar pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak tidak teruji kebenarannya, kedisiplinan wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji kebenrannya.

Melihat dari hasil penelitian tersebut ternyata masih ada pengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak yang tidak teruji kebenarannya.

Penelitian ini dilakukan kembali (replikasi) karena permasalahan yang akan diteliti belum terjawab/ belum terpecahkan oleh peneliti-peneliti terdahulu (masih terjadi konflik). Maka peneliti akan menguji kembali apakah terdapat pengaruh antara kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat


(23)

membayar pajak, kedisiplinan membayar pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak penghasilan.

Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan terhadap 28 pengusaha perorangan (responden) yang memiliki NPWP di Sidoarjo Barat dan bergerak dibidang restoran, tentang kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak, yang menyatakan bahwa Kesadaran wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak tidak teruji kebenarannya (tidak setuju) sebesar 27,38% yang artinya tingkat kesadaran wajib pajak para pengusaha perorangan yang memiliki NPWP di sidorjo barat dan bergerak di bidang restoran adalah rendah, Kejujuran wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji kebenarannya (tidak setuju) sebesar 29,76% yang artinya tingkat kejujuran wajib pajak para pengusaha perorangan yang memiliki NPWP di sidoarjo barat dan bergerak di restoran adalah rendah, Hasrat untuk membayar pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak tidak teruji kebenarannya (tidak setuju) sebesar 29,76% yang artinya tingkat kejujuran wajib pajak para pengusaha perorangan yang memiliki NPWP di sidoarjo barat dan bergerak di restoran adalah rendah, Kedisiplinan wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kecenderungan penghindaran pajak teruji kebenrannya (sangat setuju) sebesar 33,33% yang artinya tingkat kejujuran wajib pajak para


(24)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ini melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Penerapan Selft Assessment System

terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan (Studi Kasus Wajib Pajak Orang pribadi Pada industri Kecil di Wedoro)”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

”Apakah kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh secara parsial terhadap kecenderungan penghindaran pajak?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui pengaruh dari kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak mempunyai pengaruh secara parsial terhadap kecenderungan penghindaran pajak.


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

1) Bagi Kantor Pelayanan Pajak

Memberikan masukan kepada kantor pelayanan pajak tentang pentingnya pemahaman self assessment system yang harus diberikan kepada masyarakat selaku wajib pajak.

2) Bagi Wajib Pajak

Memberikan dasar yang kuat tentang pemahaman self assessment system dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak Negara melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak.

3) Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penelitian lebih lanjut pada bidang perpajakan serta dalam rangka pengembangan ilmu perpajakan.

4) Bagi Akademis

Digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian lain dengan materi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh peneliti.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

A. Erwin (2005) dengan judul “Pengaruh Social Pressure, Persepsi Tentang Sanksi dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak – Studi Empiris Pada Wajib Pajak Di Hotel-Hotel di Batu Malang”. Penelitian ini adalah untuk menguji apakah social pressure, persepsi tentang sanksi dan pemahaman wajib pajak mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil analisis menunjukkan bahwa social pressure, persepsi tentang sanksi dan pemahaman wajib pajak berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dan variabel pemahaman wajib pajak berpengaruh paling dominan terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak.

B. Saryadi (2005) dengan judul “Pengaruh Tingkat Pemahaman Self Assessment

System Terhadap Kecenderungan Penghindaran PajakPenghasilan Perorangan Di

Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesadaran wajib

pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kecenderungan penghindaran pajak, Apakah kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh dominan terhadap kecenderungan penghindaran pajak. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh secara simultan terhadap kecenderungan


(27)

penghindaran pajak tidak terbukti kebenarannya dan secara parsial juga tidak terbukti kebenarannya. Kedua kesadaran wajib pajak berpengaruh dominan terhadap kecenderungan penghindaran pajak jg tidak terbukti kebenarannya.

C. Hertanty (2006) dengan judul “Pengaruh Penerapan Selft Assessment System

Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji pengaruh kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak serta untuk membuktikan bahwa kesadaran wajib pajak mempunyai pengaruh dominan terhadap kecenderungan penghindaran pajak penghasilan di Surabaya. Hasil penelitian ini adalah bahwa terdapat pengaruh antara kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, dan kedisiplinan wajib pajak terhadap kecenderungan penghindaran pajak. D. Indawati (2007) dengan judul “Analisis Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap

Penerapan Self Assesssment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Karakteristik

Wajib Pajak - Studi Empiris wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP sidoarjo

Timur”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada perbedaan sikap

wajib pajak orang pribadi dalam penerapan self assessment system pajak penghasilan dilihat dari tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, dan masa kerja. Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan sikap yang signifikan berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat perbedaan sikap yang signifikan berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan, dan terdapat perbedaan sikap yang signifikan berdasarkan masa kerja.


(28)

Disini ditekankan bahwa hasil penelitian terdahulu digunakan sebagai pendamping baik landasan teori maupun uji hipotesisnya. Penelitian terdahulu digunakan sebagai argumentasi yang kuat dan logis bahwa penelitian dengan permasalahan yang dimaksudkan dipandang perlu untuk dilaksanakan.

Penelitian yang dilakukan saat ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Adapun perbedaannya antara lain : Objek, tempat dan lokasi penelitian serta waktu penelitian. Tabel : 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian terdahulu

Nama Judul

Variabel

1. Laurentius Erwin

Pengaruh Social Pressure, persepsi tentang Sanksi dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak – Studi Empiris Pada Wajib Pajak Di Hotel Malang.

X1= Social Pressure

X2= Persepsi Tentang Sanksi

X3= Pemahaman Wajib Pajak Y = Kepatuhan Wajib Pajak 2. Ayu Pradinyawati Pengaruh Tingkat Pemahaman

self Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghundaran Pajak Penghasilan Perorangan di Surabaya

X1= Kesadaran Wajib pajak X2= Kejujuran Wajib Pajak X3= Hasrat Membayar Pajak X4= Kedisiplinan Wajib Pajak Y = Penghindaran Pajak 3. Mardiyanti Tri.H Pengaruh Penerapan Self

Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak.

X1= Kesadaran Wajib pajak X2= Kejujuran Wajib Pajak X3= Kedisiplinan Wajib Pajak Y = Penghindaran Pajak 4. Supriyati dan Fitri. I Analisis Sikap Wajib Pajak

Orang Pribadi Terhadap Penerapan Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Karakteristik Wajib Pajak – Studi wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Sidoarjo Timur.

X1= Tingkat Pendidikan X2= Jenis Pekerjaan X3= Tingkat Penghasilan X4= Masa Kerja

Y = Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System 5. Churul RachmaDhani Pengaruh Penerapan Self

Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak Penghasilan – Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Industri Kecil Wedoro.

X1= Kesadaran Wajib pajak X2= Kejujuran Wajib Pajak X3= Hasrat Membayar Pajak X4= Kedisiplinan Wajib Pajak Y = Penghindaran Pajak


(29)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Pajak

Memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih dahulu akan pengertian dari pajak itu sendiri.

Menurut Soemitro (Resmi 2009:1 ), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasrkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Definisi ini kemudian disempurnakan, menjadi: “pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan”surplus”nya digunakan untuk public saving yang merupakan

sumber utama untuk membiayai public investment.

Menurut Feldman (Resmi 2009:2), pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Menurut Djajadiningrat (Resmi 2009:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi


(30)

tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

Menurut Andriani (IAI, 2006:1), pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Dari semua definisi tersebut, dapat disempurnakan bahwa pajak adalah iuran yang dibayarkan oleh wajib pajak kepada Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara, berdasrkan undang-undang yang berlaku dan tidak ada timbal balik secara langsung. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan cirri-ciri yang melekat pada pajak adalah:

1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya 2) Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual

oleh pemerintah

3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah

4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bisa dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment


(31)

2.2.2. Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu Negara. Pajak memiliki fungsi (IAI, 2006:2), sebagai berikut:

a) Fungsi penerimaan (Budgetair), pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah

b) Fungsi mengatur (Regulatoir), pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi

c) Fungsi redistribusi, dalam fungsi ini lebih ditekankan unsure pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak

d) Funsi demokrasi, pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak

2.2.3. Sistem Pemungutan Pajak

Nurmantu (2003:106) memaparkan bahwa sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib pajak dapat mengalir ke kas Negara. Sedangkan sistem pemungutan pajak itu sendiri menurut Resmi (2009:11) dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:


(32)

1. Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

2. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

 Menghitung sendiri pajak yang terutang

 Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang


(33)

 Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang

 Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang 3. With Holding system

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukasn sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Keputusan presiden dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedi. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2003:2) pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya


(34)

keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertambangan pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang(syarat yuridis) di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi Negara maupun warganya

3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.2.5. Dasar Penagihan Pajak

Menurut Mardiasmo (2003:3-4) terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain :


(35)

1) Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang di ibaratkan sebagai sutu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut

2) Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar

3) Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua unsur pendekatan yaitu:

 Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang

 Unsur subyektif, memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi

4) Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan Negaranya. Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban


(36)

5) Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan

2.2.6. Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh seseorang atau badan usaha dalam tahun pajak. Dalam terminologi pajak, seseorang atau badan usaha yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenal sebagai subyek pajak (Dirjen pajak, 2006:18). Pajak penghasilan (Pph) adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (Resmi, 2009:80).

2.2.6.1.Subyek Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Dirjen pajak, 2006:18 ). Resmi (2009:81)Berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU No.36 tahun 2008 mengelompokkan subyek pajak sebagai berikut:


(37)

1) Subyek pajak orang pribadi

Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia

2) Subyek pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subyek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subyek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan

3) Subyek pajak badan

Badan adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komandoter (CV), perseroan lainnya, badan usaha milik Negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya termasuk reksa dana

4) Subyek pajak bentuk usaha tetap (BUT)


(38)

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Seperti kantor cabang, kantor perwakilan, pabrik, gedung kantor dan orang atau badan usaha yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.

2.2.6.2.Obyek Pajak Penghasilan

Obyek pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Obyek pajak penghasilan adalah penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Resmi, 2009:86).

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomi kepada wajib pajak, penghasilan menurut Resmi (2009:86) dapat dikelompokkan menjadi :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaries, akuntan, pengacara.

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, deviden, royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha.


(39)

4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok sebelumnya, seperti keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian, keuntungan karena selisih kurs.

2.2.6.3.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada wal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwim (1 Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan (Mardiasmo, 2008:141). Besarnya PTKP setahun adalah :

1. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Tabel 2.2 : Penghasilan Tidak Kena Pajak

No Keterangan Setahun

1. Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,- 2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,- 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami.

Rp. 15.840.000,-

4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga

Rp. 1.320.000,-


(40)

2.2.6.4.Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan

Tarif pajak merupakan presentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai pasal 17 UU No.7 Tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir adalah dalam UU No.36 Tahun 2008) dan tarif lainnya. Sistem penerapan tarif pajak penghasilan sesuai dengan pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dalam negeri, dan wajib pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap.

1. Tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu: Tabel 2.3 : Tarif Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp.

250.000.000,-15%

Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan

Rp. 500.000.000

25%

Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

Sumber: Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., AK, edisi revisi, 2008)

2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk U (saha Tetap adalah 28% (dua puluh delapan). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.


(41)

2.2.7. Pemahaman Self Assessment System

Self Assessment System sebagai sistem penetapan pajak di Indonesia telah

diterapkan sejak reformasi perpajakan (tax reform) tahun 1983, setelah sebelumnya pernah memakai system Official Selft Assessment. Pembaharuan itu dilakukan antara

lain melalui penyederhanaan jenis-jenis pajak, penyederhanaan ketentuan cara pemenuhan kewajiban pajak, dan pemberian wewenang kepada wajib pajak. Selft

Assessment System itu sendiri adalah system pemungutan pajak dimana wajib pajak

diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menurut Resmi (2009:12), selft assessment system adalah system pemungutan

pajak yang memeberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam system ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada pada wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu wajib pajak diberi kepercayaan untuk:

 Menghitung sendiri pajak yang terutang  Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang  Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang


(42)

 Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang

Dengan demikian, berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan ada pada wajib pajak).

Shoup (Zain, 2005:110) menyatakan selft assessment system merupakan tipe

keenam dari tipe-tipe administrasi perpajakan. Dalam tipe keenam ini wajib pajak mendapat beban yang berat, karena wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya (SPT), menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang.

Menurut Tunggal (1995:43) untuk mensukseskan selft assessment system ini

dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain: 1. Kesadaran wajib pajak (tax consciosness)

2. Kejujuran wajib pajak

3. Kemauan membayar pajak dari wajib pajak (tax mindedness) 4. Kedisiplinan wajib pajak (tax diciplin)

2.2.7.1.Kesadaran Wajib Pajak

Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:975), kesadaran adalah keinsyafan, keadaan mengerti, tahu dan merasa. Jadi kesadaran wajib pajak adalah suatu sikap tahu dan mengerti yang dimiliki oleh wajib pajak untuk memahami arti dan fungsi dari pembayaran pajak.


(43)

Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam system ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, apabila semakin tinggi kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak atas kewajiban perpajakannya maka tidak mustahil target penerimaan pajak akan tercapai.

Banyak masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya arti pajak, hal ini disebabkan karena masih terdapat pandangan yang salah mengenai pajak. Dengan adanya hal tersebut dapat menyebabkan keengganan atau perasaan berat untuk membayar pajak. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak hanya karena dalam keadaan terpaksa atau karena adanya kepentingan yang mendadak, bukan sama sekali karena kesadaran akan membayar pajak (Tunggal, 1995:7-8)

Menurut Soemitro (1992:5) kesadaran wajib pajak akan kewajibannya dapat dipupuk melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Dengan memiliki kesadaran akan pajak, maka wajib pajak juga harus mempunyai keinginan membayar pajak (tax minded) dan sekaligus ditanamkan kedisiplinan pajak (tax dicipline) yang kuat dan didasari dengan kejujuran yang mantab.

Sesuai dengan selft assessment system, kepatuhan wajib pajak ini meliputi

kesadaran masyarakat untuk (Gunadi,2004): 1. Mendaftarkan diri memperoleh NPWP


(44)

3. Membayar pajak berdasarkan jumlah yang sebenarnya dan tepat waktu

2.2.7.2.Kejujuran Wajib Pajak

Kejujuran merupakan hal yang paling sulit karena kejujuran bertalian erat dengan moral seseorang yang terbentuk dalam masa yang panjang. Kejujuran adalah sifat (keadaan jujur) ketulusan hati, kelurusan hati (Kamus Bahasa Indonesia,2002:479). Jadi kejujuran wajib pajak adalah suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakan, terutama dalam pengisian SPT.

Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan selft assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif memenuhi kewajiban

perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148).

2.2.7.3.Hasrat Membayar Pajak

Hasrat adalah keinginan kuat (Kamus Bahasa Indonesia,1990:300). Jadi hasrat untuk membayar pajak adalah keinginan yang kuat untuk melakukan kewajiban perpajakan yaitu membayar pajak. Hasrat membayar pajak dapat muncul dari hati wajib pajak yang telah memiliki kesadaran pajak.

Menurut Simatupang (2002) menyatakan bahwa adanya keinginan yang kuat dari sebagian masyarakat untuk tidak membayar, karena ketidakrelaan untuk mengalihkan senagian kekayaan kepada Negara. Selain itu, ada satu yang menyebabkan


(45)

rakyat belum secara sukarela membayar pajak yaitu adanya image ditengah-tengah masyarakat bahwa membayar pajak untuk orang pajak.

Proses dan prosedur pembayaran pajak yang berbeli-belit merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan hasrat membayar pajak. Untuk itu dibutuhkan modernisasi administrasi pajak. Menurut Perris (2004) menyatakan salah satu contoh modernisasi administrasi pajak adalah penerapan sistem administrasi baru yang memungkinkan seseorang atau badan usaha cukup melakukan pembayaran sekali dengan menggunakan Single Identity Number (SIN) atau nomor identitas tunggal.

Sistem ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan kewajibannya membayar pajak. Kemudahan ini dalam administrasi saat ini diharapkan akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk membayar pajak.

2.2.7.4.Kedisiplinan Wajib Pajak

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2002:268) disiplin adalah tata tertib, ketaatan atau kepatuhan pada peraturan bidang studi yang memiliki obyek sistem dan metode tertentu. Sedangkan menurut Ma’arat (1982:90) menyatakan bahwa disiplin adalah sikap peseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainnya tidak ada perintah.

Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap


(46)

undang seperti memasukkan SPT pada waktunya. Membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.

Jadi kedisiplinan pajak merupakan suatu sikap patuh, taat yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kwajibannya dalam hal perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih dahulu. Menurut Tunggal (1995:45) dengan pemberian kepercayaan yang penuh kepada wajib pajak untuk melakukan self assessment system, memberikan

konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, yaitu apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar, maka kepada wajib pajak tersebut akan dijatuhkan sanksi. Jadi, untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya perlu dilakukan pengawasan oleh aparat perpajakan.

2.2.8. Penghindaran Pajak

Dalam kamus Bahasa Indonesia (2002:402) penghindaran berarti proses, cara, perbuatan menghindarkan atau menghindari, pengelakan atau penyingkiran. Pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dikenakan pajak.

Penghindaran pajak juga disebut sebagai tax planning, yaitu proses

pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki (Zain,2005:49). Sedangkan menurut Mortenson (Zain,2005:49) penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa untuk meminimalkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau


(47)

tidaknya akibat-akibat pajak yang ditimbulkan. Jadi penghindaran pajak adalah satu tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak dengan tujuan agar tidak terkena pajak atau untuk meminimalkna jumlah pajak yang terutang.

Tax avoidance adalah salah satu cara penghindaran kewajiban dengan

memanfaatkan celah-celah undang-undang yang ada. Variabel tax avoidance adalah

rasio perbandingan manfaat penundaan pembayaran PPh dengan ketetapannya PPh-nya. Analisis dari studi tax avoidance atau penundaan pembayaran oleh wajib pajak, berdasarkan prinsip bahwa wajib pajak akan menunda pembayaran pajak, apabila keuntungan pembayaran pajak lebih besar dari pada kerugiannya (Kiryanto,1999:11). Masyarakat sebagai wajib pajak menganggap pajak sebagai beban bukan sebagai kebutuhan, karena metreka menganggap pajak tidak mendapatkan imbalan prestasi secara langsung layaknya dalam jual beli barang kebutuhan hidup.

Pada dasarnya tidak ada orang yang mau (rela) membayar pajak, setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menghindari pembayaran pajak (Burton,2005). Perlawanan aktif terhadap pajak meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak, diantaranya adalah (Marsyahrul, 2005:16) :

 Penghindaran diri dari pajak

 Pengelakan atau penyelundupan pajak, dan  Melalaikan pajak


(48)

Bentuk penghindaran pajak terbagi menjadi dua, yaitu :

1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang

2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar

undang-undang

Nurmantu (2003:151) menyatakan bahwa tax avoidance dan tax evasion

merupakan bentuk penghindaran pajak yang mempunyai akibat yang sama yaitu berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara, atau bahkan tdak ada dana pajak yang masuk ke kas Negara, tetapi keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam hukum.

2.2.9. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak terhadap Penghindaran Pajak

Gunadi (2003) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia yaitu self assessment system. Dalam

sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Kurang meratanya proses penyaluran pajak dapat menimbulkan avoidance (penghindaran) pada masyarakat. Hal ini dapat memacu masyarakat untuk malas membayar pajak.

Satu hal yang menyebabkan masyarakat belum secara sukarela membayar pajak adalah image ditengah-tengah masyarakat bahwa membayar pajak untuk orang-orang pajak. Penilaian mereka sebenarnya bukan tanpa alasan, justru mereka sadar


(49)

sepenuhnya dalam mengungkapkan hal tersebut. Dari kondisi ini ternyata dapat menciptakan pikiran-pikiran negatif dari mayarakat terhadap pihak pajak, mereka beranggapan bahwa dana-dana tersebut bukan untuk keperluan pembangunan melainkan hanya untuk oknum pajak saja, sehingga hasilnya tidak akan pernah dirasakan secara maksimal oleh masyarakat (Silalahi,2002).

Menurut Pamungkas (2003:16-21) apabila mengacu pengertian system pepajakan dengan self assessment system yang berarti pemenuhan kewajiban seseorang dipercaya kepada masyarakat wajib pajak, maka secara umum wajib pajak sepenuhnya membayar sendiri pajaknya baik itu secara bulanan atau tahunan, sehingga tidak akan pernah melibatkan pihak lain atau pihak ketiga. Hal tersebut kembali lagi banyak ditentukan beberapa faktor yang ada dan yang dapat mendukung keberhasilannya yaitu : 1) Tingkat kepatuhan wajib pajak yang dimiliki dari pengetahuan

2) Pemahaman dan kesadaran mereka dalam masalah kewajiban pajaknya

3) Kemampuan administrasi fiskus untuk mengadministrasikan semua perihal perpajakan dari semua masyarakat wajib pajak

Dengan adanya keinginan dari masyarakat untuk tidak mau atau enggan membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat. Kesadaran bernegara merupakan faktor penentu adanya kesadaran perpajakan. Kesadaran bernegara merupakan sikap sadar mempunyai Negara dan sikap sadar terhadap fungsi Negara. Sikap demikian merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi dalam memahami, merasakan,


(50)

warga Negara, yaitu kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk rela memberikan kontribusi dana untuk melaksanakan fungsi pemerintah dengan cara membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko, 1992:25).

Pengertian kognitif, afektif dan konatif dapat dijelaskan sebagai berikut (Schiffman dan Kanuk, 1994:242) :

1) Cognitif component knowledge and perception that are arquired by a combination of direct experience with the attitude object and related information from various source.

2) Affective component: a consumer’s emotion or feeling about a particular product or brand.

3) Conative component: it is concerned with the like hood or tendency that and individual will undertake a specific action or behave in particular way with regard to the attitude object.

Maksud dari pernyataan diatas adalah komponen kognitif adalah pengetahuan dan persepsi yang diperoleh dari pengalaman langsung atas sikap terhadap obyek dan variasi sumber informasi lain yang relevan. Komponen afektif merupakan sebuah emosi konsumen atau perasaan terhadap keistimewaan produk atau merek. Komponen konatif adalah perhatian atas kemungkinan atau tendensi bahwa seorang individual akan berusaha melakukan tindakan khusus atau berperilaku hormat dalam bersikap terhadap obyek.

Mengacu pada kesadaran bernegara, maka kesadaran perpajakan adalah suatu sikap sadar terhadap pajak berupa konstilasi komponen kognitif, afektif, dan konatif,


(51)

yaitu dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Wajib pajak berkonsekuensi agar rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pajak dengan cara membayar pajak secara tepat waktu dan tepat jumlah. Apabila wajib pajak tidak sadar akan hal itu maka akan terjadi penghindaran pembayaran pajak dan pembangunan Negara akan terhambat karena pemasukan ke Negara juga terhambat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Kamila, 2010) menemukan hubungan yang positif atas kesadaran wajib pajak dan Penghindaran pajak, tetapi tidak menemukan adanya hubungan yang tidak signifikan. Sedangkan dari hasil penelitian (Pradinyawati, 2005) menemukan adanya hubungan yang negatif atas kesadaran wajib pajak dan penghindaran pajak, tetapi tidak menemukan adanya hubungan signifikan.

2.2.10.Pengaruh Kejujuran Wajib Pajak terhadap Penghindaran Pajak

Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif memenuhi kewajiban

perpajakannya mulai dari mendaftarkan diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya (Nurmantu,2003:148). Self

assessment system mewajibkan wajib pajak untuk membuat pembukuan (pencatatan),

adanya catatan atau pembukuan akan diketahui kemampuan (ability to pay) wajib pajak

secara tepat adan factual (Harahap,2004:60).

Dasar self assessment system pelaksanaan kewajiban dan hak hukum dan kewajiban bernegara adalah trusty atau kepercayaan bahwa wajib pajak adalah jujur.


(52)

yang dihadapi oleh wajib pajak di Indonesia adalah belum siapnya masyarakat untuk diterapkannya self assessment system secara murni, hal ini disebabkan antara lain

karena belum cukupnya pengetahuan perpajakan serta tingkat kesadaran dan kejujuran wajib pajak, sehingga dalam melaporkan perhitungan pajak penghasilan belum benar dan lengkap.

Penyampaian SPT merupakan kewajiban wajib pajak yang diatur dalam undang-undang. Sesuai dengan self assessment system yang dipakai oleh Indonesia,

maka fungsi SPT tahunan itu adalah sebagai sarana bagi wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang dengan jalan melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanaakna sendiri.

Masalah yang muncul dalam pengisian SPT ini adalah bahwa masih banyak wajib pajak yang berusaha untuk menghindarkan diri dari pengenaan pajak atau setidak-tidaknya terkena pajak dengan seringan mungkin. Soemitro (1987:134) menyatakan bahwa wajib pajak melakukan pembukuan ganda untuk mengelabui Dirjen pajak dalam urusan pajak, pembukuan ini dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri.

Menurut Tunggal (1995:62) menyatakan bahwa dengan self assessment system

para wajib pajak dapat leluasa mengabaikan formalitas-formalitas yang harus dilakukan atau memalsukan dokumen-dokumen serta mengisinya kurang lengkap. Jadi dengan wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau penghasilannya, memberikan keterangan yang tidak benar, memberikan data-data yang tidak benar, hal ini mebuat wajib pajak tidak jujur dalam kewajibannya sebagai wajib pajak. Semakin rendah tingkat kejujuran


(53)

yang dimiliki oleh wajib pajak menyebabkan semakin besar terjadinya kecenderungan dalam penghindaran pajak.

Dasar dari teori keagenan (agency Teory) adalah adanya dua individu, satu

individu disebut agen dan yang lain disebut principal (Hendriksen, 2000:221-222). Wajib pajak disebut sebagai agen, sedangkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) disebut sebagai principal. Sikap yang pasif dari petugas pajak terhadp kesalahan-kesalahan dan pemalsuan-pemalsuan, dapat mengganggu keseluruhan struktur perpajakan, karena wajib pajak yang jujur akhirnya tidak dapat mempertahankan dirinya untuk berbuat hal yang sama. Selain itu hal yang paling merusak moral wajib pajak, adalah apabila dia mengetahui dan yakin bahwa wajib pajak lainnya tidak mematuhi dan membayar pajak sesuai dengan beban yang harus dipikulnya (Zain, 1990:33).

Berdasarkan hal tersebut wajib pajak akan memanfaatkan peluang-peluang itu sehingga banyak permasalahan yang muncul dalam pengisian SPT seperti memanipulasi jumlah pajak yang terutang, sehingga secara tidak langsung mereka melakukan penghindaran pembayaran pajak.

Menurut Hijriyah (2005), kedisiplinan wajib pajak memiliki hubungan yang

positif dalam penghindaran pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Widya, 2010) tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan dan mempunyai berpengaruh negatif.


(54)

2.2.11.Pengaruh Hasrat Membayar Pajak terhadap Penghindaran Pajak

Hasrat untuk membayar pajak adalah satu keinginan yang kuat untuk membayar pajak. Hasrat ini akan muncul disebabkan adanya kesadran yang tinggi akan kewajiban dalam perpajakan yaitu membayar pajak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh. Hasrat untuk membayar pajak oleh wajib pajak masih rendah disebabkan rasa keraguan pajak yang telah disetorkan ke Negara. Keraguan yang muncul dari wajib pajak mengakibatkan kecenderungan penghindaran pajak.

Semakin sulit prosedur dan proses dalam pembayaran pajak yang harus dilakukan oleh wajib pajak maka hasrat wajib pajak untuk membayar pajak semakin rendah sehingga menimbulkan kecenderungan penghindaran pajak. Menurut Srinivasan dalam Nurmantu (2003:158), semakin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin tinggi penghindaran pajak yang terjadi. Berdasarkan penelitian di Chile, Amerika Latin (Nurmantu,2003:154) bahwa ada 8 penyebab seseorang tidak mau membayar pajak dengan judul “Why I don’t to pay my tax” yaitu:

1) Karena saya tidak menerima manfaat

2) Karena tetangga saya juga tidak membayar pajak 3) Karena jumlah pajaknya terlalu besar

4) Karena mereka mencuri uang saya

5) Karena saya tidak tahu bagaimana melaksanakannya 6) Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu

7) Karena jika mereka menangkap saya, maka saya akan dapat menyelesaikannya 8) Walaupun saya tidak bayar, tidak akan terjadi apa-apa


(55)

Berdasarkan pada teori psikologi yang telah dibahas pada teori yang melandasi hasrat membayar pajak, maka dapat disimpulkan bahwa keinginan seseorang membayar pajak tergantung dari penguatan positif yang diterimanya. Apabila interaksi dengan individu lain dapat berjalan dengan baik, maka keinginan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya akan berjalan baik pula. Mengingat pajak merupakan suatu pungutan paksaan dan sesuatu paksaan itu akan menimbulkan reaksi negatif. Baiknya interaksi dengan individu lain maka secara tidak langsung wajib pajak akan sadar untuk membayar pajak tanpa merasa dipaksa, maka penghindaran pembayaran pajak tidak akan terjadi.

Hasrat membayar pajak terhadap penghindaran pajak terdapat hubungan yang positif (Widya, 2010), sedangkan menurut (Kamila, 2010) berpengaruh secara negatif.

2.2.12.Pengaruh Kedisiplinan Wajib Pajak terhadap Penghindaran Pajak

Menurut Tunggal (1995:44) tax discipline adalah disiplin wajib pajak terhadap

pelaksanaan peraturan pajak-pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan untuk melakukan hal itu.

Pengembalian SPT dengan tepat waktu, membayar pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan merupakan suatu wujud sikap disiplin wajib pajak. Dan bagi masyarakat yang tidak melakukan hal tersebut maka merupakan suatu sikap


(56)

Nurmantu (2003:148), walaupun sudah ada ancaman hukuman administratif maupun ancaman hukum pidana bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi kenyataan masih banyak wajib pajak yang tidak atau belum sepenuhnya memenuhi kewajibannya, hal ini terkait dengan kepatuhan perpajakan atau tax compliance.

Nurmantu (2003:149) menyatakan, sebab utama wajib pajak tidak patuh adalah bahwa bila seseorang bekerja dan kemudian dapat menghasilkan uang, maka mereka secara naluriah uang itu pertama-tama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarganya. Tapi pada saat yang bersamaan jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu, timbul kewajiban untuk membayar pajak kepada Negara. Pada umunya kepentingan pribadi dan keluarga yang selalu dimenangkan. Sebab yang lain adalah wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, kurang patuh pada pemerintah, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti ketidakstabilan pemerintahan, penghamburan keuangan Negara yang berasal dari pajak.

Semakin tinggi tingkat kebenaran menghitung dan memperhitungkan, ketepatan menyetor, serta mengisi dan memasukkan SPT, maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya. Adanya kecenderungan wajib pajak untuk menghindari kewajiban perpajakannya, dikarenakan faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak, akhirnya dapat menyebabkan adanya penghindaran pajak yang dilakukan oleh masyarakat.


(57)

Teori reinforcement (teori penguatan) secara natural ada pada lingkungan luar

(external). Hal yang paling penting untuk membentuk kepribadian seseorang adalah

melalui reward dan punishment. Berdasarkan punishment ditandai dengan adanya

sanksi, yang membantu membentuk kepribadian seseorang untuk menjadi lebih patuh. Perilaku untuk menghindari sanksi merupakan respon dari seseorang, yang nantinya akan mendorong suatu kepatuhan (Thoha, 2004:58).

Tingkat kedisiplinan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat pemahaman mereka terhadap ketentuan perpajakan. Kedisiplinan wajib pajak terhadap penghindaran pajak dapat dihubungkan dengan Positive Accounting Theory

(PAT) yaitu bahwa manajer akan berusaha menaikkan laba dalam melaporkan laporan keuangan tetapi akan memperbesar jumlah rugi dalam laporan keuangan untuk menghindari pajak. Hal ini mendukung adanya hubungan antara kedisiplinan wajib pajak dengan adanya penghindaran pajak. Jadi seorang wajib pajak yang berusaha mencari dan memanfaatkan celah-celah UU PPh untuk meringankan beban pajaknya dengan melakukan penghindaran pajak.

Menurut Hijriyah (2005), kedisiplinan wajib pajak memiliki hubungan yang positif dalam penghindaran pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Widya, 2010) tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan dan mempunyai berpengaruh negatif.


(58)

2.3. Kerangka Pikiran

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas maka dapat dibuat premis-premis sebagai berikut :

Premis 1: Semakin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak semakin tinggi penghindaran pajak yang terjadi, (Srinivasan dalam Nurmantu, 2003:158).

Premis 2 : Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting dalam penerapan self assessment system. (Nurmantu, 2003:148).

Premis 3:Disiplin adalah sikap perseorangan atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah yang berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak ada perintah. (Ma’arat, 1982:90). Premis 4 : Menyatakan bahwa adanya keinginan yang kuat dari sebagian masyarakat

untuk tidak membayar, karena ketidakrelaan untuk mengalihkan sebagian kekayaan kepada Negara. (Simatupang, 2002).

Premis 5 : Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya. (Suparmoko, 1992:25)

Premis 6 :Teori reinforcement yang menyatakan adanya pengaruh yang membantu membentuk kepribadian seseorang untuk menjadi lebih patuh. (Thoha, 2004:58)


(59)

Untuk memudahkan analisis dan menguji hipotesis, maka dapat digambarkan dalam suatu diagram kerangka pikiran yaitu sebagai berikut.

Gambar 2.1. Diagram Kerangka Pikiran

Kesadaran Wajib Pajak (X1)

Kejujuran Wajib Pajak (X2)

Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)

Regresi Linear Berganda

2.4. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan kedisiplinan wajib pajak berpengaruh secara parsial terhadap kecenderungan penghindaran pajak.

Penghindaran pajak (Y) Hasrat Membayar Pajak (X3)


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan pendefinisian konsep-konsep penelitian menjadi variabel-variabel penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan batasan dan menghindari perbedaan persepsi terhadap makna variabel penelitian. Menurut Nazir (2005:126) definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau kontrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur kontrak atau variabel tersebut.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini :

a. Variabel bebas (X), yang terdiri dari 4 macam variabel, yaitu: 1) Kesadaran wajib Pajak (X1)

Suatu sikap sadar, mengetahui, mengerti, memahami, tentang arti, fungsi, manfaat, tata cara serta kewajiban sebagai wajib pajak yang dimiliki oleh diri wajib pajak, sesuai dengan perundangan perpajakan yang berlaku.

2) Kejujuran Wajib Pajak (X2)

Suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.


(61)

3) Hasrat Membayar pajak (X3)

Keinginan kuat dari dalam diri masyarakat sebagai wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya yaitu membayar pajak.

4) Kedisiplinan Wajib Pajak (X4)

Sikap patuh, taat yang dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam hal perpajaka, tanpa diperingatkan terlebih dahulu sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan.

b. Variabel terikat

Variabel terkait yang digunakan dalam penelitian ini adalah penghindaran pajak (Y). yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak dengan tujuan agar tidak terkena pajak atau meminimalkan jumlah pajak yang tidak dikehendaki (Zain, 2005:49).

3.1.2. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini adalah skala interval, yaitu skala yang mengurutkan obyek berdasarkan suatu artibut, dengan jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat obyek (Nazir, 2005:131). Sedangkan teknik pengukuran variabel yang digunakan adalah semantic differential yaitu skala yang tersusun dalam satu garis kontinum dengan jawaban sangat positif disebelah kanan, dan jawaban sangat negatif disebelah kiri atau sebaliknya (Sumarsono, 2004:25).


(62)

Indikator yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (X1) adalah kesadaran wajib pajak dan pengukurannya didasarkan pada indikator : mengerti pajak dan mengetahui manfaat pajak.

Pengukuran variabel kesadaran wajib pajak menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Farida (2008) yang terdiri dari 6 item pertanyaan.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa kesadaran wajib pajak yang ada masih kurang karena pemahaman tentang arti dan manfaat dari pajak juga masih rendah. Sedangkan jika responden memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah pemahaman tentang arti dan manfaat pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa kesadaran wajib pajak yang ada sudah cukup baik.

2. variabel bebas (X2) adalah kejujuran wajib pajak dan pengukurannya didasarkan pada indikator :

a) Keterbukaan wajib pajak dalam pencatatan untuk melaporkan penghasilan yang diperoleh

b) Kebenaran dan kelengkapan dalam pengisian SPT masa maupun SPT tahunan Pengukuran variabel kejujuran wajib pajak menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Farida (2008) yang terdiri dari 4 item pertanyaan.


(63)

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa kejujuran wajib pajak yang ada masih kurang karena tingkat keterbukaan dan kebenaran dalam pengisian SPT masih rendah. Sedangkan jika responden memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah tingkat keterbukaan dan kebenarandalam pengisian SPT masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat kejujuran wajib pajak yang ada sudah cukup baik karena tingkat keterbukaan dan kebenaran dalam pengisian SPT sudah cukup baik. 3. Variabel bebas (X3) adalah Hasrat Membayar Pajak dan pengukurannya

didasarkan pada indikator : keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak.

Pengukuran variabel hasrat membayar pajak menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Farida (2008) yang terdiri dari 4 item pertanyaan.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak yang ada masih kurang karena kurangnya pengetahuan tentang pajak. Sedangkan jika responden memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa keinginan diri sendiri dari wajib pajak untuk membayar pajak yang ada sudah cukup baik karena


(64)

4. Variabel bebas (X4) adalah Kedisiplinan Wajib Pajak dan pengukurannya didasarkan pada indikator : ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak.

Pengukuran variabel kedisiplinan wajib pajak menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Farida (2008) yang terdiri dari 6 item pertanyaan.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa kedisiplinan wajib pajak yang ada masih kurang karena tingkat ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah. Sedangkan jika responden memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak masih rendah atau sudah cukup baik. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa kedisiplinan yang ada sudah cukup baik karena ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak sudah cukup baik.

5. variabel terikat (Y) adalah penghindaran pajak dan pengukurannya didasarkan pada indikator: kebenaran dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

Pengukuran variabel penghindaran membayar pajak menggunakan instrument yang dikembangkan oleh Farida (2008) yang terdiri dari 5 item pertanyaan.

Responden memberi jawaban skor 1 sampai 3 berarti responden berpendapat bahwa penghindaran pajak yang terjadi rendah. Sedangkan jika responden memberi jawaban dengan skor 4 berarti responden masih ragu-ragu apakah penghindaran pajak yang terjadi rendah atau tinggi. Kemudian jika responden memberi jawaban dengan skor 5, 6, dan 7 berarti responden berpendapat bahwa penghindaran pajak yang terjadi sangat tinggi.


(1)

91

4.8.Keterbatasan

Penelitian ini dirasakan oleh peneliti sudah dilakukan secara optimal, namun demikian peneliti merasa dalam hasil penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain :

1. Kecilnya sampel yang dianalisis yaitu 33 responden, serta lingkup penelitian hanya di satu area usaha, hal ini relatif kecil dibandingkan populasi yang ada, sehingga akan mempengaruhi tingkat generalisasi hasil penelitian.

2. Variabel yang digunakan sebagai indikator terhadap penghindaran pajak hanya empat variabel yaitu kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, hasrat membayar pajak, dan, kedisiplinan wajib pajak disamping masih banyak variabel yang mungkin mempengaruhi penghindaran pajak, misalnya variabel earning manajemen, political cost, metode penyusutan, kebijakan perpajakan, yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian.


(2)

92

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan :

1. Hipotesis hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak secara parsial terhadap penghindaran pajak.

2. Hipotesis hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara hasrat membayar pajak, kedisiplinan wajib pajak secara parsial terhadap penghindaran pajak.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka saran yang dapat penulis berikan, berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1) Bagi Kantor Pelayanan Pajak

Lebih diperhatikan dan lebih digalakkan kebijakan atau peraturan terkait dengan pengawasan terhadap aparatur pajak sendiri untuk menghindari penyelewengan tanggung jawab yang merugikan wajib pajak dan Negara.


(3)

93

2) Bagi Wajib Pajak

Diharapkan lebih sadar, jujur dan disiplin dalam melakukan pembayaran pajak.

3) Bagi Peneliti

Diharapkan dapat lebih meningkatkan pengetahuan dalam bidang perpajakan. penelitian lebih lanjut pada bidang perpajakan.

4) Bagi Akademis

Diharapkan dapat memberikan fasilitas – fasilitas yang nyaman dan bentuk-bentuk pembelajaran yang baik sehingga mahasiswa akan semakin termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar yang dimiliki mereka.

5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hendaknya dapat menambah variabel-variabel lain yang juga berpengaruh terhadap penghindaran pajak, Serta peneliti juga berharap agar memperluas objek penelitian sehingga dapat membandingkan dan menentukan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi suatu nilai akademik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku Teks :

Anonim, 2009, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi Jurusan Akuntansi, Penerbit Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.

___________, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Penerbit Balai Pustaka,Jakarta.

Bohari, 1985, Pengantar Perpajakan, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Bungin, H.M. Burhan Prof. Dr, 2006, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Kencana, Jakarta.

Dirjen Pajak, 2006, Tinjauan Perpajakan Indonesia, Jakarta.

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivatiate dengan Program SPSS, Edisi I, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Hay, Marhainis Abdul, 1982, Dasar-Dasar Hukum Pajak, Badan Penerbit Unit Penerbitan Yayasan Pembinaan Keluarga UPN “Veteran”.

Hendriksen, Eldon S dan Michael F. Van Brenda, 2000, Teori Akuntansi, Buku Satu, Terjemahan Herman Wibowo, Penerbit Interaksara, Batam

Mardiasmo, 2003, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta. Ma’arat, 1982, Pemimpin dan Kepemimpinan, Penerbit Ghalia Indonesia. Nazir, Muhamad, 2005, Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nurmantu, Safri, 2003, Pengantar Perpajakan, Edisi Kedua, Penerbit Granit Kelompok Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Resmi, Siti, 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Buku 1, Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1987, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Penerbit PT Eresco, Bandung. Soemitro, Rochmat, 1991, Asas dan Dasar Perpajakan I, Penerbit PT Eresco, Bandung. Soemitro, Rochmat, 1992, Asas dan Perpajakan I, Penerbit PT Eresco, Bandung.


(5)

Sumarsono, 2004, Metode Penelitian Akuntansi, Edisi Revisi, Surabaya.

Suparmoko, M, 1992, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, ID. 4, Penerbitr BPFE, Yogyakarta.

Tunggal, Amin Widjaja, 1995, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Peseorangan, Penerbit Rineka Cipta.

Zain dan Kustadi Arinta, 1990, Pembaharuan Perpajakan Nasional, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Zain, M, 2005, Manajemen Perpajakan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Jurnal :

Kiryanto, 1999, “Pengaruh Penerapan Struktur Pengendalian Intern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilannya”, Simposium Nasional Akuntansi II IAI-KAPd, hal. 24.

Indra kusumawati, dan Tarjo, 2006, “Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System: Suatu Studi di Bangkalan”, JAAI Volume 10 No.1, Juni , hal 101-120.

Fitri Indawati, dan Supriyati, 2007, “Analisis Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penerapan Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Karakteristik Wajib Pajak-Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Sidoarjo Timur”, Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi, Vol.6 No.1, Mei.

Artikel :

Rohaedi, 2001, Perbedaan Antara Beban Pajak Penghasilan (Income Tax Expenses) Dengan Pajak Penghasilan Terutang (Income Tax Liability), Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.1, No.2, hal.24-32.

Silalahi, Pande Raja, 2002, Mendongkrak Pajak, Jangan Asal Genjot ! Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.1, No.6, Januari, hal.16-18.

Burton, Richard, 2005, Cerita Pajak, Bisakah Menyenangkan?, Bisnis Indonesia, 04 Juli.

Siamtupang, Agus Hendra, 2002, “pajak yes! Penjara Yes!”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.2, No.3, Oktober, hal.16-18.


(6)

Turmin, Muchtar, 2006, “Dirjen Pajak Dari Masa ke Masa”, Berita Pajak, No.1574, Tahun XXXIV, November, hal.18-20.

Ketut, I Jelantik, 2005, “Hambatan Psychotax”, Berita Pajak, No. 1533, Tahun XXXVII, Februari, hal. 35-36.

___________, 2009, Sunset Policy dalam Konteks perpajakan Indonesia, DetikFinance, http://m.detik.com.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2006, Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A & B, Cetakan Kesepuluh, Agustus 2006, http/www.iaiglobal.or.id

Skripsi :

Erwin, Laurentius, 2005, Pengaruh Social Pressure, Persepsi Tentang Sanksi dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak “Studi Empiris Pada Wajib Pajak Di Hotel-Hotel di Batu Malang”, UPN “Jawa Timur”.

Hertanty, Mardiyarini Tri, 2006, Pengaruh Penerapan Selft Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak, UPN “Jawa Timur”.

Saryadi, Ayu Pradinyawati, 2005, Pengaruh Penerapan Selft Assessment System Terhadap Kecenderungan Penghindaran Pajak, UPN “Jawa Timur”.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Utara).

0 0 101

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut).

0 0 107

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut).

0 0 107

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pedagang Batu Permata di Surabaya).

0 0 88

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat).

3 16 117

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Barat)

0 0 24

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pedagang Batu Permata di Surabaya)

0 0 21

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Empiris Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Surabaya Rungkut)

0 0 23

PENGARUH PENERAPAN SELF ASSESSMENT SYSTEM TERHADAP KECENDERUNGAN PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Sidoarjo Utara)

0 0 20

ANALISIS PEMAHAMAN SELF ASSESSMENT SYSTEM PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

0 2 94