Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai
peraturan sesuai perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak,
menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.
2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo 2003:2 pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus
memenuhi syarat sebagai berikut : 1.
Pemugutan pajak harus adil Syarat Keadilan Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang
adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran
dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2.
Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang Syarat Yuridis Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian Syarat Ekonomi
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat. 4.
Pemungutan pajak harus efisien Syarat Finansiil Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.2.5. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya IAI,2006:7
Pajak Penghasilan PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
suatu tahun pajak Resmi,2009:80
2.2.5.1. Subyek Pajak Penghasilan
Dalam terminologi pajak, seseorang atau badan usaha yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenal sebagai subjek pajak
Dirjen Pajak,2006:18 Resmi 2009:81 Berdasar Pasal 2 ayat 1 UU No.36 tahun 2008
mengelompokkan subyek pajak sebagai berikut : 1.
Subjek Pajak Orang Pribadi. Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia maupun di luar Indonesia 2.
Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. 3.
Subjek Pajak Badan Badan adalah sekumpulan orang danatau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas PT, perseroan komanditer CV,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara BUMN, atau Badan Usaha Milik Daerah BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya termasuk reksa dana.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap BUT
Bentuk Usaha Tetap BUT adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 seratus delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Seperti kantor cabang,
kantor perwakilan, pabrik, gedung kantor dan orang atau badan usaha yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
2.2.5.2. Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak merupakan segala sesuatu barang, jasa, kegiatan, atau keadaan yang dikenakan pajak. Objek Pajak penghasilan adalah
penghasilan. Penghasilan yang dimaksud dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun Resmi,2009:86
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan menurut Resmi 2009:86 dapat dikelompokkan
menjadi : 1.
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris,
aktuaris, akuntan, pengacara. 2.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan 3.
Penghasilan dari modal atau penggunaan harta seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
digunakan untuk usaha. 4.
Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sebelumnya, seperti
keuntungan karena pembebasan utang, hadiah undian, keuntungan karena selisih kurs.
2.2.5.3. Penetapan Tarif Umum Pajak Penghasilan
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia
dikelompokkan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai pasal 17 UU No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir
adalah dalam UU No.36 Tahun 2008 dan tarif lainnya. Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17
UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, dan Wajib Pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap.
1. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu :
Tabel 2 : Tarif Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Tarif Pajak Sampai dengan Rp.50.000.000
5
Di atas Rp.50.000.000 sd Rp.250.000.000 15
Di atas Rp.250.000.000 sd Rp.500.000.000 25
Di atas Rp.500.000.000 30
2. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha
Tetap adalah 28 dua puluh delapan persen. Tarif tersebut menjadi 25 dua puluh lima persen mulai berlaku sejak Tahun pajak 2010.
2.2.6. Pemahaman Self Assessment System
Self Assessment System sebagai sistem penetapan pajak di Indonesia telah diterapkan sejak tax reform tahun 1983, setelah
sebelumnya pernah memakai system Official Self Assessment. Pembaharuan itu dilakukan antara lain melalui penyerdehanaan jenis-
jenis pajak, penyederhanaan ketentuan cara pemenuhan kewajiban pajak, dan pemberian wewenang kepada wajib pajak. Self Assessment System itu
sendiri adalah sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Menurut Tunggal 1995:42, self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
Sedangkan menurut Resmi 2009:12, self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam
sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta pelaksanaan pemungutan pajak berada pada wajib pajak. Wajib pajak dianggap
mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku dan
mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:
Menghitung sendiri pajak yang terutang;
Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
Dengan demikian, berhasil tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri peranan dominan ada
pada Wajib Pajak. Carl S. Shoup Zain, 2005:110 menyatakan self assessment system
merupakan tipe keenam dari tipe-tipe administrasi perpajakan. Dalam tipe keenam ini wajib pajak mendapat beban yang berat, karena wajib
pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya SPT, menghitung dasar pengenaan pajaknya,
mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang.
Menurut Tunggal 1995:43 untuk mensukseskan self assessment system ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari wajib pajak, antara lain:
1. Kesadaran wajib pajak tax consciosness
2. Kejujuran wajib pajak
3. Kemauan membayar pajak dari wajib pajak tax mindedness
4. Kedisiplinan wajib pajak tax disciplin
2.2.6.1. Kesadaran Wajib Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia 2002:975, kesadaran adalah keinsyafan, keadaan mengerti, tahu dan merasa. Jadi kesadaran wajib
pajak adalah suatu sikap tahu dan mengerti yang dimiliki oleh wajib pajak untuk memahami arti dan fungsi dari pembayaran pajak.
Gunadi 2003 menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak merupakan kunci dari sistem perpajakan yang ditetapkan di Indonesia
yaitu self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri pajaknya yang terutang. Oleh karena itu, apabila semakin tinggi kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak atas kewajiban
perpajakannya maka tidak mustahil target penerimaan pajak akan tercapai.
Banyak masyarakat yang belum mengerti akan pentingnya arti pajak, hal ini disebabkan karena masih terdapat pandangan yang salah
mengenai pajak. Dengan adanya hal tersebut dapat menyebabkan keengganan atau perasaan berat untuk membayar pajak. Pembayaran
pajak yang dilakukan oleh wajib pajak hanya karena dalam keadaan terpaksa atau karena adanya kepentingan yang mendadak, bukan sama
sekali karena kesadaran akan membayar pajak Tunggal,1995:7-8.
Untuk mencapai tingkatan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, juga tergantung dari cara pemerintah memberi penerangan dan
pelayanan bagi masyarakat pembayar pajak, agar kesan dan pandangan yang keliru tentang arti dan fungsi pajak dapat dihilangkan
Tunggal,1995:8. Menurut Soemitro 1992:5 kesadaran wajib pajak akan
kewajibannya dapat dipupuk melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Dengan memiliki kesadaran akan pajak, maka
wajib pajak juga harus mempunyai keinginan membayar pajak tax minded dan sekaligus ditanamkan kedisiplinan pajak tax discipline
yang kuat dan didasari dengan kejujuran yang mantap. Sesuai dengan self assessment system, kepatuhan wajib pajak ini
meliputi kesadaran masyarakat untuk Gunadi,2004 : 1.
Mendaftarkan diri memperoleh NPWP 2.
Menyampaikan SPT dengan perhitungan yang lengkap dan benar atas segenap objek pajaknya
3. Membayar pajak berdasarkan jumlah yang sebenarnya dan tepat
waktu.
2.2.6.2. Kejujuran Wajib Pajak
Kejujuran merupakan hal yang sulit karena kejujuran bertalian erat dengan moral seseorang yang terbentuk dalam masa yang panjang.
Kejujuran adalah sifat keadaan jujur ketulusan hati, kelurusan hati Kamus Bahasa Indonesia,2002:479.
Yang diartikan dengan ‘jujur’ oleh masyarakat adalah keterbukaan dalam sikap dan tingkah laku, adanya keselarasan antara ucapan dan
perbuatan yang tidak saling bertentangan, dan dengan sendirinya jujur dalam hal keuangan dan materi Ma’arat,1982:148. Jadi kejujuran wajib
pajak adalah suatu sikap ketulusan hati yang dimiliki oleh wajib pajak untuk jujur dan terbuka dalam memenuhi kewajiban perpajakan, terutama
dalam pengisian SPT. Kejujuran wajib pajak merupakan salah satu faktor terpenting
dalam penerapan self assessment system. Dalam sistem ini wajib pajak harus akif memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari mendaftarkan
diri, mengisi SPT dengan jujur, baik dan benar sampai melunasi pajak terutang tepat pada waktunya Nurmantu,2003:148.
Menurut Tunggal 1995:62 wajib pajak menyembunyikan kekayaan atau penghasilannya dengan jalan memberikan keterangan yang
tidak benar, atau mengajukan pernyataan yang tidak benar, dan memberikan data-data yang tidak benar atau keterangan palsu dalam
dokumen. 2.2.6.3. Hasrat Membayar Pajak
Hasrat adalah keinginan kuat Kamus bahasa Indonesia,1990:300. Jadi hasrat untuk membayar pajak adalah keinginan yang kuat untuk
melakukan kewajiban perpajakan yaitu membayar pajak. Hasrat membayar pajak dapat muncul dari hati wajib pajak yang telah memiliki
kesadaran pajak. Menurut Simatupang 2002 menyatakan bahwa adanya keinginan
yang kuat dari sebagian masyarakat untuk tidak membayar, karena ketidakrelaan untuk mengalihkan sebagian kekayaan kepada Negara.
Selain itu, ada satu yang menyebabkan rakyat belum secara sukarela membayar pajak yaitu adanya image ditengah – tengah masyarakat bahwa
membayar pajak untuk orang pajak. Proses dan prosedur pembayaran pajak yang berbelit – belit
merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan hasrat membayar pajak. Untuk itu dibutuhkan modernisasi administrasi pajak. Menurut
Perris 2004 menyatakan salah satu contoh modernisasi administrasi pajak adalah penerapan sistem administrasi baru yang memungkinkan
seseorang atau badan usaha cukup melakukan pembayaran sekali dengan menggunakan Single Indentity Number SIN atau nomor identitas
tunggal. Sistem ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan kewajibannya membayar pajak.
Kemudahan ini dalam administrasi saat ini diharapkan akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk membayar pajak.
2.2.6.4. Kedisiplinan Wajib Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia 2002:268 disiplin adalah tata tertib, ketaatan atau kepatuhan pada peraturan bidang studi yang memiliki
objek sistem dan metode tertentu. Sedangkan menurut Ma’arat 1982:90 menyatakan bahwa disiplin adalah sikap peseorangan atau kelompok
yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah-perintah dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang perlu seandainya tidak
ada perintah. Menurut Tunggal 1995:44 tax discipline adalah disiplin wajib
pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban–kewajiban yang
dibebankan kepadanya oleh undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, tanpa diperingatkan
untuk melakukan hal itu. Jadi kedisiplinan pajak merupakan suatu sikap patuh, taat yang
dimiliki oleh wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam hal perpajakan, tanpa diperingatkan terlebih dahulu.
Menurut Tunggal 1995:45 dengan pemberian kepercayaan yang penuh kepada wajib pajak untuk melakukan self assessment system,
memberikan konsekuensi yang berat bagi wajib pajak, yaitu apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar, maka
kepada wajib pajak tersebut akan dijatuhkan sanksi. Jadi, untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya perlu dilakukan pengawasan oleh aparat perpajakan.
2.2.7. Penghindaran Pajak
Dalam kamus Bahasa Indonesia 2002:402 penghindaran berarti proses, cara, perbuatan menghindarkan atau menghindari, pengelakan
atau penyingkiran. Pembayaran pajak dapat dengan mudah dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan
pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dikenakan pajak.
Penghindaran pajak juga disebut sebagai tax planning, yaitu proses pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak
yang tidak dikehendaki Zain, 2005:49. Sedangkan
menurut Ernest
R. Mortenson Zain, 2005:49 Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa
sedimikian rupa untuk meminimalkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang
ditimbulkan. Jadi penghindaran pajak adalah satu tindakan yang dilakukan oleh
wajib pajak untuk menghindarkan diri dari pembayaran pajak dengan tujuan agar tidak terkena pajak atau untuk meminimalkan jumlah pajak
yang terutang.
Berbagai upaya dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari pajak. Pasal 18 ayat 1, 2, 3 UU PPh mengatur pengenaan pajak
dalam hal-hal tertentu yang memungkinkan terjadinya penghindaran pajak. Hal-hal yang diatur dalam pasal tersebut adalah penentuan
besarnya perbandingan utang dan modal, penentuan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan
usaha di luar negeri, dan penentuan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa Resmi, 2009:138.
Tax avoidance adalah salah satu cara penghindaran kewajiban dengan memanfaatkan celah-celah UU yang ada. Variabel tax avoidance
adalah rasio perbandingan manfaat penundaan pembayaran PPh dengan ketetapan PPh-nya. Analisis dari studi tax avoidance atau penundaan
pembayaran oleh wajib pajak, berdasarkan prinsip bahwa wajib pajak akan menunda pembayaran pajak, apabila keuntungan pembayaran pajak
lebih besar dari pada kerugiannya Kiryanto, 1999: 11 Masyarakat sebagai wajib pajak menganggap pajak sebagai beban
bukan sebagai kebutuhan karena mereka menganggap pajak tidak mendapatkan imbalan prestasi secara langsung layaknya dalam jual beli
barang kebutuhan hidup. Pada dasarnya tidak ada orang yang mau rela membayar pajak,
setiap orang mempunyai kecenderungan untuk menghindari pembayaran pajak Burton, 2005.
Perlawanan aktif terhadap pajak meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan
untuk menghindari pajak, diantaranya adalah Marsyahrul, 2005: 16 : -
Penghindaran diri dari pajak -
Pengelakan atau Penyelundupan Pajak, dan -
Melalaikan Pajak Bentuk penghindaran pajak terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang. 2.
Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang.
Nurmantu 2003:151 menyatakan bahwa tax avoidance dan tax evasion merupakan bentuk penghindaran pajak yang mempunyai akibat
yang sama yaitu berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara, atau bahkan tidak ada dana pajak yang masuk ke kas Negara, tetapi
keduanya mempunyai cara yang berbeda dalam hukum.
2.2.8. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dengan Penghindaran Pajak