Bentuk-bentuk perilaku agresi pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah.

(1)

ABSTRAK

BENTUK-BENTUK PERILAKU AGRESI PADA PASANGAN YANG MENIKAH AKIBAT HAMIL DI LUAR NIKAH

Agata Kuntari

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2009

Ketidaksiapan seseorang untuk menjalani kehidupan pernikahan sangat berdampak buruk bagi kehidupan pernikahan. Banyak hal buruk dapat terjadi pada pernikahan mereka, terutama perilaku agresi. Selain pengalaman mereka untuk menjalani kehidupan dirasa masih sangat kurang. Apalagi tanggung jawab mereka semakin bertambah dengan adanya pasangan dan anak-anak. Ketidaksiapan dalam menghadapi tanggung jawab yang semakin berat dapat menimbulkan perasaan agresi yang kemudian muncul sebagai perilaku agresi atau yang sering disebut sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku agresi yang muncul pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah.

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif deskriptif yang menghasilkan data deskriptif mengenai bentuk-bentuk perilaku agresi pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa semua perilaku agresi muncul dalam penelitian ini. Perilaku agresi yang terjadi adalah kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya.

Kata kunci : perilaku agresi, kekerasan psikis, penelantaran rumah tangga, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan pernikan dini.


(2)

ABSTRACT

Patterns of Aggression Behaviors to Couples whom Married by Accident Agata Kuntari

Psychology Department of Sanata Dharma University Yogyakarta 

2009

One’s unpreparedness to have a marriage life will have a bad effect to marriage. Many bad things might happen in a marriage, especially aggression behaviors. Besides they do not have enough experience in life. Moreover, they have bigger responsibility by having a spouse and children in their life. The unpreparedness in taking bigger responsibility can produce aggression feeling that later on resulted in aggression behaviors or often known as domestic violence. This study aims at finding out patterns of aggression behaviors that happened to couples whom married because pregnant before marriage.

This study employed an explorative descriptive method which showed descriptive data on the patterns of aggression behaviors to couples whom married because pregnant before marriage. The data collection method was conducted by interview and observations.

The result of this study showed that all kinds of aggression behaviors revealed in the research. The aggression behavior that happened was psychological violence, physical violence, sexual violence, and abandoned household due to many kinds of reasons as the background.

Keywords : aggression behaviors, psychological violence, abandoned household, physical violence, sexual abuse, and early marriage.


(3)

BENTUK-BENTUK PERILAKU AGRESI PADA PASANGAN

YANG MENIKAH AKIBAT HAMIL DI LUAR NIKAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Oleh : Agata Kuntari

NIM : 019114027

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

SKRIPSI

BENTT'K.BENTI]K PERILAKU AGRESI PADA PASANGAN I

YANG MENIKAHAKIBAT HAMIL DI LUARNIKAII

Pembinbing

,-\-

::N--Dra" L. Pratidannanastiti, MS. T&lggsl

7"W

{ffi


(5)

SKRIPSI

BENTIJK.BENTUK PERILAKU AGRESI PADA PASA}IGAI{

YANG MENIKAE AKIBAT IIAMIL DI LUAR NIKAE

Dipeniapkan dan dirulis oleh :

K€ba

Perguji I

Pcnguji II MM. Nimas Eki Suprawati, S. Psi., M. Si.

a^hd

yoeyakera,

..'!

?...SlYll;..

9.9

lll

V.6H;'a1*r'*',@

\

ffi3

ffi"*"""


(6)

HALAMAN MOTTO

Charity suffered long, and is kind; charity envied not; charity vaunted not itself,

is not puffed up. Doth not behave itself unseemly, seekth not her own, is not

easily provoked, thinketh no evil. Rejoiced not in iniquity, but rejoiced in the

truth. (1 Corinthians 13 : 4-6)

Di dalam kasih tidak ada ketakutan : kasih yang sempurna melenyapkan

ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia

tidak sempurna di dalam kasih. (1 Yoh 4 :18)

Mood adalah faktor utama gagal atau berhasilnya penelitian.

Life is about choices. You choose how people affect your mood. You choose to be

in a good mood or bad mood. The bottom line : it’s your choice how you life your

life. (Anonim)

Sahabat terbaikku adalah dia yang menampilkan hal terbaik dalam diriku.

(Henry Ford)

Love is not about finding the right person, but creating a right relationship. It’s

not about how much love you have in the beginning but how much love you

build till the end. (Anonim)


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada :

Orang tuaku, sahabatku tercinta yang selalu

memberikan doa, cinta dan dukungannya ……

Adik-adikku tersayang untuk segala doa, cinta dan

dukungannya ……

Mbah-mbahku dan keluarga besar di Yogyakarta

untuk doa, perhatian dan kasih sayangnya ……

Inspirasiku untuk cinta, perhatian dan kekuatan

yang selalu diberikan untukku …..

Mereka yang selalu mendoakanku dan mendukungku

di segala suasana hati …..


(8)

PERI..YATAAN XEATILIAN NARYA

Srya rn€trydrkrtr dctrgln sasmgguhn!,a bahwa slripai yang saya tulis ini tidaL mr|nud karya dau b.gisn karya oralg lain, kccuali yarg dituliC€n drlel kutipqr dnr dsftar pssrka scbagainana layaknya l<art ilrniah,

Yo$|8karra 2 Dcsemb€i 200t Penulis

fu""r-wl


(9)

ABSTRAK

BENTUK-BENTUK PERILAKU AGRESI PADA PASANGAN YANG MENIKAH AKIBAT HAMIL DI LUAR NIKAH

Agata Kuntari

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2009

Ketidaksiapan seseorang untuk menjalani kehidupan pernikahan sangat berdampak buruk bagi kehidupan pernikahan. Banyak hal buruk dapat terjadi pada pernikahan mereka, terutama perilaku agresi. Selain pengalaman mereka untuk menjalani kehidupan dirasa masih sangat kurang. Apalagi tanggung jawab mereka semakin bertambah dengan adanya pasangan dan anak-anak. Ketidaksiapan dalam menghadapi tanggung jawab yang semakin berat dapat menimbulkan perasaan agresi yang kemudian muncul sebagai perilaku agresi atau yang sering disebut sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku agresi yang muncul pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah.

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif deskriptif yang menghasilkan data deskriptif mengenai bentuk-bentuk perilaku agresi pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa semua perilaku agresi muncul dalam penelitian ini. Perilaku agresi yang terjadi adalah kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga dengan berbagai alasan yang melatarbelakanginya.

Kata kunci : perilaku agresi, kekerasan psikis, penelantaran rumah tangga, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan pernikan dini.


(10)

ABSTRACT

Patterns of Aggression Behaviors to Couples whom Married by Accident Agata Kuntari

Psychology Department of Sanata Dharma University Yogyakarta 

2009

One’s unpreparedness to have a marriage life will have a bad effect to marriage. Many bad things might happen in a marriage, especially aggression behaviors. Besides they do not have enough experience in life. Moreover, they have bigger responsibility by having a spouse and children in their life. The unpreparedness in taking bigger responsibility can produce aggression feeling that later on resulted in aggression behaviors or often known as domestic violence. This study aims at finding out patterns of aggression behaviors that happened to couples whom married because pregnant before marriage.

This study employed an explorative descriptive method which showed descriptive data on the patterns of aggression behaviors to couples whom married because pregnant before marriage. The data collection method was conducted by interview and observations.

The result of this study showed that all kinds of aggression behaviors revealed in the research. The aggression behavior that happened was psychological violence, physical violence, sexual violence, and abandoned household due to many kinds of reasons as the background.

Keywords : aggression behaviors, psychological violence, abandoned household, physical violence, sexual abuse, and early marriage.


(11)

ILMIAH UNTIJK KtrPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma ;

Nama : Agata Kuntari

Nonormahasiswa :01911402'7

Demi pengernbangan ilmu pengetahtran, saya memberikan kepada Pgrpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

BENTUK-BENTUK PERILAKU AGRESI PADA PASANGAN YANG MENIKAH AKIBAT IIAMIL DI LUAR NIKAH

Dengan demikiaq saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharrna hak untuk menfmpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di intemet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminia ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selaoa tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pem)'ataan ini saya buat dengan sebenamya.

Yogyakarta" 20 Januari 2009

Yang menyatakan,

@uoqf

' Agata Kuntari


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi. Skripsi ini berjudul Bentuk-bentuk Perilaku Agresi pada Pasangan yang Menikah Akibat Hamil Di Luar Nikah.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, MS. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabarannya untuk membimbing saya.

Kepada Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi. Bapak C. Siswa Widyatmoko, S. Psi, Ibu Sylvia CMYM, S.Psi., M. Si. yang telah menjadi dosen pembimbing akademik selama berada di Fakultas Psikologi. Terima kasih pula untuk seluruh dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah membimbing dan membantu saya selama menyelesaikan kuliah di Universitas Sanata Dharma.

Buat Ibu Nanik, Mas Gandung dan Pak Gie untuk segala bantuannya terutama dalam administrasi perkuliahan selama berada di Fakultas Psikologi. Buat Mas Muji dan Mas Doni terima kasih untuk segala bantuannya selama praktikum.

Terima kasih juga untuk semua informan yang dengan senang hati membantu menyelesaikan tugas akhirku ini walau ada beberapa masalah yang tidak terduga. Semoga kalian semakin kuat dan terus berjuang untuk hidup yang lebih baik. Maaf jika aku mengusik kehidupan pribadi kalian. Terima kasih untuk temanku, Dewan yang sejak aku mulai kuliah yang selalu mengantar ke mana pun aku pergi dan memberi dukungan agar penelitian ini cepat selesai. Aku yakin Tuhan selalu menyertaimu untuk melakukan hal-hal baik. Terima kasih juga untuk keluarga besar kalian semua yang selalu mendukung kuliahku dan atas banyak sekali pengalaman hidup yang ku peroleh dari kalian semua. Maaf jika semua berakhir tidak sesuai dengan yang diinginkan.


(13)

Untuk teman-teman Psikologi USD angkatan 2001, juga bagi teman-teman anggota kelompok AKSI 2001, serta seluruh teman-teman yang tidak dapat kusebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini. Juga buat teman-teman KKN angkatan 28 kelompok Grogol 8: Tommy, Pendi, Kecil, Enggar, Agnes, Teki dan spesial untuk Rika yang sudah mau mendengar masalah-masalah terberatku saat KKN. Thanks atas evaluasinya, teman-teman, banyak hal yang dapat dipelajari dari kelompok kita! ☺

Buat teman-teman kost 99999 angkatan tua: Emi, Elli, Deasy, Maria, Diana, Friska Grace, M’ Marta, M’ Yeyen, M’ Wiwin, M’ Ade, Okta, Hani, Juli, Nana, Welly, Lia, Cicil, Debora. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini serta atas dukungan doa dan semangat untuk menempuh ujian.Untuk Dani dan Feni, terima kasih atas bantuan tugas-tugas KB 2nya. Buat Bapak dan Ibu Sakidjan, terima kasih atas segala kebaikan dan perhatian yang diberikan dengan selalu menanyakan kuliahku dan atas pengalaman hidupnya. Terima kasih juga untuk M’ Dewi yang telah membantu mengoreksi abstrakku. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian ! God bless you all ☺

Buat keluarga besarku di Jogja, terima kasih atas perhatian dan dukungannya. Terima kasih untuk Bulek Esmi dan M’ Irene yang sudah mau mengantar mencari bimbingan belajar di Jogja dan membantu pendaftaranku di Sadhar. Om Hermoyo yang sering kali kuganggu dengan masalah-masalah kecil dan membuat malu. Mas Budi yang mau mengajak aku jalan-jalan di Jogja. Terima kasih banyak untuk kalian semua..pengalaman yang tidak begitu mengenakkan di Komp. POLRI Balapan H4. God bless you all ☺

Buat teman-teman angkatan 2001 yang ‘tertinggal’; Tumbur, Anas, Silva, Kris, Maria, kapan kita reunian lagi? Hi..hi…☺ Lasro, Clara semangat terus ya!! Tinggal sedikit lagi, jangan menyerah dan malas! Untuk Etta dan Reni (Wu2) ’03, teman satu SD-ku tetap semangat ya!! Teman-teman sekelasku yang terlalu baik untukku; Elis, Sisca, Wilis, Nining dan Vembri. Buat masku di Psikologi ‘00.. terima kasih atas semuanya. Semuanya sulit dilupakan dan kadang buat ku sedih, tapi tetap harus ikhlas dan sabar kan?! Semoga selalu bahagia dengan hidup.


(14)

Tetap lihat sekitar, banyak orang yang membutuhkan dan perlu uluran tangan kita. God bless you all ☺

Buat keluargaku tercinta..maaf karena lama menunggu tapi aku tetap berusaha kog! Buat bapak ibuku, terima kasih atas doa yang tak pernah putus. Untuk adik-adikku, Tia dan Andre, terima kasih sudah mau nganterin ke kampus. Kalian juga cepat selesai ya, kuliahnya. God bless you all ☺

Untuk abangku tersayang, inspirasiku..semoga bisa tetap kuat untuk mewujudkan cita-cita kita. Semoga kita bisa selalu menjadi tim yang solid, ‘selalu setia pada yang baik’. Terima kasih sudah menemaniku di saat-saat terberatku, juga saat menikmati jam 10 malam sampai jam 6 pagi..aku teler… Terima kasih juga pada Tuhan karena telah mempertemukan kami walau awalnya agak tidak mengenakkan tapi akan jadi cerita indah nantinya. Terima kasih, Tuhan atas jawaban doa-doaku dan selalu sertai kami.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasannya. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan guna membangun dan memperbaiki skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Penulis

Agata Kuntari


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

ABSTRAK …..……….. vii

ABSTRACT ………. viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …… ix

KATA PENGANTAR ……….. x

DAFTAR ISI ...………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..……… 1

B. Rumusan Masalah …...……… 4

C. Tujuan Penelitian …….……… 4

D. Manfaat Penelitian ……….. 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Agresi ………..……….……… 6

a. Pengertian Agresi ……… 6

b. Macam-macam Perilaku Agresi ……….. 8


(16)

c. Penyebab Perilaku Agresi ……… 11

d. Penyebab Perilaku Agresi ……… 15

e. Mengurangi Perilaku Agresi ……… 18

B. Pernikahan Akibat Hamil Di Luar Nikah ……….. 24

C. Perilaku Agresi pada Pasangan yang Menikah Akibat Hamil Di Luar Nikah ………. 26

BAB III METODE A. Jenis Penelitian ……… 29

B. Variabel Penelitian …….………. 29

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………. 29

D. Subjek Penelitian ………. 30

E. Metode Pengumpulan Data ………. 31

F. Metode Analisis Data ……….. 35

G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data ………. 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ………. 39

1. Subjek 1 ………. 39

2. Subjek 2 ………. 43

B. Tahap Pengumpulan Data ..……… 47

1. Tahap Observasi Pra Penelitian ………. 47

2. Tahap Pengurusan Perijinan ……….. 47

3. Tahap Pengumpulan Data ………. 48

C. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pembahasan ..……… 48


(17)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 55

B. Saran ………. 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berita mengenai perilaku agresi banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari bahkan seringkali ditayangkan di televisi. Sebagian besar perilaku agresi itu dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan korban, misalnya suami atau istri, kakak, adik atau bahkan anak-anak. Perilaku agresi dalam keluarga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya; masalah kejiwaan, tekanan keuangan, kurangnya pengetahuan, ketidakmampuan dalam mengontrol emosi, ketidakdewasaan, dan yang lainnya (“Kekerasan dalam Rumah Tangga, 2006).

Perasaan marah terjadi karena adanya serangan dan frustrasi. Kemarahan merupakan salah satu faktor penentu perilaku agresi, tetapi tidak semua orang akan menunjukkan perilaku agresinya. Seringkali dijumpai bahwa orang marah tetapi perilakunya tetap tenang, tidak tampak agresif. Sikap tenang ini biasanya disebabkan karena kematangan emosi. Remaja cenderung memiliki emosi yang belum stabil, karena biasanya kematangan emosi terjadi pada usia 24 tahun. Pada saat itu seseorang mulai memasuki usia dewasa (www.bkkbn.go.id, 11 Januari 2006). Perilaku agresi dalam suatu pernikahan adalah hal yang sangat sering didengar akhir-akhir ini.

Pernikahan merupakan suatu lembaga yang mengizinkan adanya persekutuan pria dan wanita, hubungan seks dan mendapatkan keturunan.


(19)

Pernikahan tidak dapat dipaksakan atau dengan kata lain, pernikahan membutuhkan persetujuan pasangan suami istri. Ada banyak pengetahuan tentang pernikahan yang harus diketahui, sebelum seseorang melakukan pernikahan. Para calon pasangan yang hendak menikah lebih baik mempersiapkan diri terlebih dahulu. Kesiapan mental, spiritual dan material akan menunjang keharmonisan dan kebahagiaan keluarga yang hendak dibangun, mengembangkan sikap saling pengertian dan bijaksana. Begitu juga dengan pasangan yang mengalami perkawinan karena hamil di luar nikah. Hal paling dibutuhkan pada ikatan pernikahan adalah kemampuan untuk bertanggung jawab atas keputusan pernikahan dan kestabilan emosi. Pasangan yang akan menikah juga harus mengetahui tentang hak dan kewajiban yang akan dijalani dalam pernikahan mereka. Pasangan yang melakukan pernikahan akibat hamil di luar nikah didasarkan oleh rasa terpaksa karena tanggung jawab.

Pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah belum siap menerima perubahan saat mengalami pernikahan, mereka sibuk menata dunia yang baginya sangat baru. Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Kematangan emosi sangat berpengaruh dalam memahami dan mempersatukan dua kepribadian yang berbeda. Jika tidak ada kematangan emosional, ada kemungkinan akan terjadi tindakan-tindakan kekerasan atau perilaku agresi baik verbal maupun fisik.

Ketidakstabilan emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Banyak keputusan yang diambil berdasarkan emosi atau mungkin


(20)

mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Permasalahan akan muncul jika mereka sudah mempunyai anak. Apabila mereka belum mempunyai anak, mereka masih bisa ‘enjoy’, apalagi kalau mereka berasal dari keluarga cukup mampu, mereka masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan. Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda, mereka bisa saling berubah untuk menyesuaikan diri dan hal ini terjadi kalau mereka sama-sama dewasa. Hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja. Menurut M. Natsir, umumnya perpecahan atau permasalahan pada sebuah mahligai rumah tangga itu dipicu akibat belum memahami bagaimana pahit getirnya arti dari kehidupan. Hal ini disebabkan karena pasangan lebih mementingkan nafsu. Alasan lain adalah, permasalahan ekonomi yang juga sangat mempengaruhi keutuhan rumah tangga itu, serta masalah yang datang dari keluarga, seperti si istri mencurigai sang suami mempunyai wanita simpanan begitu juga sebaliknya (www.waspada.co.id, 22 Desember 2005). Pasangan akan mengalami berbagai masalah yang seharusnya belum dapat mereka hadapi, misalnya mencari penghasilan sendiri karena pasangan ini belum menyelesaikan sekolah. Berbagai permasalahan yang dihadapi akan mempermudah peningkatan emosi pada pasangan tersebut, apalagi mereka berada pada masa remaja yang keadaan emosinya belum stabil. Pasangan tersebut mempunyai kemungkinan melakukan perilaku-perilaku agresi dalam menghadapi banyak permasalahan. Misalnya saja dengan perilaku agresi verbal, seperti mengejek,


(21)

pasangannya akan cepat merasa tersinggung dan menjadi cepat emosi dan tidak jarang melakukan agresi fisik. Perilaku agresi fisik sering terjadi seperti memukul atau bahkan menendang, melempar barang, atau bahkan mencekik.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dialami oleh pasangan yang mengalami pernikahan akibat kehamilan di luar nikah dan dari permasalahan tersebut dapat menyebabkan perilaku agresi yang diperlihatkan pada pasangan yang mengalami pernikahan dini, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Bentuk-bentuk Perilaku Agresi pada Pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah”.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : bentuk-bentuk perilaku agresi apa saja yang muncul pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku agresi yang muncul pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah.


(22)

C. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoretis, antara lain:

a.Mendeskripsikan bentuk-bentuk perilaku agresi yang muncul pada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah.

b. Menambah pengetahuan tentang konseling pernikahan dan psikologi perkembangan.

2. Manfaat praktis, antara lain :

Penelitian ini dapat dijadikan pembelajaran kepada pasangan yang menikah akibat hamil di luar nikah agar bisa meminimalkan pertengkaran yang dapat mengakibatkan perilaku agresi.


(23)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Agresi

1. Pengertian Agresi

Setiap orang dapat memahami pangertian perilaku agresi, namun terdapat beberapa perbedaan pandangan dalam mengartikan agresi (Sears et al., 1994), antara lain :

a. Ada perbedaan pengertian antara perilaku agresi dengan perasaan agresi. Perilaku agresi adalah tindakan yang bersumber dari perasaan agresi dan dimunculkan secara terbuka, sedangkan perasaan agresi adalah keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung (Averill, 1983 dalam Sears et al., 1994). Kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresi akan diketahui dari adanya perasaan agresi dalam diri orang tersebut dan dari kecenderungannya untuk menampakkan perasaan tersebut, misalnya seseorang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa seseorang tersebut tidak menunjukkan perasaannya melalui perilaku agresi.

Perasaan agresi perilaku agresi

b. Pengertian agresi mencakup definisi agresi antisosial dan agresi prososial. Permasalahan pada definisi kedua ini adalah apakah tindakan agresi tersebut melanggar atau mendukung norma sosial yang sudah disepakati


(24)

atau tidak. Tindakan kriminal tidak beralasan yang melukai orang lain, seperti penyerangan dengan kekerasan, pembunuhan, dan pemukulan oleh sekelompok orang, jelas melanggar norma sosial sehingga disebut antisosial. Tetapi, ada banyak tindakan agresi yang sebenarnya diatur oleh norma sosial, yang disebut prososial. Perilaku ini mempunyai maksud untuk melukai tetapi tidak melanggar norma sosial. Misalnya : dokter yang melakukan operasi agar penyakit yang diderita pasiennya bisa sembuh. Dokter tersebut harus melukai bagian tubuh pasiennya untuk menyembuhkan dari penyakit.

c. Agresi merupakan perilaku melukai atau mempertimbangkan apakah orang tersebut mempunyai ‘maksud’ melukai. Orang sering mengabaikan maksud seseorang yang melakukan tindakan tersebut, padahal faktor ini sangat penting. Jika kita mengabaikan tujuan, mungkin beberapa tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain tidak dikatakan agresif karena tampaknya tidak berbahaya. Misalnya : suami yang menampar pipi istrinya untuk menyadarkan istrinya dari pingsan.

Fokus utama penelitian ini berada pada perilaku agresi. Pengertian perilaku agresi adalah perilaku yang bermaksud untuk melukai baik secara fisik maupun psikologis dan sangat bertentangan dengan norma sosial di masyarakat (antisosial). Perilaku agresi ini akan tampak atau dapat diamati secara langsung. Jadi, peneliti berusaha untuk mengungkapkan perilaku yang bermaksud melukai, bertentangan dengan norma sosial di masyarakat


(25)

(antisosial) dan yang dapat diamati secara langsung sebagai perilaku agresi tersebut.

1. Sumber Rasa Marah

Perasaan agresif adalah keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Dorongan agresif harus dipelajari secara luas dengan menanyakan kepada individu tentang perasaannya atau dengan memperkirakan keadaan internalnya berdasarkan fisiologis atau pengukuran perilaku. Beberapa faktor yang dapat membangkitkan amarah (Sears, 1994), antara lain:

a. Serangan

Salah satu sumber amarah yang paling umum adalah serangan atau gangguan yang dilakukan oleh orang lain. Pada umumnya, orang akan marah dan agresif terhadap sumber serangan. Demikian juga, berbagai rangsangan yang tidak disukai dapat menimbulkan agresi. Misalnya, seseorang yang dihadapkan pada bau badan yang kurang sedap, asap rokok yang memedihkan, dan pemandangan yang memuakkan, akan memperlihatkan peningkatan perasaan agresif.

Motif yang tampak atau maksud di balik tindakan orang lain, terutama bila secara potensial bersifat provokatif, seringkali jauh lebih penting dalam mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan tindakan agresi terhadap tersebut dibandingkan sifat tindakan itu sendiri. Menurut Straus, salah satu akibat dari kecenderungan membalas adalah kekerasan dalam rumah tangga yang terus


(26)

berkembang. Banyak kasus kekerasan dalam keluarga yang tidak hanya melibatkan suatu agresor dan satu korban, tetapi suatu pola kekerasan timbal balik antara suami istri atau antara orang tua dan anak.

b. Frustrasi

Frustrasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan. Bila seseorang menginginkan sesuatu dan dihalangi, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami frustrasi. Salah satu prinsip dalam psikologi adalah bahwa frustrasi cenderung membangkitkan perasaan agresif.

Pengaruh frustrasi juga dapat dilihat dari sudut pandang yang lebih luas dalam masyarakat. Depresi ekonomi menyebabkan frustrasi, yang mempengaruhi hampir semua orang. Orang tidak memperoleh pekerjaan atau tidak dapat membeli sesuatu yang diinginkan, dan jauh lebih dibatasi dalam semua segi kehidupan. Akibatnya, berbagai bentuk agresi menjadi lebih umum. Menurut Straus, konflik dan kekerasan dalam keluarga lebih banyak terjadi pada keluarga buruh dibandingkan pada keluarga kelas menengah. Juga lebih banyak terjadi kekerasan pada keluarga dengan kepala keluarga seorang penganggur, atau terutama pada keluarga dengan jumlah anak yang banyak.

c. Peran Atribusi

Suatu kejadian akan menimbulkan amarah dan perilaku agresif bila sang korban mengamati serangan atau frustrasi itu dimaksudkan


(27)

sebagai tindakan yang menimbulkan bahaya. Atau dengan kata lain, amarah akan muncul bila serangan atau frustrasi yang dialami dianggap sebagai akibat pengendalian internal dan pribadi orang lain. Berdasarkan survai yang dilakukan Averill tentang saat-saat di mana orang menjadi marah, diperoleh hasil bahwa frustrasi yang berubah-ubah dan tidak pada tempatnya menimbulkan rasa marah yang lebih besar dan perilaku yang lebih agresif dibandingkan frustrasi yang tidak berubah-ubah.

Teori atribusi juga menyatakan bahwa jenis atau munculnya dorongan emosional yang lain kadang-kadang dapat disalahartikan sebagai kemarahan. Bangkitnya dorongan yang timbul dari beberapa sumber bisa meningkatkan perilaku agresif, selama hal itu dikatakan sebagai rasa marah. Misalnya, latihan yang penuh semangat bisa meningkatkan agresivitas bila muncul dalam situasi yang tampaknya mengundang amarah.

Ada banyak hal yang mengganggu di setiap saat, tetapi hanya beberapa di antaranya yang benar-benar “bermaksud mengganggu”. Namun, bukan berarti bahwa seseorang tidak pernah marah kecuali bila ada maksud mengganggu. Benda mati dapat menimbulkan amarah, misalnya; ban kempes, banjir, kran bocor, telur hangus, dan batu yang membuat tersandung, biasanya tidak dianggap sebagai hasil tindakan seseorang yang mencoba menyakiti. Jadi, ada banyak


(28)

frustrasi dan gangguan yang tidak akan membuat seseorang marah bila tidak dimaksudkan untuk melukai.

2. Macam-macam Perilaku Agresi

Ada banyak perilaku agresi yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, menurut Averill ada tiga macam perilaku agresi (1983 dalam Sears et al., 1994), yaitu :

a. Agresi langsung

Agresi langsung merupakan suatu cara pengekspresian perasaan agresi, yaitu emosi marah secara langsung, dalam wujud perilaku agresi pada objek yang menyebabkan frustrasi. Agresi langsung dapat berupa : i. Agresi verbal atau simbolik

Perilaku agresi verbal tampak pada perilaku seperti; berteriak, menjerit, memaki, menyumpah, mencela secara langsung yang dilakukan oleh seseorang karena frustrasi. Seringkali agresi verbal dapat menciptakan perilaku agresi fisik, seperti memukul, menendang dan menembak. Sedangkan perilaku agresi secara simbolik tampak pada gambar-gambar atau karikatur yang ditujukan secara langsung kepada pihak yang membuat frustrasi.

ii. Penolakan atau pengabaian kebaikan

Perilaku agresi langsung yang dapat dilihat adalah penolakan dan pengabaian kebaikan dengan maksud melukai hati dari pihak lawan secara langsung karena rasa frustrasi yang diderita oleh orang


(29)

tersebut. Misalnya : istri tidak mau menerima bantuan suaminya saat ia terjatuh karena suaminya telah membuatnya tersinggung sebelumnya. iii. Agresi fisik atau hukuman

Agresi fisik ini tampak dalam perilaku, seperti memukul, menendang, menusuk dan menembak orang yang telah membangkitkan perasaan agresinya. Agresi inilah yang dapat menyebabkan seseorang ditahan oleh polisi karena perilaku agresi fisiknya.

b. Agresi tidak langsung

Bentuk agresi ini merupakan bentuk penekanan ekspresi perasaan agresi seseorang dan tidak mengungkapkannya secara langsung kepada pihak yang menyebabkan frustrasi dan memanfaatkan pihak atau media lain untuk menyalurkan perasaan agresinya. Beberapa bentuk agresi tidak langsung adalah :

i. Memberitahukan kepada pihak ketiga untuk membalas penghasut (orang yang membuat frustrasi). Misalnya : memberitahukan kepada orang tua bahwa suaminya menyakitinya dan agar suaminya ditegur oleh orang tuanya.

ii. Merusak sesuatu yang memiliki nilai penting bagi si penghasut. Misalnya : merusak kendaraan pribadi suami sebagai balasan karena sudah menyinggung perasaannya.


(30)

c. Agresi yang Dialihkan (Displaced Aggression)

Agresi ini merupakan agresi terhadap seseorang atau suatu benda yang bukan menimbulkan frustrasi. Tujuannya adalah menyalurkan perasaan agresi yang telah ditimbulkan oleh pihak yang membuat frustrasi. Beberapa bentuk agresi ini adalah :

i. Agresi terhadap seseorang

Perilaku agresi ini merupakan pengalihan rasa frustrasi yang ditimbulkan oleh pihak lawan kepada orang lain yang sama sekali tidak terlibat dalam pembentukan rasa frustrasi. Misalnya : seorang suami yang ditegur atasannya dan ia merasa tidak terima karena hal tersebut. Suami tersebut malah memarahi istrinya karena takut pada atasannya untuk menyalurkan rasa frustrasinya.

ii. Agresi terhadap objek bukan manusia

Perilaku ini merupakan bentuk pengalihan perilaku agresi terhadap objek bukan manusia (benda atau hewan) sebagai bentuk penyaluran rasa frustrasi yang ditimbulkan oleh pihak lawan. Misalnya : seorang suami membanting pintu sebagai tanda protes karena istri tidak melayaninya.

Perilaku agresi yang yang akan diteliti pada penelitian ini sering kali didapati dalam rumah tangga dan sering kali dibahas dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga


(31)

(PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, yang diharapkan dapat menjadi perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga (www.waspada.co.id, 22 Desember 2005) meliputi :

a. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

c. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

d. Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Misalnya : suami yang pergi dari rumah dan tidak memberikan nafkah kepada istrinya.


(32)

Penelantaran Rumah Tangga (Krt) Perilaku Agresi

Kekerasan Seksual (Ks) Kekerasan Psikis (Kp) Kekerasan Fisik (Kf)

4. Penyebab Perilaku Agresi

Seseorang tidak selalu berperilaku agresif bila marah, meskipun biasanya mereka merasa terdorong untuk melakukannya. Mungkin juga orang bertindak agresif tanpa marah. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang mengendalikan perilaku agresif sama pentingnya dengan faktor-faktor yang membangkitkan amarah.

Mekanisme utama yang menentukan perilaku agresif manusia adalah proses belajar masa lampau. Seperti yang dikatakan Hurlock (1997), yaitu bahwa masa bayi adalah masa dominasi emosi yang meliputi emosi kemarahan, ketakutan, rasa ingin tahu, kegembiraan, dan afeksi. Pada masa dewasa, seseorang mempelajari kebiasaan melakukan perilaku agresif dalam beberapa situasi dan menekan amarah dalam situasi yang lain, bertindak agresif terhadap beberapa orang tertentu dan tidak pada orang lain, serta dalam memberikan reaksi terhadap beberapa jenis


(33)

frustrasi dan tidak terhadap yang lain. Beberapa mekanisme dalam mempelajari perilaku agresi (Sears, 1994) antara lain :

1. Penguatan (Reinforcement)

Tindakan agresif biasanya merupakan reaksi yang dipelajari. Salah satu mekanisme utama untuk memunculkan proses belajar adalah penguatan atau peneguhan. Penguatan merupakan penunjang agresi yang utama, bila suatu perilaku tertentu diberi ganjaran, kemungkinan besar individu akan mengulangi perilaku tersebut di masa mendatang; bila perilaku itu diberi hukuman, kecil kemungkinan bahwa individu akan mengulanginya. Seperti seorang anak belajar untuk tidak mengotori permadani, dia belajar untuk tidak mengekspresikan agresi. Dia dihukum jika memukul saudaranya, melempari temannya dengan batu atau menggigit ibunya, dia belajar untuk tidak melakukan hal tersebut. Dia juga diberi ganjaran jika menahan diri meskipun mengalami frustrasi, dan hal ini pun dia pelajari.

2. Imitasi

Semua orang dan anak khususnya mempunyai kecenderungan yang kuat untuk meniru orang lain. Imitasi ini terjadi pada setiap jenis perilaku, termasuk agresi. Anak yang mengamati orang lain melakukan tindakan agresif atau mengendalikan agresinya akan meniru orang tersebut. Anak belajar untuk melakukan agresi secara verbal, seperti


(34)

berteriak, mengutuk dan mencela, dan tidak melakukan kekerasan, tidak memukul orang lain, melempar batu atau meledakkan gedung.

Anak juga belajar kapan masing-masing perilaku tersebut boleh dilakukan. Orang tidak boleh melakukan agresi meskipun secara verbal pada saat-saat tertentu, tetapi pada saat lain, agresi apa pun tidak saja diizinkan tetapi perlu dilakukan. Jadi, perilaku agresif anak dibentuk dan ditentukan oleh pengamatannya terhadap perilaku orang lain. Selain itu, proses belajar melalui orang lain (vicarious learning) ini akan meningkat bila perilaku orang dewasa tersebut diberi penguatan, dan bila situasinya mendukung identifikasi terhadap model orang dewasa itu.

Anak tidak melakukan imitasi secara sembarang, mereka sering meniru orang tertentu daripada meniru orang lain. Kemungkinan seorang anak akan meniru seseorang apabila seseorang tersebut semakin penting, berkuasa, berhasil, dan mirip atau orang yang paling sering ditemui. Orang tualah yang memenuhi kriteria-kriteria ini, dan merupakan model utama bagi seorang anak pada masa awal kehidupannya.

Salah satu bentuk agresi imitatif yang penting dalam kejahatan dan perilaku kerumunan adalah kekerasan yang menjalar (contagious violence). Sosiolog Perancis, Tarde (1903 dalam Sears, 1994) mengemukakan pendapat tentang kekerasan yang menjalar ketika dia melihat bahwa berita kejahatan besar dalam suatu masyarakat akan


(35)

menimbulkan kejahatan imitatif. Misalnya pada saat berita yang mengerikan tentang pembunuhan yang dilakukan Jack the Ripper mengilhami serangkaian kasus pemerkosaan di Inggris.

3. Norma Sosial

Pendekatan pembelajaran yang ketiga adalah mempelajari norma umum masyarakat yang mengatur kapan dan bagaimana seseorang boleh melakukan agresi. Orang belajar untuk melakukan agresi atau tidak melakukan agresi sebagai suatu reaksi kebiasaan terhadap isyarat-isyarat tertentu. Isyarat yang dikaitkan dengan pengungkapan agresi dan penekanan agresi, diatur dengan baik oleh norma sosial.

Orang yang tidak pernah mengendalikan agresinya tidak akan dibiarkan tetap bebas; sedangkan orang yang tidak pernah melakukan agresi mungkin lebih buruk dibandingkan orang yang melakukan agresi pada saat yang tepat. Masalah yang penting dalam sosialisasi bukan bagaimana mengajarkan anak untuk tidak melakukan agresi, tetapi bagaimana mengajar mereka untuk mengetahui kapan agresi dianggap tepat dan kapan agresi dianggap tidak tepat. Orang yang tidak dapat membedakan hal itu akan dianggap gila dan tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya.

4. Deindividual

Pakar sosiologi, LeBon (1896 dalam Sears, 1994) mengamati bahwa orang yang berada dalam kerumunan sering merasa bebas


(36)

untuk memuaskan nalurinya yang “liar dan destruktif”. Dia berpendapat bahwa alasannya terletak pada dua karakteristik orang yang berada dalam kerumunan besar, yaitu tidak terkalahkan dan anonimitas. Individu yang menjadi bagian kerumunan memperoleh perasaan tak terkalahkan yang memungkinkan dia memunculkan nalurinya. Suatu kerumunan menjadi anonim dan akibatnya menjadi tidak bertanggung jawab; rasa tanggung jawab yang selalu mengendalikan individu hilang sama sekali. Kekerasan yang paling ekstrim dilakukan oleh orang-orang yang menggunakan perangkat deindividuasi seperti topeng, pewarna tubuh dan muka, serta pakaian khusus.

2. Mengurangi Perilaku Agresi

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi (mengurangi) perilaku agresif (Sears, 1994) antara lain :

1. Hukuman dan Pembalasan

Rasa takut terhadap hukuman atau pembalasan bisa menekan perilaku agresif. Tipe orang rasional akan memperhitungkan akibat agresi di masa mendatang, dan berusaha untuk tidak melakukan perilaku agresif bila ada kemungkinan mendapat hukuman. Efek dari hukuman atau pembalasan yang diantisipasi tidak sederhana. Kadang-kadang hal itu menekan agresi, bila secara rasional orang ingin menghindari rasa sakit di masa mendatang. Tetapi kadang-kadang


(37)

ancaman itu dimaknakan sebagai serangan, dan menimbulkan agresi yang lebih besar.

Masalah pertama yang akan dihadapi adalah anak yang sering dihukum karena melakukan perilaku agresif akan menjadi lebih agresif dibandingkan anak lain. Mungkin karena mereka meniru model orang tua yang agresif. Mungkin karena hukuman yang terlalu sering, seperti serangan, membangkitkan rasa marah yang besar. Bagaimanapun juga, hukuman terhadap agresivitas anak tidak akan menimbulkan usaha untuk menghambat perilaku agresif mereka. Masalah yang kedua adalah bahwa rasa takut terhadap hukuman atau pembalasan bisa menimbulkan agresi balik. Orang yang diserang mempunyai kecenderungan untuk membalas penyerangnya, meskipun pembalasan itu bisa menimbulkan serangan yang lebih besar.

2. Mengurangi Frustrasi

Tehnik yang lebih baik adalah dengan engurangi kemungkinan terjadinya serangan dan frustrasi. Kebanyakan masyarakat membuat beberapa ketentuan melindungi kepentingan bersama, sehingga orang awam tidak terus menerus menjadi korban serangan penjahat atau pelaku kekerasan lainnya. Ini membantu kemungkinan meluasnya kekerasan dalam cara : masyarakat dilindungi, dan mereka tidak terdorong untuk melakukan pembalasan sendiri.

Akan ada selalu konflik di antara orang tua dan anak, di antara rekan sekerja atau teman sekolah; tidak ada seorang pun yang bisa


(38)

memperoleh dengan tepat apa dan seberapa banyak yang ingin dimakan ketika dia menginginkannya; ada orang yang tidak pernah mampu mencapai apa yang dia inginkan; ada orang yang selalu merasa tidak puas terhadap apa yang dilakukan oleh temannya, dan sebagainya. Oleh karena itu, meskipun masyarakat yang memandang ke depan dengan bijaksana berusaha meminimalkan frustrasi skala besar, mereka tidak akan pernah dapat menghilangkan frustrasi secara menyeluruh. Karena itu, dibutuhkan teknik lain untuk meminimalkan kekerasan.

3. Hambatan yang Dipelajari

Teknik lain untuk mengurangi agresi adalah dengan belajar mengendalikan perilaku agresif, tidak peduli apakah diancam akan dihukum atau tidak. Hambatan agresi yang dipelajari secara umum dapat disebut kecemasan agresi (rasa salah agresi). Orang akan cemas bila mendekati tanggapan berupa agresif. Kita juga mempelajari kecemasan tentang pengungkapan agresi dalam situasi tertentu yang sangat spesifik. Selama hidup, kita belajar dan mempelajari kembali “ikatan”, norma-norma lingkungan sosial kita.

Hambatan yang dipelajari ini dipicu oleh isyarat yang memberitahu kita tentang jenis situasi di mana kita berada, situasi yang mengundang penekanan, agresi. Pada umumnya, tanda-tanda penderitaan subjek menghambat agresi selanjutnya, kecuali dalam kasus rasa marah ekstrem, ketika tanda-tanda itu dianggap sebagai


(39)

isyarat keberhasilan usaha melukai. Karena alasan itu, gejala dehumanisasi dianggap dapat meningkatkan agresi terhadap korban yang jauh dari atau anonim bagi penyerangnya. Sebaliknya, pemanusian korban, sehingga penyerang mempunyai empati terhadap penderitaannya, bias mereduksi agresi.

4. Pengalihan (Displacement)

Seringkali orang dibuat frustrasi atau jengkel oleh seseorang tetapi tidak dapat membalasnya, mungkin karena orang itu terlalu kuat, atau mungkin karena mereka terlalu cemas dan terhambat untuk melakukannya. Dalam situasi semacam ini, mungkin mereka akan mengekspresikan agresi dengan cara lain, diantaranya dengan cara pengalihan, yaitu mengekspresikan agresi terhadap sasaran pengganti. Prinsip dasar pengalihan adalah semakin banyak kesamaan antara sasaran dengan sumber frustrasi sebenarnya, semakin kuat dorongan agresif individu terhadap sasaran. Pada umumnya, agresi yang dialihkan diarahkan pada sasaran yang dipersepsilebih lemah atau kurang kuat.

Pengalihan juga bisa terjadi dalam dimensi kemiripan respon seperti halnya dalam dimensi kemiripan sasaran. Mungkin seorang remaja tidak secara terbuka melakukan perkelahian tetapi cemberut dan menjadi tidak koperatif. Tindakan itu menimbulkan sedikit kecemasan tetapi juga hanya mengekspresikan sedikit rasa marah. Reaksi semacam ini tidak merupakan tindakan agresi langsung sebagai


(40)

tanggapan terhadap frustrasi, tetapi merupakan pengalihan ke bentuk lebih tertutup dan lebih halus. Orang yang biasa menampilkan bentuk agresi tak langsung semacam ini disebut orang yang mempunyai kepribadian agresif-pasif.

5. Katarsis

Perasaan marah dapat dikurangi melalui pengungkapan agresi. Katarsis adalah bila orang merasa agresif, tindakan agresi yang dilakukannya akan mengurangi intensitas perasaannya. Teori katarsis versi Freud mengandaikan bahwa kita selalu mempunyai cadangan energi naluriah di dalam diri kita. Tidak peduli bagaimana situasinya, kita mempunyai jumlah agresifitas tertentu yang harus kita keluarkan dari diri kita. Yang menjadi masalah pada pandangan ini adalah prediksi bahwa perilaku agresif akan selalu mengurangi rasa marah, karena cadangan energi itu selalu ada. Padahal perilaku agresif meningkatkan agresivitas pada orang yang tidak marah; mereka menambah energi dan tidak mengeluarkannya. Versi yang lain muncul dari hipotesis agresi-frustrasi yang berasumsi bahwa dorongan agresif tidak bersifat naluriah, tetapi dibangkitan oleh faktor situasional seperti frustrasi dan serangan. Berhubung dalam teori ini tidak ada cadangan energi agresif yang menetap, katarsis hanya akan mengurangi agresivitas pada orang yang energinya bertambah karena mengalami frustrasi atau serangan.


(41)

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa perilaku agresif menurunkan rasa marah. Dan penelitian berikutnya menyimpulkan bahwa katarsis dapat mereduksi agresi hanya jika orang yang marah telah mengekspresikan rasa marahnya secara langsung pada orang yang menyebabkan frustrasi. Namun, bila katarsis digunakan untuk mengurangi agresi akan menyebabkan sejumlah efek samping yang tidak diinginkan, seperti akan memunculkan kemungkinan timbulnya ketidakmampuan untuk menahan diri. Atau dengan kata lain, pengungkapan agresi bisa menimbulkan agresi yang lebih hebat. Resiko lain adalah bahwa dalam suatu keurutan perilaku tertentu, tampaknya agresi cenderung meningkat dan tidak menurun. Katarsis hanya mengurangi agresi bila ada perubahan tindakan, perubahan pada korban, atau beberapa perubahan umum.

Bila agresi yang diekspresikan secara tidak langsung ini benar-benar dapat mengkatarsis energi agresif, perilaku agresif akan dapat dikurangi tanpa menimbulkan efek sampingan yang negatif. Agresi fantasi juga bukan merupakan cara yang benar-benar dapat diandalkan untuk mereduksi agresivitas. Freud berpendapat bahwa humor permusuhan dapat berfungsi sebagai mekanisme tak langsung untuk melepaskan energi agresi. Teori katarsis mempredikasi bahwa subjek yang marah akan menunjukkan agresi yang agak kurang setelah diberi lelucon permusuhan daripada setelah diberi lelucon bukan permusuhan, karena lelucon permusuhan membantu menyalurkan


(42)

amarah mereka. Di samping itu juga diperoleh bukti bahwa cara-cara pengungkapan agresi selain tindakan fisik dapat menghasilkan katarsis, misalnya agresi yang dialihkan, agresi yang seolah-olah dilakukan sendiri, dan agresi verbal dan bukan agresi fisik.

Dalam peristiwa apa pun, katarsis hanya dapat diandalkan untuk mereduksi ekspresi agresi jika orang tersebut marah, dapat mengekspresikan agresi dengan cara yang agak langsung serta dapat mengekspresikan agresi terhadap orang yang dianggap bertanggung jawab atas rasa marahnya (penyerang, pengganggu atau penyebab frustrasi).

B. Pernikahan Akibat Hamil Di Luar Nikah

UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 menuliskan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan yang Maha Esa. Pernikahan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai dengan hak azasi manusia. Gunarsa (2002) menyatakan bahwa pernikahan merupakan penyatuan di antara dua orang menjadi satu kesatuan yang saling berdampingan dan membutuhkan dukungan, saling melayani dan kesemuanya itu diwujudkan dalam hidup berbagi (share living). Pernikahan juga merupakan sebuah ikatan yang bersifat menetap antara pasangan yang sah dan perlu diarahkan untuk menciptakan kesejahteraan dan


(43)

rasa aman dalam keluarga. Pernikahan dikatakan sah apabila pernikahan itu dilakukan menurut hukum masyarakat dan agama atau kepercayaan. Pernikahan hanya dapat dilakukan oleh dua orang yang secara sadar memang menginginkan untuk menikah dan bebas dari paksaan pihak lain (www.kompas.com, 11 Juni 2004).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin yang dilakukan tanpa paksaan antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, sesuai dengan hak azasi manusia (HAM). Pernikahan membutuhkan perasaan saling berbagi, memahami dan melengkapi agar terbentuk keluarga yang bahagia.

Kejadian yang sering kali dijumpai pada saat ini adalah pernikahan yang diakibatkan karena kehamilan di luar pernikahan. Kebanyakan dari mereka mengalaminya di usia sekolah. Pada saat masih sekolah mereka dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka dengan membina rumah tangga. Tentu saja mereka belum memiliki pendapatan untuk membiayai kebutuhan rumah tangganya, bahkan mereka masih menerima uang bulanan dari orangtua yang hanya cukup untuk diri mereka sendiri.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Hatta Swasono mengingatkan pernikahan pada perempuan yang tingkat pendidikannya rendah bisa berdampak pada rendahnya pengetahuan keluarga tersebut. Mereka tidak akan tahu cara-cara mendidik anak yang baik sesuai dengan perkembangan zaman (www.bkkbn.go.id, 11 Januari 2006). Pernikahan akibat kehamilan pada masa remaja mempunyai resiko yang besar


(44)

bagi kesehatan anak dan ibu. Bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja cenderung memiliki berat tubuh lahir yang rendah dan masalah-masalah neurologis serta penyakit-penyakit semasa bayi. Perempuan yang menikah dengan pendidikannya rendah, tidak tahu tentang cara-cara menjaga kesehatannya dan bayinya saat hamil (www.bkkbn.go.id, 11 Januari 2006 ). Perempuan yang menikah akibat hamil di luar nikah seringkali putus sekolah, gagal memperoleh pekerjaan, dan menjadi bergantung pada bantuan kesejahteraan. Kurangnya pendidikan juga akan memberi akibat-akibat negatif bagi perempuan-perempuan, seperti gaji yang rendah, pekerjaan yang statusnya rendah atau menganggur, bila dibandingkan mereka yang menunda melahirkan anak (Santrock, 2002).

Pada penelitian ini, pernikahan dini yang dimaksud adalah pernikahan yang dilakukan tanpa persiapan atau keterpaksaan, yaitu karena hamil sebelum menikah. Sedangkan pernikahan hendaknya dilakukan oleh dua orang yang secara sadar memang menginginkan untuk menikah dan bebas dari paksaan antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, sesuai dengan hak azasi manusia. Pernikahan dini terjadi saat mereka belum menyelesaikan sekolah sehingga belum mempunyai penghasilan dan pengetahuan tentang pernikahan. Keadaan ini akan mengakibatkan begitu banyak tuntutan dan permasalahan yang harus mereka hadapi sebagai pasangan pernikahan dini.


(45)

C. Perilaku Agresi pada Pasangan yang Menikah Akibat Hamil Di Luar Nikah

UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 menuliskan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan yang Maha Esa. Pernikahan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai dengan hak azasi manusia. Pada pernikahan yang dilakukan oleh pasangan akibat hamil di luar nikah, pasangan suami-istri belum siap untuk menjalaninya. Keadaan yang memaksa mereka untuk melakukan pernikahan. Kehamilan pasangan yang harus dipertanggungjawabkan menyebabkan keputusan untuk menikah di usia dini.

Pernikahan yang dilakukan oleh pasangan akibat hamil di luar nikah ini terjadi pada saat pasangan tersebut belum menyelesaikan pendidikannya, seluruh kehidupan masih bergantung pada orangtua. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak menikah atau mereka yang telah mandiri sebelum menikah. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian pernikahan (Hurlock, 1997). Keadaan ekonomi belum cukup mampu untuk menghidupi keluarga. Mereka juga belum mempunyai kematangan secara emosi yang sangat mempengaruhi kehidupan rumah tangga.

Pada penelitian ini, pernikahan dini diakibatkan karena kehamilan sebelum menikah. Penelitian dari Sauber dan Corrigan (dalam Santrock, 2002)


(46)

menunjukkan bahwa setengah dari perempuan yang hamil sebelum menikah, gagal hidup dengan suaminya dalam waktu lebih dari lima tahun. Pernikahan dini yang terjadi pada kondisi di atas, sudah pasti membuat mereka merasa belum siap. Keadaan ekonomi belum cukup mampu untuk menghidupi keluarga mereka. Kematangan secara emosi juga sangat mempengaruhi kehidupan rumah tangga. Ketidaksiapan pasangan tersebut akan menimbulkan banyak permasalahan karena mereka belum siap secara emosi, ekonomi dan pendidikan. Permasalahan yang mereka hadapi akan semakin menumpuk setiap harinya. Hal ini juga akan semakin parah apabila mereka tidak dapat mengendalikan emosi. Kematangan emosi biasanya akan terjadi pada saat seseorang telah menyelesaikan sekolahnya. Pada pasangan pernikahan dini kemungkinan secara emosi belum matang. Keadaan emosi yang belum matang ini akan menimbulkan sudut pandang yang berbeda terhadap berbagai masalah yang akan dihadapi, termasuk pengaruh negatif yang menimbulkan frustrasi dan rasa marah terhadap keadaan yang kemudian dilampiaskan kepada pasangannya. Perasaan marah dan frustrasi terhadap pasangan ini akan diekspresikan melalui perilaku agresi. Pada penelitian ini, perilaku agresi yang akan diteliti adalah perilaku yang bermaksud untuk melukai dan bersifat anti sosial dalam kehidupan pasangan pernikahan dini sehari-hari.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksploratif deskriptif, karena penelitian ini berusaha mengungkap secara keseluruhan gejala yang berkaitan dengan variabel yang akan diteliti, berusaha untuk melukiskan fakta atau fenomena dengan merinci populasi dan area permasalahan yang secara akurat dan menyeluruh.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah atribut, sifat atau nilai dari subjek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Penelitian ini membahas satu variabel, yaitu bentuk-bentuk perilaku agresi pada pasangan pernikahan dini.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Perilaku agresi adalah perilaku yang bermaksud untuk melukai, perilaku ini sangat bertentangan dengan norma sosial di masyarakat (antisosial). Perilaku agresi yang yang akan diteliti pada penelitian ini meliputi :

1. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.


(48)

1. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

2. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

3. Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Misalnya : suami yang pergi dari rumah dan tidak memberikan nafkah kepada istrinya.

Pernikahan dini yang dimaksud adalah pernikahan yang dilakukan tanpa persiapan, yaitu karena hamil di luar nikah.

B. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah dua pasang suami istri yang mengalami perkawinanan dini. Subjek yang akan diteliti harus berada dalam satu tempat tinggal karena subjek yang berada dalam satu rumah dapat dengan mudah diobservasi penyebab dan jenis perilaku agresi yang mereka alami dan akan lebih sering berinteraksi satu sama lain.


(49)

C. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, untuk membantu memperoleh data-data yang dibutuhkan, peneliti melakukan dua teknik pengumpulan data, yaitu observasi dan wawancara.

1. Metode wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau informasi yang diinginkan. Wawancara dapat digunakan untuk tiga maksud utama (Kerlinger, 2002), yaitu :

* Wawancara dapat dijadikan sebagai alat eksplorasi untuk membantu identifikasi variabel dan relasi, mengajukan hipotesis, dan memandu tahap-tahap lain dalam penelitian.

* Wawancara dapat menjadi instrumen utama penelitian. Dalam hal ini, pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengukur variabel-veriabel penelitian, akan dimasukkan ke dalam jadwal wawancara. Pertanyaan-pertanyaan itu harus dipandang sebagai butir-butir (item) “soal” dalam suatu instrument pengukuran, dan bukan hanya sebagai sarana menghimpun informasi saja.

* Wawancara dapat digunakan sebagai penopang atau pelengkap metode yang lain, tindak lanjut dalam menghadapi hasil yang tak terduga, memvalidasikan metode-metode lain dan menyelami lebih dalam motivasi responden serta alasan-alasan responden memberikan jawaban dengan cara tertentu.


(50)

Berdasarkan keterangan di atas, pada penelitian ini, metode wawancara digunakan sebagai instrument utama pada penelitian. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstuktur yang dapat juga disebut sebagai wawancara tidak standar yang bersifat luwes dan terbuka. Meskipun pertanyaan yang diajukan ditentukan oleh maksud dan tujuan penelitian, muatannya, runtutan, dan rumusan kata-katanya terserah pada pewawancara (Kerlinger, 2002).

Informasi yang ingin digali atau pedoman dalam wawancara terhadap pasangan pernikahan dini adalah :

a. Wawancara mengenai pernikahan yang dialami, meliputi alasan melakukan pernikahan, lamanya menjalani pernikahan, campur tangan orangtua terhadap kehidupan rumah tangga, usaha untuk melanjutkan sekolah, perekonomian rumah tangga, dan seberapa sering tinggal bersama orangtua. b. Wawancara mengenai perilaku agresi yang dialami, meliputi perilaku agresi

atau kekerasan yang sering diterima dari pasangan, akibat bagi kekerasan tersebut, penyebab kekerasan yang dialami.


(51)

Tabel 1.

Panduan Wawancara

ASPEK DESKRIPSI WAWANCARA

Alasan melakukan pernikahan

- kehamilan sebelum menikah

- keinginan untuk menikah pada usia muda

Kehidupan sehari-hari - relasi informan dengan lingkungan sekitar (keluarga, tetangga)

- cara informan menjalani hidupnya (pendidikan, ekonomi)

- komunikasi dengan pasangan

- komunikasi dengan keluarga dan lingkungan Kekerasan yang

dialami

- kekerasan fisik (Kf) - kekerasan psikis (Kp) - kekerasan seksual (Ks)

- penelantaran rumah tangga (Krt) - alasan melakukan kekerasan

2. Metode observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian, dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Pada dasarnya ada dua cara observasi atau pengamatan, yaitu dengan memperhatikan orang bertindak dan berkata-kata, dan dapat menanyakan kepada orang tentang tindakan-tindakannya sendiri serta perilaku orang-orang lain. Cara-cara pokok untuk mendapat informasi adalah dengan


(52)

mengalami sesuatu secara langsung, atau meminta orang mengatakan kepada kita apa yang terjadi (Kerlinger, 2002).

Pada penelitian ini, observasi yang digunakan adalah observasi partisipan. Observasi partisipan adalah observasi yang dilakukan oleh observer, dimana peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan orang-orang yang diobservasi. Peneliti berusaha untuk mengetahui kehidupan rumah tangga yang dialami oleh pasangan pernikahan dini, terutama perilaku agresi yang diperlihatkan pasangan pernikahan dini dan melihat secara langsung faktor-faktor penyebab perilaku agresi tersebut.

Tabel 2.

Panduan Observasi

ASPEK DESKRIPSI OBSERVASI

Kehidupan sehari-hari - relasi informan dengan lingkungan sekitar (keluarga, tetangga)

- cara informan menjalani hidupnya (pendidikan, ekonomi)

- komunikasi dengan pasangan

- komunikasi dengan keluarga dan lingkungan Kekerasan yang

dialami

- kekerasan fisik (Kf) - kekerasan psikis (Kp) - kekerasan seksual (Ks)

- penelantaran rumah tangga (Krt) - alasan melakukan kekerasan Lain-lain - kondisi (fisik) rumah informan

- kondisi lingkungan tempat tinggal informan - deskripsi keadaan sosial ekonomi informan


(53)

D. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Organisasi Data

Data-data yang sudah diperoleh dari serangkaian proses penelitian diorganisasikan secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data, dan analisis yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian (Higlen dan Finley, 1996 dalam Poerwandari, 1998). Data-data yang akan diorganisasikan dalam penelitian ini antara lain :

a. Data mentah, yaitu : catatan lapangan atau observasi, kaset atau catatan hasil wawancara.

b. Data yang sudah diproses sebagiannya, yaitu : transkrip verbatim dan catatan refleksi penelitian.

c. Data yang sudah ditandai atau dibubuhi kode-kode spesifik. d. Penjabaran kode-kode dan kategori-kategori secara luas. 2. Pengkodean (Coding)

Pengkodean dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 1998).


(54)

Pengkodean yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengkodean terbuka (Open Coding), yaitu pengkodean yang berkaitan dengan pemberian nama dan pengelompokan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat. Pengkodean terbuka dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis baris per baris, per kalimat atau paragraf. Cara ini memerlukan pengujian frase demi frase dan bahkan kata-demi kata (Strauss dan Corbin, 2003). Langkah-langkah yang dilakuakn meliputi :

1. Menyususun transkrip wawancara dan catatan lapangan atau observasi dengan memberikan kolom kosong yang cukup besar di sebelah kanan dan kiri transkrip. Kolom ini digunakan untuk membubuhkan kode dan catatan-catatan tertentu berdasarkan transkrip tersebut.

2. Memberikan penomoran secara urut pada baris-baris transkrip wawancara dan catatan lapangan atau observasi.

3. Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu, yang dapat mewakili berkas tersebut.

E. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berpegang pada paradigma subjektif, sehingga informasinya pun bersifat natural atau apa adanya. Dalam kondisi tersebut, seringkali hasil penelitian kualitatif diragukan kebenaran atau validitasnya karena adanya subjektivitas tersebut, terutama dari pihak peneliti. Maka untuk mengurangi subjektivitas, peneliti


(55)

menggunakan langkah pemeriksaan keabsahan data, yaitu (Nasution, 1998 dan Moleong, 1989) : derajat kepercayaan (credibility). Credibility sering digunakan untuk menggantikan konsep validitas sebagaimana yang biasa digunakan pada penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Ketekunan pengamatan

Ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman (Moleong, 1989). Artinya dengan ketekunan ini, peneliti dapat mengamati secara lebih baik dan mendalam guna menemukan gambaran perilaku agresi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipan untuk memperdalam hasil pengamatan. Pengamatan juga berlangsung ketika peneliti melakukan triangulasi. Proses wawancara untuk masing-masing subjek berlangsung dua kali dan selama kurang lebih 1-2 jam sehingga memungkinkan proses pengamatan lebih banyak.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 1989). Teknik triangulasi yang digunakan adalah pemeriksaan melalui metode. Pada triangulasi metode, peneliti membandingkan antara hasil wawancara dan observasi. Sedangkan triangulasi sumber, peneliti membandingkan hasil wawancara masing-masing informan dengan berbagai perspektif dan pendapat orang


(56)

lain (significant other) yang berada di sekitar informan antara lain dengan orangtua dan saudara-saudara informan.

Alasan pemilihan informan tersebut sebagai bagian dalam pemeriksaan triangulasi sumber adalah karena berada dalam satu tempat tinggalnya sehingga frekuensi interaksi antar mereka dengan informan diasumsikan dapat memberikan informasi tambahan ataupun informasi yang mendukung perihal data mengenai informan yang ingin di-cross check. Triangulasi sumber dengan significant other ini dilakukan melalui obrolan-obrolan informal yang cenderung tidak terjadwal, yaitu pada saat kunjungan-kunjungan peneliti ke lokasi penelitian (rumah informan), misalnya pada saat menunggu kedatangan informan yang sedang ke luar ataupun hanya kunjungan biasa di lingkungan sekitar rumah informan. Dalam hal ini verbatim hasil wawancara ini sudah selesai dilakukan yang kemudian digunakan untuk croos check. Hasil dari triangulasi masing-masing informan dimasukkan ke dalam catatan lapangan peneliti.


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek 1. Subjek I

Rumah mereka terlihat masih sangat sederhana walau berada di kawasan perumahan yang cukup bagus. Hanya ada beberapa benda-benda penting seperti; satu set kursi tamu, satu set meja makan, dua kasur karena ada 2 kamar, kulkas, alat-alat masak, lemari pakaian mereka, dan kompor minyak untuk memasak. Rumah mereka cukup besar sehingga dengan barang-barang yang masih sedikit itu, rumah itu terlihat luas.

Sosialisasi mereka dengan tetangga di sekitar rumah cukup baik. Terkadang jika mereka berada di rumah, pada sore hari mereka ikut warga di sekitar untuk berolahraga atau sekedar bertukar informasi. Biasanya warga di sana bermain badminton untuk membuang keringat. Pasangan ini pun juga ikut bergabung bersama warga, hanya saja mereka jarang ikut berkumpul karena mereka masih sering pulang ke rumah orangtua masing-masing.

Sejak tahun baru kemarin, suami memperoleh pekerjaan sebagai supir pribadi salah satu tetangga orangtuanya. Selagi bekerja sebagai supir pribadi, ia juga berusaha untuk mencoba berbagai lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Hasil yang ia peroleh setiap bulannya


(58)

dipakai untuk memenuhi kebutuhan sekunder pasangan ini karena mereka menetap di rumah orangtua mereka masing-masing.

Suami bernama AN, saat ini kira-kira berumur 26 tahun. Pada saat menikah usianya tepat 24 tahun. Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Semua kakaknya sudah menikah. Sebelum menikah, ia tinggal bersama ibunya. Ayahnya tidak bisa selalu berkumpul bersama mereka karena bekerja sebagai supir truk antar propinsi, Sebagian waktu dihabiskan di jalan. Selama tinggal bersama ibunya, semua kebutuhannya selalu dipenuhi. Hingga saat ini, ia belum menyelesaikan kuliahnya karena ia memang sudah tidak ingin kuliah.

Secara fisik, suami termasuk orang yang cukup tampan dan tinggi. Sebelum berpacaran dengan istrinya, ia memang sudah berkali-kali pacaran. Ia sering membawa pacarnya ke rumah orangtuanya. Sama seperti pacar-pacar yang sebelumnya, ia sering membawa calonistrinya ke rumahnya, bahkan diperkenalkan dengan anggota keluarganya yang lain. Ia sering membawa istrinya ini ke acara-acara keluarga walau terkadang calon istri tidak begitu menyukai. Dari pihak keluarga suami, mereka bisa menerima calon istrinya dengan baik, tetapi suami tidak begitu disukai oleh keluarga calon istri dengan berbagai alasan yang terutama adalah masalah pekerjaan dan keyakinan.

Suami mempunyai banyak teman, terutama teman-teman yang berasal dari masa kecilnya di Purworejo. Teman-temannya yang inilah sering memberikan pengaruh buruk bagi suami. Ia dan teman-temannya


(59)

sering kali keluar malam untuk berkumpul, ‘dugem’, minum, dan bahkan pesta narkoba. Beberapa waktu yang lalu, ia tersangkut masalah narkoba. Penangkapan yang dilakukan Polisi, sebenarnya bertujuan untuk menciduk temannya sebagai bandar narkoba. Tetapi karena pada saat itu ia berada bersama tersangka dan pada saat tes urine ternyata terbukti bahwa suami positif memakai narkoba, ia termasuk salah satu orang yang ditahan oleh pihak kepolisian. Masa penahanan yang dikenakan padanya berjalan selama hampir satu tahun.

Istri bernama RN. Saat ini kira-kira berumur 23 tahun. Pada saat menikah berumur 21 tahun. Ia merupakan salah satu mahasiswi fakultas pendidikan bahasa Inggris di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Ia merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya baru saja menyelesaikan kuliah di akhir tahun lalu. Ayahnya adalah seorang polisi yang cukup disegani di desanya. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang sangat memanjakan anak-anaknya. Kebetulan sekali bahwa pasangan ini berasal dari desa yang sama, rumah mereka hanya berbeda RT (Rukun Tetangga).

Semenjak dinyatakan hamil oleh dokter, ia memutuskan untuk cuti kuliah. Selama cuti, mereka mempersiapkan pernikahan, mengikuti kursus pernikahan dan kursus agama Katolik. Setelah kursus selesai, sebelum gempa tanggal 26 Mei 2006, istri mengalami keguguran. Suami dan keluarga berusaha untuk selalu menemani istri. Seminggu kemudian,


(60)

mereka mengadakan upacara pernikahan secara Katolik dan mengadakan syukuran kecil-kecilan di rumah suami.

Kedua orangtua mereka sangat memperhatikan kebutuhan mereka. Hal ini disebabkan karena mereka belum mempunyai penghasilan sendiri. Bahkan dari pihak keluarga istri, mereka membelikan sebuah rumah di daerah Sedayu, jalan Wates. Semua kebutuhan mereka selalu dipenuhi oleh orangtua kedua belah pihak. Kehidupan mereka masih sama ketika mereka belum menikah hanya saat ini status mereka sudah suami istri.

Hal terburuk yang dihadapi oleh istri adalah ketika mengetahui bahwa suaminya ditangkap oleh polisi karena kasus narkoba. Kebetulan sekali pada saat itu peneliti berada di rumah orangtua suami. Pada saat itu mereka bersama keluarga besar mengadakan rapat untuk menyelesaikan masalah ini. Peneliti agak kaget juga karena biasanya istri tidak mau ikut bila ada rapat keluarga suaminya. Saat itu peneliti belum mengetahui bahwa suami tertangkap oleh polisi karena kasus narkoba. Peneliti baru mengetahuinya setelah selesai rapat. Saat itu, istri tiba-tiba menghampiri peneliti sambil menangis. Ia menceritakan semua tentang masalah yang dihadapi suaminya. Setelah tenang, ia diantar pulang oleh saudara sepupunya. Karena permasalahan ini, istri jadi sering ke rumah mertuanya untuk saling memberi semangat dan mencoba mencari jalan keluar yang baik. Beberapa kali peneliti bertemu dengan istri. Ia selalu menceritakan perkembangan masalah suaminya. Suatu saat, istri pernah bercerita bahwa ia berada dalam posisi yang terjepit. Orangtua dan keluarga besarnya


(61)

sering kali menyarankan untuk bercerai dengan suaminya sedangkan keluarga besar suaminya semakin membuat ia sering berkumpul dengan keluarga suami supaya mereka tidak bercerai. Ia mengatakan bahwa ia sudah sangat menyayangi suami dan keluarganya, ia mencoba untuk bertahan hingga akhirnya awal bulan November 2007 suaminya dibebaskan.

1. Subjek II

Rumah yang mereka tempati adalah rumah orangtua istri. Mereka menumpang di rumah itu untuk mempermudah pengasuhan anak. Rumah itu terlihat kecil dengan banyaknya orang yang tinggal bersama mereka. Mereka tinggal bersama ibu dan 2 adik istri yang beranjak dewasa dengan 3 kamar. Di rumah itu terdapat banyak sekali barang-barang dan sedikit kurang teratur. Apalagi mereka memelihara anjing yang bulu-bulunya rontok dan bertebaran di dalam rumah.

Dalam bersosialisasi, pasangan ini kurang mengenal tetangganya. Mereka hanya dekat dengan tetangga yang berada di depan rumah mereka. Tetangga mereka ini sudah cukup tua dan sayang sekali dengan anak mereka yang pertama. Anak mereka ini menjadi sangat dekat dengan tetangga mereka, ia sering menghabiskan waktu bersama tetangganya ini.

Hal yang sering terjadi adalah suami pergi keluar rumah untuk bertemu dengan teman-temannya atau bermain playstation di rumah saudaranya. Waktu yang ia pakai untuk keluar rumah bukan hanya satu atau dua jam tetapi berjam-jam bahkan istri sampai berulang kali


(62)

menyuruh suami pulang dengan menghubungi melalui hp (handphone) atau telpon rumah teman atau saudaranya. Saudara-saudaranya sudah sering sekali menasehati agar ia pulang dan membantu istrinya mengurus anak-anaknya tetapi ia lebih asyik dengan permainannya. Bahkan telpon dari istrinya tidak dijawab atau bila dijawab, ia sering berbicara dengan nada keras.

Suami mulai mengubah perekonomian keluarga mereka dengan meneruskan usaha ayahnya kira-kira 5 bulan yang lalu. Walaupun sedikit, ia sudah dapat memberikan uang bulanan untuk istrinya. Setidaknya mereka tidak bergantung dari jatah bulanan dari orangtua masing-masing.

Suami bernama DN. Saat ini berusia 20 tahun. Pada saat menikah berusia 18 tahun. Ia baru saja tamat SMU. Suami merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya juga baru saja menikah dengan alasan yang sama, yaitu menikah setelah pacarnya hamil. Tetapi ia lebih beruntung daripada kakaknya karena ia menikah dengan anak orang yang cukup berada dan ia juga menjadi anak kesayangan ayah mertuanya. Adiknya yang paling kecil sedang meneruskan kuliah di salah satu universitas swasta di Semarang. Keluarga suami merupakan keluarga yang sudah hancur. Ayah dan ibunya sudah bercerai. Ia tinggal bersama ayah dan kakaknya. Ia berusaha untuk meneruskan usaha ayahnya sebagai wiraswasta. Sebelum meneruskan usaha ayahnya ini, ia merasa tidak nyaman dengan keluarga istrinya karena belum bisa menafkahi keluarganya dan banyak bergantung dari keluarga istrinya. Setelah


(63)

mencoba meneruskan usaha ayahnya, ia mulai bisa memberikan uang bulanan untuk istrinya walaupun tidak banyak.

Masa pacaran mereka hampir berlangsung lebih dari 1 tahun karena mereka berada pada sekolah yang sama, hanya ada perbedaan tingkat. Suami berada 2 tingkat di bawah istri, tetapi umur mereka tidak terpaut jauh. Perbedaan ini tidak menjadi permasalahan yang berarti bagi mereka. Pada saat menikah, ia masih berstatus sebagai pelajar SMU. Karena permasalahan ini, ia terpaksa untuk pindah sekolah. Masuk ke sekolah baru pun, ia harus memalsukan identitas. Hal ini ditempuh karena pada saat itu ia ada di kelas 2 dan setahun lagi akan lulus sekolah.

Pada saat wawancara, suami dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan diselingi dengan sedikit candaan. Tempat melakukan wawancara juga sangat mendukung, berada di teras rumah yang sangat teduh dengan banyaknya pepohonan dan tanaman-tanaman di dalam pot.

Istri bernama VN. Saat ini berusia 21 tahun. Sebenarnya jarak usia antara suami istri ini tidak begitu jauh, hanya beberapa bulan. Pada saat menikah berusia 19 tahun. Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Jarak kelahirannya dengan adik-adik cukup jauh. Ayahnya bekerja di salah satu perusahaan asing di Papua sehingga ayah mereka jarang sekali bisa berkumpul bersama mereka. Hanya pada hari-hari libur saja mereka bisa berkumpul. Oleh karena itu pula, pada saat pernikahan mereka, ayah dari pihak istri tidak bisa mengikuti acara tersebut. Walaupun mereka jarang berkumpul, semua kebutuhan keluarga ini dapat


(64)

terpenuhi bahkan sampai mereka menikah dan mempunyai anak-anak. Hanya saja sebelum ibunya memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai perawat sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta, istri dan adik-adik sepertinya kurang mendapat perhatian. Setelah masalah yang dihadapi mereka, ibunya mulai berhenti bekerja dan membantu keluarga baru ini untuk mengurus anak-anak mereka. Selain ibunya, adik-adiknya terkadang juga ikut menjaga dan mengurus anak-anak mereka.

Istri merasa bahwa suaminya merupakan orang yang cukup baik untuk dirinya. Selama setahun lebih mereka pacaran, mereka merasakan kecocokan. Apalagi antara keluarga suami istri ini sudah terjalin hubungan pertemanan sejak orangtua mereka sekolah. Hanya saja, mereka terlalu cepat untuk melakukan hal yang belum boleh mereka lakukan. Sebenarnya sudah beberapa kali pasangan ini berusaha untuk menggugurkan kandungan, tetapi janin di dalam perut istri terlalu kuat untuk digugurkan. Akhirnya setelah 7 bulan mengandung, mereka resmi menjadi suami istri dan 2 bulan kemudian anak pertama mereka lahir.

Baru saja beberapa bulan mengikuti kuliah, istri dihadapkan dengan masalah kehamilannya ini, dan untuk menghindari gosip, ia memutuskan untuk mengambil cuti kuliah sampai anaknya lahir. Setelah anak pertama lahir, istri sudah memutuskan untuk kembali kuliah. Tetapi mereka dihadapkan dengan masalah lagi karena diketahui bahwa ia sedang mengandung anak kedua. Ia tetap kuliah, tetapi menjelang hari kelahiran, ia meminta cuti lagi. Sampai saat ini, ia masih cuti hingga semester depan.


(65)

Wawancara yang dilakukan masih pada tempat yang sama dengan suaminya. Semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik. Hanya saja, istri terlihat lebih serius menghadapi wawancara ini.

B. Tahap Pengumpulan Data

Setelah melakukan tahap pra lapangan yaitu menyusun rancangan penelitian dan informan penelitian, serta menetapkan metode pengambilan data, peneliti kemudian melanjutkan pada tahap memasuki lokasi penelitian.

1. Tahap observasi pra penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan observasi dengan berkunjung ke rumah yang menjadi kediaman informan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan mengenal kondisi lokasi penelitian yang sebenarnya. Observasi pra lapangan ini meliputi observasi keadaan rumah, lingkungan di sekitar rumah, dan sosialisasi informan dengan tetangga di sekitar rumah.

Selain observasi, peneliti juga mulai berkenalan dengan keluarga informan terutama dengan anggota keluarga yang dekat dengan informan. Melalui keluarga informan, peneliti mencari beberapa informasi misalnya mengenai sifat-sifat informan sebelum dan sesudah menikah, penyebab pernikahan, masalah-masalah yang mereka hadapi sebelum dan setelah menikah serta cara mereka mengatasi permasalahannya. Tidak lupa juga peneliti menanyakan kesediaan informan untuk menjadi subjek penelitian ini.


(1)

26 J :Semua ga ada masalah. 27

28 29

T :Gak ada yang...biasanya kan menggunjingkan gitu kan...ada yang gosip-gosip gitu?

J :Ya mungkin, ga tau kalau di belakang-belakang..cuek ya mereka. 30

31 1B

T :Trus perekonomian kalian selama ini?

J :Ya karena kita masih sekolah jadi masih di bantu orangtua. Belum bisa menghasilkan penghasilan sendiri.

Perekonomian keluarga yang masih dibantu oleh orangtua

2 3 4

T :Masalah ekonomi bisa menjadi masalah besar gak untuk kalian?

J :Bisa. 5

6 7 8 9

T :Misalnya? Kamu pernah ngalami apa gitu? Pengen apa? J :Ya kalau misalnya keluargaku gitu ya kan yang ngurusin. Kayak kemarin mamaku baru masuk rumah sakit, biaya ngurusin keluarga juga buat rumah sakit misalnya buat beli susu, pampers. Nah itu, kesulitan di situ. Kadang pengen berpenghasilan sendiri.

Permasalahan ekonomi mulai terasa saat ibu dari istri sakit

10 11

T : Komunikasi kalian lancar gak? Kalian berdua? J :Lancar.

Komunikasi antara suami-istri berjalan lancar

12 13

T :Pernah gak bertengkar gitu? J :Bertengkar paling masalah kecil. 14

15

T :Biasanya apa yang membuat kalian bertengkar? J :Kalau ngurus anak.

Alasan pertengkaran : pembagian tugas untuk mengurus anak 16

17

T :Cara menyelesaikan masalahnya? J :Ya salah satu ada yang megalah.

Penyelesaian masalah dengan cara mengalah

18 19

T :Biasanya siapa yang mengalah? J :Aku.

20 21 22

T :Apa yang bisanya kamu lakukan kalau sedang bertengkar? Marah...trus banting, mukul?

J :Gak. malah cuma diem-diem gitu.

Tidak ada indikasi kekerasan fisik Perbedaan dengan suami


(2)

23 24

T :Kalau kamu (suami) pernah gak mukul gitu? J :Gak.

25 26

T :Pernah sampai ngalami sakit? J :Gak.

27 28 29

T :Pernah merasa ketakutan, tidak percaya diri karena sudah berumah tangga?

J :E...eh. Gini..kan ketoke belum wangun. Belum pantas. 30

31

T :Misalnya di kuliah... temen-temen kuliah apa... J :Kalau di kuliah cuek karna pada belum tau. 32

33

T :Pernah gak kamu mengalami pemaksaan hubungan seks? J :Gak.

Tidak ada pemaksaan hubungan seks

Perbedaan dengan suami 34

1C

T :Kalo dipaksa dengan orang lain juga gak to? J :Gak.

2 3 4

T :Pernah gak kamu dilarang untuk kerja...melakukan sesuatu gitu?Kerja yang menghasilkan ung gitu?

J :Gak. Dipaksa gitu?

Tidak ada larangan untuk bekerja..menghasilkan uang 5

6

T :Dipaksa ato dilarang?Dilarang pernah gak? J :Gak.

7 8 9

T :Jarak antara anak I dan II kan dekat.Itu memang disengaja ato...memang keinginan kalian berdua apa...

J :Gak disengaja. Kebobolan. 10

11 12 13

T :Sifat apa yang tidak kamu sukai dari (suami)?

J :Apa ya...sebenarnya orangnya tuh baik, setia. Tapi kadang, kalo pengen apa gitu suka sak karepe. Kadang-kadang maen kalo dilarang malah tambah marah.

Sifat suami yang tidak disukai : suka semaunya sendiri, kalau dilarang jadi marah

14 15 16

T :Apa harapanmu untuk kehidupan rumah tangga kalian? J :Harapannya...pengen punya penghasilan, pengen menghidupi keluarga sendiri.

Harapan : mempunyai penghasilan sendiri


(3)

(4)

INFORMAN

Tgl : 23 November 2007 (23/11/07)

No Verbatim Refleksi Koding

1A 2 3

T: Sudah berapa lama sih mas AN menikah?

J : Ya, kira-kira setahun lebih lah. Waktu itu abis gempa dan istrinya baru seminggu keguguran.

4 5 6

T : Kalau mas DN berapa lama?

J : Kalau mas DN hampir sama lah. Paling selisih berapa bulan, tapi mas DN duluan.

7 8 9 10 11 12

T : Apa alasan mereka menikah?

J : Ya, samalah! Istrinya duluan hamil. Tapi kemarin mas DN sempat punya rencana untuk gugurin kandungan, tapi mungkin janinnya lebih kuat jadi terpaksa bilang ke orangtua dan sudah berapa bulan tuh hamilnya, baru mereka menikah. 2 bulan kemudian, istrinya melahirkan.

13 14 15 16 17

T : Kalau mas AN?

J : Mas AN itu memang punya kebiasaan buruk. Free sex gitu..ee didukung juga sama istrinya. Ya, intinya kalau akhirnya istrinya hamil berarti mereka sudah memikirkan akibatnya juga kan? Istrinya juga mau kog.

18 19 20 21 22 23 24 25

T : Kalau mas DN?

J : Kalau mas DN, itu aku gak ngerti. Aku taunya waktu mas DN nanya ke masku cara untuk gugurin kandungan. Kukira untuk siapa, ternyata untuk FN. Tapi gak berhasil tuh. Akhirnya ngomong terus terang, tapi mas DN gak berani ngomong sama bapaknya, ia cerita dulu sama bude BL. Bude BL yang jadi perantara mereka dan akhirnya mereka merencanakan untuk menikahkan mas DN dengan FN.


(5)

26 27 28 29 1B 2 3 4 5 6

T : Setelah menikah,mereka gimana?

J : Mas DN tinggal bareng mamanya FN. Abis kalo di sini, siapa yang mau bantu ngurus anak mereka. Padahal mas DN masih harus sekolah. Di sini hanya ada pakde. Kalau mas AN, dia dibeliin rumah sama mertuanya di Sedayu. Tapi jarang juga ditempati, malah sering pulang ke rumah orangtuanya sendiri-sendiri. Padahal semua di rumah itu sudah lengkap lo! Sebenarnya enak lah mereka. Tapi memang mas AN sering pergi sih. Ya minum, narkoba. Nih baru aja keluar dari penjara karena kasus narkoba. Untungnya istrinya masih mau nunggu, padahal sudah disuruh cerai sama orangtuanya.

masalah minuman keras dan narkoba pada subjek I (suami)

7 8 9 10 11

T : Mas DN masih sering main ke sini?

J : Masih.. Ya, main game sampai gak tau waktu, seperti biasa. Kadang ngopi lagu-lagu. Tapi semenjak komputerku rusak, dia gak pernah main lagi. Ku marahin sih, abis yang buat rusak komputerku tuh, dia juga. Sering dia bawa-bawa virus ke sini.

main game tidak ingat waktu

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

T : Kalau masalah ekonomi gimana?

J : Setauku..orangtua mereka masih ngasih jatah bulanan. Kalau mas DN enak, bapak mertuanya kan kaya jadi semua kebutuhan tercukupi. Tapi pakde juga sering ngasih kog. Mas AN sama RN juga dikasih jatah bulanan. Kadang kalo ke balik rumah, dibawain indomi, atau apalah, bahan-bahan makanan. Ya, masih kayak mereka belum nikah tapi sekarang dah punya istri. Mas AN sekarang jadi supir pribadi tetanggaku nih, jadi lumayanlah ada penghasilan daripada nganggur, ngerjain yang gak bener. Kalo mas DN, dia nerusin usaha bapaknya sambil buka counter HP.

22 23 24

T : FN tuh gimana orangnya?

J : FN, dia gak terlalu aneh-aneh lah. Kayaknya lurus-lurus aja. Jarang banget sih ke sini, ya mungkin karena sudah punya anak jadi


(6)

25 26 27 28 29 30

agak repot. Tapi kalau pertemuan keluarga, dia sering ikut kog. Yang agak aneh tuh RN. Ya, cocok lah sama mas AN. Sama-sama aneh. Suka dugem, minum..aku pernah lihat, ngerokok lagi. Mungkin karena anak bungsu, paling disayang jadi kelihatan manjanya, masih kayak anak kecil. Sering minta apa gitu sama mas AN, padahal mas AN kan gak punya penghasilan.

31 32 1C 2

T : Selama mas AN ke luar dari penjara, kamu lihat ada perilaku aneh kayak dulu lagi gak?

J : Kayaknya gak tuh, abis kalo mau pergi-pergi ke mana, gak dibolehin sama RN. Biasanya RN ikut.

3 4 5

T : Baguslah kalo gitu. Semoga mereka rukun dan gak ada masalah lagi ya?

J : Iya....