Implementasi low density parity check pada pengiriman data rekam detak jantung.

(1)

HALAMAN SAMPUL (Bahasa Indonesia)

TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI

LOW DENSITY PARITY CHECK

PADA

PENGIRIMAN DATA REKAM DETAK JANTUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Elektro

Oleh: JOEL CHRISTIAN

NIM : 08 5114 018

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

FINAL PROJECT

THE IMPLEMENTATION OF LOW-DENSITY-PARITY-CHECK IN

ELECTROCARDIOGRAM TRANSMITTING SYSTEM

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree In Electrical Engineering Study Program

By:

JOEL CHRISTIAN Student’s Number : 08 5114 018

ELECTRICAL ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY UNIVERSITY OF SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI LOW DENSITY PARITY CHECK PADA PENGIRIMAN DATA

REKAM DETAK JANTUNG

(The Implementation of Low-Density-Parity Check In Electrocardiogram Transmitting System )

Oleh : JOEL CHRISTIAN

NIM : 08 5114 018

telah disetujui oleh :

Pembimbing


(4)

HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI LOW DENSITY PARITY CHECK PADA PENGIRIMAN DATA REKAM DETAK JANTUNG

Oleh : JOEL CHRISTIAN NIM : 08 5114 018

Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal : 15 Februari 2013 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan panitia penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Damar Widjaja, S.T.,M.T. ...

Sekretaris : Wiwien Widyastuti, S.T.,M.T. ...

Anggota : Dr. Linggo Sumarno ...

Yogyakarta, Februari 2013

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Februari 2013


(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN dan MOTTO HIDUP

M OTTO :

Life's battles don't alw ays go

To the stronger or faster man,

But sooner or later the man who wins

I s the one who thinks he can ~ Walter D. Wintle

Skripsi ini kupersembahkan untuk... Yesus Kristus, saviour of my soul Orang tua dan saudara, pahl awan terhebat dal am hidupku Kel uarga , Teman-teman Dan Kekasihku, I sabel a Anjani


(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Joel Christian

Nomor Mahasiswa : 08 5114 018

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

IMPLEMENTASI LDPC PADA PENGIRIMAN

DATA REKAM DETAK JANTUNG

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, Februari 2013


(8)

INTISARI

Teknologi komunikasi digital sebagian besar telah menggunakan teknologi nirkabel. Di bidang medis, teknologi ini sudah diterapkan dalam bidang telekardiologi. Telekardiologi adalah penggunaan teknologi telekomunikasi untuk diagnosis dan perawatan penyakit kardiak. Salah satu contoh aplikasinya adalah transmisi data EKG.

Transmisi data digital membutuhkan daya yang relatif besar dan apabila diaplikasikan dalam peralatan bergerak akan sangat menguras daya baterai sebagai penyedia daya. Tentu hal ini akan meminimalisir kinerja dari peralatan transmisi. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah sandi koreksi kesalahan LDPC.

Penelitian ini membahas perbandingan performansi sistem transmisi data digital tanpa penyandian LDPC dan transmisi menggunakan penyandian LDPC. Penggunaan LDPC dapat meningkatkan performansi sistem dengan mengurangi kebutuhan daya transmisi sebesar 1,434 dB (28,3%) untuk mencapai target BER 10-4.


(9)

ABSTRACT

Most digital communication technology have used wireless technology. In medical sector, these technology had been applied in telecardiology. Telecardiology defined as an utilization of telecommunication technology for diagnosing cardiac diseases and caring as well. One of the applications is ECG transmission.

Digital data transmission demands relatively high power and will consume more battery’s power as the power supply in mobile devices. Sure these will reduce performances of the transmission device. The solution to overcome these problems is utilization of LDPC error code.

This research discussed the comparison between digital transmission system without LDPC and digital transmission system with LDPC. The utilization of LDPC improved system’s performance by decreasing power demand 1,434 dB (28,3%) to reach bit error rate target 10-4.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat atas segala kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga tugas akhir dengan judul

“Implementasi LDPC Pada Pengiriman Data Rekam Detak Jantung” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa program studi Teknik Elektro untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, ide, kritik, gagasan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Wiwien Widyastuti, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing tugas akhir yang memberikan bimbingan, pengetahuan, diskusi, arahan, kritik dan saran kepada penulis sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan.

3. Seluruh Bapak dan Ibu dosen, laboran, staff sekretariat program studi Teknik Elektro yang telah mengajar, membimbing, dan membantu penulis selama menempuh jenjang pendidikan sarjana.

4. Papa, Mama, Kak Sheeny, Ade Sheela, Ade Dheeny dan seluruh keluarga besar atas seluruh dukungan doa, perhatian, semangat, dan finansial selama menempuh jenjang pendidikan sarjana.

5. Teman – teman kuliah khususnya teman-teman satu angkatan mahasiswa elektro 2008 atas kebersamaannya selama menempuh jenjang pendidikan sarjana.

6. Kekasihku tersayang, Isabela Anjani atas motivasi dan perhatiannya terutama saat proses pengerjaan tugas akhir ini sampai selesai.

7. Seluruh pihak yang tidak mungkin satu per satu dapat disebutkan atas bantuan baik langsung maupun tidak langsung pada proses penyelesaian tugas akhir ini.


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL (Bahasa Indonesia)... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN dan MOTTO HIDUP ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR TABEL...xvi

BAB I ...1

PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...2

1.3. Batasan Masalah ...3

1.4. Metodologi Penelitian ...3

BAB II ...5

DASAR TEORI ...5

2.1 Telekardiologi ...5

2.2 Komunikasi Digital ...5

2.3 Kuantisasi ...6

2.3.1 Perbandingan sinyal terhadap derau (SNR) untuk pulsa terkuantisasi ...7

2.4 Sandi LDPC ...8

2.4.1 Introduksi ...8

2.4.2 Kode LDPC Regular dan Irregular ...9

2.4.3 Konstruksi LDPC ...9


(12)

2.5.1 Karakteristik Kanal ... 15

2.5.2 Teorema Shannon-Hartley ... 17

2.6. Modulasi Binary Phase Shift Keying ... 18

2.6.1 Differential BPSK ... 20

2.7. Hubungan SNR dan BER ... 22

2.8. Visual C++ ... 23

2.8.1. PlotLab Visual C ... 24

BAB III ... 26

PERANCANGAN PENELITIAN ... 26

3.1. Diagram blok ... 26

3.2. Asumsi dan Parameter Simulasi ... 27

3.3. Perancangan Tampilan Program Visual C++ ... 28

3.3.1 Tampilan Jendela Utama ... 28

3.3.2 Tampilan Jendela Bantuan ... 29

3.3.3 Tampilan Jendela Profil ... 30

3.4 Perancangan Alur Program ... 30

3.4.1 Diagram Alir Utama ... 30

3.4.2 Proses Kuantisasi ... 32

3.4.3 Diagram Alir Sub Rutin Enkoding ... 33

3.4.4 Diagram Alir Sub Rutin Enkoding LDPC ... 33

3.4.5 Diagram Alir Sub Rutin Modulasi ... 38

3.4.6 Diagram Alir Sub Rutin Transmisi ... 39

3.4.7 Diagram Alir Sub Rutin Demodulasi... 40

3.4.8 Diagram Alir Sub Rutin Dekoding LDPC ... 42

3.4.9 Diagram Alir Sub Rutin Konversi Digital ke Analog... 46

BAB IV ... 47

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Tampilan Program Simulasi Pengiriman Data Rekam EKG ... 47

4.1.1. Jendela Utama Program ... 47

4.1.2. Jendela Profil ... 48

4.1.3. Jendela Bantuan ... 48

4.1.4. Jendela About ... 49


(13)

4.2.1. Program Menampilkan Sampel Data EKG ... 49

4.2.2. Program Kuantisasi Sampel Data EKG ... 50

4.2.3. Program Enkoding ... 52

4.2.4. Program Enkoding LDPC ... 55

4.2.5. Program Modulasi ... 58

4.2.6. Program Transmisi... 60

4.2.7. Program Demodulasi ... 62

4.2.8. Program Rekonstruksi Sinyal EKG dan Perhitungan Bit Salah ... 63

4.2.9. Grafik Pengaruh SNR Terhadap BER ... 72

BAB V ... 74

PENUTUP ... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram blok perancangan... 3

Gambar 2.1. Diagram blok komunikasi digital [3]... 6

Gambar 2.2. Penguanta linear L tingkat [4]... 7

Gambar 2.3. Grafik bipartit untuk kode LDPC (10,3,5) [3]... 11

Gambar 2.4. Diagram blok penyandian kanal [3]... 15

Gambar 2.5. Fungsi densitas peluang pada derau Gaussian [7]... 16

Gambar 2.6. Kanal Gaussian dengan derau Gaussian [3]... 17

Gambar 2.7. Grafik hubungan SNR terhadap bandwidth per kapasitas informasi [3]...18

Gambar 2.8. Diagram konstelasi sinyal BPSK [8]...19

Gambar 2.9. (a) Sinyal modulasi biner, (b) Sinyal BPSK [8]...19

Gambar 2.10. (a) Sinyal modulasi,(b) Spektrum (a),(c) Spektrum sinyal BPSK [8]...20

Gambar 2.11. (a) Modulator BPSK, (b) Demodulator koheren [8]... 20

Gambar 2.12. Sinyal DBPSK [9]...21

Gambar 2.13. Demodulator non-koheren pada DBPSK [9]...22

Gambar 2.14. Komponen scope pada PlotLab [11]...25

Gambar 3.1. Diagram blok sistem tanpa penyandian LDPC... 26

Gambar 3.2. Diagram blok sistem dengan penyandian LDPC...27

Gambar 3.3. Perancangan jendela tampilan utama...29

Gambar 3.4. Perancangan jendela Bantuan...29

Gambar 3.5. Perancangan jendela Profil...30

Gambar 3.6. Perancangan jendela About... 30

Gambar 3.7. Diagram alir utama... 31

Gambar 3.8. Diagram alir sub rutin enkoding... 33

Gambar 3.9. Grafik Tanner dari matriks H...35

Gambar 3.10. Diagram alir sub rutin enkoding LDPC...38

Gambar 3.11. Diagram alir sub rutin modulasi...39

Gambar 3.12. Diagram alir sub rutin transmisi...40

Gambar 3.13. Diagram alir sub rutin demodulasi...41

Gambar 3.14. Diagram alir sub rutin dekoding LDPC...45

Gambar 3.15. Diagram alir sub rutin konversi digital ke analog...46

Gambar 4.1. Jendela utama program...47

Gambar 4.2. Jendela Profil... 48

Gambar 4.3. Jendela Bantuan... 48

Gambar 4.4. Jendela About... 49

Gambar 4.5. Data EKG normal sinus... 49

Gambar 4.6. Data EKG congestive heart failure... 49

Gambar 4.7. Sinyal kuantisasi 10 bit data normal sinus... 50

Gambar 4.8. Sinyal kuantisasi 10 bit data congestive heart failure... 51

Gambar 4.9. Hasil eksekusi program enkoding 5 indeks pertama data NS...53

Gambar 4.10. Hasil eksekusi program enkoding 5 indeks pertama data CHF... 53

Gambar 4.11. Hasil eksekusi program enkoding LDPC 3 data pertama NS... 55

Gambar 4.12. Hasil eksekusi program enkoding LDPC 3 data pertama CHF... 57

Gambar 4.13. Sinyal BPSK representasi bit 0...58

Gambar 4.14. Sinyal BPSK representasi bit 1...58

Gambar 4.15. Hasil simulasi pembangkitan amplitudo sinyal pemodulasi PCM non LDPC NS... 59


(15)

Gambar 4.17. Hasil simulasi pembangkitan amplitudo sinyal pemodulasi PCM non LDPC CHF...59

Gambar 4.18. Hasil simulasi pembangkitan amplitudo sinyal pemodulasi PCM LDPC CHF...59

Gambar 4.19. Program generator noise AWGN... 60

Gambar 4.20. Grafik plot noise AWGN Matlab... 60

Gambar 4.21. Grafik plot noise AWGN C++... 61

Gambar 4.22. Kotak input energi bit dan informasi proses transmisi... 61

Gambar 4.23. Perbandingan sinyal BPSK sebelum dan sesudah transmisi, Eb = 0,01 W...61

Gambar 4.24. Perbandingan sinyal BPSK sebelum dan sesudah transmisi, Eb = 5 W...62

Gambar 4.25. Urutan bit sebelum ditransmisikan dengan sinyal BPSK...62

Gambar 4.26. Urutan bit yang ditransmisikan dengan sinyal BPSK, Eb=0,01 W...62

Gambar 4.27. Urutan bit yang ditransmisikan dengan sinyal BPSK, Eb=0,1 W...63

Gambar 4.28. Urutan bit yang ditransmisikan dengan sinyal BPSK, Eb=3 W...63

Gambar 4.29. Grafik data rekonstruksi CHF tanpa penyandian LDPC, Eb=0,01 W...64

Gambar 4.30. Grafik data rekonstruksi CHF dengan penyandian LDPC, Eb=0,01 W...64

Gambar 4.31. Grafik data rekonstruksi CHF tanpa penyandian LDPC, Eb=0,1 W...64

Gambar 4.32. Grafik data rekonstruksi CHF dengan penyandian LDPC, Eb=0,1 W...65

Gambar 4.33. Grafik data rekonstruksi CHF tanpa penyandian LDPC, Eb=1 W...65

Gambar 4.34. Grafik data rekonstruksi CHF dengan penyandian LDPC, Eb=1 W...65

Gambar 4.35. Grafik data rekonstruksi CHF tanpa penyandian LDPC, Eb=2 W...66

Gambar 4.36. Grafik data rekonstruksi CHF dengan penyandian LDPC, Eb=2 W...66

Gambar 4.37. Grafik data rekonstruksi CHF tanpa penyandian LDPC, Eb=3 W...66

Gambar 4.38. Grafik data rekonstruksi CHF dengan penyandian LDPC, Eb=3 W...67

Gambar 4.39. Grafik data rekonstruksi CHF tanpa penyandian LDPC, Eb=4 W...67

Gambar 4.40. Grafik data rekonstruksi CHF dengan penyandian LDPC, Eb=4 W...67

Gambar 4.41. Grafik data rekonstruksi NS tanpa penyandian LDPC, Eb=0,01 W...68

Gambar 4.42. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=0,01 W... 68

Gambar 4.43. Grafik data rekonstruksi NS tanpa penyandian LDPC, Eb=0,1 W... 69

Gambar 4.44. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=0,1 W... 69

Gambar 4.45. Grafik data rekonstruksi NS tanpa penyandian LDPC, Eb=1 W...69

Gambar 4.46. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=1 W... 70

Gambar 4.47. Grafik data rekonstruksi NS tanpa penyandian LDPC, Eb=2 W...70

Gambar 4.48. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=2 W... 70

Gambar 4.49. Grafik data rekonstruksi NS tanpa penyandian LDPC, Eb=3 W...71

Gambar 4.50. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=3 W... 71

Gambar 4.51. Grafik data rekonstruksi NS tanpa penyandian LDPC, Eb=4 W...71

Gambar 4.52. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=4 W...72

Gambar 4.53. Grafik pengaruh SNR terhadap BER transmisi CHF...73


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Parameter simulasi...28

Tabel 4.1. Penguanta linear 1024 tingkat data NS...51

Tabel 4.2. Penguanta linear 1024 tingkat data CHF...52

Tabel 4.3. Hasil eksekusi program enkoding 5 indeks pertama data NS... 54

Tabel 4.4. Hasil eksekusi program enkoding 5 indeks pertama data CHF...54

Tabel 4.5. Hasil eksekusi program enkoding LDPC 3 data pertama NS...56

Tabel 4.6. Hasil eksekusi program enkoding LDPC 3 data pertama CHF... 57

Tabel 4.7. Tabel informasi proses rekonstruksi sinyal EKG CHF...68


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Dewasa ini kebutuhan sistem komunikasi data yang efisien dan handal sudah sangat meningkat pesat [1]. Banyak faktor yang menyebabkan peningkatan ini, di antaranya adalah peningkatan jumlah perangkat otomatis pengolah data dan meningkatnya kebutuhan komunikasi jarak jauh.

Salah satu aplikasi komunikasi data adalah telekardiologi. Telekardiologi didefinisikan sebagai penggunaan teknologi telekomunikasi untuk diagnosis penyakit kardiak, perawatan, dan kepedulian terhadap pasien [2]. Peralatan telekardiologis umum antara lain monitor holter ambulatory, monitor telemeter EKG, perekam, dan lain-lain. Telekardiologi memungkinkan seorang kardiologis pada tempat / site tertentu melakukan diagnosis terhadap pasien, melakukan perawatan kesehatan, menyediakan terapi, dan berkonsultasi dengan dokter atau personel paramedik di tempat lainnya.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan sistem komunikasi data yang mampu mendukung telekardiologi, tantangan besar yang dihadapi oleh insinyur perancang sistem komunikasi digital adalah menyediakan sebuah fasilitas komunikasi data yang efektif dan handal[3]. Tantangan ini bermunculan salah satunya disebabkan karena variasi teknik modulasi pada sistem komunikasi data ternyata belum mampu menghasilkan sistem dengan kecepatan data yang relatif tinggi dan probabilitas error yang rendah. Salah satu solusi untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan error correction coding.

Sandi koreksi error adalah mekanisme mengubah simbol informasi pada sumber ke dalam bentuk lain untuk ditransmisikan[4]. Penggunaannya bertujuan untuk mengurangi secara signifikan pengaruh noise yang dapat menyebabkan berubahnya level simbol pada proses komunikasi data.

Salah satu sandi koreksi error yang banyak digunakan saat ini adalah skema LDPC (low density parity-check) karena skema ini telah diadopsi ke dalam digital video broadcasting berbasis satelit dan standar komunikasi optis [5]. LDPC juga akan diadopsi ke


(18)

dalam standar WLAN IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers). Hal ini dikarenakan dekoding skema LDPC memiliki tingkat kerumitan yang relatif rendah sehingga dekoder untuk sandi LDPC lebih sederhana dibandingkan dekoder sandi koreksi error yang lain (kode konvolusional dan lain-lain). Skema LDPC tidak menggunakan low-weight code words sehingga sandi ini lebih mudah untuk dibuat. Sandi ini memiliki noise performance yang paling mendekati limit Shannon jika dibandingkan dengan skema yang lain (turbo code reguler, kode konvolusional, dan lain-lain) [3]. Terlebih lagi pada saat ini terdapat teknik merancang skema kode LDPC yang memungkinkan konstruksi kode mendekati kapasitas Shannon dalam ratusan desibel.

Berdasarkan permasalahan untuk menyediakan sistem komunikasi data yang efektif dan handal, penulis akan berusaha meneliti peningkatan performa komunikasi data dalam bidang telekardiologi dengan menerapkan skema penyandian LDPC pada pengiriman data rekam detak jantung atau data EKG (elektrokardiogram). Sinyal EKG mempunyai karakteristik amplitudo yang rendah (10μV-10mV) dan frekuensi yang rendah (0,05-100 Hz), sehingga untuk menjamin keakuratan transmisi data pasien yang diterima diperlukan kehandalan teknologi wireless.

Penggunaan LDPC diharapkan dapat meningkatkan performansi sistem untuk mencapai target BER simulasi sebesar 10-4 pada kanal AWGN. Peningkatan performansi sistem transmisi data EKG akan meningkatan efektifitas dan keandalan fasilitas telekardiologi.

1.2.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.2.1. Tujuan dari penelitian

a. Memberikan hasil analisa unjuk kerja skema sandi koreksi error LDPC pada transmisi data EKG.

b. Memberikan hasil analisa dan perbandingan probabilitas error kanal dengan parameter BER ( bit error rate ) dan SNR ( signal to noise ratio ) pada transmisi data EKG tanpa LDPC dan menggunakan LDPC.

1.2.2. Manfaat Penelitian

a. Membantu dokter / petugas medis melakukan konsultasi atau diagnosis yang akurat terhadap data EKG telekardiologi dengan menyediakan fasilitas transmisi data EKG yang efektif dan handal.


(19)

b. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa untuk memahami proses penyandian data digital dengan skema LDPC.

1.3.

Batasan Masalah

a. Skema penyandian menggunakan sandi LDPC. b. Simulasi dibangun untuk single user environment.

c. Sampel data rekam detak jantung didapatkan dari database MIT-BIH.

d. Simulasi rekonstruksi sinyal EKG dan grafik BER dirancang menggunakan perangkat lunak Visual C++ 2008.

e. Program simulasi LDPC dijalankan di PC.

f. Ketersediaan bandwidth W-LAN 802.11g maksimum yaitu 54 MBps. g. Menggunakan skema modulasi digital DBPSK.

h. Analisis BER diterapkan pada kanal AWGN.

i. Kesalahan bit yang dikirimkan maksimal adalah 10-4 (1 bit salah dari 10 ribu bit yang dikirim).

j. Setiap titik data direpresentasikan dengan PCM 10 bit.

1.4.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan metode sebagai berikut :

a. Mempelajari referensi berupa buku, jurnal, dan sumber referensi lain. b. Merancang subsistem.

Tahap ini bertujuan untuk menentukan model subsistem yang optimal dengan mempertimbangkan faktor permasalahan, asumsi, dan parameter yang telah ditentukan. Gambar 1.1 memperlihatkan diagram blok yang akan dirancang.


(20)

c. Membuat subsistem.

Berdasarkan Gambar 1.1, terdapat dua keadaan yang akan dibandingkan probabilitas kesalahannya. Keadaan pertama yaitu masukan sampel data EKG akan diubah/enkode ke bentuk PCM. PCM kemudian dimodulasi dengan sinyal DBPSK untuk ditransmisi. Setelah sampai di penerima, sinyal termodulasi didemodulasi untuk memisahkan PCM dengan sinyal DBPSK. PCM kemudian didekodekan kembali untuk memperoleh rekonstruksi data EKG. Keadaan kedua memiliki urutan blok yang sama dengan keadaan pertama. Hal yang membedakan adalah proses enkoding dan dekoding pada keadaan kedua menggunakan sandi koreksi error LDPC. Proses rekonstruksi ini akan ditampilkan menggunakan program Visual C++ 2008.

d. Analisis hasil percobaan.

Menganalisis dan membandingkan probabilitas error kanal transmisi dengan penyandian LDPC maupun tanpa penyandian LDPC pada sinyal EKG. Parameter untuk analisis adalah BER dan SNR. Grafik probabilitas error kanal akan ditampilkan dalam program.

e. Membuat kesimpulan.

Berdasarkan perbandingan nilai SNR untuk kondisi transmisi dengan LDPC maupun tanpa LDPC pada data EKG. Perbandingan nilai SNR dilakukan pada target BER yaitu 10-4.


(21)

BAB II

DASAR TEORI

2.1

Telekardiologi

Istilah telekardiologi dalam pengertian sederhana adalah utilisasi/penggunaan dari teknologi telekomunikasi untuk diagnosis penyakit kardiak, perawatan, dan kepedulian terhadap pasien [2]. Peralatan telekardiologis umum antara lain monitor holter ambulatory, monitor telemeter EKG, perekam, dan lain-lain. Dewasa ini, aplikasi telemetri kardiak yang continous dan mobile telah menjadi alternatif dalam ambulatory monitoring konvensional. Aplikasi telekardiologi ini sangat menjanjikan karena didukung oleh teknologi yang memungkinkan monitoring secara continous, real-time, dan mampu mendeteksi secara otomatis penyakit-penyakit kardiak.

Telekardiologi memungkinkan seorang kardiologis pada tempat / site tertentu melakukan diagnosis terhadap pasien, melakukan perawatan kesehatan, menyediakan terapi, dan berkonsultasi dengan dokter atau personel paramedik di tempat lainnya. Telekardiologi memiliki pengaruh yang besar dalam memenuhi janji akan peningkatan kualitas, peningkatan efisiensi, dan perluasan akses sistem delivery healthcare di daerah pedesaan dan negara berkembang. Saat ini, sistem komunikasi selular nirkabel menawarkan video telephony yang bisa memfasilitasi pengiriman Gambar strip EKG real-time antara pasien/caregiver dan profesional health-care.

2.2

Komunikasi Digital

Sistem komunikasi digital yang menjadi dasar teori informasi direpresentasikan oleh diagram blok pada Gambat 2.1. [3]. Blok fungsional dari pengirim dan penerima adalah sebagai berikut:

1. Enkoder-dekoder sumber. 2. Enkoder-dekoder kanal. 3. Modulator dan demodulator.


(22)

Pada pengirim, fungsi dari enkoder sumber adalah menghilangkan redundansi infomasi dari sinyal pesan dan mempengaruhi efisiensi kanal. Simbol yang dihasilkan oleh enkoder sumber disebut dengan codeword sumber.

Aliran data selanjutnya diproses oleh enkoder kanal sehingga menghasilkan urutan simbol baru yang disebut codeword kanal. Codeword kanal lebih panjang dibandingkan dengan codeword sumber. Hal ini dikarenakan kontrol redundansi yang dibangun dalam konstruksi codeword kanal lebih kompleks dibandingkan dengan codeword sumber.

Fungsi modulator adalah merepresentasikan setiap simbol pada codeword kanal dengan simbol analog tertentu. Urutan simbol analog yang dihasilkan oleh modulator disebut gelombang atau waveform. Gelombang inilah yang digunakan untuk transmisi antar kanal.

Pada penerima, gelombang yang diterima akan diproses secara berkebalikan untuk merekonstruksi sinyal original. Sinyal rekonstruksi kemudian dikirim ke tujuan.

Gambar 2.1. Diagram blok komunikasi digital [3]

2.3

Kuantisasi

Sinyal tercuplik masih mempunyai amplitudo yang tak terhingga [4]. Hal ini berarti setiap sinyal tercuplik mempunyai kemungkinan nilai amplitudo yang terbatas dan tak tertentu. Sinyal seperti ini belum dapat digunakan sebagai masukan pada sistem digital. Oleh karena itu, penyesuaian sinyal dengan mengubah amplitudo yang tak tertentu menjadi amplitudo tertentu perlu dilakukan, yang biasanya dilakukan dengan pembulatan (rounding). Proses pembulatan amplitudo ini disebut dengan kuantisasi. Dengan kata lain,


(23)

kuantisasi mengubah sinyal dengan amplitudo kontinyu menjadi sinyal dengan amplitudo diskret. Sinyal ini sudah sesuai untuk sistem digital.

Kuantisasi dilakukan dengan membagi rentang maksimum sinyal tercuplik dengan jumlah tingkat tertentu. Amplitudo sinyal tercuplik kemudian dibulatkan sesuai dengan tingkat yang paling mendekati. Error akan selalu muncul karena adanya perbedaan nilai amplitudo sinyal tercuplik dengan amplitudo sinyal terkuantisasi.

2.3.1 Perbandingan sinyal terhadap derau (SNR) untuk pulsa terkuantisasi

Gambar 2.2 memperlihatkan penguanta (quantizer) linear L tingkat untuk sinyal analog dengan tegangan puncak ke puncak, Vpp = Vp –(-Vp) = 2Vp Volt. Pulsa terkuantisasi bernilai positif dan negatif. Ukuran setiap tingkat kuantisasi, disebut dengan quantile interval, adalah ∆ Volt. Jika tingkat kuantisasi terdistribusi dengan nilai sama, maka penguanta disebut penguanta seragam (uniform quantizer) atau penguanta linear (linear quantizer). Setiap nilai tercuplik dari sinyal analog akan didekati (dibulatkan) dengan pulsa terkuantisasi, di mana pendekatan ini menghasilkan error yang tidak lebih besar dari ∆/2 pada arah positif dan –∆/2 pada arah negatif.


(24)

Jika terdapat sebuah masukan m dengan amplitudo kontinyu dalam rentang (-mmax, mmax) [3], maka ukuran step pada penguanta adalah ∆/q

∆= (2.1) dengan R adalah jumlah bit per sample yang akan dikonstruksi dalam kode biner. Varian dari error penguanta adalah

σ = ∆ (2.2) Perbandingan sinyal terhadap derau pada kuantisasi uniform/seragam adalah

( SNR) =

σ (2.3) Jika dinyatakan dalam dB, maka

10log ( SNR) (2.4) Untuk limit L -> ∞, sinyal mendekati format PAM (tanpa kuantisasi), dan perbandingan sinyal terhadap derau kuantisasi menjadi tak terhingga.

2.4

Sandi LDPC

2.4.1 Introduksi

Sandi LDPC (low-density parity-check) adalah salah satu bentuk dari sandi FEC (forward error-correction) , diperkenalkan pertama kali pada tahun 1962 dalam tesis PhD Robert Gallager di MIT [6]. Pada waktu itu, potensi yang dimiliki oleh skema koding ini belum dapat dijelajahi sepenuhnya karena keterbatasan teknologi transistor pertama tidak mampu memenuhi kebutuhan akan simulasi dan komputasi. Oleh karena itu, skema koding ini tidak digunakan selama lebih dari 35 tahun. Selama waktu itu ruang lingkup dari FEC hanya didominasi oleh blok aljabar highly structured dan kode konvolusional. Meskipun secara praktik skema koding tersebut mengalami sukses besar, performa yang dihasilkan tidak memenuhi syarat teorema Shannon mengenai limit yang dapat diterima. Karena masalah gap antara teori Shannon dan praktik yang sepertinya tidak dapat diatasi pada waktu itu, pada akhir tahun 1980-an banyak peneliti yang menyerah membahas hal ini.

Selama bertahun-tahun menggunakan blok aljabar dan kode konvolusional pada lingkup FEC, pada tahun 1993 muncullah skema koding Turbo Codes yang diperkenalkan oleh Berrou, Glavieux, dan Thitimajshima. Skema koding ini melibatkan sangat sedikit aljabar, bekerja secara iteratif, algoritma yang terdistribusi, fokus kepada performansi


(25)

rata-rata, dan mengandalkan informasi “lunak” yang diekstraksi dari kanal. Masalah gap antara teori dan praktik yang terjadi selama bertahun-tahun dapat diselesaikan dengan skema koding ini menggunakan dekoder hanya dalam waktu singkat.

Pada tahun 1990-an, McKay dan Neal memperkenalkan sebuah kelas baru dari blok kode yang dirancang untuk memiliki banyak fitur dari skema turbo kode. Langsung disadari bahwa blok kode ini ternyata merupakan sebuah rediscovery dari skema koding LDPC yang diperkenalkan beberapa tahun sebelumnya oleh Gallager. Algoritma yang digunakan untuk dekoder tubo kode kemudian memang terlihat sama seperti algoritma dekoding pada LDPC.

Pengembangan dari skema koding LDPC milik Gallager yang menyertakan peneliti seperti Luby, Mitzenmacher, Shokrollahi, Spielman, Richardson dan Urbanke menghasilkan sebuah skema LDPC baru. Skema ini bersifat irregular (tidak teratur) dan memiliki performa yang melebihi turbo kode. Dan pada saat ini, terdapat teknik merancang skema kode LDPC yang memungkinkan konstruksi kode yang mendekati kapasitas Shannon dalam ratusan desibel. Hal ini dikarenakan skema LDPC memiliki keunggulan yaitu dekoding dengan tingkat kerumitan yang relatif rendah sehingga dekoder untuk sandi LDPC lebih sederhana dibandingkan dekoder skema error correction code yang lain dan skema LDPC tidak menggunakan low-weight code words sehingga sandi ini lebih mudah untuk dibuat. Sandi ini memiliki noise performance yang paling mendekati limit Shannon jika dibandingkan dengan skema yang lain [3].

2.4.2 Kode LDPC Regular dan Irregular

Kode LDPC dikatakan regular apabila nilai (jumlah 1 pada kolom matriks) konstan untuk setiap kolom dan nilai (jumlah 1 pada baris matriks) juga konstan [6]. Kode LDPC dikatakan irregular apabila nilai tidak konstan untuk setiap kolom dan tidak konstan untuk setiap baris matriks.

2.4.3 Konstruksi LDPC

Sesuai dengan namanya yaitu low density parity check, skema LDPC adalah blok kode dengan matriks periksa paritas H/A yang mengandung hanya sedikit masukan bukan nol [3]. Skema kode LDPC biasanya ditulis dalam bentuk (n,tc,tr) dimana n adalah panjang blok, tc adalah jumlah 1 pada setiap kolom matriks H/A, dan tr adalah jumlah 1 pada setiap baris matriks H/A. Terdapat beberapa metode untuk membuat sandi LDPC, satu di antaranya adalah metode Gallager.


(26)

2.4.3.1 Metode Gallager

Sandi original LDPC yang diperkenalkan oleh Gallager adalah regular dan ditetapkan dalam struktur H. Baris dari matriks periksa paritas dibagi menjadi tc set dengan M/tc baris pada setiap set. Set pertama berisi tr dengan nilai 1 berurutan dari kiri ke kanan melewati kolom. Setiap set baris lain secara acak memilih permutasi kolom pada set pertama. Hasilnya setiap kolom H mempunyai nilai “1” pada setiap set tc. Rate dari sebuah skema kode LDPC adalah

r = 1− , t > t (2.5)

dengan validitas yang dapat dibuktikan sebagai berikut. Anggap ρ adalah densitas dari 1

pada matriks periksa A, maka dapat ditentukan

t = ρ( n−k) (2.6)

t = ρn (2.7) dengan (n-k) adalah jumlah baris pada matriks A, n adalah jumlah kolomnya ( panjang blok kode ), dan k adalah bit informasi. Oleh karena itu, dengan membagi nilai terhadap didapatkan hasil

= 1− (2.8) Menurut definisi, rate kode dari blok kode adalah k/n. Oleh karena itu persamaan 2.5 terbuktiselama baris matriks periksa paritas A “linearly independent”.

Struktur dari skema kode LDPC juga diGambarkan dengan grafik bipartit. Node sebelah kiri pada Gambar grafik bipartit adalah node variabel yang berkoresponden dengan elemen codeword. Node sebelah kanan adalah node cek yang berkoresponden dengan aturan cek paritas codeword pada kode. Jenis kode LDPC dicontohkan dengan Gambar 2.3 disebut regular karena semua node memiliki kesamaan jumlah output. Pada contoh Gambar 2.3 jumlah output pada node variabel = 3, jumlah output pada node cek = 5. Semakin meningkat nilai panjang blok n mendekati tidak terbatas akan menyebabkan jumlah output node cek terhadap node variabel semakin kecil.


(27)

.

Gambar 2.3. Grafik bipartit untuk kode LDPC (10,3,5) [3]

Matriks A dibentuk dengan menempatkan nilai 1 secara acak, berdasarkan pada aturan bahwa :

1. Setiap kolom berisi sedikit angka 1 ( ). 2. Setiap baris berisi sedikit angka 1 ( ).

Pada praktiknya aturan tersebut sering dilanggar dengan tujuan menghindari baris yang “linearly dependent” pada matriks periksa paritas A.

Tidak sama seperti blok kode linear lainnya, matriks periksa paritas A pada LDPC tidak sistematis atau tidak memiliki bit periksa paritas yang muncul dalam bentuk diagonal sehingga simbol yang digunakan berbeda. Meskipun demikian, untuk tujuan koding matriks generator G dapat diperoleh untuk skema koding LDPC dengan eliminasi Gauss menggunakan perhitungan modulo-2. Menggunakan terminologi pada pembahasan blok kode linear, vektor kode 1-oleh-n c dipartisi menjadi

c = [b ⋮m] (2.9) dengan m adalah vektor pesan k-oleh-1 dan b adalah (n-k)-oleh-1 vektor paritas. Sejalan dengan itu, matriks periksa paritas A dipartisi menjadi

A = A

… A

(2.10)

dengan A1 adalah matriks persegi dengan dimensi (n-k) x (n-k) dan A2 adalah matriks

rektangular dengan dimensi k x (n-k).

cA = 0 (2.11)

[b⋮m] A

… A

= 0 (2.12)

atau secara ekuivalen dapat ditulis menjadi

bA + mA = 0 (2.13)

b = mP (2.14)


(28)

P = A A (2.16) dengan P adalah koefisien matriks dan adalah invers matriks A. Generator matriks skema LDPC ditentukan dengan

G = [ A A ⋮I ] (2.17) dengan adalah matriks identitas k-oleh-k.

Penting untuk digaris-bawahi bahwa jika penentuan matriks periksa paritas A untuk sembarang kode LDPC dan pengambilan (n-k) kolom A secara acak untuk membentuk matriks persegi , tidak menjamin bahwa akan nonsingular ( memiliki invers), bahkan jika baris A adalah “independent linearly” sekalipun.

2.4.3.2 Enkoding LDPC

Proses enkoding LDPC dilakukan dengan melakukan perkalian matriks u (pesan) dengan G (generator sandi LDPC).

c = uG (2.18)

2.4.3.3Dekoding LDPC 2.4.3.3.1 Dekoding Bit-Flip

Algoritma bit-flip adalah sebuah algoritma pelewat pesan hard-decision untuk sandi LDPC. Hard decision tentang masing-masing bit yang diterima dibuat oleh detektor dan melewati dekoder. Untuk algoritma bit-flip, pesan yang melewati batas grafik bipartit Tanner adalah dalam bentuk biner. Node bit (variabel) mengirimkan pesan yang mendeklarasikan apakah bernilai satu atau nol, dan setiap node cek mengirimkan pesan ke setiap node bit yang terhubung mendeklarasikan nilai dari bit berdasarkan informasi yang terdapat pada node cek.

Node cek menentukan apakah persamaan cek paritas memenuhi jika penjumlahan modulo 2 dari masukan bit adalah bernilai nol. Jika sebagian besar pesan diterima dengan node bit berbeda dari nilai yang diterima maka nilai node bit saat itu akan berubah (flip). Proses ini diulangi sampai semua persamaan cek paritas terpenuhi atau sampai melewati nilai maksimum dari iterasi dekoder.

Proses dekoding bit-flip bisa langsung dihentikan apabila codeword valid sudah ditemukan dengan memeriksa jika semua persamaan cek paritas terpenuhi. Skema dekoding ini memiliki dua keuntungan, yaitu iterasi tambahan tidak diperlukan saat solusi sudah ditemukan dan kegagalan menemukan codeword dapat dideteksi.


(29)

Algoritma bit-flip berdasarkan prinsip bahwa adalah salah jika sebuah codeword melibatkan sejumlah besar persamaan cek yang salah. Kejarangan pada matriks periksa paritas H membantu menyebarkan bit sehingga persamaan periksa paritas tidak berisi set bit codeword yang sama.

Masukan dari proses bit-flip adalah codeword transmisi y = [y1,y2,...,yn] dan keluarannya adalah M = [M1,M2,...,Mn]. Pseudo-code dari bit-flip adalah sebagai berikut


(30)

Algoritma dekoding bit-flip dibagi menjadi beberapa langkah yaitu : 1. Inisialiasi

Setiap node bit (variabel) menandai bit yang diterima kanal dan mengirim pesan ke node cek yang terhubung, inisialisasi dapat diperlihatkan melalui grafik bipartit Tanner.

2. Memperbarui paritas

Dengan menggunakan pesan dari node bit, setiap node cek memeriksa apakah persamaan cek paritas terpenuhi, jika terpenuhi algoritma akan berhenti. Jika persamaan cek paritas tidak terpenuhi setiap node cek akan mengirimkan pesan ke node bit yang terhubung untuk memeriksa paritas.

3. Memperbarui bit

Jika sebagian besar pesan yang dikirim oleh node cek mengindikasikan persamaan cek paritas tidak terpenuhi, maka nilai dari node bit berubah (flip). Setelah node bit berubah, proses memperbarui paritas akan dilakukan kembali sampai paritas codeword valid atau maksimum iterasi. Jika sampai kondisi iterasi maksimum codeword belum valid, maka algoritma dekoding akan berhenti.

2.5

Penyandian Kanal (

Channel

Coding

)

Keberadaan derau pada kanal menyebabkan perbedaan (error) urutan sekuensial antara data keluaran dan data masukan [3]. Untuk kanal berderau (kanal komunikasi nirkabel) umumnya kemungkinan error dapat mencapai angka 10-1, yang berarti rata-rata hanya 9 dari 10 bit yang dikirimkan diterima secara benar. Pada aplikasi tertentu, tingkat kehandalan seperti ini tidak dapat diterima. Oleh karena itu, penyandian kanal sangat dibutuhkan untuk mendapatkan performa komunikasi dengan kemungkinan error yang sangat rendah.

Penyandian kanal bertujuan untuk meningkatkan resistansi kanal komunikasi terhadap derau kanal. Secara spesifik, penyandian kanal berisi pemetaan urutan data masukan ke dalam kanal dan pemetaan terbalik urutan data keluaran kanal sedemikian rupa untuk meminimalisir derau kanal. Operasi pemetaan pada pengirim dilakukan oleh enkoder kanal dan operasi pemetaan terbalik pada penerima dilakukan oleh dekoder kanal seperti terlihat pada Gambar 2.4.


(31)

Gambar 2.4. Diagram blok penyandian kanal [3]

2.5.1 Karakteristik Kanal

Kanal merupakan medium tempat sinyal ditransmisikan [7]. Berbeda jenis kanal berbeda pula sifat dan karakteristik pelemahan (impairment) sinyal yang dimilikinya.

1. AWGN

AWGN ((additive white Gaussian noise) adalah derau/noise yang terjadi dibangkitkan oleh gerakan thermal dari elektro-elektron dalam material. Derau ini menambahkan sinyal sehingga disebut additive. Memiliki densitas daya spektral (N0 Watt/Hz) yang konstan, dianalogikan seperti cahaya putih/white yang mengandung jumlah yang sama antara semua warna dan frekuensi sehingga disebut white. Disebut Gaussian karena fungsi densitas peluang amplitudo derau diekspresikan dalam bentuk Gaussian. Gambar 2.5 menunjukkan fungsi kemungkinan densitas untuk white noise dengan tegangan RMS Volt.

Noise untuk keperluan desain sistem komunikasi biasanya dianggap memiliki karakteristik sebagai berikut:

 White noise; Spektrum rapat daya noise dianggap memiliki harga yang sama untuk setiap frekuensi (dalam pita komunikasi yang digunakan).

( ) = (2.19)

 Terdistribusi Gaussian; Pola kemunculan noise dianggap terdistribusi Gaussian dengan nilai rata-rata (mean) adalah nol dan varians tergantung rapat daya yang diperkirakan dari noise tersebut. Pola kemunculan noise direpresentasikan melalui persamaan (2.20).

( ) =


(32)

Gambar 2.5. Fungsi densitas peluang pada derau Gaussian [7] 2. Efek Doppler

Efek Doppler adalah pergeseran frekuensi yang terjadi pada sinyal sebagai akibat dari pergerakan antara pengirim dan penerima. Pergeseran frekuensi Doppler bernilai positif jika pengirim dan penerima mendekati satu sama lain dan sebaliknya bernilai negatif jika pengirim dan penerima menjauhi satu sama lain. 3. Multipath dan shadowing

Pengaburan (obscure) dan kondisi terbayangi (shadowed) adalah satu masalah dalam sistem komunikasi. Saat sinyal dalam proses mencapai penerima, kondisi yang penuh dengan halangan dapat menyebabkan pengaburan dan kondisi terbayangi. Hal ini akan menyebabkan ada sinyal yang diterima secara langsung oleh penerima dan ada sinyal yang diterima melalui pantulan (reflection). Perbedaan penerimaan ini dapat mengakibatkan efek saling menghilangkan pada sinyal yang dikirimkankan.

4. Daya

Keterbatasan daya adalah satu masalah utama dalam sistem komunikasi. Penting bagi sistem komunikasi untuk menggunakan penguat yang memiliki efisiensi daya tinggi pada rangkaian pengirim. Pada skema modulasi tertentu, sistem dapat dirancang untuk mengirimkan data maksimum dengan alokasi bandwidth tertentu akan tetapi keterbatasan daya dapat mempengaruhi BER dari pengiriman data tersebut.


(33)

2.5.2 Teorema Shannon-Hartley

Terdapat sebuah kanal Gaussian bandlimited yang beroperasi dengan keberadaan noise Gaussian seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 [3].

Gambar 2.6. Kanal Gaussian dengan derau Gaussian [3]

Teorema Shannon-Hartley menempatkan bahwa kapasitas kanal didapatkan dengan persamaan

C = Blog 1 + b/ s (2.21) dengan C adalah kapasitas informasi pada kanal, B adalah bandwidth kanal, dan SNR

adalah signal-to-noise ratio pada penerima. Kapasitas informasi ditetapkan sebagai jumlah maksimum informasi dapat ditransmisikan melewati kanal tanpa error; diukur dalam bits per second (b/s). Untuk nilai bandwidth kanal B dan SNR yang diterima, teorema kapasitas informasi menyatakan bahwa sinyal pesan dapat ditransmisikan melalui sistem tanpa error meskipun kanal dalam keadaan berderau, asalkan nilai aktual kecepatan signaling R yang ditransmisikan melalui kanal bernilai kurang dari kapasitas informasi C ( R ≤ C ).

Teorema Shannon-Hartley menjelaskan bahwa [3] :

1. Semakin tinggi bandwidth memungkinkan pertukaran sinyal informasi semakin cepat sehingga meningkatan kecepatan informasi.

2. Peningkatan nilai SNR memungkinkan seseorang untuk meningkatkan kecepatan informasi dan mencegah error yang disebabkan noise.

3. Jika tidak ada noise, SNR dan rate informasi bernilai tidak terbatas dan tidak terpengaruh bandwidth.


(34)

Gambar 2.7. Grafik hubungan SNR terhadap bandwidth per kapasitas informasi [3] Pada Gambar 2.7 yaitu grafik hubungan SNR terhadap bandwidth per kapasitas informasi, terdapat kondisi C/B 0 atau B/C ∞, = = 0.693, atau dalam desibel = -1.59 dB. Batas asimptot terdapat pada nilai = -1.59 dB. Apabila perhitungan menghasilkan nilai di bawah nilai tersebut maka tergolong dalam komunikasi tidak bebas error pada kecepatan informasi berapapun. Hal ini yang dinamakan dengan limit Shannon.

2.6. Modulasi

Binary

Phase

Shift

Keying

Sebuahsinyal BPSK (binary phase shift keying) dapat didefinisikan sebagai

( ) = ( ) cos 2 [8]. (2.22)

dengan A bernilai konstan, m(t) bernilai +1 atau -1, dan fc adalah frekuensi pembawa. Daya sinyal P = A2/2 sehingga A = √2 . Maka persamaan dapat ditulis menjadi

( ) = ± √2 cos 2


(35)

( ) = ± √ cos 2 . (2.23) dengan E = P T adalah energi sinyal yang ditransmisikan per bit. Jika = cos 2

sebagai fungsi basis ortonomal, maka diagram konstelasi sinyal dari sinyal BPSK menjadi seperti Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Diagram konstelasi sinyal BPSK [8]

Gambar 2.9 menunjukkan bahwa urutan sinyal BPSK dibentuk oleh urutan biner sekuensial 0101001.

Gambar 2.9. (a) Sinyal modulasi biner, (b) Sinyal BPSK [8]

Gambar 2.10 menunjukkan amplitudo spektrum sinyal BPSK ketika m(t) adalah urutan pulsa yang periodik. Spektrum sinyal BPSK memiliki bentuk yang disebut double-sideband suppressed carrier.


(36)

Gambar 2.10. (a) Sinyal modulasi,(b) Spektrum (a),(c) Spektrum sinyal BPSK [8]

Nilai bandwidth B adalah jarak yang tercakup oleh sinyal baseband m(t) dari 0 Hz sampai absis pertama dengan ordinat atau sumbu y bernilai 0. Nilai B Hz adalah bandwidth untuk sinyal baseband dan 2B Hz adalah bandwidth untuk sinyal BPSK. Gambar 2.11 menunjukkan modulator dan demodulator koheren untuk sinyal BPSK.

Gambar 2.11. (a) Modulator BPSK, (b) Demodulator koheren [8]

2.6.1 Differential BPSK

Pada BPSK, “0” dan “1” direpresentasikan sebagai

S ( t) = Ap ( t) cos(2πf t + θ) (2.24)

S ( t) = −Ap ( t) cos(2πf t + θ) (2.25) Secara ekuivalen dapat dituliskan

S ( t) = Ap ( t) cos(2πf t + θ) (2.26)

S ( t) = Ap ( t) cos(2πf t + θ+ π) (2.27) dengan fc adalah frekuensi pembawa, p ( t)=1 untuk 0 ≤ t ≤ T dan p ( t)=0 untuk keadaan selain itu. A adalah magnitudo sinyal, θ adalah fase, dan adalah perpindahan fase [9]. Pada persamaan tersebut, informasi dibawa oleh fase sinyal pembawa, oleh karena itu dinamakan phase shift keying.


(37)

Pada proses demodulasi koheren, timing pulsa dan frekuensi pembawa perlu diperkirakan[9]. Perkiraan ini sewaktu-waktu sulit untuk dilakukan dan ketidaktepatan perkiraan akan secara signifikan menurunkan performa pada demodulator koheren. Dengan modifikasi dari BPSK yaitu DBPSK, sinyal yang diterima dapat didemodulasi tanpa mengetahui fase secara mutlak, cukup nilai relatif dari fase yang diketahui.

Pada DBPSK modulasi data dilakukan pada perpindahan fase sinyal pembawa. Perpindahan fase ( ) melewati interval simbol yang berdekatan merepresentasikan bit “1” sementara jika tidak terjadi perpindahan fase merepresentasikan bit “0”. Situasi ini direpresentasikan pada Gambar 2.12. DBPSK dapat didilihat dengan cara lain yaitu melalui dua proses. Pertama, rentetan data disandikan secara diferensial. Kemudian rentetan data yang telah disandikan dimodulasikan dengan BPSK. Sebuah rentetan data {bj} berisi 0 dan 1 akan disandikan diferensial menjadi {cj} berdasarkan aturan berikut

= ⊕ (2.28) Anggap pada Gambar 2.12, inisial simbol keluaran adalah “0”, rentetan masukan adalah {1,1,0,0,1}, rentetan keluaran adalah {0,1,0,0,0,1}. Sinyal DBPSK didapatkan dengan memodulasi rentetan data yang telah disandikan menggunakan BPSK.

Gambar 2.12. Sinyal DBPSK [9]

Untuk mendemodulasi sinyal DBPSK, nilai bit dalam interval [0:T] adalah seperti salah satu dari sinyal berikut ini:

S ( t) = A[p ( t + T) + p ( t) ]cos(2πf t + θ+ α) (2.29)

S ( t) = A[p ( t + T)−p ( t) ]cos(2πf t + θ+ α) (2.30) dengan α ∈ {0, π} tergantung pada nilai dari bit sebelumnya. Karena dua sinyal tersebut adalah ortogonal, demodulator non-koheren dapat digunakan untuk mendiferensiasi kedua


(38)

sinyal tersebut tanpa perlu mengetahui θ dan α. Demodulator non-koheren sinyal DBPSK ditampilkan pada Gambar 2.13, demodulator akan memutuskan data yang dikirim adalah “0” jika R0 > R1 dan sebaliknya.

Gambar 2.13. Demodulator non-koheren pada DBPSK [9]

2.7. Hubungan SNR dan BER

SNR (signal to noise ratio) adalah perbandingan daya rata-rata sinyal pesan terhadap daya rata-rata dari derau/noise [3]. SNR dapat dicari menggunakan persamaan 2.31.

SNR = (2.31)


(39)

BER (bit error rate) adalah kemungkinan/probabilitas simbol rekonstruksi pada keluaran penerima berbeda dari simbol biner yang ditransmisikan. Hubungan antara BER dan SNR terdapat pada persamaan 2.32.

= (2.32)

2.8. Visual C++

Visual C++ merupakan perangkat pengembangan aplikasi yang menggunakan C++ sebagai bahasa pemrogramanan dan dapat digunakan untuk membuat aplikasi berbasis Windows maupun berbasis text (aplikasi konsol) [10]. Perangkat ini menyediakan lingkungan yang dinamakan IDE (Integrated Development Environtment) yang memungkinkan pemakai membuat, mengompilasi, menggabungkan, dan menguji program dengan cepat dan mudah.

Beberapa komponen penting dalam Visual C++ adalah sebagai berikut : 1. Editor

Editor menyediakan sarana bagi pemrogram untuk menulis program. Yang menarik, editor yang disediakan mampu mengenali kata-kata tercadang C++ dan akan memberi warna tersendiri terhadap kata-kata seperti itu. Keuntungannya, program menjadi lebih mudah dibaca dan kesalahan dalam menuliskan kata-kata akan lebih cepat terdeteksi. 2. Compiler

Compiler adalah perangkat lunak yang berfungsi untuk menerjemahkan kode sumber (source code) ke dalam bentuk bahasa mesin. Tentu saja piranti ini dapat memberikan pesan-pesan kesalahan jika terjadi kesalahan kaidah penulisan program yang terdeteksi pada tahap proses kompilasi. Hasil kompilasi berupa kode objek (object code) yang disimpan dalam berkas berekstensi .obj (disebut berkas objek).

3. Linker

Linker adalah perangkat lunak yang berfungsi menggabungkan berbagai modul yang dihasilkan oleh kompiler dan modul kode dari berbagai pustaka C++, serta membentuk menjadi kode yang dapat dieksekusi. Sebagaimana compiler, linker juga dapat mendeteksi kesalahan. Kesalahan yang terjadi sewaktu proses linking bisa disebabkan karena ada bagian pustaka atau bagian program yang tidak ditemukan.


(40)

4. Pustaka

Visual C++ menyediakan berbagai pustaka (library) yang memudahkan pemrogram dalam melakukan berbagai operasi seperti menghitung akar kuadrat dan mengakses database. Pustaka-pustaka yang tersedia antara lain berupa :

Standart C++ library (berisi semua rutin yang tersedia pada kebanyakan kompiler C++)

Microsoft Foundation Classes and Templates (MFC&T) yang berkaitan dengan pemrograman Windows.

5. AppWizard

Perangkat ini bermanfaat untuk membangkitkan suatu kerangka dasar aplikasi Windows yang sangat memudahkan pemrogram untuk membuat aplikasi Windows.

6. ClassWizard

Perangkat ini bermanfaat untuk mengedit kelas-kelas yang dibangkitkan oleh AppWizard.

2.8.1. PlotLab Visual C

PlotLab adalah sebuah set plotting data atau grafik yang sangat cepat pada Visual C [11]. Aplikasi ini memungkinkan instalasi grafik, plot, dan grafik waterfalls yang interaktif pada VB.NET, C#, Visual C++, Delphi dan aplikasi C++ lainnya. Aplikasi ini berisi akuisisi data real time, analisis sinyal, analisis sinyal digital, analisis video, visualisasi data dan lain-lain.

Library pada PlotLab berisi komponen scope, komponen waterfall, dan komponen multi waterfall. Scope adalah komponen yang mendukung aplikasi plot data linear dan logaritmik. Waterfall adalah komponen yang mendukung aplikasi plot data waterfall tunggal. Multi waterfall adalah komponen yang mendukung aplikasi plot data waterfall pada kanal yang berbeda. Gambar 2.14 menunjukkan komponen scope pada PlotLab.


(41)

(42)

BAB III

PERANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kebutuhan daya sistem transmisi data EKG pada komunikasi wireless LAN dengan indikator hubungan SNR terhadap BER. Analisis dilakukan dengan membandingkan performa SNR transmisi sampel EKG yang tidak disandikan ke dalam bentuk sandi LDPC terhadap transmisi sampel EKG yang disandikan ke dalam bentuk sandi LDPC.

Perancangan simulasi ini menggunakan perangkat lunak Visual C++ untuk mengubah sinyal EKG analog menjadi digital dan sebaliknya, proses enkoding, proses dekoding, proses modulasi, demodulasi, dan menampilkan grafik hubungan SNR terhadap BER. Informasi grafik hubungan SNR terhadap BER akan digunakan untuk analisis kebutuhan daya pada sistem transmisi.

3.1. Diagram blok

Model perancangan sistem simulasi transmisi data EKG dengan sistem tanpa penyandian LDPC direpresentasikan pada diagram blok pada Gambar 3.1. Diagram blok sistem terdiri dari masukan sampel data EKG, blok modulasi DBPSK, blok kanal AWGN dengan pengaruh derau, blok demodulasi DBPSK, dan blok data EKG rekonstruksi.


(43)

Dari Gambar 3.1, sampel data EKG yang telah dikuantisasi akan dienkodekan untuk mendapatkan codeword/PCM yang akan dimodulasi dengan gelombang DBPSK. Kemudian sinyal termodulasi akan ditransmisikan melalui kanal AWGN yang berderau. Gelombang keluaran kanal akan didemodulasi untuk memisahkan PCM dengan gelombang DBPSK. Kemudian PCM didekodekan untuk mendapatkan bit informasi. Bit informasi ini akan diolah untuk merekonstruksi sinyal EKG.

Model perancangan sistem simulasi transmisi data EKG dengan sistem penyandian LDPC direpresentasikan pada diagram blok pada Gambar 3.2. Diagram blok sistem terdiri dari masukan sampel data EKG, blok enkoding LDPC, blok modulasi DBPSK, blok kanal AWGN dengan pengaruh derau, blok demodulasi DBPSK, blok dekoding LDPC dan blok data EKG rekonstruksi.

Gambar 3.2. Diagram blok sistem dengan penyandian LDPC

Dari Gambar 3.2, sampel data EKG yang telah dikuantisasi akan dienkodekan dengan skema koreksi error LDPC untuk mendapatkan codeword/PCM yang akan dimodulasi dengan gelombang DBPSK. Kemudian sinyal termodulasi akan ditransmisikan melalui kanal AWGN yang berderau. Gelombang keluaran kanal akan didemodulasi untuk memisahkan PCM dengan gelombang DBPSK. Kemudian PCM didekodekan untuk mendapatkan bit informasi. Bit informasi ini akan diolah untuk merekonstruksi sinyal EKG.

3.2. Asumsi dan Parameter Simulasi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perancangan simulasi transmisi data EKG pada komunikasi wireless LAN ini adalah :


(44)

1. Simulasi untuk single user.

2. Sinkronisasi antara Tx dan Rx dianggap sempurna. 3. Kanal yang digunakan adalah kanal AWGN. 4. Mengabaikan efek Doppler dan multipath.

5. Daya yang digunakan pada transmisi BPSK adalah daya real.

6. Ketersediaan bandwidth W-LAN 802.11g maksimum yaitu 54 MBps.

Parameter perancangan simulasi transmisi data EKG pada komunikasi wireless LAN yang dilakukan dirangkum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Parameter simulasi

Parameter Keterangan

Jumlah bit kuantisasi (bit pesan) Code rate enkoder

Jumlah bit paritas Jumlah bit sandi Jumlah data EKG transmisi

Jumlah bit transmisi Modulasi Iterasi dekoder LDPC

Kanal Target BER

10 bit

1

2 [12]

10 bit 20 bit 1000 20000 bit

BPSK 8,10,12 kali [12]

AWGN

10-4( 1 bit salah dari 10 ribu bit dikirim)

3.3. Perancangan Tampilan Program Visual C++

Perancangan tampilan program Visual C++ terdiri dari beberapa jendela tampilan. Di antaranya adalah jendela utama, jendela bantuan, jendela profil, dan jendela About.

3.3.1 Tampilan Jendela Utama

Jendela utama pada program akan memiliki tampilan seperti pada Gambar 3.3. Jendela utama akan menampilkan sejumlah plot yaitu grafik EKG untuk kondisi normal dan grafik probabilitas error kanal.


(45)

Gambar 3.3. Perancangan jendela tampilan utama

3.3.2 Tampilan Jendela Bantuan

Jendela Bantuan pada program akan memiliki tampilan seperti Gambar 3.4. Jendela ini akan menampilkan tulisan mengenai cara mengoperasikan software.


(46)

3.3.3 Tampilan Jendela Profil

Jendela Profil pada program akan memiliki tampilan seperti Gambar 3.5. Jendela ini akan menampilkan profil mengenai pembuat software.

Gambar 3.5. Perancangan jendela Profil

3.3.5 Tampilan Jendela About

Jendela About pada program akan memiliki tampilan seperti Gambar 3.6. Jendela ini akan menampilkan versi software program.

Gambar 3.6. Perancangan jendela About

3.4

Perancangan Alur Program

3.4.1 Diagram Alir Utama

Program simulasi dimulai dengan proses menampilkan cuplikan data EKG selama satu periode. Setelah proses menampilkan, cuplikan data EKG dikuantisasi sehingga amplitudonya berubah. Setelah proses kuantisasi, sampel data EKG akan dienkodekan menjadi data PCM untuk dimodulasi dengan skema modulasi DBPSK. Setelah proses


(47)

modulasi, sinyal termodulasi DBPSK ditransmisikan melalui kanal AWGN berderau. Setelah proses transmisi, proses rekonstruksi sinyal dimulai dengan memisahkan sinyal PCM dengan gelombang pembawa DBPSK melalui proses demodulasi DBPSK. Setelah proses demodulasi, data PCM didekodekan kembali dan dikonversi ke bentuk analog untuk mendapat sinyal rekonstruksi EKG. Gambar 3.7 adalah diagram alir utama yang merepresentasikan proses simulasi keseluruhan.

Obyek yang akan dibandingkan pada penelitian ini adalah sinyal rekonstruksi EKG yang disandikan dengan koreksi error LDPC dan sinyal rekonstruksi EKG yang disandikan tanpa koreksi error LDPC. Unjuk kerja sandi koreksi error LDPC akan diketahui melalui perbandingan antara sinyal original dan sinyal rekonstruksi dengan LDPC maupun tanpa LDPC.

Hasil dari simulasi adalah tampilan sinyal EKG rekonstruksi dan grafik probabilitas error kanal. Kondisi sinyal EKG rekonstruksi akan dibandingkan dengan sinyal EKG original untuk menghitung probabilitas error kanal.


(48)

3.4.2 Proses Kuantisasi

Proses kuantisasi amplitudo adalah proses mengubah nilai amplitudo sampel dari sinyal pesan pada waktu tertentu menjadi sebuah nilai amplitudo diskret yang diambil dari batas amplitudo yang memungkinkan [3].

1. Karena PCM yang dirancang adalah 10 bit maka jumlah tingkat representasi sampel sinyal EKG adalah

L = 2 = 1024tingkat

2. Ukuran step pada penguanta sesuai persamaan (2.1) ∆= m −m

2

∆= m −m L

∆= m −m 1024

Pada simulasi ini terdapat beberapa sampel data EKG yang akan disimulasi. Setiap sampel data EKG memiliki nilai amplitudo maksimal (peak) sinyal kontinyu (m ) dan nilai amplitudo minimum (m ) yang berbeda. Nilai m dan m

yang akan dikuantisasi tergantung pada jenis sampel data EKG yang dipilih. 3. Daya sinyal diasumsikan bernilai 1 W

4. Perbandingan sinyal terhadap derau pada kuantisasi uniform sesuai persamaan (2.1) dan (2.2)

σ = ∆ 12

σ =

(m −m

2 )

12

σ = ( ( m ) −2m m + ( m ) ) 2

12

Dengan mensubtitusikan ke dalam persamaan (2.3) didapatkan persamaan ( SNR)

( SNR) = P

σ

( SNR) = 12. P

( m ) −2m m + ( m ) 2

.

( SNR) = 12.P

( m ) −2m m + ( m ) 2

.

5. Perbandingan sinyal terhadap derau (dB)


(49)

Semakin banyak bit untuk merepresentasikan level sinyal maka semakin besar pula perbandingan sinyal terhadap derau kuantisasi. Hal ini akan meminimalisir derau yang disebabkan oleh proses kuantisasi.

3.4.3 Diagram Alir Sub Rutin Enkoding

Proses enkoding adalah proses menerjemahkan nilai sampel ke dalam bentuk sinyal digital.

1. Proses enkoding diawali dengan menerima sampel data EKG yang telah dikuantisasi.

2. Masing-masing tingkat representasi sinyal mulai tingkat 0 sampai tingkat 1023 akan dikodekan ke dalam angka biner 10 bit. Angka biner mulai dari 0000000000 sampai 1111111111.

3. Setiap sampel data EKG terkuantisasi dikodekan ke dalam angka biner 10 bit dengan cara diklasifikasikan sesuai dengan tingkat representasi sinyal yang ditempati.

4. Keluaran dari proses enkoding adalah PCM. Proses enkoding direpresentasikan melalui diagram alir pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Diagram alir sub rutin enkoding

3.4.4 Diagram Alir Sub Rutin Enkoding LDPC

Sandi LDPC adalah sandi yang dominan berisi biner 0 dan memiliki sedikit biner 1 pada matriks periksa paritasnya. Konstruksi matriks periksa paritas dilakukan dengan menempatkan biner 1 secara acak menyesuaikan terhadap nilai tc dan tr yang telah ditetapkan.


(50)

2. Masing-masing tingkat representasi sinyal mulai tingkat 0 sampai tingkat 1023 akan dikodekan ke dalam angka biner 10 bit. Angka biner mulai dari 0000000000 sampai 1111111111.

3. Setiap sampel data EKG terkuantisasi dikodekan ke dalam angka biner 10 bit dengan cara diklasifikasikan sesuai dengan tingkat representasi sinyal yang ditempati.

4. Ditetapkan code rate = ½, jumlah 1 pada kolom (tc) =3 (irregular), dan panjang blok sandi n = 20.

5. Didapatkan jumlah k = 10, kolom matriks (N) = 20 (n), dan baris matriks (M)= 10 (n-k).

6. Matriks periksa paritas memiliki dimensi baris (M) 10 dan kolom (N) 20. Grafik Tanner dari matriks H direpresentasikan pada Gambar 3.9.


(51)

(52)

7. Proses partisi H menjadi matriks A 10x10 ((n-k)x(n-k)) sebelah kiri dan matriks


(53)

8. Invers matriks A , A adalah

9. Matriks generator LDPC G dibentuk dengan persamaan G = [P ⋮ Ik], matriks P didapatkan dengan persamaan P = A A

Sehingga G =

10.Sandi LDPC dibentuk dengan mengubah codeword sampel (10 bit) dengan matriks generator LDPC (c=uG). Sebagai contoh jika terdapat bit pesan (u) =


(54)

[0000000010], codeword sandi LDPC untuk bit pesan tersebut (c) = [0100101110000000010].

11.Gambar 3.10 merepresentasikan proses enkoding LDPC. 12.Keluaran proses enkoding LDPC adalah PCM.

Gambar 3.10. Diagram alir sub rutin enkoding LDPC

3.4.5 Diagram Alir Sub Rutin Modulasi

Proses modulasi adalah proses menumpangkan data PCM pada sinyal pembawa untuk ditransmisikan. Skema modulasi yang digunakan adalah DBPSK. Proses modulasi direpresentasikan pada Gambar 3.11.

1. Masukan proses modulasi adalah PCM.

2. Rentetan gelombang DBPSK yang akan dibangkitkan berdasarkan persamaan (2.28) yaitu = ⊕ . bj adalah rentetan data PCM.

3. Sinyal DBPSK yang akan dibangkitkan adalah s( t) = Am( t) cos2πf t.

4. Nilai m(t) menentukan fase gelombang DBPSK yang dibangkitkan (bernilai -1 untuk biner 0 atau 1 untuk biner 1). Nilai m(t) bergantung pada cj.


(55)

5. Keluaran proses modulasi adalah sinyal termodulasi DBPSK.

Gambar 3.11. Diagram alir sub rutin modulasi

3.4.6 Diagram Alir Sub Rutin Transmisi

Proses transmisi adalah proses mengirimkan sinyal yang telah termodulasi menuju penerima melewati sebuah kanal transmisi. Kanal transmisi yang dilewati adalah kanal AWGN berderau.

1. Masukan pada proses transmisi adalah sinyal termodulasi DBPSK.

2. Sinyal derau dibangkitkan dengan amplitudo acak (randn). Fungsi randn yang dibuat akan membangkitkan matriks dengan setiap elemen terdistribusi Gaussian (normal) dengan mean 0 dan standar deviasi ( ) 0,701. Kadar noise

didapat melalui persamaan 2.20 = yaitu 1,0397 w.

3. SNR dihitung menggunakan persamaan 2.31 yaitu SNR = . BER dihitung

menggunakan persamaan 2.32 yaitu = .

4. BER simulasi tanpa LDPC dan dengan LDPC didapatkan melalui simulasi. 5. Keluaran dari proses transmisi adalah sinyal termodulasi DBPSK berderau.

Proses transmisi direpresentasikan pada diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.12.


(56)

Gambar 3.12. Diagram alir sub rutin transmisi

3.4.7 Diagram Alir Sub Rutin Demodulasi

Proses demodulasi adalah proses mendapatkan sinyal yang dikirimkan dengan cara memisahkan sinyal tersebut dari gelombang pembawa. Sinyal yang dikirimkan adalah data PCM. Demodulator yang digunakan adalah demodulator DBPSK non-koheren.

1. Masukan dari proses demodulasi adalah sinyal termodulasi DBPSK berderau. 2. Sinyal termodulasi DBPSK berderau akan dikalikan dengan :

1) [ p ( t + T) + p ( t) ]cos(2πf t + θ+ α)

2) [ p ( t + T) + p ( t) ]sin(2πf t + θ+ α)

3) [ p ( t + T) −p ( t) ]cos(2πf t + θ+ α)

4) [ p ( t + T) −p ( t) ]sin (2πf t + θ+ α)

3. Masing-masing sinyal diintegralkan dan dikuadratkan sesuai dengan proses demodulasi non-koheren. Operasi integral dan kuadrat berfungsi untuk sebagai filter noise dan impairment.

4. Perkalian sinyal termodulasi DBPSK dengan sinyal 1 akan dijumlahkan dengan perkalian sinyal termodulasi DBPSK dengan sinyal 2. Perkalian sinyal termodulasi DBPSK dengan sinyal 3 akan dijumlahkan dengan perkalian sinyal termodulasi DBPSK dengan sinyal 4. Masing – masing hasil penjumlahan akan dibandingkan setiap durasi bit = 1 ms, jika penjumlahan 1 dan 2 lebih besar daripada penjumlahan 3 dan 4, maka bit bernilai “0”, dan kondisi sebaliknya bit


(57)

5. Keluaran dari proses demodulasi adalah PCM rekonstruksi. 6. Gambar 3.13 merepresentasikan proses demodulasi.


(58)

3.4.8 Diagram Alir Sub Rutin Dekoding LDPC

1. Masukan dari proses dekoding LDPC adalah PCM.

2. Proses pertama adalah proses inisialisasi yaitu setiap node bit(variabel) menandai bit yang diterima kanal dan mengirim pesan ke node cek yang terhubung. y adalah codeword yang akan didekode = [y1,y2,...,yn]. Proses inisialisasi adalah Mi = ri (nilai codeword yang diterima) sehingga keluarannya adalah M = [M1,M2,...,Mn] = [y1,y2,...,yn].

M

= [M M M M M M M M M M M M M M M M M M M M ]

3. Proses menghitung paritas berdasarkan grafik bipartit Tanner.

o Node cek 1 terhubung dengan node bit 1,4,12,13, B1 = [1,4,12,13]

 E1,1 = M ⊕M ⊕M

 E1,4 = M ⊕M ⊕M

 E1,12 = M ⊕M ⊕M

 E1,13 = M ⊕M ⊕M

o Node cek 2 terhubung dengan node bit 2,10,14,18,19 B2 = [2,10,14,18,19]

 E2,2 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E2,10 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E2,14 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E2,18 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E2,19 = M ⊕M ⊕M ⊕M

o Node cek 3 terhubung dengan node bit 3,13,15,17, B3 = [3,13,15,17]

 E3,3 = M ⊕M ⊕M

 E3,13 = M ⊕M ⊕M

 E3,15 = M ⊕M ⊕M

 E3,17 = M ⊕M ⊕M

o Node cek 4 terhubung dengan node bit 1,14, 17,20, B4 = [1,14, 17,20]

 E4,1 = M ⊕M ⊕M

 E4,14 = M ⊕M ⊕M


(59)

 E4,20 = M ⊕M ⊕M ⊕M ⊕M

o Node cek 5 terhubung dengan node bit 5,9,13,18, B5 = [5,9,13,18]

 E5,2 = M ⊕M ⊕M ⊕M ⊕M

 E5,3 = M ⊕M ⊕M ⊕M ⊕M

 E5,6 = M ⊕M ⊕M ⊕M ⊕M

 E5,13 = M ⊕M ⊕M

o Node cek 6 terhubung dengan node bit 6,15,16,18, B6 = [6,15,16,18]

 E6,6 = M ⊕M ⊕M

 E6,15 = M ⊕M ⊕M

 E6,16 = M ⊕M ⊕M

 E6,18 = M ⊕M ⊕M

o Node cek 7 terhubung dengan node bit 7,17,19, B7 = [7,17,19]

 E7,7 = M ⊕M

 E7,17 = M ⊕M

 E7,19 = M ⊕M

o Node cek 8 terhubung dengan node bit 2,6,8,11,12, B8 = [2,6,8,11,12]

 E8,2 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E8,6 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E8,8 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E8,11 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E8,12 = M ⊕M ⊕M ⊕M

o Node cek 9 terhubung dengan node bit 4,9,11,19, B9 = [4,9,11,19]

 E9,4 = M ⊕M ⊕M

 E9,9 = M ⊕M ⊕M

 E9,11 = M ⊕M ⊕M

 E9,19 = M ⊕M ⊕M

o Node cek 10 terhubung dengan node bit 3,10,12,16,20, B10 =


(60)

 E10,3 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E10,10 =M ⊕M ⊕M ⊕M

 E10,12 =M ⊕M ⊕M ⊕M

 E10,16 = M ⊕M ⊕M ⊕M

 E10,20 = M ⊕M ⊕M ⊕M

4. Periksa kondisi bit

o Kondisi bit pertama pada perhitungan A1 = [1,4] o Kondisi bit kedua pada perhitungan A2 = [2,8] o Kondisi bit ketiga pada perhitungan A3 = [3,10] o Kondisi bit keempat pada perhitungan A4 = [1,9] o Kondisi bit kelima pada perhitungan A5 = [5] o Kondisi bit keenam pada perhitungan A6 = [6,8] o Kondisi bit ketujuh pada perhitungan A7 = [7] o Kondisi bit kedelapan pada perhitungan A8 = [8] o Kondisi bit kesembilan pada perhitungan A9 = [5,9] o Kondisi bit kesepuluh pada perhitungan A10 = [2,10] o Kondisi bit kesebelas pada perhitungan A11 = [8,9] o Kondisi bit keduabelas pada perhitungan A12 = [1,8,10] o Kondisi bit ketigabelas pada perhitungan A13 = [1,3,5] o Kondisi bit keempatbelas pada perhitungan A14 = [2,4] o Kondisi bit kelimabelas pada perhitungan A15 = [3,6] o Kondisi bit keenambelas pada perhitungan A16 = [6,10] o Kondisi bit ketujuhbelas pada perhitungan A17 = [3,4,7] o Kondisi bit kedelapanbelas pada perhitungan A18 = [2,5,6] o Kondisi bit kesembilanbelas pada perhitungan A19 = [2,7,9] o Kondisi bit keduapuluh pada perhitungan A20 = [4,5,10]

Jika sebagian besar pesan dalam node bit ke-n menunjukkan nilai yang berbeda terhadap nilai yang diterima, maka bit ke-n berubah nilainya (flip).

5. Setelah node bit berubah, proses menghitung paritas dan periksa kondisi bit akan dilakukan kembali sampai paritas codeword valid atau maksimum iterasi. Jika sampai kondisi iterasi maksimum codeword belum valid, maka algoritma dekoding akan berhenti. Syarat dari kondisi paritas codeword valid adalah :


(61)

o L2 = M ⊕M ⊕M ⊕M = 0 o L3 = M ⊕M ⊕M ⊕M = 0 o L4 = M ⊕M ⊕M ⊕M = 0 o L5 = M ⊕M ⊕M ⊕M = 0 o L6 = M ⊕M ⊕M ⊕M = 0 o L7 = M ⊕M ⊕M = 0

o L8 = M ⊕M ⊕M ⊕M ⊕M = 0 o L9 = M ⊕M ⊕M ⊕M = 0

o L10 = M ⊕M ⊕M ⊕M ⊕M = 0

6. Keluaran dari proses dekoding LDPC adalah biner pesan. 7. Dekoding LDPC direpresentasikan pada Gambar 3.14. 8.


(62)

3.4.9 Diagram Alir Sub Rutin Konversi Digital ke Analog

1. Masukan dari proses konversi digital ke analog adalah biner pesan.

2. Proses mendapatkan rekonstruksi data EKG terkuantisasi dengan cara mengubah setiap 10 bit biner pesan menjadi angka desimal kemudian diklasifikasikan terhadap tingkat kuantisasi.

3. Karena kuantisasi 10 bit terhadap sinyal PAM memiliki perbandingan sinyal terhadap derau (SNR) yang cukup besar (bentuk sinyal yang mendekati bentuk asli) maka diasumsikan sinyal rekonstruksi EKG sama dengan sinyal terkuantisasi.

4. Keluaran proses konversi digital ke analog adalah sinyal rekonstruksi EKG.

5. Proses konversi digital ke analog direpresentasikan pada Gambar 3.15.


(63)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Tampilan Program Simulasi Pengiriman Data Rekam EKG

4.1.1. Jendela Utama Program

Jendela utama program simulasi adalah jendela yang pertama kali muncul saat user menjalankan program. Jendela utama terdiri dari menu File, dua buah combo box untuk memilih jenis dan panjang data EKG, edit box yang berfungsi sebagai status/informasi proses simulasi, lima buah box untuk menampilkan beberapa grafik plot, tombol “Simulasi!” dan “Clear” untuk eksekusi program, dan lain sebagainya yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.


(64)

4.1.2. Jendela Profil

Jendela Profil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 adalah jendela yang menampilkan profil tentang pembuat perangkat lunak (software) program simulasi. User dapat mengakses jendela Profil pada menu File atau dengan input Alt+P pada keyboard.

Gambar 4.2. Jendela Profil

4.1.3. Jendela Bantuan

Jendela Bantuan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 adalah jendela yang menampilkan langkah-langkah pengoperasian perangkat lunak (software) program simulasi. User dapat mengakses jendela Bantuan pada menu File atau dengan input Alt+B pada keyboard.


(65)

4.1.4. Jendela About

Jendela About seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 adalah jendela yang menampilkan judul dan versi perangkat lunak (software) program simulasi. User dapat mengakses jendela About dengan meng-klik kanan status pada taskbar Windows.

Gambar 4.4. Jendela About

4.2. Pengujian Program Simulasi Pengiriman Data Rekam EKG

4.2.1. Program Menampilkan Sampel Data EKG

Proses pertama dalam program simulasi pengiriman data EKG adalah menampilkan sampel data EKG sepanjang 1000 titik data yang akan diproses. Terdapat dua jenis data EKG yang dapat dipilih sebagai obyek simulasi yaitu data EKG normal sinus dan congestive heart failure. Dengan 1000 titik data program akan menampilkan data normal sinus sepanjang 13 periode dan data congestive heart failure sepanjang 5 peiode. Sampel data EKG ini disimpan dalam database program dalam bentuk array berdimensi satu. Data normal sinus yang berhasil ditampilkan pada program ditunjukkan pada Gambar 4.5 sementara data congestive heart failure ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.5. Data EKG normal sinus


(66)

4.2.2. Program Kuantisasi Sampel Data EKG

Prinsip dari proses kuantisasi yang dirancang adalah mencari bilangan kuantisasi / PAM (pulse amplitude modulation) ke (n) dari setiap data sampel EKG. Variabel n adalah indeks dari bilangan kuantisasi yang mendekati atau memiliki selisih bilangan terkecil terhadap data sampel EKG.

Bilangan kuantisasi memiliki indeks dari (n=0) sampai (n=1023) karena nilai PCM (pulse coded modulation) yang diinginkan adalah 10 bit (2 = 1024). Untuk membangkitkan bilangan kuantisasi dalam program, hal yang diperlukan adalah nilai maksimum dan nilai minimum dari array sampel data EKG. Sinyal kuantisasi data normal sinus yang berhasil ditampilkan pada program ditunjukkan pada Gambar 4.7 sementara sinyal kuantisasi data congestive heart failure yang berhasil ditampilkan ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Kuantisasi dilakukan dengan melakukan pembulatan (rounding) sesuai dengan tingkat/bilangan kuantisasi yang paling mendekati. Titik data pertama pada sampel data NS adalah -33. Bilangan kuantisasi titik data pertama direpresentasikan dengan bilangan kuantisasi terdekat dengan nilai titik data tersebut yaitu -32.625, bilangan kuantisasi tersebut menempati urutan indeks kuantisasi ke-200.

Gambar 4.7. Sinyal kuantisasi 10 bit data normal sinus

Titik data pertama pada sampel data NS adalah -33. Bilangan kuantisasi titik data pertama direpresentasikan dengan bilangan kuantisasi terdekat dengan nilai titik data tersebut yaitu -32.625, bilangan kuantisasi tersebut menempati urutan indeks kuantisasi ke-200 pada Tabel 4.1.


(67)

Tabel 4.1. Penguanta linear 1024 tingkat data normal sinus

Indeks Bilangan Keterangan

Maks 1023 1022 1021 1020 1019 . . . . 201 200 199 198 . . 3 2 1 0 Min 585 584,625 583,875 583,125 582,375 581,625 -31,875 -32,625 -33,375 -34,125 -180,375 -181,125 -181,875 -182,625 -183

q = 585-(-183)/1024 = 0,75

Berdasarkan persamaan (2.1) SNR=13,3 dB Berdasarkan persamaan (2.3) & (2.4)

Gambar 4.8. Sinyal kuantisasi 10 bit data congestive heart failure

Titik data pertama pada sampel data CHF adalah 127. Bilangan kuantisasi titik data pertama direpresentasikan dengan bilangan kuantisasi terdekat dengan nilai titik data tersebut yaitu 127,0142, bilangan kuantisasi tersebut menempati urutan indeks kuantisasi ke-725 pada Tabel 4.2.


(1)

Gambar 4.52. Grafik data rekonstruksi NS dengan penyandian LDPC, Eb=4 W

Karakteristik lengkap data simulasi berdasarkan grafik data dan informasi mengenai rekonstruksi sinyal EKG NS tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Tabel informasi proses rekonstruksi sinyal EKG NS Energi

bit (W)

Amplitudo BPSK (Vp)

SNR (dB) (No = 1 W)

Non LDPC LDPC

Bit

salah BER

Bit

salah BER 0,01 0,1 1 2 3 4 0,14142135623731 0,447213595499958 1,4142135623731 2 2,44948974278318 2,82842712474619 -19,992076172539 -9,992076172539 0,00792382746100039 3,01822378410081 4,77913637465762 6,02852374074062 4004 2785 893 113 113 1 0,4004 0,2785 0,0893 0,0113 0,0113 0,0001 4982 4588 1718 188 1 1 0,4982 0,4588 0,1718 0,0188 0,0001 0,0001

Berdasarkan data Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 (step kenaikan Eb 1 W), dengan menggunakan transmisi tanpa penyandian LDPC, target BER transmisi dicapai saat SNR > 6,029 dB. Sementara dengan menggunakan penyandian LDPC, target BER transmisi dicapai saat SNR > 4,78 dB.

4.2.9. Grafik Pengaruh SNR Terhadap BER

Transmisi sampel data EKG CHF baik tanpa penyandian LDPC maupun dengan penyandian LDPC menunjukkan karakteristik pengaruh SNR terhadap BER. Karakteristik ini ditunjukkan pada Gambar 4.53.


(2)

Gambar 4.53. Grafik pengaruh SNR terhadap BER transmisi CHF

Dari grafik pengaruh SNR terhadap BER pada pengiriman data congestive heart failure pada Gambar 4.53 terlihat dengan transmisi menggunakan LDPC 10 iterasi terjadi pengurangan SNR sebesar 5,059-3,625 = 1,434 dB (28,3 %) dibandingkan dengan transmisi tanpa penyandian LDPC.

Transmisi sampel data EKG NS baik tanpa penyandian LDPC maupun dengan penyandian LDPC menunjukkan karakteristik pengaruh SNR terhadap BER. Karakteristik ini ditunjukkan pada Gambar 4.54.

Gambar 4.54. Grafik pengaruh SNR terhadap BER transmisi NS

Dari grafik pengaruh SNR terhadap BER pada pengiriman data normal sinus pada Gambar 4.54 terlihat dengan transmisi menggunakan LDPC 10 iterasi terjadi pengurangan SNR sebesar 5,059-3,625 = 1,434 dB (28,3 %) dibandingkan dengan transmisi tanpa penyandian LDPC.


(3)

BAB V

PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengujian serta pengambilan data pada proses simulasi pengiriman sampel data rekam detak jantung, penulis dapat menyimpulkan :

1. Program simulasi telah bekerja dengan baik sesuai dengan teori dan perancangan.

2. Penggunaan LDPC pada pengiriman sampel data rekam detak jantung 10 bit sepanjang 1000 titik data menghasilkan pengurangan daya transmisi sebesar 1,434 dB atau 28,3 % untuk mencapai target BER 10-4.

5.2

Saran

1. Penggunaan sandi koreksi kesalahan yang lain sebagai enkoder dan dekoder data digital EKG untuk proses transmisi data.

2. Peningkatan jumlah iterasi dekoding bit-flip untuk menganalisis pengurangan daya transmisi data digital EKG.

3. Penggunaan skema dekoding iteratif LDPC lainnya untuk menganalisis pengurangan daya transmisi data digital EKG.

4. Pengimplementasian program menjadi program transmisi data digital EKG secara real-time.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Rekh,S., Rani,S.,Christinal,H.,Selvan,E. 2006. ”Implementation of an Error-coding Scheme for Teleradiology System”. Int.J.of Healthcare Information Systems and Informatics.,vol.1(4),hal 15-28.

[2] Reponen, Jarmo. 2010. Teleradiology – Changing Radiological Service Processes From Local To Regional, International and Mobile Environtment. University of Oulu. Oulu.

[3] Haykin, Simon. 2001. Communication Systems, 4th edition. John Wiley & Sons. New York, USA.

[4] Widyastuti, W., Damar Widjaja. “Komunikasi Digital”, Diktat Kuliah. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

[5] Johnson, S,J. Introducing Low-Density-Parity-Check Codes. School of Electrical Engineering and Computer Science, The University of Newcastle. Australia. [6] Jagatheeswari, P., M. Rajaram. 2011. “Performance Comparison of LDPC Codes

and Turbo Codes”. European Journal of Scientific Research, ISSN 1450-216X Vol.54 No.3, page 465-472.

[7] B.G. Evans. 2008. Satellite Communications Systems, 3rd edition. The Institution of Engineering and Technology. London, United Kingdom.

[8] engineering.mq.edu.au/~cl/.../lect_mpsk.pdf, diakses tanggal 16 Juli 2012

[9] Wong, Tan. 2003. Theory of Digital Communications. University of Florida. Florida, USA.

[10] Kadir, Abdul. 2004. Panduan Pemrograman Visual C++. Penerbit Andi. Yogyakarta.

[11] http://www.mitov.com/products/plotlab#overview, diakses tanggal 20 September 2012


(5)

INTISARI

Teknologi komunikasi digital sebagian besar telah menggunakan teknologi nirkabel. Di bidang medis, teknologi ini sudah diterapkan dalam bidang telekardiologi. Telekardiologi adalah penggunaan teknologi telekomunikasi untuk diagnosis dan perawatan penyakit kardiak. Salah satu contoh aplikasinya adalah transmisi data EKG.

Transmisi data digital membutuhkan daya yang relatif besar dan apabila diaplikasikan dalam peralatan bergerak akan sangat menguras daya baterai sebagai penyedia daya. Tentu hal ini akan meminimalisir kinerja dari peralatan transmisi. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah sandi koreksi kesalahan LDPC.

Penelitian ini membahas perbandingan performansi sistem transmisi data digital tanpa penyandian LDPC dan transmisi menggunakan penyandian LDPC. Penggunaan LDPC dapat meningkatkan performansi sistem dengan mengurangi kebutuhan daya transmisi sebesar 1,434 dB (28,3%) untuk mencapai target BER 10-4.


(6)

ABSTRACT

Most digital communication technology have used wireless technology. In medical sector, these technology had been applied in telecardiology. Telecardiology defined as an utilization of telecommunication technology for diagnosing cardiac diseases and caring as well. One of the applications is ECG transmission.

Digital data transmission demands relatively high power and will consume more battery’s power as the power supply in mobile devices. Sure these will reduce performances of the transmission device. The solution to overcome these problems is utilization of LDPC error code.

This research discussed the comparison between digital transmission system without LDPC and digital transmission system with LDPC. The utilization of LDPC improved system’s performance by decreasing power demand 1,434 dB (28,3%) to reach bit error rate target 10-4.