Keaslian Penulisan Defenisi Dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan

itu dilakukan juga wawancara terstruktur pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan yang terdapat di Kota Medan. 4. Analisis Data. Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara bertingkat Hierarki. Teknik analisis data kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel melainkan dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan baik itu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan penulisan skripsi.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan Otoritas Jasa Keuangan telah dituliskan sebelumnya oleh beberapa penulis. Diantaranya adalah: - Pratiwi N.H Nainggolan, dengan Nim 050200108. Universitas Sumatera Utara Menuliskan skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Kepailitan Dan Likuidasi Ditinjau Dari Otoritas Pengawas Perbankan Studi Kasus Putusan PN Niaga Jakarta Pusat”. Penulisan skripsi dengan judul “FUNGSI DAN KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PERBANKAN STUDI PADA OTORITAS JASA KEUANGAN CABANG MEDAN ” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, berdasarkan perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, Undang-Undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pemahaman atas isi dari skripsi ini, penulis membuat sistematika pembahasan secara teratur yang semuanya mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain. Dalam skripsi ini terdiri dari 5 lima bab dan sejumlah sub bab. Adapun sistematika dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang landasan dan dasar pemikiran bagi penyusun skripsi, baik mengenai Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Otoritas Jasa Keuangan Di

Indonesia Bab ini menguraikan tentang Pengertian dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keungan, Pihak-Pihak dalam Otoritas Jasa Keuangan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dan Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan.

BAB III : Tinjauan Umum Tentang Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan

Di Indonesia Bab ini membahas mengenai Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan, Pihak-Pihak dalam Kegiatan Jasa Keuangan Perbankan, Sejarah dan Asas hukum Perbankan, dan Teori Hukum tentang Bank Sentral dan Pengawasan Bank.

BAB IV : Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam

Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan Medan Bab ini membahas mengenai Profil Otoritas Jasa Keuangan, Pelaksanaan Fungsi, Tugas, Wewenang Otoritas Jasa Keuangan, Efektifitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Universitas Sumatera Utara Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran yang menjadi pokok-pokok pikiran penulis berdasarkan atas uraian-uraian yang telah di kemukakan. Universitas Sumatera Utara 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia Pasal 34. Pasal 34 menyatakan bahwa Bank Indonesia merupakan respons dari krisis asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia khususnya sektor Perbankan. Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya Bank yang mengalami kebangkrutan sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank-Bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum Perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan. 10 Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar- subsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping 10 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal 36-37 Universitas Sumatera Utara itu, adanya Lembaga Jasa Keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan konglomerasi telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar Lembaga Jasa Keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuagan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, transparansi, dan kewajaran fairness. 11

A. Defenisi Dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan

Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Pasal 1, Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang–undang ini. 12 Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti Industri Perbankan, Pasar Modal, Reksadana, Perusahaan Pembiayaan, Dana Pensiun, dan Asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu di perhatikan, hal 11 Ibid., Hal. 109-110. 12 Republik Indonesia, “ Undang-Undang Ri No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”. Universitas Sumatera Utara ini karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut. 13 Langkah Indonesia membentuk Otoritas pengaturan dan pengawasan jasa keuangan yang terintegrasi mengikuti jejak berbagai negara di dunia yang terlebih dahulu melakukannya. Norwegia contohnya, sejak Tahun 1986 telah mendirikan Kredittilsynet yang berperan sebagai regulator atas kegiatan Perbankan, Investasi non-Bank, Asuransi, Real Estate maupun Audit. Pada Tahun 2000 lembaga ini Indonesia yang pada awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan oleh satu institusi, yaitu Otoritas Jasa Keuangan OJK. Otoritas Jasa Keuangan terbentuk dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November 2011. Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan itu sejalan dengan pendapat Ann Seidman, Robert B. Siedman dan Nalin Abeyesekere yang mengatakan bahwa pembentukan Undang-Undang merupakan alat utama pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk atau model “single–regulator supervision” dimana kontrol atas sektor keuangan diserahkan pada satu otoritas tunggal yang terpisah dari Bank Sentral. Otoritas ini bertanggung jawab atas semua pasar dan intermediaries finansial, dan mengemban tugas untuk mewujudkan semua sasaran regulasi stabilitas, transparansi dan perlidungan investor. 13 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal 127. Universitas Sumatera Utara diberikan kewenangan untuk mensupervisi Oslo Stock Exchange. Di Swedia, lembaga yang serupa dibentuk pada Tahun 1991 dan diberi nama Finansipektionen, begitu pula dengan Korea yang memiliki Financial Supervisory Services FSS. Briault mengemukakan bahwa manfaat dari pembentukan Unified Regulator, antara lain : - Harmonisasi, konsolidasi dan rasionalisasi prinsip-prinsip, aturan-aturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh berbagai regulator atau tercantum dalam legislasi yang sudah berlaku, dan pada saat yang sama tetap memperhatikan bahwa apa yang tepat bagi satu jenis usaha, pasar atau pelanggan belum tentu tepat untuk yang lain. - Proses tunggal untuk berbagai urusan seperti perizinan, dengan standar dan database yang sama. - Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren atau supervisi berbasis resiko dalam industri jasa keuangan, yang memungkinkan sumber daya dan berbagai beban yang diberikan kepada semua perusahaan dalam Regulated Industry untuk dialokasikan secara lebih efektif dan efisien berdasarkan resiko-resiko yang dapat diderita oleh konsumen jasa keuangan. - Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren dalam penegakan dan disiplin namun pada saat yang sama tetap memperhatikan kemungkinan atau kebutuhan atas diferensiasi. Universitas Sumatera Utara - Selain regulator tunggal juga adanya skema tunggal dalam penanganan komplain dan kompensasi konsumennasabah. 14 Pendirian Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah direncanakan sejak Tahun 1999, dimana Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan LPJK yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Sebagai tindak lanjut Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tersebut, didirikan Otoritas Jasa Keuangan OJK dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan di Indonesia . Sejak Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan mulai melaksanakan fungsi sebagai lembaga pengawas pasar modal dan industri keuangan non-Bank IKNB menggantikan fungsi Bapepam-LK dan mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan juga akan berfungsi sebagai pengawas industri Perbankan. Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 14 Bismar Nasution, “Sosialisasi Kepada Otoritas Jasa Keuangan Ojk Peralihan Fungsi Pengawasan Industri Keuangan”, 29 November 2013, Hal 1-3. Universitas Sumatera Utara Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut meliputi : - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perbankan. - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Pasar Modal. - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, lembaga pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Pendirian lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi memiliki latar belakang dan alasan berbeda di setiap negara. Beberapa faktor berikut sering dijadikan sebagai faktor pemicu diterapkannya sistem pengawasan secara terintegrasi. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai diterapkannya Universal Banking System. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi perbedaan dalam regulasi dan supervisi. Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan. Ketiga, kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama Good Governance, untuk meningkatkan Good Governance pada lembaga pengawas jasa keuangan, banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya. 15

B. Pihak-Pihak Dalam Otoritas Jasa Keuangan