Analisis Eye Vision Operator Crane Pada Proses Pertukaran Anode Guna Mengurangi Kesalahan Pengoperasian di PT. Inalum

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Grandjean, Etienne. Fitting The Task to The Man. London: New York. 1988. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. International Vision Reguirements for Driving Safety, AADL: Skills

www.icoph.org/pdf/visionfordriving.pdf.

Julius Panero, Martin Zelnik. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga. 1979.

Mark S. Sanders and Ernest J. McCormick. Ergonomics: Human Factors in

Engineering and Design. New York: St. Louis San Francisco. 1993.

Nungki_Rusydiana. Penulisan Sumber Kutipan dan Daftar Pustaka.[online]. Diunduh pada bulan Juli 2016. https://id.scribd.com/doc/.../Nungki-Rusydiana-P-22010110130160-Bab2KTI-pdf.

Nurmianto. Data Anthropometri Masyarakat Indonesia serta Dimensionalnya. Jakarta: Institut Teknologi Sepuluh November. 1991.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian Edisi 2. Medan: USU Press. 2012.

Witantra Dhamar Hutami, Putu Asti Wulandari. Prevalensi Penurunan Tajam

Penglihatan Pada Siswa Kelas 3-6 SD. Bali: Program Studi Pendidikan

Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. ISSN: 2503-3638, Print ISSN: 2089-9084 ISM VOL. 6 NO.1.


(21)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Visual Acuity (Ketajaman Penglihatan)2

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang detail dimana tergantung pada akomodasi mata. Ada beberapa perbedaan tipe dari ketajaman penglihatan yang tergantung pada tipe objek. Ketajaman penglihatan ini sering digunakan untuk mengukur ketajaman, ketajaman minimum terpisah yang menunjukkan jarak terkecil antara objek terhadap mata yang dapat dideteksi. Variasi objek digunakan untuk mengukur ketajaman minimum terpisah termasuk huruf dan variasi geometris seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1. Ketajaman biasanya diukur timbal balik dari sudut penglihatan di mata dengan detail terkecil yang dapat dibedakan seperti jarak dalam cincin Landholt seperti Gambar 3.1. Sudut penglihatan diukur menggunakan busur. Konsep dari sudut penglihatan ini di ilustrasikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Ilustrasi dari Variasi Tipe Objek

Digunakan dalam Tes Ketajaman Visual dan

Eksperimen

2

Mark S. Sanders and Ernest J. McCormick. Ergonomics: Human Factors in Engineering and Design. New York: St. Louis San Francisco. 1993. Hal: 94-97.


(22)

Fitur ini dibedakan dalam objek a, b, c, dan d dari semua ukuran yang sama, oleh karena itu sudut penglihatan pada mata sama. Dengan target apakah objek dapat didentifikasi untuk setiap huruf dengan subjek c, e, dan f, untuk mengidentifikasi orientasi (seperti vertikal atau horizontal) dan dengan subjek b subjek untuk mengidentifikasi salah satu dari empat orientasi. Dengan target subjek d untuk mengidentifikasi satu sasaran kotak-kotak dari tiga lainnya dengan kotak kecil. Dimana H adalah tinggi dari objek, dan D adalah jarak dari mata. H dan D harus dalam satuan yang sama seperti inci, feet, milimeter. Dan sebagainya. “Normal” ketajaman biasanya diambil menjadi 1,0 (VA = 1 ketelitian), tapi itu tergantung pada jenis sasaran yang digunakan. Misalnya, ketajaman untuk cincin

Landholt lebih baik daripada untuk huruf Snellen (jenis yang digunakan pada

dokter grafik mata). Jika seseorang dapat membedakan hal yang detail menggunakan busur dari 1,5 menit. Ketajaman untuk orang yang 1/1,5 menit atau dengan hasil 0,67 ketelitian.

Di sisi lain, ada seseorang yang lebih baik dari pada rata-rata ketajaman yang dapat membedakan detail yang subtends busur 0,8 ketelitian memiliki skor ketajaman dari 1/0,8 dengan hasil 1,25 menit. Semakin tinggi skor ketajaman, maka semakin kecil ukuran detail yang dapat diselesaikan. Dalam uji klinis ketajaman, pengamat biasanya berada pada 20 feet atau 6 m dari grafik mata. Ketajaman dinyatakan sebagai rasio, seperti 20/30 (disebut Snellen Acuity). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang dites hampir tidak bisa membaca pada 20 feet dengan normal (20/20 vision) orang dapat membaca di 30 feet. 20/10 menunjukkan bahwa orang tersebut dapat membaca pada 20 feet dimana orang


(23)

normal harus membawa ke 10 feet sebelum memulai membaca. Normalnya 20/20

vision diasumsikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan detail target 1 menit

busur pada 20 feet (maka ketajaman sama 1 menit). Misalnya, 20/30 setara dengan ketajaman dari 0,6.

Ada jenis lain dari ketajaman selain ketajaman dipisahkan minimum. Vernier Acuity mengacu pada kemampuan untuk membedakan perpindahan lateral, dari satu baris ke baris lain, jika tidak begitu seimbang akan membentuk garis kontinu. Ketajaman jelas minimal adalah kemampuan untuk mendeteksi tempat (putaran dot) dari background. Selanjutnya, Stereoscopic acuity mengacu pada kemampuan untuk membedakan gambar, atau gambar yang diterima oleh retina mata dari satu objek yang memiliki kedalaman. (Ini dua gambar yang paling dimana objek dekat dengan mata dan yang paling berbeda ketika ketika objek jauh).

Gambar 3.2. Ilustrasi dari Konsep Sudut Penglihatan Dalam ilustrasi ini, sudut penglihatan dari spesifik elemen tertentu dari E (objek) bisa diturunkan (ketebalan dari elemen akan menjadi nilai H).


(24)

3.1.1 3Perkembangan Pengukuran Ketajaman Penglihatan

Tajam penglihatan merupakan salah satu komponen dari fungsi penglihatan. Tajam penglihatan sentral dapat diukur menggunakan alat yang menampilkan target dengan ukuran yang berbeda-beda pada jarak yang telah distandarkan. Biasanya menggunakan Snellen chart, yang terdiri dari beberapa baris huruf yang semakin ke bawah semakin kecil. Setiap baris ditandai dengan angka, yang menunjukkan jarak dimana mata normal dapat melihat semua huruf pada baris tersebut. Tajam penglihatan dapat diukur pada jarak 20 feet atau 6 meter. Untuk diagnosis, mata harus dites secara bergantian.19 Tajam penglihatan biasanya dinyatakan dalam bentuk pecahan. Pembilang menyatakan jarak antara orang yang diperiksa dengan kartu optotip Snellen yang diletakkan dimukanya. Penyebut merupakan jarak dimana huruf tersebut seharusnya dapat dilihat atau dibaca. Apabila pasien tidak dapat melihat huruf pada baris pertama Snellen chart, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari. Mata normal dapat melihat jari terpisah pada jarak 60 meter. Apabila pasien gagal dalam pemeriksaan ini, maka dilanjutkan dengan uji lambaian tangan. Gerakan tangan dapat dilihat mata normal dari jarak 300 meter. Apabila pasien hanya dapat membedakan gelap-terang, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/~. Sedangkan bila pasien sama sekali tidak bisa mengenal adanya sinar, maka pasien tersebut buta total (visus nol).

3

Nungki_Rusydiana. 2013. Bab II Tinjauan Pustaka Tajam Penglihatan,(pdf), (https://id.scribd.com/doc/.../Nungki-Rusydiana-P-22010110130160-Bab2KTI-pdf, diakses tanggal 19 Juli 2016).


(25)

Tabel 3.1 Kriteria tajam penglihatan menurut WHO

Kriteria

Tajam Penglihatan

Meter LogMAR

Tajam penglihatan baik 6/6 - 6/18 0,00 – 0,48 Tajam penglihatan baik <6/18 - 6/60 0.48 – 1,00

Tajam penglihatan buruk <6/60 >1,00

Tajam penglihatan terkoreksi yaitu tajam penglihatan yang didapatkan dengan menggunakan alat bantu, seperti kacamata atau lensa kontak.

3.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketajaman Penglihatan Faktor faktor yang mempengaruhi tajam penglihatan yaitu: 1. Kejernihan media refrakta

Media refrakta terdiri dari kornea, humor akuos, lensa, dan korpus vitreum. Apabila salah satu media refrakta ini mengalami kekeruhan, maka sinar tidak dapat difokuskan dengan baik. Salah satu contoh kekeruhan ini adalah katarak, yaitu kekeruhan pada lensa.

2. Sistem optik/ refraksi

Yang mempengaruhi refraksi adalah kurvatura kornea, kecembungan lensa, dan panjang aksis bola mata. Kelainan pada salah satu sistem refraksi akan menyebabkan bayangan jatuh tidak tepat di makula, sehingga bayangan menjadi kabur.


(26)

3. Sistem persyarafan mata

Apabila ada gangguan di salah satu jalur visual (retina-korteks serebri), maka informasi visual tidak akan tersampaikan dengan baik dan akan menurunkan tajam penglihatan.

3.1.3 4Pemeriksaan Visus Mata

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya dapat membedakan dua titik tersebut membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut satu

menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap lima menit.

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak lima atau enam meter. Pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut lima menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut lima menit pada jarak enam meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas.

4


(27)

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti :

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter.

2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat


(28)

lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.

9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol.

Hal diatas dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya.

Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan mata lainnya. Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata.


(29)

Tabel 3.2 Ketajaman Penglihatan dengan Snellen

3.2 Bidang Visual (Visual Field)5

Bidang visual adalah bagian dari objek di sekitarnya yang dapat ditangkap oleh mata ketika kedua mata dan kepala yang melihat suatu benda. Hanya benda dalam bidang yang berada pada 1o yang dapat dilihat secara jelas (terfokus). Di luar zona ini benda menjadi semakin lebih kabur dan tidak jelas. Bidang visual dapat dibagi sebagai berikut:

1. Bidang visual yang jelas: sudut pandang 1o 2. Bidang tengah: sudut pandang 40o

3. Bidang luar: sudut pandang 40-70o

Objek dalam bidang tengah tidak terlihat jelas, namun cukup jelas apabila terdapat kontras yang kuat dan gerakan tertentu. Kewaspadaan diperlukan untuk menggeser pandangan dari satu objek ke objek yang lain. Bidang luar yaitu operator tidak mampu melihat secara menyeluruh pada objek yang berada di luar bidang visual. Diagram bidang visual (visual field) dapat dilihat pada Gambar berikut:

5


(30)

Gambar 3.3 Bidang Visual (Visual Field) Keterangan:

a = Zona visi yang tajam yaitu dengan sudut pandang 1 derajat.

b = Zona bidang tengah atau visi tidak terlalu tajam dengan sudut pandang 40 derajat.

c = Zona bidang luar yaitu hanya gerakan jelas yang terlihat namun sudut pandang lebih dari 41 derajat sampai 70 derajat.

3.3 Ruang Audiovisual6

Berbagai gerak sendi dan posisinya biasanya terekam dalam tiga bidang dasar sagital, frontal atau koronal, dan transversal atau bidang-bidang yang pararel dengan mereka. Bidang sagital adalah bidang vertikal yang diambil dari tengah tubuh dan tegak lurus rentang tubuh. Bidang frontal atau koronal juga adalah bidang vertikal dan diasumsikan diambil melalui tubuh dan tegak lurus bidang sagital. Bidang transversal merupakan bidang horizontal yang tegak lurus pada kedua bidang tadi. Untuk maksud-maksud riset biomekanik, ketiga bidang ini

6

Julius Panero, Martin Zelnik. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga. 1979. Hal: 288-291.


(31)

dipandang sebagai sistem aksis ortogonalyang terpusat pada panggul. Perhatikan gambar 3.10. berikut:

Gambar 3.4. Pergerakan Kepala dalam Bidang Horizontal

Gambar di atas memberikan ilustrasi tentang rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horizontal. Secara antropometrik, gerakan ini disebut rotasi leher dengan rentang yang dapat diupayakan sebesar 45o ke arah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi sebagian besar orang. Rotasi tiga arah yang sederhana dari seorang pembaca akan menunjukkan peningkatan yang besar dalam area tersebut, yang dapat ditandai dari sebuah lokasi tunggal yang sudah ditetapkan.


(32)

Gambar 3.5. Pergerakan Kepala dalam Bidang Vertikal

Gambar di atas memberikan ilustrasi tentang rentang gerak kepala dalam bidang vertikal atau sagital. Rentang mulai dari 0o sampai dengan 30o pada arah yang lain dapat dilakukan tanpa menimbulkan ketidaknyamanan. Secara antropometri, gerakan ini disebut sebagai fleksi leher. Jika diukur kearah bawah, hal ini dikatakan sebagai ventral dan jika diukur kearah belakang atau ke atas disebut sebagai dorsal. Namun International Standard Orthopaedic Measurements (ISOM), menyebut gerakan kearah bawah tersebut sebagai fleksi, dan kearah atas sebagai ekstensi. Lagi-lagi, eksperimen sederhana oleh pembaca memberikan ilustrasi peningkatan yang besar dalam bidang yang dapat ditandai sebagai hasil gerakan kepala, walaupun gerakan yang dilakukan tersebut hanya kecil saja.


(33)

Gambar 3.6. Daerah Visual dalam Bidang Horizontal

Bidang-bidang visual merupakan bagian dari ruang yang diukur dalam besaran sudut, yang dapat dilihat saat kepala dan mata pada posisi tak bergerak. Bidang visual sebuah mata seseorang diistilahkan sebagai penglihatan monokular. Di dalam bidang ini, bayangan-bayangan yang tajam tidak ditransmisikan ke otak sehingga menyebabkan obyek tak terlihat jelas atau samar. Namun bila sebuah obyek diamati terus-menerus oleh kedua belah mata, bidang visual dari tiap-tiap mata saling bertumpuk, menghasilkan bidang tengah yang lebih besar daripada yang dapat dihasilkan oleh setiap mata secara terpisah. Bidang tengah penglihatan ini disebut sebagai bidang binokular dan seperti yang ditunjukkan dalam gambar di atas, besarnya 60o pada setiap arah. Di dalam bidang ini bayangan yang amat tajam ditransmisikan warna. Di dalam bidang tengah ini juga muncul pengenalan atas kata-kata dan simbol-simbol 10o sampai dengan 20o dari garis pandang bagi kata-kata serta 50o sampai dengan 30o dari garis pandang bagi simbol-simbol. Di bawah


(34)

batas-batas masing-masing, baik kata-kata atau simbol-simbol cenderung untuk menghilang. Daerah fokus tertajam sebenarnya berada sekitar 1o di sisi lain garis pandang. Tergantung dari warna tertentu, warna mulai menghilang pada sudut antara 30o dan 60o dari garis pandang.

Gambar 3.7 Daerah Visual dalam Bidang Vertikal

Seperti gambar di atas bahwa garis pandang standar diasumsikan sebagai garis horizontal pada 0o. Namun garis pandang normal atau wajar dari seseorang sebenarnya berada di dalam garis horizontal dan sedikit berbeda-beda tergantung pada masing-masing individu dan posisi-posisi yang sedang dilakukannya, berdiri atau duduk. Jika pada posisi berdiri, garis pandang normalnya kira-kira 10o di bawah garis horizontal, dan jika pada posisi duduk kira-kira pada 15o. Dalam posisi yang benar-benar rileks, garis-garis pandang pada posisi berdiri dan duduk bahkan mungkin membentuk sudut yang lebih besar lagi di bawah garis horizontal kira-kira


(35)

sebesar 30o dan 38o. Besar dari zona pengamatan optimal bagi materi-materi display kira-kira sebesar 30o di bawah garis pandang standar.

3.4 Anthropometri Orang Indonesia7

Anthropometri merupakan studi tentang dimensi tubuh manusia yang berguna dalam perancangan suatu produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data Anthropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error). Anthropometri adalah suatu ilmu yang menyelidiki manusia dari segi keadaan dan ciri-ciri fisiknya seperti dimensi linier, volume, dan berat.

Istilah Anthropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Anthropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia: ukuran, bentuk dan kekuatan, serta penerapan dari data tersebut untuk penanggulangan masalah desain.

Data anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas. Pengaplikasian data dapat digunakan pada perancangan fasilitas kerja maupun produk, antara lain dalam hal :

7


(36)

1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain).

2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya.

Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain.

Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Tetapkan anggota tubuh yang mana yang akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah mengunakan data static

anthropometry atau dynamic anthropometry.

c. Tentukan apakah produk dirancang khusus untuk individu tertentu, untuk semua populasi, atau dilakukan pengambilan sampel dengan tujuan mewakili populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.

d. Untuk perancangan fasilitas atau produk dengan target pemakainya adalah populasi, tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, adjustable, ataukah ukuran rata-rata.

e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasi selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya apakah dilakukan pengukuran langsung


(37)

terhadap dimensi tubuh tersebut atau ukurannya telah tersedia dan dapat diambil dari tabel data anthropometri yang sesuai.

f. Jika data berasal dari sampel dan perancangan produk atau fasilitas kerja diaplikasikan untuk populasi atau tujuan perancangan untuk ukuran rata-rata, pilih persentil populasi yang harus diikuti; persentil 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

g. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan, dan sebagainya.

Dengan tersedianya data anthropometri tubuh manusia Indonesia, maka kita dapat mengetahui ukuran yang presisi dan akurat sesuai dengan ukuran dimensi tubuh manusia Indonesia, seperti ketika kita akan merancang stasiun kerja dan mendesain produk. Kita dapat mengetahui jarak yang sesuai dan ergonomis ketika terdapat interaksi antara operator dengan kursi, meja dan seperangkat komputer. Kita juga dapat mengetahui desain yang tepat dan ergonomis ketika membuat sebuah produk seperti kursi, meja, jok mobil, dan baju. Anthropometri tubuh manusia dapat dilihat pada Gambar 3.8.


(38)

Sumber:Data Anthropometri Masyarakat Indonesia serta Dimensionalnya, Nurmianto (1991) Gambar 3.8. Anthropometri Tubuh Manusia

Data anthropometri masyarakat Indonesia serta dimensionalnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(39)

Tabel 3.3 Dimensi Tubuh Orang Indonesia

Sumber:Data Anthropometri Masyarakat Indonesia serta Dimensionalnya, Nurmianto (1991)


(40)

Keterangan :

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3. Tinggi bahu dalam posisi tegak.

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak. 6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat

sampai dengan kepala).

7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha.

11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.

12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut atau betis.

13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha. 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).

16. Lebar pinggul atau pantat.

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung. 18. Lebar perut.

19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus.


(41)

20. Lebar kepala.

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan.

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan.

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan ang terjangkau lurus ke atas vertikal.

25. Tinggi jangakauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya nomor 24 tetapi dalam posisi duduk.

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.

3.4.1 Aplikasi Data Anthropometri Dalam Rancangan Peralatan/Produk Prinsip-prinsip yang harus diambil di dalam aplikasi data anthropometri

adalah :

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim Rancangan produk dibuat untuk memenuhi dua sasaran poduk, yaitu :

a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim, dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil dibandingkan dengan rata-ratanya.


(42)

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain. Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :

1) Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk, umumnya didasarkan pada nilai persentil terbesar, seperti 90-th, 95-th, 99-th persentil. Contohnya adalah penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi pintu darurat.

2) Untuk dimensi maksimum yang ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1-st, 5-th, 10-th persentil). Contohnya adalah penetapan jarak jangkau suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip rancangan produk/peralatan yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran tertentu. Di sini, rancangan bisa berubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel untuk dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang letaknya dapat digeser maju/mundur dan sudut sandarannya pun dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannnya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, maka data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai dengan 95-th persentil.

3. Prinsip perancangan produk/peralatan dengan ukuran rata-rata.

Aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan dalam perancangan areal/stasiun kerja dalam industri adalah :


(43)

a. Sikap dan posisi kerja

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang tidak baik, petimbangan-pertimbangan ergonomis menyarankan :

1) Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang tinggi dan dalam jangka waktu yang lama.

2) Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dicapai.

3) Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring.

4) Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal.

b. Anthropometri dan dimensi ruang kerja

Untuk perencanaan stasiun kerja, data anthropometri akan bermanfaat baik di dalam memilih fasilitas-fasilitas kerja yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator maupun di dalam merencanakan dimensi ruang kerja. Dimensi yang perlu diperhatikan antara lain jarak jangkauan yang bisa dicapai oleh operator, batasan-batasan ruang yang baik dan cukup memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan tersebut.


(44)

c. Efisiensi Ekonomi gerakan dan pengaturan peralatan/fasilitas kerja Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk mengekonomiskan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja pada suatu industri, karena akan mempermudah modifikasi terhadap hardware, prosedur kerja, dan lain sebagainya.

d. Energi yang dikonsumsi

Energi yang dikonsumsi pada saat seseorang melaksanakan kegiatan merupakan faktor yang kurang begitu diperhatikan, karena dianggap tidak penting bila dikaitkan dengan ferformansi kerja yang ditunjukkan. Meskipun energi dalam jumlah besar harus dikeluarkkan untuk periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik, akan tetapi bahaya yang lebih besar justru kalau kelelahan menimpa mental manusia. Jadi tujuan tujuan pokok dari rancangan sistem kerja seharusnya bisa menghemat energi yang harus dikonsumsi untuk penyelesaian suatu kegiatan. Aplikasi prinsip-rinsip ergonomi dan ekonomi gerakan dalam tahap perancangan dan pengembangan sistem kerja secara umum akan dapat meminimalkan energi yang dikonsumsi dan meningkatkan efisiensi output kerja tersebut.


(45)

3.4.2 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri Adapun pendekatan dalam penggunaan data antropometri adalah sebagai berikut :

1. Pilihlah simpangan baku yang sesuai sebagai dasar perancangan yang dimaksud

2. Carilah data pada rata-rata dan distribusi dari dimensi yang dimaksud untu 3. populasi yang sesuai

4. Pilihlah nilai persentil yang sesuai sebagai dasar perancangan 5. Pilihlah jenis kelamin yang sesuai

Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standart deviasi) dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dapat dihitung berdasarkan pengujian sebagai berikut: 1. Uji Keseragaman Data

Untuk memastikan bahwa data yang berkumpul berasal dari sistem yang sama, maka dilakukan pengujian terhadap keseragaman data. Sebagai contoh, pada suatu hari seorang operator malam harinya tidak tidur semalaman. Dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, data yang terkumpul pada hari itu akan jelas berbeda. Untuk itu diperlukan pengujian keseragaman data untuk memisahkan data yang memiliki karakteristik yang berbeda. Adapun rumus yang digunakan dalam pengujian keseragaman data untuk stop watch adalah sebagai berikut :


(46)

σ = 1 ) ( 2 − − ∑ n x xi

BKA = X + k.σ BKB = X + k.σ Dimana:

X = Nilai rata-rata BKA = Batas Kontrol Atas σ = Standar Deviasi BKB = Batas Kontrol Bawah k = Tingkat keyakinan

= 99% ≈ 3 = 95% ≈ 2

2. Uji Kecukupan Data

Dalam proses pengukuran waktu kerja, diperlukan kegiatan pengujian terhadap data yang dikumpulkan. Kegiatan pengujian tersebut dimulai dari analisis atas jumlah data yang seharusnya dikumpulkan sampai dengan analisis atas konsistensi kerja operator. Pengujian data yang pertama adalah uji kecukupan data. Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa data yang telah dikumpulkan adalah cukup secara objektif. Idealnya pengukuran harus dilakukan dalam jumlah yang banyak, bahkan sampai jumlah yang tak terhingga agar data hasil pengukuran layak untuk digunakan. Namun pengukuran dalam jumlah yang tak terhingga sulit dilakukan mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, baik dari segi tenaga, biaya,


(47)

waktu, dan sebagainya. Test kecukupan data dapat digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

N’ =

Dimana: X = Data ke-I dari N sampel

k = 2 (untuk tingkat keyakinan sebesar 95%) s = Tingkat ketelitian yang digunakan sebesar 5% N = Jumlah data yang aktual untuk sampel tersebut N’ = jumlah data yang seharusnya untuk sampel tersebut

Nilai K untuk tingkat kepercayaan tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Tingkat Kepercayaan

Tingkat Kepercayaan Nilai K

≤ 68% 1

68% < (1-α) 95% 2 95% < (1-α) ≤ 99% 3

Nilai S untuk tingkat ketelitian tertentu dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Tingkat Ketelitian

Tingkat Ketelitian Nilai K

5% 0,05


(48)

Diasumsikan tingkat keyakinan adalah 95 % dan tingkat ketelitian 5 %, maka rumus uji kecukupan data menjadi :

N’ =

Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tetentum dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95% persentil: 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Distribusi Normal dan Perhitungan Persentil

Dalam pokok bahasan antropometri, 95 persentil menunjukkan tubuh berukuran besar, sedangkan 5 persentil tubuh berukuran kecil. Jika diinginkan dimensi untuk akomodasi 95 % populasi maka 2,5 dan 97,5 persentil adalah batas


(49)

rentang yang dapat dipakai dan ditunjukkan pada gambar 1 dan 2 serta tabel antropometri masyarakat Indonesia.


(50)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Inalum departemen SRO (Smelter Reduction

Operation) yang bergerak dalam pengolahan aluminium batangan (ingot).

PT.Inalum berlokasi di lokasi Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (dahulunya Kabupaten Asahan). Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 13-17 April, shift II pukul 08.00-16.00. Peta posisi PT.Inalum dapat dilihat pada Gambar 2.1.

4.2. Jenis Penelitian8

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Maksud dan tujuan penelitian ini hanya sebatas membuat deskripsi yang tepat, apa adanya tentang fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek tanpa membuat prediksi atau mencari pemecahan atas masalah yang ada dalam objek tersebut.

4.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diamati adalah operator yang bekerja pada kabin

Anode Changing Crane sebanyak 10 operator selama 5 hari kerja yang dilihat dari

8


(51)

perilaku operator yang terdiri dari ketinggian objek yang dilihat, jarak pandang operator ke objek, ketajaman penglihatan operator terhadap objek, serta sudut penglihatan operator terhadap objek. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perbaikan rancangan desain eksterior kabin crane.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut variabel terikat karena variabel dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dependen pada penelitian ini adalah Kesalahan Pengoperasian.

2. Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen yang berpengaruh terhadap perancangan penelitian merupakan kriteria produk yang harus diamati yaitu

a. Ketinggian objek

b. Jarak mata ke objek terlalu jauh

c. Ketajaman penglihatan (visual acuity) yang berbeda-beda d. Rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horizontal e. Dimensi antropometri operator


(52)

4.5. Kerangka Konseptual

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah perancangan kerangka konseptual yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka konseptual inilah yang merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Adapun kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

4.6. Defenisi Variabel Operasional

Variabel operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan cara penentuan variabel dan pengukuran suatu variabel. Definisi variabel operasional yaitu suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan varaibel yang sama. Defenisi operasional penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(53)

Tabel 4.1. Variabel Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur

1.

Ketajaman penglihatan (visual

acuity) yang

berbeda-beda

Variabel yang menunjukkan kemampuan penglihatan operator untuk melihat objek secara detail

1. Observasi 2. Studi Literatur 2. Ketinggian Objek

Menunjukkan ukuran objek secara vertikal dari posisi atas hingga ke

bawah objek

1. Observasi

3.

Jarak mata ke objek terlalu jauh

Menunjukkan kepentingan jarak penglihatan operator terhadap

objek

1. Observasi

4

Rentang gerakan kepala pada bidang

transversal atau horizontal

Variabel yang menunjukkan derajat pergerakan rotasi kepala

operator berdasarkan bidang horizontal

1. Observasi 2. Studi Literatur 3. Dokumentasi

5

Dimensi Antropometri

Operator

Dimensi dari bagian tubuh operator yang akan dijadikan dasar perancangan fasilitas agar terjadi kesesuaian fasilitas kerja dengan operator.

1. Antropometer

Cara pengukuran variabel operasional dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Ketajaman penglihatan (visual acuity) yang berbeda-beda

Diukur dengan menggunakan alat bantu snellen chart. Prosedur pengukuran ketajaman penglihatan dengan snellen chart dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden

dengan jarak 6 meter (sesuai pedoman tali). b. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.

c. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan bolamata.

d. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu Snellen atau memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau


(54)

huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).

e. Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil (20/20).

f. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya.

g. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan posisi huruf E SETENGAH baris atau LEBIH dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut.

Gambar 4.2. Snellen Chart

2. Ketinggian Objek

Diukur saat operator melakukan 6 elemen kegiatan penukaran anoda. Objek yang diukur ketinggiannya adalah batangan anoda. Cara pengukurannya adalah saat operator melakukan 1 elemen kegiatan sebelum melanjutkan


(55)

elemen kerja yang lain, di pause untuk melakukan pengukuran dengan meteran.

3. Jarak mata ke objek terlalu jauh

Diukur saat operator melakukan 6 elemen kegiatan penukaran anoda. Objek yang diukur jarak sejajar mata secara vertikal ke batangan anoda lalu dari titik sejajar tersebut diukur secara horizontal sampai ke batangan anoda.

4. Rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horizontal

Diukur dengan menggunakan alat goniometer saat operator melakukan 6 elemen kerja. Cara pengukurannya dilakukan dari titik 0o pandangan sejajar operator ke arah depan sampai pada saat kepala operator berotasi sampai sudut perputaran tertentu.

5. Dimensi Antropometri Operator

Diukur dengan menggunakan meteran saat operator duduk tegak, dengan posisi lutut membentuk sudut 90o.

4.7. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap awal dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi

PT.Inalum pada bagian peleburan, informasi pendukung yang diperlukan serta studi literatur tentang metode pemecahan masalah yang digunakan dan teori pendukung lainnya.

2. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ada dua jenis yaitu:


(56)

4. Data primer yang pertama berupa data mengenai antropometri operator

Anode Changing Crane, ketinggian objek yang dilihat, jarak penglihatan

operator ke objek, ketajaman penglihatan operator terhadap objek, serta sudut penglihatan operator terhadap objek.

5. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari perusahaan berbentuk rancangan awal kabin Anode Changing Crane dan dokumen, arsip, atau catatan perusahaan. Data tersebut mengenai sejarah berdiri perusahaan, visi dan misi perusahaan, unit usaha dan struktur organisasi.

3. Pengolahan data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan. 4. Analisis terhadap hasil pengolahan data.

5. Kesimpulan dan saran diberikan untuk penelitian.

4.8. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Sedangkan sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh operator ACC pada dua stasiun peleburan. Sedangkan sampel yang diambil adalah operator Anode Changing Crane di stasiun III dan IV (Pot

Line 3) yang berjumlah 10 orang. Metode pengambilan sampel yang dilakukan

adalah total sampling untuk operator yang akan diukur dimensi anthropometrinya.

4.9. Instrumen Penelitian


(57)

1. Pengukuran Antropometri menggunakan alat Goniometer, digunakan untuk mengukur sudut-sudut tubuh operator.

Gambar 4.3. Goniometer

2. Panduan wawancara, berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara dengan operator ACC.

3. Kamera digital, digunakan untuk mengambil foto ruang control ACC beserta kegiatan Anode Changing.

Gambar 4.4. Kamera Digital

4. Meteran, digunakan untuk mengukur dimensi tubuh operator dan jarak pandang operator terhadap objek.


(58)

5. Snellen chart, digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan operator

terhadap objek.

Gambar 4.6. Snellen Chart

4.10. Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka langkah selanjutnya adalah perbaikan perancangan desain eksterior kabin

crane berdasarkan data antropometri, objek yang dilihat, jarak penglihatan

operator ke objek, ketajaman penglihatan operator terhadap objek, serta sudut penglihatan operator terhadap objek.yang telah diukur. Rancangan dibuat dengan

Software Autocad. Block diagram pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 4.2.

4.11. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan berisikan hal-hal penting dari penelitian yang merupakan tujuan dari penelitian. Selain dari kesimpulan, diberikan juga saran yang membangun bagi perusahaan usulan perbaikan kepada pihak perusahaan untuk mengiplementasikan hasil penelitian ini.


(59)

(60)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1 SOP Anode Changing Crane

SOP pergantian anode changing dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Sumber: Pengumpulan data


(61)

Sumber: Pengumpulan data


(62)

Sumber: Pengumpulan data

Gambar 5.1 (Lanjutan) SOP Pergantian Anoda (Anode Changing)

5.2 Aspek Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity)

Pada aspek ketajaman penglihatan merupakan kemampuan operator melihat secara detail objek tersebut. Dalam hal ini ketajaman penglihatan dapat di ukur dengan melihat visual angle. Pengukuran yang dilakukan dalam analisis

visual angel menggunakan Snellen chart. Pengukuran ketajaman penglihatan

dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap jarak penglihatan objek oleh operator ACC. Pengukuran yang dilakukan operator yang memiliki ketajaman penglihatan yang masih bagus tidak memerlukan jarak yang begitu dekat melihat suatu objek secara presisi. Sehingga dengan jarak yang tidak begitu dekat objek dapat dilihat secara detail oleh operator secara keseluruhan. Rekapitulasi dari pengukuran


(63)

Tabel 5.1 Visual Acuity Operator

Operator Usia Baris Chart

(feet) Baris Chart (decimal)

Operator 1 35 20/50 0.4

Operator 2 26 20/20 1

Operator 3 28 20/50 0.4

Operator 4 33 20/40 0.5

Operator 5 24 20/20 1

Operator 6 32 20/50 0.4

Operator 7 35 20/40 0.5

Operator 8 27 20/30 0.6

Operator 9 24 20/20 1

Operator 10 31 20/40 0.5

5.3 Aspek Ketinggian (H) dan Jarak Objek (D)

Pada aspek ketinggian objek dan jarak objek yang diamati dapat berubah-ubah tergantung dari proses pemindahan objek. Ketinggian objek berberubah-ubah berdasarkan perubahan pergerakan anode wrench dan anode latch sesuai ketinggian yang dibutuhkan sedangkan jarak objek berubah tergantung pada operator seberapa dekat operator dapat melihat objek seperti contoh pada elemen kerja operator 1 berikut :

1. Melakukan proses breaking anode yaitu menghancurkan kerak-kerak disekeliling anode agar mudah mengeluarkan anode lama. Proses breaking dapat dilihat pada Gambar 5.2


(64)

H

=

3

,5

m

Gambar 5.2 Proses Breaking Anode

2. Mengambil anode lama di dalam pot reduksi. Proses pengambilan anode lama dapat dilihat pada Gambar 5.3


(65)

3. Memindahkan anode lama ke tempat penumpukan anode. Proses pemindahan

anode lama dapat dilihat pada Gambar 5.4

Gambar 5.4 Proses Pemindahan Anode Lama

4. Mengambil anode baru dari tempat penumpukan anode. Pengambilan anode baru dapat dilihat pada Gambar 5.5


(66)

5. Memasang anode baru ke dalam pot reduksi. Pemasangan anode baru dapat dilihat pada Gambar 5.6

Gambar 5.6 Proses Pemasangan Anode Baru

6. Melalukan proses covering yaitu menutupi celah-celah setiap anode dengan alumina agar tidak mengurangi kualitas alumina seperti terjadinya oksidasi. Untuk ketinggian dan Jarak Objek pada proses covering berukuran sama seperti proses breaking, dapat dilihat pada Gambar 5.7

Gambar 5.7 Proses Covering

Rekapitulasi aspek ketinggian objek dan jarak objek seluruh operator crane dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:


(67)

Tabel 5.2 Rekapitulasi Aspek Ketinggian Objek dan Jarak Objek

Operator Elemen Kerja

Tinggi Objek (H) (m) Jarak Objek (D) (m) Operator 1

Proses breaking 3.5 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2 1,3

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 0.5

Operator 2

Proses breaking 3.5 1

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.2 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 0.8

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.5 1

Operator 3

Proses breaking 3 0.8

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.3 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 0.9

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 1

Operator 4

Proses breaking 3.5 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3 0.8 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1.3

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 0.5

Tabel 5.2 Rekapitulasi Aspek Ketinggian Objek dan Jarak Objek (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Tinggi

Objek

Jarak Objek


(68)

(m) (m)

Operator 5

Proses breaking 3 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 0.8 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 1.3

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 0.5

Operator 6

Proses breaking 3.5 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.2 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1.2

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.3 1

Operator 7

Proses breaking 3.5 1

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 0.5

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1

Proses covering 3.5 1

Operator 8

Proses breaking 3 1

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.2 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 0.8

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.5 1

Operator 9

Proses breaking 3 0.8

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1.3 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 3 0.8

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1


(69)

Tabel 5.2 Rekapitulasi Aspek Ketinggian Objek dan Jarak Objek (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja

Tinggi Objek (m) Jarak Objek (m)

Proses covering 3.5 0.5

Operator 10

Proses breaking 3.5 0.5

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 3.2 1 Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 2.5 1

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 2.5 1

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 3.3 1.3

Proses covering 3.3 1

Hasil rekapitulasi pada tabel di atas menunjukkan kondisi jarak pandang operator berbeda-beda yang dipengaruhi oleh ketajaman operator yang masing-masing operator berbeda. Setelah diketahui ketinggian dan jarak objek maka dilakukan pengukuran sudut-sudut pandang operator berdasarkan kondisi aktual.

5.4 Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator (Visual Field)

Pada aspek penilaian sudut penglihatan operator berdasarkan bidang visual

(visual field) menurut Grandjean(1988), bidang visual adalah bagian dari objek di

sekitarnya yang dapat ditangkap oleh mata ketika kedua mata dan kepala yang melihat suatu benda. Hanya benda dalam bidang yang berada pada 1o yang dapat dilihat secara jelas (terfokus). Di luar zona ini benda menjadi semakin lebih kabur dan tidak jelas. Bidang visual dapat dibagi sebagai berikut:

4. Bidang visual yang jelas: sudut pandang 1o 5. Bidang tengah: sudut pandang > 40o 6. Bidang luar: sudut pandang 40-70o


(70)

Gambar sketsa di bawah ini akan diperlihatkan hasil sudut penglihatan bidang visual (visual field) pada operator 1 seperti pada elemen kerja berikut : 1. Melakukan proses breaking

Pada proses breaking sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.8 Bidang Visual (visual Field) Proses Breaking Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 51o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o. Artinya operator melihat objek diluar zona kenormalan visual mata saat memandang objek. Sehingga dengan sudut tersebut objek tidak dapat dilihat dengan jelas oleh operator karena berada di luar batas bidang visual normal (30o).


(71)

2. Mengambil anode lama di dalam pot reduksi

Pada proses pengambilan anode lama di dalam pot reduksi sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.9 Proses Pengambilan Anode Lama di dalam Pot Reduksi Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 61o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

3. Memindahkan anode lama ke tempat penumpukan anode

Pada proses pemindahan anode lama ke tempat penumpukan anode sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(72)

Gambar 5.10 Proses Pemindahan Anode Lama ke Tempat Penumpukan

Anode Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 57o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

4. Pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode

Pada proses Pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(73)

Gambar 5.11 Proses Pengambilan Anode Baru dari Tempat Penumpukan

Anode Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 60o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

5. Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi

Pada proses Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi sketsa sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(74)

Gambar 5.12 Proses Pemasangan Anode Baru ke dalam Pot Reduksi Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 61o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

6. Proses Covering

Pada proses Covering sudut penglihatan bidang visual (visual field) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(75)

Gambar 5.13 Proses Covering Operator 1

Pada Gambar di atas menunjukan sudut penglihatan operator 1 sebesar 51o yang berarti tergolong dalam bidang luar yaitu sudut pandang antara 40-70o.

Rekapitulasi aspek penilaian sudut penglihatan operator berdasarkan bidang visual (visual field) seluruh operator crane dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.3 Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field)

Operator Elemen Kerja Visual Field

(o)

Operator 1

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 61o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 57

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 51o

Operator 2 Proses breaking 40

o


(76)

Tabel 5.3 Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field) (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Visual Field

(o) Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 40

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 36

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o

Proses covering 40o

Operator 3

Proses breaking 30o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 55o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 62

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 64

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 40o

Operator 4

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 40o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 57

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 51o

Operator 5

Proses breaking 30o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 54o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 40

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 36

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 40o

Operator 6

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 61o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 65

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o


(77)

Tabel 5.3 Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field) (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Visual Field

(o)

Operator 7

Proses breaking 40o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 60o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 62

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 70

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 61o

Proses covering 40o

Operator 8

Proses breaking 38o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 54o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 40

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 36

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o

Proses covering 40o

Operator 9

Proses breaking 30o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 55o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 40

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 36

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 60o

Proses covering 50o

Operator 10

Proses breaking 51o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 61o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 62

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 54o


(78)

5.5 Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator

Pada aspek pergerakan kepala operator terhadap objek untuk mengetahui rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horisontal. Secara antropometrik gerakan ini disebut sebagai rotasi leher dengan rentang yang dapat diupayakan sebesar 45o ke arah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi operator. Penilaian rotasi leher operator berbeda-beda tergantung pada pergerakan rotasi leher masing-masing operator. Ilustrasi gambar dapat dilihat pada contoh operator 1 pada elemen kerja berikut :

1. Melakukan proses breaking

Kondisi aktual dan sketsa operator pada proses breaking dapat dilihat pada Gambar 5.14

680

Gambar 5.14 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Breaking

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 68o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.


(79)

2. Mengambil anode lama di dalam pot reduksi

Kondisi aktual dan sketsa operator pada pengambilan anode lama di dalam pot reduksi dapat dilihat pada Gambar 5.15

Gambar 5.15 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pengambilan Anode Lama di dalam Pot Reduksi

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 62o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

3. Memindahkan anode lama ke tempat penumpukan anode

Kondisi aktual dan sketsa operator pada Pemindahan anode lama ke tempat penumpukan anode dapat dilihat pada Gambar 5.16


(80)

767

Gambar 5.16 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pemindahan Anode Lama ke Tempat Penumpukan Anode

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 76o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

4. Pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode

Kondisi aktual dan sketsa operator pengambilan anode baru dari tempat penumpukan anode dapat dilihat pada Gambar 5.17.

Gambar 5.17 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pengambilan Anode Baru dari Tempat Penumpukan Anode


(81)

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 60o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

5. Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi

Kondisi aktual dan sketsa operator pada pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi dapat dilihat pada Gambar 5.18

Gambar 5.18 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Pemasangan Anode Baru ke dalam Pot Reduksi

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 82o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

6. Proses Covering

Kondisi aktual dan sketsa operator pada proses covering dapat dilihat pada Gambar 5.19


(82)

Gambar 5.19 Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses Covering

Pada gambar di atas diperoleh rotasi leher secara horisontal sebesar 75o. Secara antropometrik kondisi rotasi leher tersebut sudah melebihi batas rentang optimal yang diperbolehkan untuk melakukan pergerakan kepala.

Rekapitulasi aspek penilaian pergerakan kepala operator berdasarkan hasil sudut yang diperoleh dari pergerakan rotasi leher operator dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Rekapitulasi Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator

Operator Elemen Kerja Sudut Rotasi

Leher (o)

Operator 1

Proses breaking 68o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 62o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 76

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 82o

Proses covering 75o

Operator 2

Proses breaking 50o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 60o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 45


(83)

Tabel 5.4 Rekapitulasi Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator (Lanjutan)

Operator Elemen Kerja Sudut Rotasi

Leher (o) Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 47

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 52o

Proses covering 63o

Operator 3

Proses breaking 70o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 65o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 60

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 63

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 75o

Proses covering 70o

Operator 4

Proses breaking 67o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 55o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 70

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 62

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 80o

Proses covering 75o

Operator 5

Proses breaking 50o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 68o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 63

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 68

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 52o

Proses covering 65o

Operator 6

Proses breaking 75o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 65o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 70

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 76

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 68o

Proses covering 55o

Tabel 5.4 Rekapitulasi Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator (Lanjutan)


(84)

Operator Elemen Kerja Sudut Rotasi Leher (o)

Operator 7

Proses breaking 60o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 67o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 72

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 72

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 65o

Proses covering 70o

Operator 8

Proses breaking 60o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 48o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 54

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 58

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 66o

Proses covering 58o

Operator 9

Proses breaking 48o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 57o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 62

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 58o

Proses covering 52o

Operator 10

Proses breaking 72o

Pengambilan anode lama dalam pot reduksi 62o Pemindahan anode lama ke tempat

penumpukan anode 75

o

Pengambilan anode baru dari tempat

penumpukkan anode 60

o

Pemasangan anode baru ke dalam pot reduksi 55o

Proses covering 68o

Kesimpulan dari tabel bahwa kondisi aktual rotasi leher operator lebih dari 450 dengan kata lain akan menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi sebagian besar operator.

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa aspek ketinggian dan jarak objek terhadap operator membentuk sudut visual field yang mempengaruhi bidang visual yang dapat dilihat operator. Terbukti dari sketsa yang dibuat berdasarkan


(85)

kondisi aktual objek yang diamati berada diluar bidang visual. Dan untuk hasil analisis rotasi leher yang didapat bahwa sebagian rotasi gerakan leher operator melebihi standar rentang yang dapat diupayakan sebesar 45o ke arah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi operator.


(86)

BAB VI

ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH

6.1 Analisis

6.1.1 Analisis Aspek Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity)

Berdasarkan pengamatan pada aspek ketajaman penglihatan pada operator

Anode Changing Crane berdasarkan pengukuran visual acuity dengan Snellen chart dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6.1. Kesesuaian Visual Acuity Operator Menggunakan Snellen Chart

Operator Usia Baris Chart

(feet)

Baris Chart (Meter)

Operator 1 35 20/50 15

Operator 2 26 20/20 6

Operator 3 28 20/50 15

Operator 4 33 20/40 12

Operator 5 24 20/20 6

Operator 6 32 20/50 15

Operator 7 35 20/40 12

Operator 8 27 20/30 9

Operator 9 24 20/20 6

Operator 10 31 20/40 12

Pemeriksaan tajam penglihatan di atas dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap jarak pandang operator terhadap anoda. Fungsi dari baris chart di atas yang menunjukan bilangan 6 adalah ini berarti dikatakan operator dengan ketajaman penglihatan normal yang sudah dapat membaca baris tersebut pada jarak 6 meter. Sementara itu semakin tinggi membaca letak baris dari yang terbawah yang bisa dibaca oleh operator, berarti semakin buruk tajam penglihatannya. Subjek yang tidak dapat membaca sampai dengan jarak 6 meter


(87)

(atau 20/20) mungkin mengalami gangguan penglihatan karena penyakit organik pada mata, atau gangguan refraksi murni. Penyakit organik pada mata berarti ada kelainan struktural yang mengakibatkan tajam penglihatan menurun. Misalnya ada kerusakan pada kornea ataupun kekeruhan pada lensa (pada katarak).

6.1.2 Analisis Aspek Ketinggian (H) dan Jarak Objek (D)

Hasil pengukuran yang dilakukan dalam aspek ketinggian dan jarak objek dapat berubah-ubah berdasarkan perubahan pergerakan anode wrench dan anode

latch sesuai kebutuhan. Berdasarkan pengamatan yang di dapat pada satu lemen

kerja di antara semua operator menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Kondisi ini dikarenakan jarak pandang operator berbeda-beda yang dipengaruhi oleh ketajaman operator.

6.1.3 Analisis Aspek Penilaian Sudut Penglihatan Operator (Visual Field) Hasil pengukuran yang dilakukan aspek penilaian sudut penglihatan operator (visual field) yang dilakukan pada kegiatan Anode Changing untuk melihat sudut-sudut bidang visual operator. Zona bidang visual yang dapat dilihat secara jelas berada pada sudut pandang 1o. Diluar zona ini objek menjadi semakin lebih kabur dan tidak jelas. Pengukuran yang didapat dengan cara menggambar sketsa skala 1:100 pada Ms.Visio dengan mendapatkan variabel ketinggian dan jarak objek, kemudian di tarik sudutnya menggunakan penilaian dengan busur secara manual. Hasil yang didapat bahwa seluruh operator berada di zona bidang


(88)

visual 1o yang berarti operator melihat objek tidak cukup jelas sehingga mengganggu kenyamanan operator saat bekerja.

6.1.4 Analisis Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator

Pada aspek pergerakan kepala operator terhadap objek dilakukan dengan cara mengukur pergerakan kepala operator menggunakan goniometer untuk mengetahui rentang gerakan kepala pada bidang transversal atau horisontal. Pengukuran dilakukan saat operator diberhentikan sebentar pada setiap elemen kerja. Secara antropometrik gerakan ini disebut sebagai rotasi leher dengan rentang yang dapat diupayakan sebesar 45o ke arah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidaknyamanan bagi operator namun hasil yang didapat menunjukkan bahwa keseluruhan operator bekerja dalam posisi rotasi leher yang melebihi rentang yang normal. Sehingga akan lebih mudah menimbulkan kelelahan.

6.1.5 Analisis Aspek Penambahan Fasilitas Kerja Kabin Crane

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat bahwa kondisi kabin crane mempengaruhi ketajaman penglihatan operator dan ketidaknyamanan operator dalam melihat objek. Oleh karena ini dilakukan penambahan fasilitas kerja dengan adanya pemasangan kamera wireless yang diletakkan pada posisi anode

wrench dan anode latch kemudian hasil rekaman di transfer ke layar monitor yang


(89)

6.1.6 Analisis Data Anthropometri untuk Penempatan Layar Monitor Setelah dilakukan identifikasi terhadap ketajaman penglihatan (visual

acuity) operator, ketinggian dan jarak objek, sudut penglihatan operator, dan

rotasi gerakan kepala operator maka diberikan solusi penambahan fasilitas guna mengurangi kelelahan yang ditimbulkan yang menyebabkan terbentuknya sudut gerakan yang tidak aman dan tidak nyaman bagi operator.

Elemen-elemen tersebut diperoleh dari analisis terhadap aspek pada ACC. Posisi penempatan layar monitor disesuaikan dengan dimensi anthropometri Tinggi Duduk Tegak dengan nilai persentil 50% yaitu 87,24 cm dan dimensi anthropometri Tinggi Mata Duduk dengan nilai persentil 50 % yaitu 77,85 cm. Sehingga posisi penempatan layar monitor berada di tengah-tengah kedua jarak dari nilai persentil tersebut. Maka diperoleh bahwa posisi penempatan layar monitor 82,5 cm di hitung dari posisi operator duduk dari bawah ke atas secara vertikal.

6.2 Pembahasan Masalah

Setelah di dapat rumusan masalah dalam penelitian ini untuk mengingkatkan ketajaman penglihatan operator maka dapat dicari alternatif solusi permasalahan maka diberikan kamera wireless dan layar monitor sebagai alat mempermudah penglihatan operator terhadap anoda.

6.2.1 Kamera Wireless

Kemajuan teknologi memberi solusi dalam segi keamanan dan kemudahan. Kamera merupakan suatu teknologi yang berkembang pesat hingga saat ini, dari segi kegunaan kamera biasa digunakan sebagai alat dokumentasi saja.


(90)

Pada akhir-akhir ini munculah sebuah kamera tanpa kabel atau nirkabel yang biasa disebut dengan kamera wireless. Fungsi kamera wireless biasa digunakan untuk sarana komunikasi tatap muka atau juga untuk memata-matai atau untuk mengintai seseorang atau objek, sesuai keinginan pengguna. Selain untuk memata-matai atau mengintai, kamera wireless juga bisa digunakan untuk pencarian objek didaerah yang sulit dijangkau manusia. Karena ukurannya yang kecil kamera wireless sangatlah mudah untuk masuk ke daerah yang sulit di jangkau manusia.

Pada kasus ini penggunaan kamera wireless untuk Anode Changing Crane (ACC) ini berfungsi untuk menangkap gambar yang tidak dapat dijangkau oleh penglihatan operator. Kamera wireless adalah suatu alat yang penangkap gambar tanpa kabel tapi menggunakan gelombang radio yaitu inframerah. Dengan penggunaan kamera wireless objek yang berada di luar bidang visual operator dapat dijangkau oleh kamera wireless kemudian di transfer ke layar monitor yang berada di depan operator. Sehingga kamera tersebut dapat membantu operator dalam mengoperasikan crane agar tidak menimbulkan gerakan-gerakan tidaknyamanan.

6.2.1.1Spesifikasi Kamera Wireless

Spesifikasi dari kamera wireless yang akan di rekomendasikan untuk dipasang pada Anode Changing Crane (ACC) antara lain :

1. Produsen : China

2. Nomor model : LS-7006W

3. Daya : kurang dari 7 W


(1)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Kesalahan Operasi yang Terjadi Akibat Ketidakmampuan Operator dalam Melihat Objek yang berada di luar Bidang

Visual ... I-2 2.1. Distribusi Karyawan PT. Inalum pada Setiap Lokasi ... II-12 2.2. Jam Kerja di PT. Inalum ... II-14 2.3. Mesin dan Peralatan di PT.Inalum ... II-28 3.1. Kriteria tajam penglihatan menurut WHO ... III-5 3.2. Ketajaman Penglihatan dengan Snellen ... III-29 3.3. Dimensi Tubuh Orang Indonesia ... III-20 3.4. Tingkat Kepercayaan ... III-27 3.5. Tingkat Ketelitian ... III-27 4.1. Variabel Operasional Penelitian ... IV-4 5.1. Visual Acuity Operator ... V-4 5.2. Rekapitulasi Aspek Ketinggian Objek dan Jarak Objek ... V-8 5.3. Rekapitulasi Aspek Penilaian Sudut Penglihatan

Operator Berdasarkan Bidang Visual (Visual field) ... V-16 5.4. Rekapitulasi Aspek Penilaian Pergerakan Kepala Operator ... V-23 6.1. Kesesuaian Visual Acuity Operator ... VI-1 6.2. Standar View Angle Lensa Kamera ... VI-9 6.3 Dimensi Anthropometri (Dalam cm) Operator ACC ... VI-14 6.4. Nilai

__

X , , Xmin, dan Xmax Seluruh Dimensi Anthropometri... VI-16

6.5. Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Dimensi

Anthropometri Operator... VI-19 6.6. Uji Kecukupan Data... VI-20 6.7. Perhitungan Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk Seluruh Dimensi


(3)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1. Sketsa Visual Field yang Terbentuk pada Kegiatan

Breaking ... I-5 2.1. Peta Lokasi Pabrik Peleburan ... II-9 2.2. Struktur Organisasi Bagian SRO ... II-10 2.3. Blok Diagram Proses Pengolahan Aluminium ... II-27 3.1. Ilustrasi dari Variasi Tipe Objek Digunakan dalam

Tes Ketajaman Visual dan Eksperimen... III-1 3.2. Ilustrasi dari Konsep Sudut Penglihatan ... III-3 3.3. Bidang Visual (Visual Field) ... III-10 3.4. Pergerakan Kepala dalam Bidang Horizontal ... III-14 3.5. Pergerakan Kepala dalam Bidang Vertikal ... III-13 3.6. Daerah Visual dalam Bidang Horizontal ... III-14 3.7. Daerah Visual dalam Bidang Vertikal ... III-15 3.8. Anthropometri Tubuh Manusia ... III-19 3.9. Distribusi Normal dan Perhitungan Persentil ... III-28 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-3 4.2. Snellen Chart... IV-6 4.3. Goniometer ... IV-8 4.4. Kamera Digital ... IV-8 4.5. Meteran ... IV-9 4.6. Snellen Chart... IV-9 4.7. Blog Diagram Penelitian ... IV-11 5.1. SOP Pergantian Anoda (Anode Changing) ... V-2 5.2. Proses Breaking Anode ... V-5 5.3. Proses Pengambilan Anode Lama ... V-6 5.4. Proses Pemindahan Anode Lama ... V-6 5.5. Proses Pemindahan Anode Baru ... V-7


(4)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.6. Proses Pemasangan Anode Baru ... V-7 5.7. Proses Covering ... V-8 5.8. Bidang Visual (visual Field) Proses Breaking Operator 1 . V-11 5.9. Proses Pengambilan Anode Lama di dalam Pot

Reduksi Operator 1 ... V-12 5.10. Proses Pemindahan Anode Lama ke Tempat

Penumpukan Anode Operator 1 ... V-13 5.11. Proses Pengambilan Anode Baru dari Tempat

Penumpukan Anode Operator 1 ... V-14 5.12. Proses Pemasangan Anode Baru ke dalam Pot Reduksi

Operator 1... V-15 5.13. Proses Covering Operator 1 ... V-16 5.14. Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses

Breaking ... V-19 5.15. Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses

Pengambilan Anode Lama di dalam Pot Reduksi ... V-20 5.16. Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses

Pemindahan Anode Lama ke Tempat Penumpukan

Anode ... V-21 5.17. Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses

Pengambilan Anode Baru dari Tempat Penumpukan

Anode ... V-21 5.18. Kondisi Aktua l dan Sketsa Operator 1 pada Proses

Pemasangan Anode Baru ke dalam Pot Reduksi ... V-22 5.19. Kondisi Aktual dan Sketsa Operator 1 pada Proses

Covering ... V-23 6.1. Camera 7 Inch Wireless System... VI-6


(5)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

6.2. Kondisi Aktual Anode Wrench ... VI-11 6.3. Sketsa Gambar Anode Wrench... VI-11 6.4. Kondisi Aktual Anode Latch ... VI-12 6.5. Sketsa Anode Latch ... VI-12 6.6. Kabin Anode Changing Crane (ACC) ... VI-13 6.7. Sketsa Kabin Anode Changing Crane (ACC) ... VI-13 6.8. Peta Kontrol untuk Dimensi Anthropometri Tinggi

Duduk Tegak ... VI-17 6.9. Peta Kontrol untuk Dimensi Anthropometri Tinggi

Mata Duduk ... VI-18 6.10. Sketsa Kondisi Aktual Kabin Crane ... VI-23 6.11. Sketsa Penempatan Posisi Layar Monitor ... VI-24 6.11. Tampak Keseluruhan Penempatan Posisi Layar


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Data Ketajaman Penglihatan (Snellen Chart) ... L-1 2. Data Ketinggian Objek (H) dan Jarak Objek (D) ... L-2 3. Data Penilaian Pergerakan Kepala Operator... L-3 4. Form Tugas Akhir... L-4 4. Surat Penjajakan ... L-5 5. Surat Balasan ... L-6 6. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-7 7. Lembar Asistensi ... L-8