Analisis Penerapan Kebijakan Manajemen Piutang Serta Pengaruhnya Terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power Pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S1 EKSTENSI MEDAN
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN MANAJEMEN PIUTANG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP CASH RATIO, NET PROFIT MARGIN DAN EARNING POWER PADA PT. WIJAYA INDONESIA MAKMUR
BICYCLE INDUSTRY CABANG SETIA BUDI MEDAN
OUTLINE SKRIPSI
OLEH:
DEBORA SIAHAAN 070521094
DEPARTEMEN MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan
(2)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan ini adalah benar hasil kerja saya sendiri melalui penelitian yang saya lakukan. Segala sumber dan kutipan yang terdapat dalam skripsi ini telah saya lampirkan sebagaimana mestinya.
Medan, Januari 2010
070521094 Debora Siahaan
(3)
ABSTRAK
Debora Siahaan (2009), Analisis Penerapan Kebijakan Manajemen Piutang Serta Pengaruhnya Terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power Pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si sebagai Ketua Departemen Manajemen, Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si sebagai Dosen Pembimbing, Dra. Lisa Marlina, M.Si sebagai Dosen Penguji I dan Liasta Ginting, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji II.
Pos piutang merupakan pos yang sangat penting dalam perusahaan. Pos piutang timbul karena terjadinya suatu transaksi penjualan secara kredit dengan tujuan utama meningkatkan perolehan laba bagi perusahaan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembayaran dan pelunasan piutang sangat erat sekali dengan jangka waktu. Oleh karena itu piutang merupakan harta perusahaan yang berada ditangan orang lain yang mampu mendongkrak perolehan laba sekaligus memiliki resiko tertentu. Untuk itulah suatu perusahaan dituntut lebih untuk berhati-hati dalam mengelola piutangnya baik dalam pemberian maupun penagihan.
Penelitian dilakukan untuk menilai efisiensi kebijakan manajemen piutang pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan. Selain itu juga untuk mengetahui apakah Perputaran Piutang (Receivable Turnover) berpengaruh terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power serta sejauh mana pengaruh tersebut (apakah signifikan atau tidak signifikan). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan yaitu neraca, laporan laba rugi periode 2003 s.d 2008 dan data deskriptif lainnya.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Regresi Linier Sederhana pada tingkat signifikansi α = 5%. Pengujian model regresi ini menggunakan program SPSS versi 15.00.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel rasio Receivable Turnover tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Cash Ratio. Sebaliknya, Receivable Turnover mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Net Profit Margin dan Earning Power.
Kata Kunci: Piutang, Receivable Turnover, Likuiditas dan Rentabilitas atau Profitabilitas.
(4)
KATA PENGANTAR
Segala ucapan syukur, hormat dan kemuliaan penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memampukan, memberikan kekuatan serta hikmat pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Judul Skripsi ini adalah: “Analisis Penerapan Kebijakan Manajemen Piutang Serta Pengaruhnya Terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power Pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan”. Penulis telah memperoleh masukan dari berbagai pihak dalam penyusunan Skripsi ini. Namun Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna oleh karena itu penulis membuka diri menerima saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan Skripsi ini sehingga menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si, selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafrizal Helmi, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
4. Ibu Dra. Lisa Marlina, M.Si, selaku Dosen Penguji I dan Bapak Liasta Ginting, SE, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan-masukan bagi perbaikan dan penyelesaian Skripsi ini.
5. Ibu Joice Setya Dewi, B.Bus selaku pimpinan PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Cabang Setia Budi Medan, yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian.
6. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Ekonomi Sumatera Utara.
7. Kedua orangtuaku (M. Siahaan dan R. br. Napitupulu), serta adik-adikku (Marini Siahaan, Dharma Pasihar Tamrock Siahaan, Martha Siska Rotua
(5)
Siahaan) yang telah memberikan banyak dukungan baik secara material maupun spiritual. Terima kasih untuk setiap perhatian, keceriaan dan doa-doa yang telah diberikan untukku. You know exactly that I love you all. 8. Teman-teman seperjuangan di Jurusan Manajemen ’07, terima kasih untuk
setiap suka dan duka yang telah kita bagi bersama di sepanjang masa perkuliahan. K’ Lastri, Bima, Farida, thanks a lot untuk semua bantuan dan dukungan kalian di masa-masa pelik penyelesaian skripsiku. Ingat perjuangan kita teman, kutunggu kalian di pintu gerbang kesuksesan.
9. Ijah, terima kasih karena sudah mengajari aku program SPSS. K’ Helpina, makasih Kak karena sudah mengajari aku tentang akuntansi berikut analisis laporan keuangannya. Lerihot, makasih Itox untuk cerita-cerita dan kekonyolanmu yang memberi semangat waktu aku kesal.
10. Tak lupa juga kuucapkan terima kasih kepada Opung Manalu (Opung Doli dan Opung Boru), K’ Mimin. Terima kasih sudah menjadi keluarga bagiku di kota Medan ini. Terima kasih untuk dukungan semangat yang selalu diberikan saat aku lesu atau kehilangan semangat. Terima kasih juga untuk kesediaan kalian menjadi tempat curahan keluh kesahku terutama pada masa-masa penyelesaian Skripsiku. May God bless you all.
Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca maupun berbagai pihak yang ingin melakukan penelitian yang sejenis. Sebelum dan sesudahnya, penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2010
(6)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Kerangka Konseptual ... 5
D. Hipotesis ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1. Tujuan Penelitian ... 7
2. Manfaat Penelitian ... 7
F. Metode Penelitian ... 7
1. Batasan Operasional ... 7
2. Definisi Operasional Variabel ... 8
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11
4. Jenis Data ... 11
5. Teknik Pengumpulan Data ... 11
6. Metode Analisis Data ... 12
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu ... 14
B. Pengertian Piutang ... 14
C. Jenis Piutang ... 15
D. Analisis Rasio Sebagai Indikator Penilaian Manajemen Piutang ... 16
1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover Ratio) ... 17
2. Jangka Waktu Pengumpulan Piutang Usaha ... 17
3. Piutang Usaha terhadap Total Aktiva ... 18
4. Piutang Usaha terhadap Penjualan ... 18
E. Kebijaksanaan Kredit ... 18
(7)
G. Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang ... 22
H. Risiko yang Mungkin Timbul dalam Piutang ... 23
I. Rasio Keuangan ... 24
1. Rasio Likuiditas ... 25
2. Rasio Aktivitas ... 25
3. Rasio Leverage ... 25
4. Rasio Profitabilitas ... 26
5. Rasio Nilai Pasar ... 26
J. Pengertian Likuiditas ... 26
1. Current Ratio (Rasio Lancar) ... 27
2. Quick atau Acid Ratio (Rasio Cepat) ... 28
3. Cash Ratio (Rasio Kas) ... 28
4. Working Capital to Total Assets Ratio ... 28
K. Pengertian Profitabilitas ... 29
1. Rentabilitas Ekonomis ... 29
2. Rentabilitas Modal Sendiri ... 30
L. Analisis Sisterm Du Pont ... 31
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya Perusahaan ... 33
B. Visi dan Misi Perusahaan ... 34
C. Struktur Organisasi PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 35
D. Laporan Keuangan PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 38
E. Bidang Kegiatan Usaha ... 45
F. Prosedur Penagihan Piutang dan Penerimaan Kas pada PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 47
G. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover) dan Rata-rata Pengumpulan Piutang Usaha (Average Collection Period) pada PT. WIM Cycles Cabang Setia Budi – Medan ... 49
1. Rasio Perputaran Piutang ... 49
(8)
H. Cash Ratio pada PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 51 I. Net Profit Margin, Operating Assets Turnover, dan Earning Power
PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 51
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI
A. Analisis dan Evaluasi Perkembangan Receivable Turnover pada
PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 54 1. Rasio Receivable Turnover ... 54 2. Periode Pengumpulan Piutang Usaha ... 55 3. Analisis dan Evaluasi Manajemen Piutang pada PT. WIM
Cycle Cabang Setia Budi – Medan ... 57 4. Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power ... 60 B. Analisis Data Statistik ... 61
1. Output Pengaruh Perputaran Piutang Usaha (Receivable
Turnover) terhadap Rasio Kas (Cash Ratio) ... 62 2. Output Pengaruh Perputaran Piutang Usaha (Receivable
Turnover) terhadap Net Profit Margin ... 63 3. Output Pengaruh Perputaran Piutang Usaha (Receivable
Trunover) terhadap Earning Power ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Tabel 1.1 Penjualan, Laba Bersih, Kas, Hutang Lancar
dan Total Aktiva Tahun 2003 - 2008 ... 3 2. Tabel 1.2 Receivable Turnover, Periode Pengumpulan
Piutang Usaha, Likuiditas dan Profitabilitas
Tahun 2003 - 2008 ... 4 3. Tabel 3.1 Neraca PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi
Medan Tahun 2003 dan 2004 ... 39 4. Tabel 3.2 Neraca PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi
Medan Tahun 2005 dan 2006 ... 40 5. Tabel 3.3 Neraca PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi
Medan Tahun 2007 dan 2008 ... 41 6. Tabel 3.4 Laporan Laba Rugi PT. WIM Cycle Cabang
Setia Budi Medan Tahun 2003 dan 2004 ... 42 7. Tabel 3.5 Laporan Laba Rugi PT. WIM Cycle Cabang
Setia Budi Medan Tahun 2005 dan 2006 ... 43 8. Tabel 3.6 Laporan Laba Rugi PT. WIM Cycle Cabang
Setia Budi Medan Tahun 2007 dan 2008 ... 44 9. Tabel 4.1 Deskriptif Rasio Receivable Turnover
Tahun 2003 - 2008 ... 54 10. Tabel 4.2 Deskriptif Periode Pengumpulan Piutang
Usaha Tahun 2003 - 2008 ... 55 11. Tabel 4.3 Deskriptif Cash Ratio, Net Profit Margin dan
Earning Power Tahun 2003 - 2008 ... 60 12. Tabel 4.4 Model Summary Receivable Turnover terhadap
Cash Ratio ... 62 13. Tabel 4.5 Coefficientsa Receivable Turnover terhadap
Cash Ratio ... 62 14. Tabel 4.6 Model Summary Receivable Turnover terhadap
(10)
15. Tabel 4.7 Coefficientsa Receivable Turnover terhadap
Net Profit Margin ... 64 16. Tabel 4.8 Model Summary Receivable Turnover terhadap
Earning Power ... 65 17. Tabel 4.9 Coefficientsa Receivable Turnover terhadap
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 6 2. Gambar 3.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... 36
(12)
ABSTRAK
Debora Siahaan (2009), Analisis Penerapan Kebijakan Manajemen Piutang Serta Pengaruhnya Terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power Pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si sebagai Ketua Departemen Manajemen, Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si sebagai Dosen Pembimbing, Dra. Lisa Marlina, M.Si sebagai Dosen Penguji I dan Liasta Ginting, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji II.
Pos piutang merupakan pos yang sangat penting dalam perusahaan. Pos piutang timbul karena terjadinya suatu transaksi penjualan secara kredit dengan tujuan utama meningkatkan perolehan laba bagi perusahaan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembayaran dan pelunasan piutang sangat erat sekali dengan jangka waktu. Oleh karena itu piutang merupakan harta perusahaan yang berada ditangan orang lain yang mampu mendongkrak perolehan laba sekaligus memiliki resiko tertentu. Untuk itulah suatu perusahaan dituntut lebih untuk berhati-hati dalam mengelola piutangnya baik dalam pemberian maupun penagihan.
Penelitian dilakukan untuk menilai efisiensi kebijakan manajemen piutang pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan. Selain itu juga untuk mengetahui apakah Perputaran Piutang (Receivable Turnover) berpengaruh terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power serta sejauh mana pengaruh tersebut (apakah signifikan atau tidak signifikan). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan yaitu neraca, laporan laba rugi periode 2003 s.d 2008 dan data deskriptif lainnya.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Regresi Linier Sederhana pada tingkat signifikansi α = 5%. Pengujian model regresi ini menggunakan program SPSS versi 15.00.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel rasio Receivable Turnover tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Cash Ratio. Sebaliknya, Receivable Turnover mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Net Profit Margin dan Earning Power.
Kata Kunci: Piutang, Receivable Turnover, Likuiditas dan Rentabilitas atau Profitabilitas.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan yang didirikan tentu bertujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan yang dapat dipergunakan untuk kemakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham. Untuk mendapatkan keuntungan tersebut perusahaan melakukan penjualan kepada masyarakat luas. Penjualan yang dilakukan dapat berupa penjualan tunai maupun penjualan secara kredit.
Akan tetapi dalam perkembangan industri, khususnya industri manufaktur di Indonesia pada saat ini, telah banyak jenis perusahaan yang didirikan sehingga menimbulkan persaingan dalam masalah penjualan. Memperhatikan ketatnya persaingan inilah maka suatu perusahaan sering melakukan penjualan secara kredit di samping kebijakan tunai atau cash dalam upaya mendorong volume penjualannya.
Strategi penjualan kredit ini pulalah yang pada saat ini diterapkan oleh PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle (WIM Cycle) Cabang Setia Budi - Medan. Dalam kenyataan yang dialami di lapangan, PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi - Medan mendapati bahwa penjualan secara kredit sangat efektif dalam meningkatkan volume penjualan perusahaan yang berpotensi besar meningkatkan perolehan labanya juga. Hal ini berdasarkan atas pendapat yang dikemukakan Riyanto (2001:86) bahwa dengan memberikan piutang berarti perusahaan memberikan kesempatan dananya berputar untuk memperoleh lebih banyak lagi jumlah laba. Kas memang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan operasional sehari-hari perusahaan. Akan tetapi jumlah kas di tangan yang terlalu banyak juga kurang baik karena itu berarti banyak dana yang dibiarkan menganggur. Semakin cepat piutang berputar maka itu berarti perusahaan semakin cepat dan efisien dalam memutar aktivanya dan itu berarti pula bahwa kesempatan perusahaan memperoleh laba semakin besar.
Walau bagaimanapun juga kebijakan penjualan secara kredit tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi yakni untuk tujuan peningkatan laba melalui peningkatan penjualan. Secara teori Riyanto (2001 : 86) menyimpulkan bahwa
(14)
semakin besar jumlah piutang berarti semakin besar profitability-nya namun bersamaan dengan itu juga berarti semakin besar risiko yang mungkin terjadi atas likuditasnya. Dengan bertambahnya proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan, akan bertambah pula jumlah investasi dalam bentuk piutang yang akan juga mempertinggi risiko tidak terbayarnya piutang di masa yang akan datang.
Hal tersebut terjadi karena penjualan kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, melainkan justru menimbulkan piutang langganan. Barulah kemudian pada hari jatuh tempo terjadi aliran kas masuk yang berasal dari pengumpulan piutang tersebut (Riyanto, 2001 : 85).
Dengan bercermin pada keadaan resesi serta krisis moneter yang melanda Indonesia dewasa ini, penjualan secara kredit merupakan kegiatan yang cukup beresiko bahkan cenderung kurang menguntungkan karena para debitur sering memperlambat pembayaran demi menjaga likuiditas mereka sendiri. Sementara itu kebutuhan akan likuiditas tidak hanya dimiliki oleh debitur, perusahaan pemberi kredit juga memerlukan kondisi keuangan yang likuid demi keberlangsungan hidup perusahaannya.
Maka masalah kemudian timbul ketika debitur melakukan pembayaran piutang melampaui waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan. Semakin besar penjualan kredit yang diberikan perusahaan, serta semakin tinggi saldo piutang perusahaan yang mengalami masalah dalam pelunasannya, maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan tersebut mengalami masalah dalam likuiditas keuangannya. Untuk itulah pihak manajemen PT. WIM Cycle menyadari perlunya penanganan yang efisien dan serius secara profesional untuk menetapkan kebijakan manajemen piutang sebagai upaya menjaga kuantitas perolehan laba sekaligus memelihara likuiditas keuangan perusahaannya mereka.
Berikut adalah informasi dan gambaran fluktuasi total penjualan kredit, perputaran piutang, juga keadaan likuiditas dan profitabilitasnya ditinjau dari segi Cash Ratio serta Profit Marginnya selama periode 2003 s.d 2008.
(15)
Tabel 1.1
Penjualan, Laba Bersih, Kas, Hutang Lancar dan Total Aktiva PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle
Tahun Net Sales Net Operating
Income Cash
Current
Liabitilities Total Assets 2003 9,372,550,000 362,112,243 545,584,239
1,134,007,790 2,714,540,609 2004 9,454,035,000 382,142,952 551,067,497
1,196,764,384 2,730,160,945 2005 9,481,239,000 391,235,809 553,822,835
1,245,780,940 2,737,633,412 2006 9,505,325,510 402,741,790 556,591,949
1,258,474,289 2,750,955,845 2007 9,978,027,260 423,955,735 581,513,977
1,265,797,362 2,884,452,461 2008 10,453,293,536
677,418,121
528,900,807
1,173,173,200 3,003,539,916 Sumber: Laporan Keuangan PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi - Medan periode 2003 s.d 2008, data diolah
(16)
Tabel 1.2
Receivable Turnover, Periode Pengumpulan Piutang Usaha, Likuiditas dan Profitabilitas PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle
Tahun
Receivable Turnover
(Kali)
Periode Pengumpulan Piutang Usaha
(Hari)
Cash Ratio Net Profit Margin
Operating Assets Turnover (Kali)
Earning Power
2003 11.32 32.23 48.11% 3.86% 3.45 13.32%
2004 11.39 32.04 46.05% 4.04% 3.46 13.98%
2005 11.34 32.18 44.46% 4.13% 3.46 14.29%
2006 11.31 32.26 44.23% 4.24% 3.46 14.67%
2007 11.34 32.18 45.94% 4.25% 3.46 14.71%
2008 11.67 31.29 45.08% 6.48% 3.48 22.55%
(17)
Berdasarkan Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas dapat diamati bahwa perputaran piutang dan periode pengumpulan piutang dari tahun 2003 sampai tahun 2008 cenderung stabil dengan sedikit fluktuasi yang dialami setiap tahunnya, sementara cash ratio perusahaan terus mengalami penurunan dan baru mengalami peningkatan pada tahun 2007 serta kembali menurun pada tahun 2008. Kondisi ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa perputaran piutang berbanding lurus dengan cash ratio, dimana semakin tinggi tingkat perputaran piutang semakin tinggi pula cash rationya. Demikian pula dengan profit margin dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008. Profit margin terus mengalami peningkatan sementara return on asset-nya cenderung tetap dan tidak banyak berfluktuasi, dimana hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap kemaksimalan perusahaan dalam memperoleh laba (Earning Power).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu rasanya mengetahui secara pasti mengenai kebijakan manajemen piutang yang diterapkan, masalah-masalah yang mengikutinya serta bagaimana cara pemecahannya. Melihat hal ini penulis kemudian tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Analisis Penerapan Kebijakan Manajemen Piutang Serta Pengaruhnya Terhadap Cash Ratio, Net Profit Margin dan Earning Power Pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry Cabang Setia Budi Medan.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah tingkat efisiensi manajemen piutang PT. WIM Cycle?, dan 2. Apakah manajemen piutang berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap likuiditas dan profitabilitasnya selama periode 2003 s.d 2008? ”
C. Kerangka Konseptual
Mengkaji hubungan antara manajemen piutang terhadap likuiditas dan profitabilitas, Keown et al (2001 : 94) memberikan pendapat bahwa satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur likuiditas dari piutang dagang perusahaan adalah dengan menggunakan daftar umur piutang sebagai indikator rasio
(18)
perputaran piutang dagang (account receivable turnover ratio). Oleh karena itu penulis menggunakan Receivable Turnover dan Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang Usaha sebagai indikator manajemen piutang pada PT. WIM Cylce Sementara sebagai indikator likuiditas penulis menggunakan Cash Ratio dan indikator profitabilitasnya adalah Profit Margin dan Earning Power.
Maka berdasarkan uraian di atas, gambaran model kerangka konseptual yang akan penulis kaji adalah sebagai berikut:
Gambar 1.1 : Kerangka Konseptual
Sumber : Sartono, Riyanto (Diolah oleh penulis)
D. Hipotesis
Sugiyono (2006 : 51) mengatakan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Receivable Turnover berpengaruh secara signifikan terhadap Cash Ratio.
2. Receivable Turnover berpengaruh secara signifikan terhadap Net Profit Margin.
3. Receivable Turnover berpengaruh secara signifikan terhadap Earning Power.
Manajemen Piutang: 1. Receivable Turnover:
(X)
Rasio Likuiditas: Cash Ratio (Y1) Rasio Profitabilitas:
Net Profit Margin (Y2) Earning Power (Y3)
(19)
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:
1. Efektifitas kebijakan piutang pada PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi - Medan, ditinjau dari segi Receivable Turnover dan Periode Pengumpulan Piutang Usahanya
2. Hubungan antara Receivable Turnover dengan Cash Ratio
3. Hubungan antara Receivable Turnover dengan Net Profit Margin 4. Hubungan antara Receivable Turnover dengan Earning Power
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Bagi Perusahaan
Sebagai sumbangan pemikiran serta tambahan informasi bagi PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi - Medan mengenai pengaruh manajemen piutang terhadap likuiditas dan profitabilitas perusahaan, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan keuangan di masa mendatang.
b. Bagi Penulis
Memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di bangku kuliah serta memberikan kontribusi yang besar bagi pemikiran penulis untuk memperluas cakrawala berpikir ilmiah dalam bidang keuangan, khususnya dalam bidang pengaruh manajemen piutang terhadap likuiditas perusahaan.
c. Bagi Pihak Lain
Sebagai referensi bagi pihak lain khususnya bagi mahasiswa untuk tujuan penelitian selanjutnya.
F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional
Penelitian ini terbatas pada hubungan antara perputaran piutang (Receivable
(20)
Assets (Y3) dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Peneliti menggunakan data laporan keuangan tahunan PT. WIM Cycle selama tahun 2003 s.d 2008. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perputaran piutang (Receivable Turnover), rasio likuiditas (Cash Ratio), dan rasio profitabilitas atau sering juga disebut rasio rentabilitas (Profit Margin dan Earning Power)
2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel merupakan penjelasan mengenai pengertian teoritis variabel sehingga dapat diamati dan diukur. Di dalam suatu penelitian terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu: variabel bebas (independent variable = X) dan variable tidak bebas (dependent variable = Y).
a. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel perputaran piutang (Receivable Turnover) = X. Rasio ini adalah rasio yang menggambarkan kemampuan dana yang tertanam dalam piutang berputar dalam suatu periode tertentu. (Riyanto, 2001 : 334).
b. Variabel Tidak Bebas (Dependent Variable)
b1. Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih (Kasmir, 2000 : 286). Semakin besar rasio likuiditas yang dimiliki perusahaan maka semakin likuid pula kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Untuk melakukan pengukuran rasio ini, terdapat beberapa jenis rasio yang masing-masing memiliki maksud dan tujuan tersendiri. Adapun jenis-jenis rasio likuiditas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Current Ratio (Rasio Lancar), merupakan perhitungan rasio yang didasarkan pada perbandingan sederhana antara total “Aktiva Lancar” dan “Kewajiban Lancar” (Walsh, 2003 : 106).
Receivable Turnover =
ceivable Average
ales NetCreditS
(21)
Rasio Lancar dapat dihitung dengan rumus:
Current Ratio = x
bilities CurrentLia
ets CurrentAss
100%
2. Quick Ratio (Rasio Cepat), merupakan perhitungan yang dapat dilakukan hanya dengan mengurangi nilai “Persediaan” dari “Aktiva Lancar” dan membagi hasilnya dengan total “Kewajiban Lancar” (Walsh, 2003 : 108). Rasio Cepat dapat dihitung dengan rumus:
Quick Ratio = x
bilities CurrentLia
Inventory ets
CurrentAss −
100%
3. Cash Ratio (Rasio Kas), merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki perusahaan tersebut (Kasmir, 2000 : 289).
Rasio kas dapat dihitung dengan rumus:
Rasio Kas = x
gLancar Hu
SetaraKas Kas
tan
+ 100%
4. Working Capital to Total Assets Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar (Current Assets) dikurangi hutang lancar (Current Liabilities) dengan jumlah aktiva (Riyanto, 2001 : 333) Working Capital to Total Assets Ratio dapat dihitung dengan
rumus:
x
s TotalAsset
bilities CurrentLia ets
CurrentAss −
100%
Dalam penelitian ini penulis memakai Cash Ratio sebagai variabel Y1.
b2. Rasio Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dan aktiva operasional. Dengan mengetahui profitabilitas maka dapat diketahui efisien tidaknya suatu perusahaan
(22)
dalam menjalankan usahanya atau kegiatannya. Menurut Harahap (2002:304) menyatakan bahwa rasio profitabilitas disebut juga dengan rasio rentabilitas yaitu menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, cabang, dan sebagainya. Pada umumnya rentabilitas dirumuskan sebagai:
M L
x 100%
Cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan ada bermacam-macam, tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya (Riyanto, 2001:36). Untuk kebutuhan penelitian ini penulis akan meninjau profitabilitas dari segi rentabilitas ekonominya atau sering juga disebut sebagai earning power.
Tinggi rendahnya earning power ditentukan oleh dua faktor yaitu:
1. Profit Margin, yakni perbandingan antara net operating income dengan net sales, dimana perbandingan tersebut dinyatakan dalam persentase (Riyanto, 2001:37).
Profit margin dapat dihitung dengan rumus: Net Profit Margin =
NetSales ngIncome NetOperati
x 100%
2. Operating Assets Turnover, yakni kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu (Riyanto, 2001:37).
Return on Assets dapat dihitung dengan rumus: Operating Assets Turnover =
ssets OperatingA
NetSales
Berdasarkan acuan kedua faktor tersebut di atas maka earning power dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Riyanto, 2001:38)
(23)
Dalam penelitian ini maka penulis memakai Profit Margin sebagai Y2 dan Earning Power sebagai Y3.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Cabang Setia Budi - Medan yang berlokasi di Jalan Setia Budi No. 6 - Medan. Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Agustus 2009 dan direncanakan selesai pada bulan Januari 2010.
4. Jenis Data
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua (2) jenis data, yakni data primer dan sekunder.
1. Data Primer
Penelitian ini menggunakan data primer, dimana data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat di perusahaan dan yang dapat memberikan data laporan keuangan yang dibutuhkan penulis.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini berupa: a. Sejarah berdirinya perusahaan
b. Struktur organisasi dan pembagian tugas perusahaan
c. Hasil publikasi, buku-buku ilmiah dan literatur lainnya yang diperoleh sehubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, teknik yang dilakukan penulis adalah:
a. Teknik wawancara, yakni suatu cara mengumpulkan data atau bahan-bahan keterangan melalui tanya jawab dan tatap muka langsung dengan pegawai yang berwenang dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.
(24)
b. Studi dokumentasi, yakni suatu cara mengumpulkan data dengan cara meneliti dokumen-dokumen berupa laporan keuangan PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle tahun 2002 s.d 2008 serta sumber-sumber dari media massa lain berupa internet, artikel dan jurnal yang relevan. 6. Metode Analisis Data
Dalam analisis data yang terkumpul melalui penelitian ini, terlebih dahulu ditetapkan metode analisis yang akan dipergunakan sehingga pelaksanaannya lebih mudah dan terarah serta dapat dipertanggung jawabkan.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Deskriptif, yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh kemudian dikumpulkan, disusun serta dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan secara objektif sehingga diperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai kondisi piutang dan likuiditas perusahaan.
b. Metode Analisis Statistik
b.1 Analisis Regresi Linier Sederhana
Persamaan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu perputaran piutang (receivable turnover) terhadap likuiditas perusahaan (Sugiyono, 2006 : 204) adalah:
Y = a + bX + ℮ (i) Dimana:
Y = Rasio Likuiditas (Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio, Working Capital to Total Assets Ratio)
X = Rasio perputaran piutang (Receivable Turnover Ratio)
b = Perkiraan koefisien regresi untuk mengukur besarnya pengaruh x terhadap Y
a = Konstanta
℮ = Epsilon atau variabel pengganggu
b.2 Koefisien Determinasi
R Square disebut koefisien determinasi yang berarti berupa persen likuiditas perusahaan, dapat dijelaskan oleh variabel perputaran piutang
(25)
(receivable turnover). Angka R Square adalah pengkuadratan dari koefisien korelasi. R Square, berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan semakin lemah hubungan kedua variabel.
b.3 Pengujian Hipotesis
Uji signifikansi individual (Uji -t)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji variabel bebas (Xi) apakah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable tidak bebas (Yi). Kriteria hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ho : b1 = 0
Artinya tidak terdapat pengaruh bebas yang signifikan dari variabel tidak bebas (koefisien regresi tidak signifikan).
2. Ha : b1 ≠ 0
Artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas ( koefisien regresi signifikan)
Kriteria pengambilan keputusan:
a. Membandingkan Statistik Hitung dengan Statistik Tabel Jika statistik t hitung ≤ statistik t tabel, maka Ho diterima. Jika statistik t hitung ≥ statistik t tabel, maka Ho ditolak. • Statistik t hitung didapat dari tabel output
• Statistik t tabel.
Tingkat signifikan (Alpha) = 5%
Df = derajat kebebasan = jumlah data - 2
b. Berdasarkan Probabilitas
Jika probabilitas ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika probabilitas ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
(26)
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Nasution (2007) mengenai Analisis Kebijakan Piutang Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan keadaan piutang usaha yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, apakah telah efektif atau tidak.
Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan aktivitas tingkat perputaran piutang usaha (receivable turnover), efektifitas pengelolaan piutang suatu perusahaan tercermin dalam angka rasio receivable turnover yang diperolehnya. Semakin besar angka receivable turnover yang diperoleh berarti semakin baik, karena penagihan piutang dilakukan dengan cepat dan tepat waktu. Bila hasil rasio yang diperoleh relatif kecil, berarti perusahaan kurang efektif dalam memanajemen piutangnya.
Penelitian oleh Putri (2005) mengenai Pengaruh Kebijakan Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas dan Rentabilitas Usaha pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Divisi Regional I Sumatera Utara dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif menunjukkan bahwa piutang berpengaruh terhadap tingkat likuiditas perusahaan.
B. Pengertian Piutang
Piutang merupakan komponen aktiva lancar yang penting dalam aktivitas ekonomi suatu perusahaan karena merupakan aktiva lancar perusahaan yang paling besar setelah kas. Piutang timbul karena adanya penjualan barang atau jasa secara kredit, bisa juga melalui pemberian pinjaman. Adanya piutang menunjukkan terjadinya penjualan kredit yang dilakukan perusahaan sebagai salah satu upaya perusahaan dalam menarik minat beli konsumen untuk memenangkan persaingan.
Kebijakan piutang yang efektif dan prosedur penagihan yang tepat waktu sangat penting untuk ditetapkan, sehingga dapat mengurangi resiko terganggunya likuiditas perusahaan akibat adanya piutang tak tertagih. Kebijakan piutang yang
(27)
baik adalah kebijakan piutang yang bisa mengoptimalkan trade-off keuntungan dan kerugian dari piutang.
Beberapa definisi piutang menurut para pakar:
Menurut Martono dan Harjito (2007 : 95), piutang dagang (account
receivable) merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau pembeli atau
pihak lain yang membeli produk perusahaan.
Menurut Simamora (2000 : 228), piutang dagang adalah klaim yang muncul akibat dari penjualan barang dagangan, penyerahan jasa, pemberian pinjaman dana atau transaksi lainnya yang membentuk suatu hubungan dimana suatu pihak berhutang kepada pihak lain.
Horne (2005 : 258) mengatakan piutang meliputi jumlah uang yang dipinjam dari perusahaan oleh pelanggan yang telah membeli barang atau memakai jasa secara kredit.
Pengertian piutang secara umum adalah: tuntutan atau klaim antara pihak yang akan memperoleh pembayaran dengan pihak yang akan membayar kewajibannya, atau dapat disebutkan sebagai tuntutan kreditur kepada debitur yang pembayarannya biasanya dilakukan dengan uang. Pengelolaan piutang secara efisien sangat diperlukan karena akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan. Meningkatnya proporsi piutang dalam laporan keuangan perusahaan akan membuat piutang menjadi bagian yang harus ditangani secara seksama.
C. Jenis Piutang
Sebelum suatu transaksi penjualan dilakukan, biasanya terlebih dahulu ada kesepakatan mengenai cara pembayaran transaksi tersebut apakah secara tunai atau kredit. Apabila pembayaran dilakukan secara tunai maka perusahaan akan langsung menerima kas. Namun apabila pembayaran dilakukan secara kredit maka perusahaan akan menerima piutang.
Pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan pencatatan transaksi yang mempengaruhinya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2002 : 451) mengemukakan bahwa menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan ke dalam dua (2) kategori yaitu: piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha timbul
(28)
karena penjualan produk atau jasa dalam rangka kegiatan normal usaha, sementara piutang yang timbul di luar kegiatan normal usaha digolongkan sebagai piutang lain-lain.
Berikut adalah pengelompokan piutang secara umum menurut Smith dan Skousen (1999 : 287), yakni:
1. Piutang Dagang (Trade Receivable)
Piutang dagang merupakan jumlah tagihan perusahaan kepada pelanggan yang berasal dari penjualan barang dan jasa yang merupakan kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang dagang merupakan tipe piutang yang paling lazim ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar.
2. Piutang Lain-lain (Non Dagang)
Piutang lain-lain merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau pihak lain akibat dari transaksi yang secara tidak langsung berhubungan dengan kegiatan normal usaha perusahaan. Piutang lain-lain meliputi piutang pegawai, piutang dari perusahaan afiliasi,piutang dividen, piutang bunga, dan lain-lain. Sedikit berbeda dengan pendapat Niswonger (2005 : 392), jenis piutang dibedakan atas tiga (3) jenis, yaitu:
1. Piutang Usaha, merupakan jenis piutang yang diperkirakan dapat ditagih antara 30 - 60 hari.
2. Piutang Wesel / Wesel Tagih, merupakan jenis piutang yang periode kreditnya lebih dari 60 hari.
3. Piutang Lain-lain, merupakan jenis piutang yang jika dapat ditagih dalam waktu 1 tahun diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Namun jika piutang tersebut tidak dapat ditagih dalam waktu 1 tahun diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.
D. Analisis Rasio Sebagai Indikator Penilaian Manajemen Piutang
Manajemen piutang berkaitan dengan usaha untuk mengelola pendapatan yang akan diterima dari hasil penjualan secara kredit (Syahyunan, 2004 : 61). Sebagai bagian dari modal kerja, kondisi piutang idealnya harus selalu berputar. Periode perputaran piutang tergantung pada panjang pendeknya waktu yang dipersyaratkan dalam syarat pembayaran kredit. Semakin lama syarat pembayaran
(29)
maka akan semakin lama pula terikatnya modal kerja dalam piutang, yang mengakibatkan tingkat perputaran modal kerja dalam piutang semakin kecil. Sebaliknya semakin singkat syarat pembayaran kredit maka akan semakin cepat pula terikatnya modal kerja dalam piutang, yang mengakibatkan tingkat perputaran modal kerja dalam piutang semakin besar.
Untuk menilai manajemen suatu perusahaan dari perkiraan piutangnya dapat dilakukan dengan menghitung analisis rasio keuangan yang tepat. Indikator yang digunakan untuk menilai seberapa baiknya suatu perusahaan mengelola piutang usahanya ada empat (4) jenis (Shim et al, 1999 : 45) yaitu:
1. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turnover Ratio)
Rasio perputaran piutang merupakan perbandingan antara jumlah penjualan kredit selama periode tertentu dengan piutang rata-rata (piutang awal ditambah piutang akhir dibagi dua).
Tinggi rendahnya perputaran piutang (receivable turnover) mempunyai efek yang langsung terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Semakin tinggi turnover-nya berarti semakin cepat perputaran piutangnya, sebaliknya semakin rendah turnover-nya berarti semakin lambat perputaran piutangnya.
Receivable Turnover =
ceivable Average
ales NetCreditS
Re
2. Jangka Waktu Pengumpulan Piutang Usaha
Jangka waktu pengumpulan piutang usaha dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rata-rata periode pengumpulan piutang usaha =
gUsaha Piu
Perputaran tan 365
Semakin lama jangka waktu piutang usaha, resiko tidak tertagihnya semakin besar. Walaupun demikian, jangka waktu piutang yang lebih lama dapat dibenarkan karena jangka waktu kredit dapat dilonggarkan, misalnya untuk pengenalan produk baru atau apabila tingkat penjualan yang direncanakan pada periode berjalan belum tercapai.
(30)
3. Piutang Usaha terhadap Total Aktiva
Dihitung dengan membandingkan antara tingkat piutang selama setahun dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan selama periode tersebut.
4. Piutang Usaha terhadap Penjualan
Dalam hal ini piutang yang relatif lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya dapat berarti semakin tinggi resiko terjadinya piutang tak tertagih.
E. Kebijaksanaan Kredit
Untuk mengendalikan piutang di dalam perusahaan, manajer keuangan perlu menetapkan kebijaksanaan kredit sebagai pedoman dalam menentukan apakah seorang calon debitur akan diberikan kredit atau tidak, dan bila diberikan berapa jumlah kredit yang akan dialokasikan. Dalam hal ini perusahaan perlu memperhatikan standard kredit yang ditetapkan serta mengawasi penerapan dari standard kredit tersebut.
Menurut Syamsuddin (2001 : 256) kebijaksanaan kredit meliputi dua (2) faktor, yaitu standard kredit dan analisa kredit.
a. Standard Kredit
Standard kredit dapat dimengerti sebagai suatu rincian nilai-nilai atau karakteristik yang menentukan apakah seorang pelanggan akan menerima kredit atau tidak. Sejumlah variabel terlibat dalam pengambilan keputusan dan pada prakteknya beberapa pelanggan lemah dapat saja diberi kredit dalam kondisi-kondisi yang telah ditentukan.
Standard kredit dari suatu perusahaan didefinisikan sebagai kriteria minimum yang harus dipenuhi oleh pelanggan sebelum kredit diberikan. Kriteria yang harus dimiliki oleh pelanggan biasanya meliputi:
1. Nama baik pelanggan sehubungan dengan kredit atau pembayaran hutang-hutang dagangnya, baik kepada perusahaan kita maupun kepada perusahaan yang lain.
2. Kemungkinan langganan tidak membayar kredit yang diberikan. 3. Rata-rata jangka waktu pembayaran hutang dagang.
(31)
Perusahaan bisa saja mengubah standard kredit yang ingin diterapkannya, namun terlebih dahulu harus mempertimbangkan faktor-faktor penting yang berkaitan dengan keputusan-keputusan pemberian kredit. Jika suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan penjualan kredit hanya kepada para pelanggan yang kuat maka kerugian akibat timbulnya piutang ragu-ragu biasanya kecil. Sebaliknya, tingkat penjualan potensial kepada pelanggan yang mungkin tidak begitu kuat finansialnya yang hilang akibat diabaikan justru bisa saja lebih besar daripada biaya yang dapat dihindarinya. Maka dari itu perusahaan juga harus memperhatikan kualitas para pelanggan dan kualitas kredit yang akan diberikannya.
Berikut adalah beberapa faktor utama yang harus dipertimbangkan perusahaan sehubungan dengan perubahan standard kreditnya (Syahyunan, 2005 : 63), yakni:
1. Volume penjualan
Perubahan standard kredit dapat diharapkan akan mengubah volume penjualan. Apabila standard kredit diperlonggar, maka diharapkan akan dapat meningkatkan volume penjualan. Sebaliknya, apabila standard kredit diperketat maka diperkirakan volume penjualan akan menurun.
2. Investasi dalam piutang
Memiliki piutang berarti menimbulkan biaya untuk pengadaannya bagi perusahaan. Jika standard kredit diperlonggar maka volume piutang perusahaan akan meningkat sehingga biaya pengadaannya juga akan ikut meningkat. Sebaliknya bila standard kredit diperketat maka volume piutang perusahaan akan menurun, demikian pula dengan biaya pengadaannya.
3. Biaya piutang ragu-ragu
Probabilitas (kemungkinan) kerugian akibat piutang tak tertagih atau bad deb
expenses akan semakin meningkat dengan diperlonggarnya standard kredit,
dan akan menurun bilamana standard kredit diperketat.
b. Analisis Kredit
Evaluasi pemberian kredit biasanya terdiri dari tiga (3) tahap (Sawir, 2005 : 199) yaitu:
(32)
1. Pengumpulan informasi tentang permintaan kredit 2. Analisis credit worthiness
3. Keputusan pemberian kredit.
Sumber informasi pemohon kredit yang umumnya digunakan adalah: 1. Laporan keuangan
2. Laporan dan tingkat kelayakan kredit 3. Pengecekan bank
4. Pengecekan di dunia usaha 5. Pengalaman perusahaan sendiri
Lima kriteria utama (The Five C’s of Credit) yang sering digunakan untuk menilai kemampuan pemohon kredit (Syahyunan, 2004 : 62) yaitu:
1. Karakter (Character)
Meneliti dan memperhatikan sifat-sifat pribadi, cara hidup, dan status sosial dari pemohon kredit. Hal ini penting karena berkaitan dengan kemauan untuk membayar (willingness to pay).
2. Kapasitas (Capacity)
Meneliti kemampuan pemohon kredit dalam memperoleh penjualan atau pendapatan yang dapat diukur dari penjualan yang dapat dicapai pada masa lalu dan juga keahlian yang dimiliki dalam usahanya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
3. Kapital (Capital)
Mengukur posisi keuangan perusahaan (pemohon kredit) secara umum dengan memperhatikan modal yang dimiliki perusahaan dan juga perbandingan hutang dan modalnya.
4. Kolateral (Collateral)
Mengukur besarnya aktiva perusahaan (pemohon kredit) yang dijadikan sebagai agunan atau jaminan atas kredit yang diberikan.
5. Kondisi (Conditions)
Memperhatikan pengaruh langsung dari keadaan ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan, terhadap kemampuannya untuk memenuhi kewajiban.
(33)
Perusahaan juga perlu untuk mempertimbangkan tingkat kepercayaan pihak luas terhadap pelanggan yang disebut sebagai soliditas, yaitu:
1. Soliditas Komersil
Tingkat kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat dari kejujuran pimpinan perusahaan untuk selalu memenuhi janji dan kewajiban tepat pada waktunya.
2. Soliditas Finansial
Tingkat kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat dari terdapatnya modal kerja perusahaan yang cukup, sehingga perusahaan diharapkan dapat memenuhi kewajiban finansialnya tepat waktu. 3. Soliditas Moral
Tingkat kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan yang bersangkutan sebagai akibat dari sifat-sifat dan moral baik dari pimpinan perusahaan.
F. Syarat Kredit
Syarat kredit dapat diartikan sebagai kondisi pembayaran kredit yang ditawarkan kepada pelanggan, yang meliputi periode kredit dan potongan tunai. Periode kredit adalah jangka waktu dimulai dari ketika kredit diberikan hingga kepada batas waktu yang telah ditetapkan.
Suatu syarat kredit menetapkan adanya periode dimana kredit diberikan dan potongan tunai untuk pembayaran yang dilakukan lebih awal. Misalnya jika perusahaan menetapkan syarat kredit kepada semua pelanggannya sebagai “2/10, net 30”, maka itu berarti bahwa potongan tunai sebesar 2% akan diberikan jika pembayaran dilakukan dalam jangka waktu sepuluh hari. Dan jika potongan tunai tidak dimanfaatkan maka pembayaran harus dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari. Jika syarat yang ditentukan adalah “net 60” berarti bahwa perusahaan tidak memberikan potongan tunai dan pembayaran harus dilakukan selambat-lambatnya 60 hari setelah tanggal faktur.
(34)
G. Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang
Kebijaksanaan penagihan atau pengumpulan piutang merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengumpulkan piutang atas penjualan kredit yang diberikannya dalam waktu yang singkat (Syahyunan, 2005 : 66).
Di dalam usaha pengumpulan piutang, perusahaan haruslah berhati-hati agar tidak terlalu agresif dalam usaha-usaha menagih piutang dari para pelanggan. Bilamana langganan tidak dapat membayar tepat pada waktunya maka sebaiknya perusahaan menunggu sampai jangka waktu tertentu yang dianggap wajar sebelum menerapkan prosedur-prosedur penagihan piutang yang sudah ditetapkan.
Kebijaksanaan pengumpulan piutang suatu perusahaan merupakan prosedur yang harus diikuti dalam mengumpulkan piutang-piutangnya bilamana sudah jatuh tempo. Perusahaan dapat menjalankan kebijakan dalam pengumpulan piutangnya secara aktif maupun pasif dengan terlebih dahulu melihat latar belakang kemampuan finansial pelanggan yang diberikan kredit, sehingga dapat diputuskan cara penagihan yang tepat (Syamsuddin, 2000 : 272).
Sejumlah teknik penagihan piutang yang biasanya dilakukan oleh perusahaan bilamana langganan atau pembeli belum membayar sampai dengan waktu yang telah ditentukan adalah sebagai berikut:
a. Melalui surat
Bilamana waktu pembayaran hutang dari langganan sudah lewat beberapa hari tetapi belum juga dilakukan pembayaran, maka perusahaan dapat mengirimkan surat dengan nada “mengingatkan” (menegur) langganan tersebut bahwa hutangnya sudah jatuh tempo. Apabila hutang tersebut belum juga dibayar setelah beberapa hari surat dikirimkan, maka dapat dikirimkan surat kedua yang nadanya lebih keras.
b. Melalui telepon
Apabila setelah dikirimkan surat teguran ternyata hutang-hutang tersebut belum juga dibayar, maka bagian kredit dapat menelepon langganan dan secara pribadi memintanya untuk segera melakukan pembayaran. Kalau dari hasil pembicaraan tersebut ternyata misalnya pelanggan mempunyai alasan
(35)
yang dapat diterima maka mungkin perusahaan dapat memberikan perpanjangan sampai suatu jangka waktu tertentu.
c. Kunjungan personal
Teknik penagihan piutang dengan jalan melakukan kunjungan personal atau pribadi ke tempat langganan sering kali digunakan karena dirasakan sangat efektif dalam usaha penagihan piutang.
d. Tindakan yuridis
Bilamana ternyata langganan tidak mau membayar hutang-hutangnya maka perusahaan dapat menggunakan tindakan-tindakan hukum dengan mengajukan gugatan perdata melalui pengadilan.
H. Risiko yang Mungkin Timbul Dalam Piutang
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan pasti akan mempunyai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan, baik itu yang menguntungkan maupun yang merugikan perusahaan itu sendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang sifatnya umum banyak sekali terjadi bilamana pihak yang memberikan piutang menagih kembali, pihak pemiutang justru berusaha mengelak atau menunda melakukan pembayaran atas tagihan tersebut.
Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada para pelanggan (Riyanto, 2001 : 87). Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para pelanggan maka perusahaan perlu mengadakan evaluasi risiko kredit dari para pelanggan tersebut.
Risiko yang mungkin terjadi dalam piutang usaha, yaitu: a. Risiko tidak dibayarnya seluruh piutang
Risiko tidak terbayarnya seluruh piutang bagi perusahaan merupakan risiko paling berat yang harus dihadapi, karena seluruh tagihan yang telah direncanakan akan diterima di masa yang akan datang ternyata tidak dapat diterima kembali sebagai kas, sehingga pengorbanan yang telah dilakukan terbuang percuma. Hal ini lebih berat lagi bila perusahaan yang bersangkutan bermodalkan terbatas sehingga dapat mengakibatkan kegagalan bagi kelangsungan hidup perusahaan. Kejadian ini terjadi karena perusahaan lalai
(36)
dalam menyelidiki calon pembelinya, misalnya: pembeli melarikan diri, pembeli mengalami kesulitan keuangan atau perusahaan pembeli mengalami kebangkrutan, dan sebagainya.
b. Risiko tidak dibayar sebagian piutang
Risiko tidak dibayar sebagian piutang adalah risiko yang lebih ringan karena sebagian dari total piutang tersebut telah diterima perusahaan. Sering sekali terjadi dalam kasus nyata sehari-hari, seorang pembeli yang baru pertama kali mengadakan hubungan transaksi penjualan kredit akan menunjukkan kesan yang sangat baik. Namun setelah waktu untuk membayar piutangnya tiba mulailah mereka menunjukkan itikad yang kurang baik seperti: mulai tidak membayar piutangnya, membatalkan atau sengaja tidak mengisi rekeningnya dengan alasan bahwa perusahaannya sedang menghadapi kesulitan keuangan, dan masih banyak alasan lainnya.
c. Risiko keterlambatan pelunasan
Risiko keterlambatan pelunasan merupakan risiko yang lebih ringan tetapi bukan berarti tidak mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan, karena meskipun dalam waktu yang relatif tidak lama jelas terlihat bahwa pemasukan dari uang tagihan tersebut telah melewati jadwal penerimaan yang seharusnya. d. Risiko tertanam modal
Perusahaan harus hati-hati dalam memberikan pinjaman atau piutang kepada pelanggannya sebab bila perusahaan tersebut mengadakan penjualan secara kredit akan timbul perkiraan piutang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Hal ini jelas mengakibatkan modal tertanam dalam piutang baik modal yang bersumber dari modal sendiri maupun modal asing.
I. Rasio Keuangan
Divisi keuangan suatu perusahaan memerlukan evaluasi tersendiri terhadap kondisi keuangan dan kinerja perusahaan untuk mengetahui kondisi keuangannya, apakah termasuk dalam kategori yang sehat atau tidak, sehingga dapat dilihat baik buruknya kinerja keuangan perusahaan tersebut. Alat yang digunakan dalam evaluasi ini adalah rasio keuangan yang menghubungkan dua (2) data keuangan dengan jalan membandingkan atau membagi satu data dengan data lainnya.
(37)
Martono dan Harjito (2001 : 52) mengatakan: rasio keuangan yang baik dan akurat dapat menyediakan informasi yang berguna, antara lain dalam hal:
1. Pengambilan keputusan investasi 2. Keputusan pembelian kredit 3. Penilaian aliran kas
4. Penilaian sumber-sumber ekonomi
5. Melakukan klaim terhadap sumber-sumber dana
6. Menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi terhadap sumber-sumber dana 7. Menganalisis penggunaan dana
Dengan adanya analisis rasio keuangan ini, seorang business enterprise akan memperoleh informasi tentang kekuatan serta kelemahan perusahaan yang dimilikinya.
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (Harahap, 2002 : 297).
Rasio keuangan itu sendiri terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Rasio Likuiditas
Adalah suatu rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang harus dipenuhi. Dalam penganalisisan posisi rasio likuiditas, perusahaan dapat menggunakan empat (4) macam rasio, yaitu rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan working capital to total assets ratio.
2. Rasio Aktivitas
Adalah rasio keuangan yang mengukur bagaimana perusahaan secara efektif mengelola aktiva-aktivanya. Rasio aktivitas diukur dengan rasio perputaran persediaan (Inventory Turnover - ITO) dan perputaran total aktiva (Total Assets
Turnover = TATO).
3. Rasio Leverage
Rasio leverage atau ada yang menyebutnya sebagai rasio solvabilitas, adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
(38)
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Untuk menghitung rasio leverage dapat digunakan dua jenis ukuran, yaitu: rasio total hutang terhadap total aktiva (total debt to total assets ratio) dan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to
equity ratio).
4. Rasio Profitabilitas
Adalah rasio yang mengukur berapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio profitabilitas memperlihatkan pengaruh kombinasi likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap hasil operasi. Untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan dapat dilakukan dengan lima (5) macam rasio, yaitu: rasio margin laba kotor (gross profit margin), rasio margin laba operasi (net operating profit margin), rasio margin laba bersih (net profit margin), rasio pengembalian atas investasi (return on investment), dan rasio pengembalian atas ekuitas (return on equity).
5. Rasio Nilai Pasar
Adalah rasio keuangan yang mengidentifikasikan tentang apa yang dipikirkan oleh para investor ekuitas tentang kinerja masa lalu perusahaan dan prospeknya di masa yang akan datang. Rasio nilai pasar meliputi: Earning Per Share (EPS),
Equity Per Share (EqPS), Dividend Per Share (DPS), Price Earning Ratio (PER), Price Book Value (PBV), Dividend Payout Ratio (DPR), Dividend Yield (DY).
J. Pengertian Likuiditas
Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya suatu perusahaan. Perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansial jangka pendeknya, atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu mempunyai kemampuan membayar. Kemampuan membayar baru terdapat pada sebuah perusahaan apabila kekuatan membayarnya besar sehingga dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar yang besar dikatakan sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya perusahaan yang kekuatan membayarnya kecil disebut illikuid.
(39)
Untuk itu pengertian likuiditas menurut Sartono (2000 : 121) adalah: menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Sementara pengertian likuiditas menurut Syamsuddin (2001 : 286) adalah: suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua pendapat di atas adalah bahwa likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besarnya aktiva lancar atau aktiva yang mudah diubah menjadi kas, yang meliputi kas, surat berharga, piutang dan persediaan.
Empat macam rasio likuiditas yang biasa digunakan dalam perusahaan dan yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi:
1. Current Ratio (Rasio Lancar)
Current ratio merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang.
Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuiditas. Sebaliknya perusahaan yang current rationya terlalu tinggi juga kurang bagus karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampulabaan perusahaan.
Rumus current ratio menurut Sawir (2005 : 8), yaitu:
Current Ratio = x
bilities CurrentLia
ets CurrentAss
100%
Sawir juga berpendapat (2005 : 9) bahwa investor yang bijaksana menganalisis current ratio dengan lebih mendalam dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti:
1. Apakah tersedia kredit yang dapat segera diambil apabila perusahaan tiba-tiba mengalami kesulitan keuangan?
2. Dapatkah non-current assets perusahaan segera dijual untuk memenuhi kebutuhan kas yang tidak terduga?
(40)
3. Apakah perusahaan telah memperoleh keuntungan jika dipandang secara keseluruhan dalam jangka panjang?
4. Bagaimana kekuatan indikator-indikator lain tentang stabilitas keuangan?
2. Quick atau Acid Ratio (Rasio Cepat)
Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya rendah karena persediaan merupakan barang yang dianggap relatif lama untuk direalisir menjadi uang kas. Apabila terjadi likuidasi, maka kerugian yang diderita dari aktiva ini akan memiliki akumulasi yang lebih besar dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya.
Quick ratio sebesar 100% pada umumnya sudah dianggap baik, tetapi seperti halnya cash ratio, masalah berapa besar quick ratio yang ideal sangatlah tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan.
Rumus quick ratio menurut Sawir (2005 : 10), yaitu:
Current Ratio = x
bilities CurrentLia
Inventory ets
CurrentAss −
100%
3. Cash Ratio (Rasio Kas)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya dengan kas dan setara kas yang dimilikinya. Pengertian setara kas disini adalah simpanan di bank dalam bentuk giro, deposito dan surat-surat berharga yang dapat segera dicairkan.
Rumus cash ratio menurut Kasmir (2000 : 289) dapat dihitung dengan rumus:
Rasio Kas = x
gLancar Hu
SetaraKas Kas
tan
+ 100%
4. Working Capital to Total Assets Ratio
Working capital to total assets ratio merupakan aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditas perusahaan; yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar.
(41)
Rumus working capital to total assets ratio menurut Riyanto (2001 : 333) yaitu: Working capital to total assets ratio
= x s
TotalAsset
bilities CurrentLia ets
CurrentAss −
100%
K. Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas atau sering juga disebut sebagai rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut (Riyanto, 2001:35). Menurut Riyanto pula (2001:35), bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas lebih penting daripada masalah perolehan laba, karena masalah yang besar saja belum merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut.
Menurut Riyanto (2001:36) ada 2 cara penilaian rentabilitas, yaitu: 1. Rentabilitas Ekonomis
Rentabilitas ekonomis adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Rentabilitas ekonomis sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba.
Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomis hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan atau disebut dengan laba usaha. Sedangkan laba yang berasal dari luar usaha tidaklah diperhitungkan. Begitu pula dengan modal, modal yang digunakan hanyalah modal yang bekerja dalam perusahaan sedangkan modal yang berasal dari luar perusahaan tidak diperhitungkan.
Dalam literatur Anglosaxon pada umumnya rentabilitas ekonomi disebut dengan istilah “earning power” (Riyanto, 2001:37). Dalam hubungan ini Howard & Upton dalam bukunya “Introduction to Business Finance”
(42)
menyatakan: “Earning power as the ability of a given investment to earn to
return from it use”. RW Johnson dalam bukunya “Financial Management”,
menyatakan: “Earning power, the relation of net operating income to the net
operating assets.”
Tinggi rendahnya earning power ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
1. Net Profit Margin, yakni perbandingan antara net operating income dengan net sales, dimana perbandingan tersebut dinyatakan dalam persentase (Riyanto, 2001:37).
Profit margin dapat dihitung dengan rumus: Net Profit Margin =
NetSales ngIncome NetOperati
x 100%
2. Operating Assets Turnover, yakni kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu (Riyanto, 2001:37).
Operating Assets Turnover dapat dihitung dengan rumus: Operating Assets Turnover =
ssets OperatingA
NetSales
x 100%
Dari kedua faktor di atas dapat diketahui rumus untuk menentukan earning power adalah: Earning Power = Profit Margin x Operating Assets Turnover
2. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentabilitas Modal Sendiri atau Rentabilitas Usaha merupakan perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut di lain pihak (Riyanto, 2001:44). Atau dengan kata lain merupakan kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja untuk menghasilkan keuntungan.
Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikutangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan atau income tax. Sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah
(43)
modal sendiri yang bekerja di dalam perusahaan. Sehingga rumusnya adalah sebagai berikut:
Rentabilitas Modal sendiri =
ri ModalSendi
LabaBersih
x 100%
L. Analisis Sistem Du Pont
Menurut Harahap (2002:333) dalam bukunya menyatakan bahwa du pont sudah dikenal sebagai pengusaha sukses. Dalam bisnisnya ia memiliki cara sendiri dalam menganalisa laporan keuangannya, caranya hampir sama dengan analisa laporan keuangan biasa, namun pendekatannya lebih integratif dan menggunakan komposisi laporan keuangan sebagai elemen analisanya.
Sedangkan menurut Weston dan Brigham (1990:317) menyatakan sistem du pont dirancang untuk memperlihatkan bagaimana margin laba atas penjualan, rasio perputaran aktiva dan penggunaan utang berinteraksi untuk menentukan tingkat pengembalian atas ekuitas.
Pada dasarnya analisis sistem du pont ini merupakan pengembangan dari analisis rasio keuangan karena dalam analisis ini menggunakan beberapa rasio keuangan. Sistem du pont dan sistem rentabilitas ekonomis memiliki kemiripan sehingga ditafsirkan sama, tetapi pada dasarnya sistem du pont dan sistem rentabilitas mempunyai perbedaan, yaitu pada sistem du pont dalam menghitung return on investment (ROI) yang didefinisikan sebagai laba adalah laba setelah pajak (EAT), sedangkan pada rentabilitas ekonomis laba yang dimaksud adalah laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Sedangkan pembagiannya sama yaitu investasi atau total aktiva. Sehingga analisis ini digunakan untuk mengontrol perubahan dalam rasio aktivitas dan net profit margin dan seberapa besar pengaruhnya terhadap ROI.
Return On Investment (ROI) merupakan kemampuan perusahaan keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan jumlah aktiva yang tersedia dalam perusahaan. Kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan netto. Mengukur tingkat penghasilan bersih yang diperoleh dari total aktiva yang tersedia atau
(44)
kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan ativa yang tersedia di dalam perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, jadi analisis du pont adalah suatu analisis yang memisahkan profitabilitas dengan pemanfaatan assets, dengan analisis ini akan dapat diketahui perputaran aktiva dan profit margin suatu perusahaan. Untuk menghasilkan ROI tersebut adalah sebagai berikut:
ROI =
Penjualan LabaBersih
x
a TotalAktiv
(45)
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Berdirinya Perusahaan
Pertama kali didirikan pada tahun 1972 dengan nama CV Indonesia Makmur oleh Bapak Hendra Widjaja sebagai komisaris utama. Perusahaan ini dimulai dengan memproduksi komponen-komponen sepeda di wilayah Surabaya. Pada tahun 1976, Perusahaan berganti nama menjadi PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries (WIM Cycle) dan mulai memproduksi sepeda, di samping memproduksi komponen-komponennya. Perusahaan ini berlokasi di kawasan industri Desa Bambe Driyorejo, Gresik.
Tahun 1984, WIM Cycle secara aktif memproduksi sepeda untuk pasar lokal, kemudian menginjak tahun 1987, WIM Cycle mulai mengekpor sepedanya ke Saudi Arabia, Jerman, Belanda, Italia, Yunani dan negara-negara Eropa lainnya. PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries mendirikan PT Wahyu Sakti Abadi, yang difokuskan untuk mendukung produksi sepeda untuk pasar retail pada tahun 1989.
Tahun 1991, WIM Cycle mulai mengekpor sepedanya ke Amerika Serikat (USA), dengan mensuplai beberapa toko terkemuka seperti Toys ‘R’ Us,
Wal-Mart dan Target. Langkah ini kemudian diikuti dengan ekspor ke Kanada dengan
mensuplai beberapa hypermarket antara lain Canadian Tire dan Home Hard Ware pada tahun 1994. Sepeda WIM Cycle mulai memasuki Canadian Department
Store Sears pada tahun 1996. Pada kurun waktu yang sama, WIM Cycle mulai
mengekpor sepedanya ke Jepang.
Tahun 1996, WIM Cycle mendirikan dua manufaktur yang dikhususkan untuk memproduksi ruji dan rantai sepeda. Sementara PT Wahyu Sakti Abadi berkembang dengan mesin-mesin produksi yang semakin canggih dan kini juga memproduksi garpu sepeda, pengecatan basah maupun pengecatan bubuk, serta memproduksi roda sepeda. Tahun 1998, WIM Cycle mulai mengekspor sepedanya ke Amerika Selatan, mencakup Argentina, Brazil, Colombia dan Mexico.
(46)
WIM Cycle telah melalui jalan yang panjang untuk berkembang dari industri kecil di pusat kota Surabaya yang hanya memproduksi komponen sepeda hingga menjadi industri sepeda ternama di Indonesia yang mampu menguasai pasar lokal maupun internasional. Hal ini dapat terjadi karena WIM Cycle didukung oleh para pemakai sepedanya yang terus menyatakan kepuasan mereka sehingga WIM Cycle mampu untuk terus berkembang dengan berlandaskan komitmen yang kuat untuk menjaga kepercayaan konsumennya.
Seiring dengan banyaknya prestasi yang diperoleh, WIM Cycle terus berkomitmen untuk semakin meningkatkan kualitasnya sehingga mampu untuk mendapatkan pengakuan di dunia internasional, maupun di Indonesia.
Pada tahun 2001, WIM Cycle memperoleh sertifikasi ISO 9001, yang kemudian berlanjut pada tahun 2005, WIM Cycle kembali memperoleh sertifikasi dari badan sertifikasi internasional URS. Dari segi marketingnya sendiri, WIM Cycle telah memperoleh pengakuan dari superbrands pada tahun 2005 sebagai merk sepeda yang berkualitas dan mampu mendominasi pasar serta telah memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Kemudian di tahun 2007, WIM Cycle memperoleh top brand award sebagai produsen sepeda terbaik berdasarkan
pooling masyarakat Indonesia.
B. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dapat diartikan sebagai pandangan jauh ke depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan, serta tujuan jangka panjang mengenai kemana dan bagaimana suatu instansi harus dibawa untuk berkarya secara konsisten, inovatif, produktif di bidang yang dijalaninya
VISI
Dari pengertian tersebut maka rumusan visi PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries adalah: “Senantiasa berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam industri sepeda di Indonesia dan manca negara. Memberi manfaat bagi masyarakat luas dalam menyediakan alat transportasi yang berkualitas tinggi sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang terjangkau serta didukung oleh
(47)
fasilitas manufaktur terpadu, teknologi mutakhir, jaringan pemeliharaan, suku cadang dan manajemen kelas dunia.”
Misi merupakan tindakan atau aksi yang dilakukan dalam usaha pencapaian visi. Misi yang diemban PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries dalam upaya perwujudan visinya di masa depan adalah: “Bertekad untuk menyediakan sepeda yang berkualitas tinggi dan handal sebagai sarana transportasi bagi masyarakat yang sesuai kebutuhan konsumen, pada tingkat harga yang terjangkau.”
MISI
C. Struktur Organisasi PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries Cabang Setia Budi - Medan
Struktur organisasi menggambarkan pola hubungan antara dua orang atau lebih di dalam suatu wadah, mempunyai wewenang dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan yang telah digariskan.
PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries memiliki struktur organisasi dan pembagian tanggung jawab yang jelas. Hierarki tugas dan tanggung jawab tersebut dapat dilihat dari gambar struktur organisasi pada PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries Cabang Setia Budi - Medan berikut ini:
(48)
STRUKTUR ORGANISASI
PT. WIJAYA INDONESIA MAKMUR BICYCLE CABANG SETIA BUDI - MEDAN
(49)
48
Dari gambar struktur organisasi PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries Cabang Setia Budi - Medan tersebut dapat diuraikan uraian-uraian tugas dari masing-masing bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Direktur Utama
Merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang membawahi beberapa
Branch Manager (Manager Cabang) perusahaan. 2. Branch Manager
Merupakan pimpinan tertinggi di bagian cabang perusahaan yang membawahi Manager Operasional, Manager Permasaran, dan Manager Personalia.
3. Manager Operasional
Bertanggung jawab atas operasional perusahaan, yang membawahi Kepala Keuangan.
a. Kepala Keuangan bertanggung jawab atas segala urusan keuangan perusahaan, yang membawahi Kepala Administrasi Keuangan dan Kepala Pergudangan.
b. Kepala Administrasi bertanggung jawab atas administrasi perusahaan, yang membawahi Administrasi Keuangan dan Kasir.
c. Administrasi Keuangan bertanggung jawab atas tagihan dari sales.
d. Kasir bertanggung jawab atas biaya-biaya atau keperluan sehari-hari perusahaan (kas kecil perusahaan).
e. Kepala Pergudangan bertanggung jawab atas segala persediaan (stock) perusahaan, yang membawahi Administrasi Gudang.
f. Administrasi Gudang bertanggung jawab atas keluar masuknya barang, membuat invoice, dan akan berhubungan langsung dengan administrasi keuangan untuk penagihan invoice. Administrasi gudang membawahi
porter.
g. Porter adalah buruh angkat barang di gudang perusahaan.
4. Manager Pemasaran
Bertanggung jawab atas penjualan produk perusahaan dan promosi perusahaan. Manager Pemasaran membawahi Area Sales Supervisor.
a. Area Sales Supervisor bertanggung jawab atas penjualan produk ke dealer
(50)
49
b. Sales adalah orang yang menjual langsung produk perusahaan, keliling ke
toko-toko retail. 5. Manager Personalia
Bertanggung jawab atas karyawan perusahaan, yang membawahi Staff Personalia. Staff Personalia bertanggung jawab mengenai segala urusan karyawan perusahaan termasuk gaji, lembur, jamsostek, dan lain-lain.
D. Laporan Keuangan PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries Cabang Setia Budi - Medan
Berikut ini disajikan laporan keuangan PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries dalam masa periode 2002 sampai dengan 2008.
(51)
50
Tabel 3.1 NERACA
PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries Cabang Setia Budi - Medan
31 Desember 2003 & 2004 (Disajikan dalam Rupiah Penuh)
No. Nama Rekening Perkiraan 2003 2004
Aktiva
I Aktiva Lancar
Kas dan Setara Kas 545.584.239 551.067.497
Piutang Dagang 825.627.014 833.924.772
Piutang Karyawan 11.940.000 12.060.000
Persediaan 743.197.141 750.666.459
Sewa Dibayar Dimuka 45.000.000 40.000.000
Biaya Dibayar Dimuka 4.312.167 3.562.167
Jumlah Aktiva Lancar 2.175.660.560 2.191.280.895
II Aktiva Tetap
Kendaraan 561.655.151 561.655.151
Akumulasi Penyusutan Kendaraan (85.380.714) (85.380.714)
Peralatan 71.549.271 71.549.271
Akumulasi Penyusutan Peralatan (8.943.659) (8.943.659)
Jumlah Aktiva Tetap 538.880.050 538.880.050 Jumlah Aktiva 2.714.540.609 2.730.160.945
Passiva
I Hutang Lancar
Hutang Dagang (Afiliasi) 1.007.055.290 1.109.811.884
Hutang Kendaraan 81.952.500 61.952.500
Hutang Ekspedisi Container 45.000.000 25.000.000
Jumlah Hutang Lancar 1.134.007.790 1.196.764.384 II Hutang Jangka Panjang (Bank) 200.000.000 135.000.000 Total Hutang 1.334.007.790 1.331.764.384
III Ekuitas
Modal 500.000.000 500.000.000
Tambahan Modal 500.000.000 500.000.000
Laba Rugi Tahun Berjalan 380.532.819 398.396.561
Total Ekuitas 1.380.532.819 1.398.396.561
(52)
51
Tabel 3.2 NERACA
PT. Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries Cabang Setia Budi - Medan
31 Desember 2005 & 2006 (Disajikan dalam Rupiah Penuh)
No. Nama Rekening Perkiraan 2005 2006
Aktiva
I Aktiva Lancar
Kas dan Setara Kas 553.822.835 556.591.949
Piutang Dagang 838.094.396 842.284.868
Piutang Karyawan 12.120.300 12.180.000
Persediaan 756.903.665 768.956.811
Sewa Dibayar Dimuka 35.000.000 30.000.000
Biaya Dibayar Dimuka 2.812.167 2.062.167
Jumlah Aktiva Lancar 2.198.753.363 2.212.075.795
II Aktiva Tetap
Kendaraan 561.655.151 561.655.151
Akumulasi Penyusutan Kendaraan (85.380.714) (85.380.714)
Peralatan 71.549.271 71.549.271
Akumulasi Penyusutan Peralatan (8.943.659) (8.943.659)
Jumlah Aktiva Tetap 538.880.050 538.880.050 Jumlah Aktiva 2.737.633.412 2.750.955.845
Passiva
I Hutang Lancar
Hutang Dagang (Afiliasi) 1.170.328.440 1.196.021.789
Hutang Kendaraan 41.952.500 21.952.500
Hutang Ekspedisi Container 33.500.000 40.500.000
Jumlah Hutang Lancar 1.245.780.940 1.258.474.289 II Hutang Jangka Panjang (Bank) 85.000.000 75.000.000 Total Hutang 1.330.780.940 1.333.474.289
III Ekuitas
Modal 500.000.000 500.000.000
Tambahan Modal 500.000.000 500.000.000
Laba Rugi Tahun Berjalan 406.852.472 417.481.556
Total Ekuitas 1.406.852.472 1.417.481.556
(1)
3. Output Pengaruh Perputaran Piutang (Receivable Turnover) terhadap Earning Power
Tabel 4.8 Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .966a .933 .916 .0100177
a. Predictors: (Constant), Receivable Turnover
Output Model Summary menunjukkan angka R Square 0.933 (angka korelasi yang dikuadratkan atau 0.966 x 0.966 = 0.933) atau sama dengan 93.3%. R Square disebut juga koefisien determinasi, dimana dalam hal ini berarti setiap perubahan yang terjadi terhadap Earning Power 93.3%-nya dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel Receivable Turnover. Sementara sisanya yaitu 6.7% (100% - 93.3% = 96.7%) dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang berasal dari luar model regresi ini.
Tabel 4.9 Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -2.604 .371 -7.015 .002
Receivable Turnover .242 .033 .966 7.436 .002
a. Dependent Variable: Earning Power
Berdasarkan tabel Coefficient di atas diperoleh angka signifikansi sebesar 0.002. Angka 0.002 < 0.05 maka disimpulkan bahwa persamaan regresi ini signifikan dan H0 ditolak. Apabila H0 ditolak berarti Receivable Turnover
berpengaruh terhadap Earning Power oleh karena itu variabel Receivable
Turnover dapat dipakai untuk memprediksi jumlah Earning Power yang diperoleh
(2)
Dengan bantuan software SPSS 15.00 diperoleh output bagian Coefficient di atas sehingga dapat ditetapkan bahwa model regresi linier sederhana sebagai berikut:
Y3 = -2.604 + 0.242 X
Model tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar -2.604 menyatakan bahwa jika tidak ada perputaran piutang yang dilakukan maka nilai Earning Power adalah sebesar -2.604. b. Koefisien regresi X bernilai positif (+) menyatakan bahwa Receivable
Turnover berpengaruh searah terhadap Earning Power , dimana setiap
penambahan/peningkatan 1% Receivable Turnover maka akan menambah
Earning Power sebesar 0.242%.
c. Berdasarkan output Coefficient diperoleh angka signifikansi 0.002. Angka tersebut jauh di bawah 0.05 maka koefisien regresi adalah signifikan sehingga disimpulkan bahwa variabel Receivable Turnover mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Earning Power.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi laporan keuangan PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi - Medan dengan menggunakan Receivable Turnover sebagai dasar penilaian posisi likuiditas dan keefektifan pengelolaan piutang usaha, maka pada bab ini penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan serta memberikan saran kepada pihak manajemen PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi - Medan yang mungkin berguna untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada masa yang akan datang dan meminimalkan kerugian akibat dari piutang.
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan penilaian internal diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan manajemen piutang PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan masih belum cukup efektif dalam melakukan penagihan piutangnya kepada para pelanggan sehingga angka rata-rata Periode Pengumpulan Piutangnya masih lebih besar dibandingkan dengan syarat kredit yang diberlakukan.
2. Penjualan PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan terus mengalami peningkatan selama periode 2003 s.d 2008.
3. Receivable Turnover cenderung stabil, dengan sedikit fluktuasi yang terjadi. Tingkat Receivable Turnover terendah terjadi di tahun 2006 dan Receivable Turnover tertinggi terjadi di tahun 2008.
4. Cash Ratio terus mengalami penurunan selama tahun 2003 s.d 2006, kemudian meningkat di tahun 2007 dan kembali menurun di tahun 2008. 5. Net Profit Margin dan Earning Power terus mengalami peningkatan selama
periode 2003 s.d 2008.
6. Hubungan Receivable Turnover dengan Cash Ratio adalah terbalik dan tidak signifikan.
7. Hubungan Receivable Turnover dengan Net Profit Margin adalah searah dan signifikan.
8. Hubungan Receivable Turnover dengan Earning Power adalah searah dan signifikan.
(4)
B. Saran
Adapun saran yang diberikan oleh penulis yang diharapkan dapat berguna bagi PT. WIM Cycle Cabang Setia Budi – Medan yaitu:
1. Sekalipun hasil penelitian menunjukkan bahwa Receivable Turnover tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap Cash Ratio, perusahaan sebaiknya tetap memperhatikan kondisi likuiditasnya agar tetap memiliki proporsi ideal sehingga operasional perusahaan tidak terganggu akibat ketiadaan rasio kas yang memadai yang seharusnya dimiliki perusahaan. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perputaran piutang berbanding terbalik
dengan likuiditas, seharusnya yang terjadi adalah perputaran piutang berjalan searah dengan likuiditas. Untuk itu perusahaan sebaiknya menerapkan kebijakan yang lebih baik lagi baik dalam hal penekanan syarat-syarat dalam memilih calon debitur, penentuan syarat-syarat pemberian kredit, maupun kebijakan pengelolaan aliran kasnya.
3. Mengupayakan periode pengumpulan piutang dapat sesuai dengan target sebagaimana yang tertuang pada syarat pemberian kredit yaitu: “25
/
10,
n
/30
” sehingga kebijakan manajemen piutang dapat menjadi lebih baik di masa yang akan datang.4. Pihak perusahaan hendaknya semakin meningkatkan Operating Assets
Turnover agar mendukung Net Profit Margin dalam memperoleh Earning Power yang lebih maksimal.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Ali, 2005. SPSS 13 Menggunakan SPSS Bagi Peneliti Pemula. M2S, Bandung
Harahap, Sofyan Syafri, 2007. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Hartono, 2008. SPSS 15 Analisis Data Statistika dan Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Horne, Van James C. & Machowicz, Jhon M., Jr, 2005. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Alih Bahasa: Heru Sutojo, Buku 1, Edisi Kedua belas, Salemba Empat, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2002. Standard Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta.
Kasmir, 2000. Manajemen Perbankan. Edisi Revisi 2008, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Keown, J. Arthur, Scott, F. David Jr., Martin, D. Jhon, & Pretty William J., 2001. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi Ketujuh, Salemba Empat, Jakarta.
Martono & Harjito, 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Cetakan Kelima, Ekonisia, Jakarta.
Nasution, Elviana Immah, 2007. Analisis Kebijakan Piutang Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Skripsi Fakultas Ekonomi USU (Tidak dipublikasikan).
Putri, Shah, 2005. Pengaruh Kebijakan Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas dan Rentabilitas Usaha Pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Divisi Regional I Sumatera Utara. Skripsi Fakultas Ekonomi USU (Tidak dipublikasikan).
Riyanto, Bambang, 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh, BPFE, Yogyakarta.
Sawir, Agnes, 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Cetakan Kelima, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Shim, Jae dan Siegel, Joel G., 1999. Tools For Executives CFO. Buku Kedua, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
(6)
Simamora, Henry, 2000. Akuntansi: Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Jilid Pertama, Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Situmorang, Syafrizal Helmi, 2008. Analisis Data Penelitian Menggunakan Program SPSS. Cetakan Pertama, USU Press, Medan.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesembilan, CV. Alfabeta, Bandung.
Syahyunan, 2004. Manajemen Keuangan I (Perencanaan, Analisis dan Pengendalian Keuangan). Cetakan Pertama, USUPress, Medan.
Syamsuddin, Lukman, 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan, Konsep Aplikasi dalam Perencanaan, Pengawasan dan Pengambilan Keputusan. Edisi Baru, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.