2.1.3 Teori Sustainabilitas Korporasi
Menurut teori ini, agar bisa hidup dan tumbuh secara berkelanjutan, korporasi harus mengintegrasikan tujuan bisnis dengan tujuan sosial dan ekologi
secara utuh Lako, 2011. Dalam perspektif teori ini, masyarakat dan lingkungan adalah pilar dasar dan utama yang menentukan keberhasilan bisnis suatu
perusahaan sehingga harus selalu diproteksi dan diberdayakan Lako, 2011. Pembangunan, pengembangan serta perluasan bisnis yang akan dilakukan
perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, sosial dan lingkungan sehingga tidak meninggalkan dampak negatif di masa yang akan
datang.
2.2 Corporate Sosial Responsibility CSR
Orientasi utama dalam pelaksanaan suatu usaha bisnis adalah untuk memperoleh laba yang maksimal dari kegiatan operasional yang dilaksanakan.
Hal ini menyebabkan perusahaan lalai dalam memperhatikan komunitas dan lingkungan sekitar tempatnya beroperasi. Pencemaran lingkungan,
ketidaksejahteraan masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan, bencana alam yang terjadi akibat aktivitas perusahaan dan dampak negatif lainnya dari aktivitas
perusahaan yang dirasakan oleh masyarakat terjadi akibat ketidakpedulian perusahaan terhadap hal-hal lain diluar kegiatan bisnisnya.
Perkembangan laju teknologi dan informasi yang sangat pesat dewasa ini berdampak pada meningkatnya kebutuhan informasi masyarakat akan informasi
aktivitas perusahaan. Masyarakat pun semakin memahami hal-hal apa saja yang
menjadi tanggung jawab sosial perusahaan dan hal-hal apa saja yang menjadi hak mereka.
Istilah CSR pertama kali digunakan dalam tulisan Howard Rothmann Browen yang berjudul Social Responsibility of The Businessman pada tahun 1953.
Selanjutnya, muncul beberapa istilah yang bermakna hampir sama dengan Corporate Social Responsibility
CSR, seperti: Corporate Giving, Corporate Philanthropy
, Corporate Community Relation dan Community Development. Secara global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan
semakin populer setelah diterbitkannya buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21
st
Century Business karya John Elkington pada tahun 1998.
Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep single bottom line yang hanya berorientasi pada profit. Konsep triple bottom line menambahkan unsur people
dan planet sebagai faktor yang mempengaruhi profit yang menjadi tujuan utama perusahaan.
Definisi Corporate Social Responsibility
CSR menurut ISO International Organization for Standaridization 26000 adalah
the responsibility of an organization for the impacts of its decision
and activities on society and the environment, through transparency and ethical behavior that :
1. Contribute to sustainable development, including health and
welfare of society, 2.
Takes into account the expectation of stakeholders 3.
Is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavior,
4. Is integrated throughout the organization and practices in its
relationship. CSR diartikan sebgai pertanggungjawaban sebuah organisasi atas dampak
dari keputusan dan aktivitas yang dilaksanakan di masyarakat dan lingkungan,
melalui transparansi dan perilaku etis yang berbentuk antara lain: 1 kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, 2 memenuhi harapan stakeholders, 3 sesuai dengan hukum yang berlaku dan sejalan dengan norma-norma perilaku yang berlaku secara
internasional, dan 4 terintegrasi dengan keseluruhan organisasi dan pelaksanaannya dengan pihak-pihak terkait.
Definisi CSR menurut World Bank dalam Public Policy for Corporate Social Responsibility
tahun 2003 adalah “the commitment of business to contribute to sustainable economic development, working with employees, their
families, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development
”. Berdasarkan definisi World Bank diatas, CSR diartikan sebagai komitmen
bisnis untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pekerja, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat
secara luas untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara-cara yang baik untuk bisnis dan juga baik untuk pembangunan.
Menurut World Business Council for Sustainable Development WBCSD dalam id.wikipedia.org, “CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh
dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat atau pun masyarakat luas,
bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya”.
Maignan dan Ferrel 2004 dalam Susanto 2009 mendefinisikan CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when its decision and
actions account for and balance diverse stakeholder interest ”. Tindakan bisnis
dikatakan bertanggung jawab secara sosial ketika keputusan dan tindakan yang diambil memperhitungkan dan menyeimbangkan seluruh kepentingan
stakeholders yang beragam.
The Jakarta Consulting Group dalam Susanto 2009 membagi CSR ke dalam dua bagian, yaitu Internal Responsibilities dan External Responsibilities.
Internal Responsibilities berarti tanggung jawab diarahkan kepada pemegang
saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan, sedangkan External Responsibilities
dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi
masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 dalam pasal 1 butir 3
mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan berbagai definisi diatas, CSR dilakukan perusahaan untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada pihak pemegang saham, pemerintah,
lingkungan sosial, komunitas dan masyarakat. Pemenuhan tanggung jawab sosial ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk sesuai dengan kepentingan para
shareholders . Dengan dilaksanakannya CSR, perusahaan tidak hanya berupaya
untuk memenuhi kebutuhan shareholders, namun juga memenuhi kebutuhan keberlangsungan usahanya ke depan. Pelaksanaan kegiatan CSR menurut Kotler
2005 dapat dibagi kedalam enam kategori, yaitu 1 cause promotions, 2 cause related marketing
, 3 corporate social marketing, 4 corporate philanthropy, 5 community volunteering
, dan 6 socially responsible Business Practice. Pelaksaanaan CSR di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74, yang berbunyi: 1.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan. 2.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan aturan pemerintah. Pelaksanaan CSR tentunya tidak hanya menjadi beban bagi perusahaan
namun membawa manfaat bagi perusahaan yang melaksanakannya. Menurut Putri
2007 dalam Untung 2009, manfaat CSR bagi perusahaan antara lain: 1 mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, 2
mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial, 3 mereduksi risiko bisnis perusahaan, 4 melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha, 5
membuka peluang pasar yang lebih luas, 6 mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah, 7 memperbaiki hubungan dengan stakeholders, 8
memperbaiki hubungan dengan regulator, 9 meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, dan 10 peluang mendapatkan penghargaan.
Menurut artikel Corporate Social Responsibility: Meeting Changing Expectation
1999 yang diterbitkan oleh World Business Council For Sustainability Development
dalam Widjaja dan Pratama 2008, tidak melaksanakan CSR dapat berakibat pada terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi dalam kegiatan usaha, diantaranya adalah: 1 boikot konsumen, 2 serangan terhadap aset tetap seperti tanah perkebunan dan bangunan, 3
kegagalan untuk menarik karyawan yang berkualitas dan kehilangan dukungan dari karyawan, 4 pengeluaran ekstra untuk memperbaiki kesalahan dimasa lalu,
5 pengalihan perhatian manajemen dari aktivitas inti perusahaan, 6 pembatasan operasi perusahaan, seperti adanya peraturan baru, 7 halangan untuk menaikkan
keuangan dan asuransi, serta 8 kesulitan dengan siklus hidup perusahaan konsumen akhir dan pemasok.
The Organization for Economic Cooperation and Development OECD
telah menerbitkan The OECD Guidelines for Multinational Enterprise yang berisi prinsip-prinsip dan standar-standar perilaku bisnis yang bertanggung jawab.
Panduan guidelines ini terdiri dari 10 bagian, yaitu 1 Concepts and Principles, 2 General Policies, 3 Disclosure, 4 Employment and Industrial Relations, 5
Environment , 6 Combating Bribery, 7 Consumer Interests, 8 Science and
Technology , 9 Competition, dan 10 Taxation. Panduan ini ditujukan kepada
perusahaan multinasional agar kegiatan bisnis yang dijalankan sejalan dengan kebijakan pemerintah dan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan
bagi pihak-pihak terkait. Informasi mengenai pelaksanaan CSR masing-masing perusahaan bisa
dilihat dalam laporan tahunan annual report perusahaan. Laporan tahunan ini menyajikan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan
perusahaan, perkembangan, kinerja dan pencapaian yang berhasil diraih perusahaan selama satu tahun. Selain itu, laporan tahunan juga memuat laporan
keuangan perusahaan yang memberi informasi mengenai laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode.
Penerbitan laporan tahunan ini diharapkan dapat membantu stakeholders dalam mengambil keputusan tidak hanya berdasarkan informasi laba akuntansi
dan rasio-rasio namun juga informasi-informasi lainnya yang terkandung dalam laporan tahunan. Informasi yang disajikan dalam laporan tahunan dikelompokkan
ke dalam dua bagian, yaitu, penyajian wajib mandatory disclosure dan penyajian sukarela voluntary disclosure. Penyajian informasi CSR sampai saat ini masih
bersifat voluntary sukarela. PSAK No. 1 Revisi 2009 paragraf sembilan menyatakan bahwa:
Entitas dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah value
added statement, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri
yang menganggap pegawai sebagai pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam dan LK No: Kep-431BL2012 mengatur mengenai pokok-pokok pembahasan CSR di
dalam laporan tahunan perusahaan. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan penyajian informasi CSR tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahasan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan meliputi
kebijakan, jenis program, dan biaya yang dikeluarkan, antara lain terkait aspek:
a. lingkungan hidup, seperti penggunaan material dan energi yang
ramah lingkungan dan dapat didaur ulang, sistem pengolahan limbah perusahaan, sertifikasi di bidang lingkungan yang dimiliki,
dan lain-lain; b.
praktik ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan kerja, seperti kesetaraan gender dan kesempatan kerja, sarana dan keselamatan
kerja, tingkat perpindahan turnover karyawan, tingkat kecelakaan kerja, pelatihan, dan lain-lain;
c. pengembangan sosial dan kemasyarakatan, seperti penggunaan
tenaga kerja lokal, pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan, perbaikan sarana dan prasarana sosial, bentuk donasi lainnya, dan
lain-lain; dan
d. tanggung jawab produk, seperti kesehatan dan keselamatan
konsumen, informasi produk, sarana, jumlah dan penanggulangan atas pengaduan konsumen, dan lain-lain.
2. Emiten atau perusahaan publik dapat mengungkapkan informasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 pada laporan tahunan atau laporan tersendiri yang disampaikan bersamaan dengan laporan
tahunan kepada Bapepam dan LK, seperti laporan keberlanjutan sustainability report atau laporan tanggung jawab sosial perusahaan
corporate social responsibility report. Menurut, Gray et al 1987 penyajian informasi non-keuangan seperti
informasi CSR dapat dibagi ke dalam lima kategori, yaitu: 1 narrative disclosure
, 2 statistical summaries, 3 social indicators, 4 compliance with standards
, dan 5 others including advertising. Penyajian informasi CSR merupakan suatu hal yang bersifat endogeneous
Core, 2001; Healy dan Palepu, 2001 dalam Sayekti, 2007. Sayekti 2007 mengungkapkan bahwa banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-
faktor determinan yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan penyajian informasi CSR. Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan profil industri berkorelasi
positif dengan pengungkapan informasi CSR Haniffa et al, 2005; Cowen et al, 1997; Trotman et al, 1981; Kelly, 1981; Sembiring, 2003; Sembiring, 2005;
Sayekti, 2006; McGure et al, 1988; Roberts, 1992; Utomo, 2000 dan Anggraini, 2006 dalam Sayekti 2007. Leverage juga berkorelasi dengan tingkat penyajian
informasi CSR baik secara positif atau negatif dan tidak berkorelasi. Roberts
1992 dalam Sayekti 2007 menemukan korelasi yang positif, Sembiring 2003 dan Sayekti 2006 dalam Sayekti 2007 menemukan korelasi yang negatif.
Haniffa et al 2005 dan Sembiring 2005 dalam Sayekti 2007 tidak menemukan korelasi antara tingkat leverage dengan tingkat penyajian informasi
CSR.
2.3 Earning Response Coefficient ERC