banyak. Perlindungan polisi pada masyarakat Tionghoa Benteng, dapat dikatakan hanya perlindungan seadanya. Di Pasar Lama, polisi hanya sekadar membarikade
jalur masuk kedalam Pasar. Walaupun masyarakat Tionghoa Benteng yang ada di sekitar Pasar Lama sudah bersiap-siap dalam melakukan perlawanan apabila
kerusuhan merambat ke daerah tempat mereka tinggal. Di Panongan, polisi melakukan pengawasan di sekeliling Kecamatan. Daerah pinggiran Tangerang,
sangat sedikit dalam pengawasan polisi. Masyarakat Tionghoa Benteng yang berada di daerah pinggiran, merasa terancam karena kurangnya pengawasan polisi
di daerah tersebut. Selain itu, banyak dari masyarakat Tionghoa Benteng yang tidak terlalu percaya terhadap polisi. Banyak dari mereka merasa polisi tidak bisa
berbuat apa-apa jika kerusuhan merambat ke tempat mereka, dan melakukan penjarahan bahkan penganiayaan. Memang ada dibeberapa tempat polisi tidak
terlalu memperlihatkan pengamanan yang ketat seperti di Karawaci dan Pasar Lama Tangerang. Selain memang ada indikasi polisi tidak melakukan
pengamanan karena yang menjadi sasaran kerusuhan adalah etnis Tionghoa, ada juga indikasi kekurangan personel polisi yang menjadi hambatan polisi dalam
melakukan pengaman disaat kerusuhan 1998 tersebut.
V.3 Kerugian Yang Di Alami Oleh Masyarakat Tionghoa Benteng.
Kerusuhan 1998 yang melanda Indonesia, telah banyak membawa perubahan yang menjadi titik sejarah Indonesia. Kerusuhan tersebut, juga menjadi
salah satu awal kejadian yang tragis menuju gerbang reformasi. Kerusuhan
Universitas Sumatera Utara
tersebut telah menyisakan puing-puing duka bagi korban. Masyarakat etnis Tionghoa tentunya mengalami trauma yang cukup mendalam untuk tragedi
kerusuhan tersebut, termasuk masyarakat Tionghoa Benteng. Kerusuhan yang banyak merenggut nyawa tersebut, menjadi luka lama yang banyak dipendam
masyarakat Tionghoa Benteng. Bagi masyarakat Tionghoa Benteng, kerusuhan tersebut masih membawa dampak yang besar bagi mereka.
Belum diketahui pasti berapa jumlah korban yang meninggal dari masyarakat Tionghoa Benteng pada kerusuhan itu. Kerugian yang didapatkan
masyarakat Tionghoa Benteng, tidak hanya sekadar materi saja tapi juga moril. Pembenahan mental karena trauma mendalam terhadap kerusuhan, bukan dapat
mudah begitu saja untuk disembuhkan. Terutama bagi kaum perempuan yang menjadi korban pemerkosaan, pembenahan mental yang dilakukan relatif sulit
karena trauma dan sakit yang mereka rasakan. Akibat dari rasa trauma ini, banyak yang dibawa ke luar negeri, karena takut akan timbul kerusuhan yang sama dan
mereka kembali yang menjadi sasaran untuk penjarahan. Selain kerugian fisik, toko-toko yang dijarah juga menjadi sebuah
kerugian material yang cukup merugikan bagi masyarakat etnis Tionghoa, termasuk masyarakat Tionghoa Benteng. Pembangunan ekonomi yang mereka
buat untuk kelangsungan hidup mereka, menjadi terhambat karena pembakaran dan penjarahan yang dilakukan oleh para oknum perusuh. Hal ini cukup
mempersulit mereka dalam perbaikan ekonomi yang mereka bangun.
34
34
Damar Harsanto, “May Riots Still Burns Into Victim’s Minds” dalam The Jakarta Post, 14 Mei 2002.
Jumlah kerugian bisa diperkirakan kurang lebih Rp 2,5 triliunan atau berkisar US 238
Universitas Sumatera Utara
juta. Tiga belas pasar, 2.479 ruko, 40 mall, 1.604 toko, 45 bengkel, 387 kantor, 9
SPBU, 8 bus, dan kendaraan umum lainnya, 1.119 mobil, 821 sepeda motor, dan 1.026 rumah tinggal habis dirusak, dijarah, dan dibakar selama berlangsung aksi
anarkis tersebut. Kebanyakan yang dirusak adalah yang dimiliki oleh masyarakat etnis Tionghoa.
Kerugian materiil tersebut, menghambat dan makin membuat keterpurukan perekonomian bagi masyarakat Tionghoa Benteng. Setelah
kerusuhan ini, masih banyak masyarakat Tionghoa Benteng yang belum bisa membangun perekonomiannnya dengan baik, karena ketakutan akan kerusuhan
yang menghancurkan perekonomian mereka. Dalam sektor perdagangan, sudah jelas terasa sekali imbas dari kerusuhan tersebut. Penjarahan dan pengerusakan
yang dilakukan terhadap toko-toko mereka, membuat kerugian yang cukup signifikan. Selain itu, imbas dari krisis moneter yang melanda Indonesia, juga
merupakan salah satu aspek kerugian ekonomi yang mereka rasakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI Kesimpulan dan Saran