BAB 6 PEMBAHASAN
Nitrosamine dalam saliva dapat dideteksi dengan menggunakan metode Kromatogfrafi Lapisan Tipis KLT.
11
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi saliva yang mengandung nitrosamine pada penyuntil wanita suku Karo di
Pancur Batu. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara lama kebiasaan menyuntil, lama paparan setiap menyuntil, frekuensi
menyuntil, dan komposisi yang digunakan dalam menyuntil terhadap adanya nitrosamine.
Hubungan lama kebiasaan, lama paparan, frekuensi, serta komposisi menyuntil dengan nitrosamine diuji secara statistik dengan menggunakan uji Chi -
Square, di mana tingkat kemaknaan yang diinginkan adalah p 0,05.
6.1 Karakteristik Umum Perempuan Penyuntil Suku Karo di Pancur Batu
Berdasarkan tabel 3, maka dapat dilihat beberapa karakteristik umum penyuntil seperti: umur, pekerjaan, pendidikan, alasan menyuntil, umur pertama kali
menyuntil, aktivitas setelah menyuntil, frekuensi menyikat gigi, dan frekuensi makan daging dan ikan asin.
Umur penyuntil dengan frekuensi terbanyak adalah pada kelompok umur 45 – 49 tahun 20,6 dan umur pertama kali menyuntil terbanyak adalah pada kelompok
umur 27 – 33 dan 34 – 40 tahun 22,2. Menurut pekerjaan, sebagian besar subjek
Universitas Sumatera Utara
yang diteliti adalah pedagang 61,9. Hasil penelitian ini berbeda bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu di Tanah Karo yang menemukan kebanyakan pekerjaan
dari subjek yang diteliti adalah petani.
3
Ini mungkin disebabkan para penyuntil yang bertani mulai memperdagangkan hasil pertaniannya sendiri di pasar, sehingga mereka
lebih condong menjawab pedagang sebagai pekerjaan utamanya. Sementara itu, tingkat pendidikan yang paling umum adalah SD 33,3. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian terdahulu di Tanah Karo. Tingkat pendidikan dan pekerjaan menjadi hal yang lumayan penting untuk diketahui sehingga dapat dijadikan pedoman tenaga
kesehatan dalam menyusun rencana penyuluhan kesehatan. Alasan menyuntil yang terbanyak disebabkan oleh pikiran 36,5. Pikiran
menjadi alasan menyuntil yang paling banyak dipilih mungkin disebabkan kandungan arecoline dalam buah pinang yang dapat menyebabkan euphoria ringan.
1
Aktivitas setelah menyuntil yang paling sering dilakukan adalah berkumur dengan air 84,1. Lalu, frekuensi menyikat gigi yang paling banyak dilakukan
subjek yang diteliti adalah sebanyak 2 kalihari 84,1. Berkumur dengan air minum dipilih sebagai persentase terbanyak mungkin disebabkan cara ini lebih mudah dan
cepat membersihkan rongga mulut dari ampas – ampas bekas menyuntil bila dibandingkan dengan menyikat gigi. Saat penelitian terlihat bahwa kebanyakan para
penyuntil ini selalu menyediakan botol air minum saat beraktivitas. Temuan lain yang didapat saat penelitian ini adalah bahwa kebanyakan subjek
yang diteliti tidak menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur dan hanya berkumur dengan air untuk sekedar membersihkan ampas bekas menyuntil. Hal ini mungkin
menjadi penyebab adanya plak, kalkulus, dan stain yang sering ditemui pada rongga
Universitas Sumatera Utara
mulut penyuntil yang mengarah ke keadaan oral hygiene yang buruk. Adanya oral hygiene yang buruk akan meningkatkan produksi nitrit dan berinteraksi dengan
komposisi menyuntil untuk mengkatalisasi pembentukan nitrsosamine dalam rongga mulut.
6
Aktivitas setelah menyuntil dan frekuensi menyikat gigi cukup penting diketahui untuk mengetahui gambaran kepedulian para penyuntil terhadap oral
hygiene, sehingga dapat dijadikan acuan praktisi kesehatan bila ingin menyusun program untuk penyuluhan kepada masyarakat.
Frekuensi mengkonsumsi daging yang paling sering dilakukan oleh subjek yang diteliti adalah sebanyak 8 – 11 kalibulan 95,2, sedangkan jumlah frekuensi
mengkonsumsi ikan asin yang paling sering adalah sebanyak 20 – 23 dan 28 – 31 kalibulan 36,76. Pola diet sehari – hari yang dilakukan oleh subjek yang diteliti
cukup penting untuk diketahui, mengingat hasil penelitian Delfitri Munir pada suku Batak di Medan dan sekitarnya yang menemukan hubungan yang bermakna antara
makan ikan asin yang merupakan salah satu sumber nitrosamine dengan terjadinya salah satu tumor, yaitu karsinoma nasofaring.
31
6.2 Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil Suku Karo di Pancur Batu